Psikologi Kontemporer
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of Psikologi Kontemporer
A. Psikologi Kontemporer
Psikologi Kontemporer Diawali pada abad 19 dimana saat itu
berkembang 2 teori dalam menjelaskan tingkah laku, yaitu :
Psikologi Fakultas
Psikologi fakultas adalah doktrin abad 19 tentang adanya kekuatan
mental bawaan, menurut teori ini, kemampuan psikologi terkotak –
kotak dalam beberapa fakultas yang meliputi : berpikir, merasa,
dan berkeinginan. Fakultas ini terbagi lagi menjadi beberapa
subfakultas : kita mengingat melalui subfakultas memori,
pembayangan melalui subfakultasimaginer dan sebagainya
Psikologi Asosiasi
Bagian dari psikologi kontemporer abad 19 yang mempercayai bahwa
proses psikologi pada dasarnya adalah asosiasi ide. Dimana ide
masuk alat indra dan diasosiasikan berdasarkan prinsip – prinsip
tertentu seperti kemiripan, kontras dan kedekatan.
Dalam pengembangan ilmu psikologi kemudian, ditandai dengan
berdirinya laboratorium oleh Wundt ( 1879 ). Pada saat itu
pengkajian psikologi didasarkan atas metode ilmiah
( eksperimental ). Juga mulai diperkenalkan merode intropeksi,
eksperimen, dsn. Beberapa sejarah yang patut dicatat antara
lain : F. Galton > merintis test psikologi , C Darwin > memulai
komparasi dengan binatang, A. Mesmer > Merintis
penggunaan hipnosis S. Freud > merintis psikoanalisa
Fungsi Pendekatan Psikologi Kontemporer
1. Tingkah Laku
Pernahkan Bapak dan Ibu menyaksikan sirkus di televisi?
Bagaimana menurut Bapak dan Ibu cara mengajari binatang-
binatang yang ada sehingga mereka dapat melakukan tugasnya
dengan baik? Beberapa pertanyaan yang lebih spesifik yang
dapat diajukan adalah:
1. Mengapa para pelatih binatang tersebut ada yang
membawa cemeti?
2. Mengapa para pelatih binatang tersebut selalu diberi
sesuatu jika ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik?
3. Dapatkah keterampilan yang sudah dikuasai binatang
tersebut dikembangkan binatang tersebut untuk kegiatan
lainnya?
Para penganut psikologi tingkah laku memandang belajar
sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara rangsangan
dari luar (stimulus) dan balasan dari siswa (response) yang
dapat diamati. Mereka berpendapat juga bahwa semakin sering
hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan
semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Di samping
itu, mereka berpendapat juga bahwa kuat tidaknya hubungan
ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan yang
menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, ganjaran ataupun
penguatan merupakan kata kunci dalam proses pembelajaran.
2. Psikodinamik
Pendekatan psikodinamik menekankan pada pemikiran bawah
sadar, konflik antara insting biologi dan permintaan social
dan pengalaman keluarga mula-mula. Pendekatan ini menyatakan
bahwa insting biologi yang tidak dipelajari, terutama
seksualitas dan impuls keagresifan, mempengaruhi cara
seseorang berpikir.
3. Pendekatan Kognitif
Memfokuskan pada proses mental yang terlibat dalam
pengetahuan : bagaimana kita melangsungan perhatian kita,
melihat, mengingat, berpikir dan menyelesaikan masalah.
4. Pendekatan ilmu saraf kelakuan
Menekankan bahwa otak dan system saraf adalah Menekankan
bahwa otak dan system saraf adalah hal sentral untuk
memahami kelakuan, pemikiran, dan emosi. Ahli ilmu saraf
percaya bahwa pemikiran dan emosi memiliki dasar fisik di
dalam otak.
5. Pendekatan Psikologi Evolusioner
Pendekatan psikologi evolusioner menekankan pada pentingnya
tujuan fungsional dan daptasi dalam menjelaskan mengapa
kelaakuan terbentuk, termodifikasi dan bertahan. David Buss
menyatakan bahwa hanya sebuah evolusi yang membentuk fitur-
fitur fisik kita seperti bentuk tubuh dan tinggi. Evolusi
juga secara tidak langsung mempengaruhi bagaimana kita
mengambil keputusan, seberapa agresif kita , ketakutan kita,
dan pola perkawinan kita.
6. Pendekatan sosiokultural
Pendekatan sosiokultural menjelaskan sebuah cara dimana
masyarakat dan budaya lingkungan mempengaruhi kelakuan.
Pendekatan sosiokulltural menyatakan bahwa pemahaman penuh
dari tingkah laku seseorang membutuhkan pengetahuan tentang
konteks lingkungan dimana kelakuan terjadi
B. Area Spesialisasi dalam Psikologi
1. Psikologi Abnormal
Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu
perilaku abnormal, antara lain:
1. Statistical infrequency
Perspektif ini menggunakan pengukuran statistik dimana semua
variabel yang yang akan diukur didistribusikan ke dalam
suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng.
Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva,
sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada distribusi di kedua
ujung kurva.
Digunakan dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya
mengukur tekanan darah, tinggi badan, intelegensi,
ketrampilan membaca, dsb.
Namun, kita jarang menggunakan istilah abnormal untuk salah
satu kutub (sebelah kanan). Misalnya orang yang mempunyai IQ
150, tidak disebut sebagai abnormal tapi jenius.
Tidak selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal.
Misalnya seorang atlet yang mempunyai kemampuan luar biasa
tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan informasi
lain sehingga dapat ditentukan apakah perilaku itu normal
atau abnormal.
2. Unexpectedness
Biasanya perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon
yang tidak diharapkan terjadi. Contohnya seseorang tiba-tiba
menjadi cemas (misalnya ditunjukkan dengan berkeringat dan
gemetar) ketika berada di tengah-tengah suasana keluarganya
yang berbahagia. Atau seseorang mengkhawatirkan kondisi
keuangan keluarganya, padahal ekonomi keluarganya saat itu
sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan adalah tidak
diharapkan terjadi.
3. Violation of norms
Perilaku abnormal ditentukan dengan mempertimbangkan konteks
sosial dimana perilaku tersebut terjadi.
Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti
normal. Sebaliknya jika bertentangan dengan norma yang
berlaku, berarti abnormal.
Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat
relatif tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada
saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an,
homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang
homoseksual tidak lagi dianggap abnormal.
Walaupun kriteria ini dapat membantu untuk mengklarifikasi
relativitas definisi abnormal sesuai sejarah dan budaya tapi
kriteria ini tidak cukup untuk mendefinisikan abnormalitas.
Misalnya pelacuran dan perampokan yang jelas melanggar norma
masyarakat tidak dijadikan salah satu kajian dalam psikologi
abnormal.
4. Personal distress
Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan
penderitaan dan kesengsaraan bagi individu.
Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya
psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa
menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan.
Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan
abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik.
Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk
menentukan setandar tingkat distress seseorang agar dapat
diberlakukan secara umum.
5. Disability
Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai
tujuan karena abnormalitas yang dideritanya. Misalnya para
pemakai narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba
telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan untuk
menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan.
Tidak begitu jelas juga apakah seseorang yang abnormal juga
mengalami disability. Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan
seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan seksual dengan cara
mengintip orang lain telanjang atau sedang melakukan
hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami
disability dalam masalah seksual.
Dari semua kriteria di atas menunjukkan bahwa perilaku abnormal
sulit untuk didefinisikan. Tidak ada satupun kriteria yang secara
sempurna dapat membedakan abnormal dari perilaku normal. Tapi
sekurang-kurangnya kriteria tersebut berusaha untuk dapat
menentukan definisi perilaku abnormal. Dan adanya kriteria
pertimbangan sosial menjelaskan bahwa abnormalitas adalah sesuatu
yang bersifat relatif dan dipengaruhi oleh budaya serta waktu.
Mitos dan fakta tentang perilaku abnormal
MITOS FAKTA
Perilaku abnormal sangat
aneh dan sangat berbeda
Penderita gangguan sukar
dibedakan dengan orang
dengan orang normal
Gangguan mental akibat
adanya kekurangan dalam diri
yang tidak teratasi
Gangguan mental dipengaruhi
sihir atau magic
normal
Setiap orang punya potensi
dan kesempatan sama untuk
terganggu dan bertingkah
laku abnormal
Banyak orang-orang yang
percaya Tuhan terkena
gangguan mental dan
masyarakat kurang
mengetahui pengetahuan
ilmiah.
Pendekatan Medis pada Gangguan Mental
Sejak 2 abad terakhir, konsep gangguan mental sebagai penyakit
yang disebabkan oleh faktor natural dan dapat dijelaskan
secara ilmiah merupakan pandangan yang cukup dominan.
Para dokter berusaha menjelaskan bentuk dan jenis penyakit
mental, menemukan penyebabnya, ciri-cirinya dan mengembangkan
metode treatment yang tepat.
Anggapan dokter adalah bahwa setiap terjadi perilaku yang
patologis merupakan penyakit susunan saraf. Penelitian dalam
hal ini sudah banyak dilakukan.
Tradisi psikiatri medis paling terwakili oleh Emil Kraepelin
(1855 – 1926). Ia mencoba mendaftar gejala-gejala yang tampak
dari disfungsi mental, kemudian mengklasifikasikan pasien
berdasarkan pola simtom dan mengidentifikasi serta
mengklasifikasikan penyakit mental.
Kraepelin melabel 2 penyakit mental parah yang paling umum
yakni dementia praecox (sekarang lebih dikenal dengan sebutan
skizofrenia, dari istilah Eugen Bleuler) dan manic-depressive
psychosis.
Pendekatan Psikologis pada Gangguan Mental
Psikopatologi tidak hanya mengetengahkan konsep penyakit
psychological functioning, tapi juga mengetengahkan bahwa gangguan
tersebut disebabkan oleh faktor-faktor psikologis.
Orientasi psikogenik muncul pada studi tentang histeria, yaitu
suatu kondisi neurotis yang sering ditandai dengan gejala
fisik seperti, mati rasa, kebutaan dan juga gejala behavioral
seperti kehilangan memori, kepribadian atau kondisi emosi yang
tidak menentu. Pada abad 18 dan 19, di Eropa banyak dijumpai
subjek yang mengalami simtom histeria tersebut.
Untuk menjelaskan terjadinya histeria tersebut, muncul
beberapa pandangan yang berorientasi psikogenik. Salah
satunya adalah dokter Austria, Franz Anton Mesmer (1734 –
1815).
Studi tentang histeria ini menggunakan metode hipnotis. Di
bawah kondisi hipnotis, pasien dengan histeria dapat
memunculkan kembali simtom histeria yang biasanya muncul.
Hipnotis kemudian menjadi suatu metode yang penting dalam
treatment psikologis, terutama psikoanalisa yang biasa
menggunakan asosiasi bebas dan interpretasi mimpi untuk
mengeksplorasi alam bawah sadar.
Selain hipnotis, metode lain yang digunakan untuk melakukan
terapi pada gangguan mental adalah katarsis yang dikenalkan
oleh Josef Breuer dan kemudian dikembangkan oleh Sigmund
Freud.
Katarsis adalah suatu metode terapeutik dimana pasien diminta
untuk mengingat kembali dan melepaskan emosi yang tidak
menyenangkan, mengalami kembali ketegangan dan
ketidakbahagiaannya dengan tujuan untuk melepaskan dari
penderitaan emosional.
Mesmer, Charcot, Breuer dan Freud mengembangkan metode
hipnotis dan katarsis. Hal itu menunjukkan adanya orientasi
psikogenik terhadap gangguan mental.
KEPRIBADIAN ABNORMAL
1) PSIKOPAT
Disebut juga sosiopat, adalah kelainan perilaku yang berbentuk
antisosial yaitu yang tidak mempedulikan norma – norma sosial .
2) KELAINAN SEKSUAL
Ada 2 macam kelainan tingkah laku sexual yaitu :
a. Kelainan pada obyek
Cara seseorang memuaskan dorongan sexualnya normal, tetapi
obyek yang dijadikan sasaran pemuasan lain dari biasanya
Homosex : Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan
sesama jenis ( pria )
Lesbian : Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan
sesama jenis ( wanita )
Pedofilia : Obyek pemuasan seksual adalah pada anak yang
belum akil baligh
Fetisisme : Obyek pemuasan seksual adalah dengan benda
mati seperti pakaian dalam, rambut.
Nekrofilia : Obyek pemuasan seksual adalah dengan mayat
Bestiality : Obyek pemuasan seksual adalah dengan
binatang
Gerontoseksualitas : Obyek pemuasan seksual adalah dengan
seseorang yang berusia lanjut
Incest : Obyek pemuasan seksual dengan sesama anggota
keluarga yang tidak diperbolehkan melakukan pernikahan
b. Kelainan pada cara
Obyek pemuasan seksual tetap lawan jenis, tetapi dengan cara
yang tidak biasa, contoh:
Ekshibisionis : Cara pemuasan seksual dengan
memperlihatkan genetalianya kepada orang lain yang tidak
dikenalnya
Voyeuris :Cara pemuasan seksual dengan melihat/ mengintip
orang telanjang
Sadisme : Cara pemuasan seksual dengan menyakiti secara
fisik dan psikologis obyek seksualnya
Masokisme : Cara pemuasan seksual dengan menyiksa diri
sendiri
Frottage : Cara pemuasan seksual dengan meraba orang yang
disenangi tanpa diketahui oleh korbannya
3) PSIKONEUROSIS
Kumpulan reaksi psikis dengan ciri spesifik kecemasan dan
diekspresikan secara tidak sadar dengan menggunakan mekanisme
pertahanan diri, contoh :
Fugue : Bentuk gangguan mental disertai keinginan kuat
untuk mengembara atau meninggalkan rumah karena amnesia
Somnabulisme : Keadaan tidur sambil berjalan dan melakukan
suatu perbuatan
Multiple personality : Kepribadian ganda
Fobia : Ketakutan yang tiada sebab, irasional dan tidak
logis walaupun sebenarnya tidak ada alasan untuk takut
Obsesi : Ide kuat yang bersifat terus menerus melekat
dalam pikiran dan tidak mau hilang serta sering irasional
Histeria : Gangguan mental yang ditandai dengan perilaku
yang cenderung dramatis, emosional dan reaksi berlebihan
Hipokondria : Kondisi kecemasan yang kronis, pasien selalu
merasakan ketakutan yang patologis tentang kesehatan
sendiri
4) PSIKOSIS
Disebut dengan kelainan kepribadian yang besar (Psychosis
Mayor) karena seluruh kepribadian orang yang bersangkutan
terkena dan orang tersebut tidak dapat lagi hidup dan bergaul
normal dengan orang di sekitarnya
Jenis – jenis Psikosis:
a. Psikosis Fungsional
Skizophrenia☻
Terjadi perpecahan kepribadian, antara pikiran, perasaan dan
perbuatan berjalan sendiri – sendiri
Contoh : Seseorang bercerita tentang anaknya yang meninggal
terlindas kereta api (pikiran) sambil tertawa (perasaan) dan
menari – nari (perbuatan)
Paranoid☻ Sering merasa cemburu, curiga, dendam, iri hati kepada orang
lain yang sifatnya irasional
Psikosis manis – depresif☻ Gangguan mental serius yang ditandai dengan perubahan emosi
seperti menjadi sangat gembira dan tidak lama kemudian menjadi
sangat sedih
b. Psikosis Organik
Faktor penyebabnya adalah kelainan pada tubuh atau fungsi
anggota tubuh.
Contoh: karena usia tua terjadi penyempitan pembuluh darah
sehingga menyebabkan individu tersebut sering marah.
USAHA PENCEGAHAN TERJADINYA ABNORMALITAS KEPRIBADIAN
1) Hindari konflik batin yang berasal dari diri sendiri maupun
lingkungan
2) Upayakan untuk selalu memelihara kebersihan jiwa, hati nurani
yaitu dengan kejujuran, tidak iri dengki dan tidak berfikir
negatif
3) Upayakan segala tingkah laku sesuai dengan norma dan etika
yang ada di masyarakat
4) Dalam kehidupan berusaha melatih, membiasakan dan menegakkan
disiplin dalam segala hal
5) Melatih berfikir positif dan berbuat wajar tanpa menggunakan
mekanisme pertahanan diri dan pelarian negatif
6) Berani dan mampu mengatasi setiap kesulitan yang dihadapi
dengan kemauan dan usaha konkrit dan rasional
2. Psikologi Lintas Budaya
A. Matsumoto, (2004) : Dalam arti luas, psikologi lintas budaya
terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-
prinsip psikologis bersifat universal (berlaku bagi semua
orang di semua budaya) ataukah khas budaya (culture
spscific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya
tertentu)
B. Seggal, Dasen, dan Poortinga (1990) : psikologi lintas budaya
adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan
penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu
dibentuk, dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan
budaya.
C. Triandis, Malpass, dan Davidson (1972) : psikologi lintas budaya
mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari
dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran
yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat
menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi
teori yang diperlukan agar menjadi universal.
D. Brislin, Lonner, dan Thorndike, (1973) : menyatakan bahwa psikologi
lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai
kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman,
yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat
diramalkan dan signifikan.
2. Hubungan mempelajari Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu
lain :
a. Antropologi dengan Psikologi Lintas Budaya.
Ketika antropolog melakukan berkonsentrasi pada bidang psikologi,
mereka fokus pada kegiatan dimana data dapat dikumpulkan melalui
pengamatan langsung, seperti usia anak-anak di sapih atau praktek
pengasuhan anak. Namun, tidak ada tubuh yang signifikan data
antropologi pada banyak pertanyaan yang lebih abstrak sering
ditangani oleh psikolog, seperti konsepsi budaya intelijen.
b. Kepribadian dengan Psikologi Lintas Budaya. Kepribadian
merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan
keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka
acuan dari pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak
sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari
konsep kemanusiaan yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk
sosial. Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi
yang terdiri atas faktor-faktor biologis, psikologis dan
sosiologis. Hal pertama yang menjadi perhatian dalam studi lintas
budaya dan kepribadian adalah perbedaan diantara keberagaman
budaya dalam memberi definisi kepribadian. Definisi lain
menyatakan bahwa kepribadian adalah serangkaian karakteristik
pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan
cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek
dalam definisi ini, yaitu kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas
serta konsistensi (stability and consistency). Semua definisi di atas
menggambarkan bahwa kepribadian didasarkan pada stabilitas dan
konsistensi di setiap konteks, situasi dan interaksi. Semua teori
mulai dari psikoanalisa Freud, behavioral approach Skinner,
hingga humanistic Maslow-Rogers meyakini bahwa kepribadian berlaku
konsistan dan konsep-konsep mereka berlaku universal. Dalam
budaya timur, asumsi stabilitas kepribadian sangatlah sulit
diterima. Budaya timur melihat bahwa kepribadian adalah
kontekstual(contextualization). Kepribadian bersifat lentur yang
menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian
cenderung berubah, menyesuaikan dengan konteks dan situasi.
4. Ruang Lingkup Psikologi Lintas Budaya
Memahami tentang cabang ilmu psikologi lintas budaya yang
dipelejari
1. Pewarisan dan Perkembangan Budaya
2. Budaya dan Diri (Self)
3. Persepsi
4. Kognisi & Perkembangannya
5. Psikologi Perkembangan
6. Bahasa
7. Emosi
8. Psikologi Abnormal
9. Psikologi Sosial
3. Psikologi Kognitif
PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan kognitif atau kemampuan berfikir adalah salah satu
aspek perkembangan yang sangat penting. Salah satu tokoh yang
meneliti tentang perkembangan kognitif ini adalah Jean Piaget.
Piaget tertarik pada bagaimana cara seseorang memahami dunia. Dia
mengamati perilaku anak lalu menghasilkan teori yang menekankan
bahwa anak memiliki cara berfikir yang berbeda dengan orang
dewasa.
Perkembangan intelektual anak berlangsung melalui perkembangan
skema. Menurut Piaget, skema disini dianggap sebagai kaidah
mengenai bagaimana caranya berinteraksi dengan lingkungan. Anak-
anak akan mengerti dunianya melalui skema. Proses pemahaman dunia
melalui skema yang dimiliki anak disebut aslimilasi. Menurut
Piaget, skema perkembangan kognitif terbagi atau terjadi dalam 4
tahap, yaitu:
1. Tahap Sensori Motor (0 – 2th)
Tahap sensosi motor ini akan terjadi sejak dari
kelahiran bayi hingga bayi berusia 2 tahun. Bayi yang baru
lahir hanya memiliki skema yang sangat sedikit dan terbatas
yang ada sejak di kandungan, skema ini hanya memungkinkan
seorang bayi hanya untuk menggenggam, menghisap, dan
melihat benda. Anak ini hanya akan tertarik pada sesuatu
yang ada dalam pandangannya. Sifat ini ada sampai anak
berusia 8 bulan, yaitu pada saat anak menyadari bahwa benda
itu ada sekalipun tidak berada dihadapannya dan berusaha
mencari benda tsb. Pada akhir tahap sensori motor anak
sudah mengembangkan beberapa pengertian mengenai hubungan
antara pergerakan otot mereka dengan pengaruhnya terhadap
lingkungan. Mereka juga mengembangkan struktur mental yang
memungkinkan mereka melambangkan dunia serta memikirkan
benda yang mereka lihat. Lalu mereka sudah mulai
menghasilkan kata-kata dan menggunakannya untuk
menggambarkan serta bertindak di dalam lingkungannya.
2. Tahap Pra-Operasional (2 – 7th)
Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan, anakpun
mampu mengingat banyak hal yang ada dalam lingkungannya,
dan akhirnya mampu menduga sesuatu hal dengan lebih baik.
Pendugaan ini masih dalam bentuk yang sederhana, misalkan
mereka cenderung menyamakan semua perempuan dewasa dengan
sebutan ibu. Dalam tahapan ini, dibagi lagi menjadi dua sub
tahapan, yaitu masa pra-konseptual (2 – 4th) dan masa
intuitif (4 – 7th).
Masa pra-konseptual ditandai dengan pola berfikir yang
egosenstris yaitu dimana anak melihat dunia hanya dalam
hubungan dengan dirinya, yaitu aktivitas yang ia lakukan
terhadapnya dan rangsangan yang ia terima dari padanya.
Pola berfikir pada masa prakonseptual ini dibagi menjadi
menjadi dua, yaitu penalaran transduktif dan sinkretik.
Penalaran transduktif terjadi apabila anak mendasarkan
kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu atau karena
ciri objek tertentu. Sedangkan penalaran sinkretik terjadi
bila anak sudah mulai mengubah criteria klasifikasinya.
Lalu masa intuitif, dimana pola berfikirnya masih
didasarkan atas intuisi, penalaran masih kaku, terpusat
pada bagian-bagian tertentu dalam objek, dan semata-mata
masih didasarkan atas penampakan objek.
3. Tahap Operasional Konkrit (7 – 12th)
Peristiwa penting yang terjadi dalam tahap ini adalah
konservasi dan seriasi. Konservasi menunjukan anak mampu
menalar bahwa suatu objek yang bagaimanapun diubah
bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi, maka
volumenya akan tetap. Seriasi menunjukan kemampuan anak
untuk mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam ciri.
4. Tahap Operasional Formal (mulai dari 12th)
Dalam tahap ini, anak mampu melakukan representasi simbolis
tanpa menghadapi objek-objek yang ia pikirkan. Pola
berfikir ini sudah lebih fleksibel dan sudah mampu melihat
persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.
4. Psikologi Konseling
Pengertian:
Terdiri dari 2 suku kata yaitu psikologi dan konseling. Psikologi
(dari bahasa Yunani psyce dan logos) berarti ilmu
pegetahuan/studi tentang jiwa, sedangkan konseling (berasal dari
bahasa latin consiliu) yang berarti dengan atau bersama yang
dirangkai dengan menerima atau memahami. Maka psikologi konseling
meruapakan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada
individu yang mengalami masalah melalui pendekatan-pendekatan
psikologi.
Tujuan Konseling:
Tujuan keseluruhan model konseling adalah untuk mengajarkan klien
keterampilan-keterampilan membuat keputusan yang efektif
(effective decision making skills) dengan membantu nilai
karakteristiknya secara efektif dan mengaitkan penilaian diri itu
dengan konseloria psikologis dan sosial yang berarti. Secara
singkatnya tujuan konseling adalah untuk membantu individu-
individu agar mampu membangun kehidupan mereka secara
keseluruhan.
Karakteristik Konseling:
A. Konseling sebagai bantuan
Lewis (Singgih D. Gunarsah, 32) menggolongkan alasan alasan
tersebut, yaitu:
1. Seseorang mengalami ketidakpuasan pribadi, dan tidak
mampu mengatasi atau mengurangi ketidakpuasan tersebut.
2. Seseorang memasuki dunia konseling dengan kecemasan.
Kecemasan itu bukan hanya berasal dari beberapa segi
kehidupannya yang mengguncangkan, tapi juga karena ia
menghadapi dirinya sendiri yang memasuki dunia baru dan
asing berupa ruangan konseling.
3. Seseorang yang membutuhkan konseling itu sebenarnya tidak
mempunyai gambaran yang tidak jelas tentang sesuatu yang
mungkin terjadi.
B. Konseling untuk perubahan perilaku
Tujuan akhir dari proses konseling adalah perubahan perilaku
ke arah yang lebih positif dan konstruktif. Ada beberapa
teori perubahan perilaku, yaitu:
1. Teori peerubahan perilaku behaviorisme
Merupakan proses perubahan perilaku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon yang
menyebabkan klien mempunyai pengalaman baru.
2. Teori perubahan tingkah laku kognitif
Menurut Pieget perubahan perilaku akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Peserta didik hendaknya diberikan
kesempatan untuk melakukan eksperimen terhadap objek
fisik yang ditunjang oleh interaksi dnegan teman
sebayanya dan dibantu dengan pertanyaan dari konselor.
3. Teori perubahan tingkah laku gestalt
Pokok pandangan gestalt menegaskan bahwa objek atau
peristiwa tertentu dipandang sebagai sustu keseluruhan
yang terorganisasi. Transfer perubahan perilaku terjadi
dnegan jalan melepaskan pengertian objek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian
menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-
susunan yang tepat.
4. Teori perubahan tingkah laku konstruktivisme
Teori pengetahuan ini dikenl dengan adaptasi kognitif.
Sama halnya dengan setiap organisme yang harus
beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk bertahan
hidup demikian juga dengan struktur pemikiran manusia.
Manusia harus mengembangkan skema pikiran yang lebih umum
atau rinci. Prosesnya berupa:
a. Skema, yakni struktur kognitif yang dengannya seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental
dalam berinteraksi dengan lingkungan
b. Asimilasi, yaitu proses kognitif dalam bentuk perubahan
skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya
menambah atau merinci.
c. Akomodasi, yaitu proses pembentukan skema atau karena
konsep awal sudah tidak cocok lagi.
d. Equilibrium, yaitu keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamnya(skema)
Sejarah Psikologi konseling
Jesse M. Davis pada tahun 1898 merupakan orang pertama yang
melakukan kegiatan konseling (Singgih D. Gunarsah, 1) ia banyak
membantuk menyelesaikan persoalan-peersoalan murid-muridnya
terutama yang berhubungan dengan persoalan studi dan pemilihan
jurusan yang hendak mereka tempuh. Selain itu tercatat nama lain
yaitu Frank Parson. Tahun 1908 ia membuka biro konsultasi di
Boston untuk memilih dan mementukan jurusan dalam sebuah
pekerjaan dan jabatan. Contoh lain perkembangan psikologi
konseling dapat dilihat dari didirikannya Lembaga Riset
Stabilisasi Pekerjaan oleh Universitas Minnesota pada tahun 1933.
Kemudian dilanjutkan dengan Program Penelitian Jabatan tahun
1933. Bersamaan dengan itu perkembangan pengunaan instrumen tes
juga mulai marak digunakan untuk menunjang proses konseling. Hal
itu terjadi di Amerika di kalangan akademisi untuk menyusun alat
atau instrumen yang digunakan untuk menyeleksi calon tentara
untuk Perang Dunia 1.
Perkembangan konseling berikutnya hingga menjadi kegiatan yang
profesional terinspirasi oleh sebuah buku yang ditulis oleh
Clifford Beers yang berisi pengalaman pribadinya selama tiga
tahun dirawat dirumah sakit jiwa. Tren positif konseling sebagai
sebuah profesi terjadi pada tahun 1918. Saat itu konseling diakui
secara resmi sebagai sebuah profesi. Kemudian antara tahun 1920-
1930 Departemen Pendidikan di Amerika menempatkan tenaga khusus
di sekolah kejuruan Tenaga Bimbingan Penyuluhan untuk membantu
klien memasuki dunia kerja. Kegiatan ini terus berlangsung hingga
Perang Dunia II. Kegiatan bimbingan profesional itu terus
berlanjut ke negara-negara luar Amerika. Di Indonesia sendiri
sekitar tahun 50an kegiatan itu pertama kali diperkenalkan oleh
Slamet Iman Santoso di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
C. Hubungan Monolog
Hubungan dalam konseling bukan hubungan biasa, melainkan
sengaja diciptakan oleh konselor dengan maksud membantu
memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. Hubungan yang
bersifat membantu ini akan berhasil dengan baik manakala
klien percaya sepenuh hati kepada konselor bahwa konselor
adalah orang yang tepat yang bisa mengatasi masalahnya.
D. Konselor-klien sebagai rekan kerja
Tahap awal konseling biasanya menjadi tahap paling sulit
baik bagi konselor maupun klien. Saat pertama kali bertemu
dalam kondisi formal namun hangat, bersifat sementara dan
tidak ilmiah. Mereka harus mengusahakan suatu relasi yang
dapat disepakati dan menciptakan suasana kondusif bagi
mereka untuk menangani masalah-masalah.
Pengaruh Beberapa aliran Psikologi terhadap konseling
1. Pengaruh Psikologi Behavioristik pada Psikologi Konseling
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respons. Menurut teori ini yang terpenting
adalah masukan atau input yang berupa stimulus dengan
keluaran atau output yang berupa respons. Faktor lain yang
dianggap penting juga adalah faktor penguatan
(reinforcement).
Teori-teori belajar dalam Psikologi Behavior:
a. Teori Koneksionisme Thorndike
Belajar adalah proses interaksi antara stimullus dan
respons. Ia menyimpulkan bahwa peribahan tingkah laku
sebagai akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud
konkret (dapat diamati) atau tidak konkret (tidak dapat
diamati).
b. Teori Conditioning Watson
Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respons namun stimulus dan respons yang dapat diamati
(obserabel) dan dapat diukur. Walaupun Watson mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar namun faktor tsb tidak perlu
diperhitungkan.
c. Teori Conditioning Edwin Guthrie
Ia menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respons
cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin
diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan
respons berifat tetap.
d. Teori Operant Coditioning Skinner
Perubahan tingkah laku menurut Skinner dipengaruhi oleh
hubungan antara stimulus dengan respons dalam
lingkungannya.
e. Teori Systematic Behavior Clark Hull
Teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan
pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati
posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia.
2. Pengaruh Psikologi Humanisme terhadap Psikologi Konseling
Salah satu tokoh Humanistik ini adalah Abraham Maslow, ia
mengkritik Freud (tokoh psikoanalisa) dengan mengatakan
bahwa Freud hanya meneliti tentang penyebab setengah jiwa
yang sakit. Namun ia tidak meneliti mengapa setengah jiwa
yang laInnya bisa tetap sehat.
Tokoh lainnya adalah Viktor Frankl. Ia mengembangkan teknik
psikoterapi yang disebut logoterapi. Pandangannya itu
memiliki beberapa prinsip, yaitu:
a. Hidup memiliki makna, bahkan pada saat yang paling
menyedihkan pun.
b. Tujuan hidup adalah mencari makna kehidupan.
c. Kita memiliki kebebasan untuk memaknai sesuatu yang kita
lakukan dan kita alami, bahkan dalam menghadapi
kesengsaraan pun.
Logoterapi ini sangat erat kaitannya dnegan spritual
quotient (kecerdasan spritual) yang dikelompokan menjadi:
a. Ketika seseorang menemukan dirinya sendiri (self-
discovery).
b. Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan.
c. Ketika seseorang merasa istimewa, unik, dan tak
tergantian.
d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab.
e. Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalam yang
membawa kita ke luar dunia fisik, keluar suka dan duka
kita, ke luar dari diri kita sekarang)
3. Pengaruh Psikologi Gestalt terhadap Psikologi konseling
Teori Gestalt menyebutkan bahwa yang dimaksud belajar adalah
perubahan perilaku yang terjadi mengalami pengalaman. Teori
ini bukan menyuruh manusia untuk menghafal tetapi belajar
untuk memcahkan masalah, merumuskan hipotesis, dan
mengujinya. Akhirnya dengan bimbingan konselor klien dapat
membuat kesimpulan.
4. Pengaruh Psikologi Kognitif terhadap Psikologi Konseling
Gerakan ini tiadak lagi memandang manusia sebagai makhluk
yang bereaksi pasif terhadap lingkungan melainkan sebagai
makhluk yang selalu berfikir (homo sapiens). Menurut Jean
Piaget ada 3 prinsip utama pemebelajaran, yaitu: Belajar
aktif, Belajar lewat interaksi sosial, Belajar lewat
pengalaman sendiri. Menurut J. A Brunner hal yang perlu
diperhatikan dalam proses belajar adalah pengalaman, artinya
dalam pembelajaran dibutuhkan pengalaman-pengalaman untuk
melakukan sesuatu dengan tujuan mempertahankan pengalaman
yang positif. Karena itulah dibutuhkan peran konselor agar
klien tidak banyak menlakukan kesalahan. Diperlukan juga
pemeberian hadiah dan hukuman dalam proses pembelajaran,
sebab ia mengatakan suatu hadiah ekstrinsik dapat berubah
menjadi hadiah intrinsik. Demikian juga pujian dari konselor
adalah dorongan bersifat ekstrinsik dan keberhasilan
memecahkan masalah menjadi dorongan yang bersifat intrinsik.
Perilaku konselor
1. Konselor melakukan wawancara
Wawancara konseling merupakan wawancara yang paling
sensitif dan kritis dari seluruh bentuk wawancara. Wawancara
konseling tidak akan terjadi kecuali jika ada seseorang yang
merasa tidak mampu menangani sendiri problem yang dihadapi,
dan memerlukan bantuan dari orang lain atau konselor yang
menentukan sesi-sesi konseling yang dibutuhkan. Terdapat 2
pendekatan atau model wawancara konseling, yaitu:
1. Konseling Diretive (Penyuluhan Terarah)
Karakteristik wawancara ini adalah konselor menyerang
langsung ke masalah, mengontrol sruktur wawancara,
memustuskan untuk menyelesiakan atau menghindari masalah
subjek, menyusun langkah-langkah dalam wawanacara dan
menentukan lamanya wawancara.
2. Konseling Nondirective
Karakteristiknya adalah konselor dipandang sebagai
fasilisator atau penolong pasif, bukan sebagai ahli.
Konselor membantu klien memperoleh informasi, mendapat
insight, menyelidiki masalah dan menanganalisisnya, serta
menemukan dan mengevaluasi solusinya. Konselor
mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan.
Konseling ini berpusat pada klien. Klien yang mengontrol
struktur awawncara menentukan topik yang didiskusikan,
waktu berdiskusi, cara berdiskusi, menentukan langkah-
langkah dalam diskusi dan lamanya waktu diskuksi.
Berikut merupakan langkah-langkah dalam melakukakan
wawancara konseling:
1. Persiapan pra-interview
2. Pembukaan wawancara konseling
3. Inti wawanacara konseling
4. Penutupan
5. Evaluasi setelah wawancara
2. Konselor sebagi pendengar
Konselor harus menjadi pendengar yang aktif. Konselor
sebagai pendengar yang baik memiliki kualitas sebagai
berikut:
1. Mampu berhubungan dengan orang-orang dari kalangan
sendiri dan berbagai ide-ide.
2. Menantang klien dalam konseling dengan cara-cara yang
bersifat membantu.
3. Memperlakukan klien dengan cara yang dapat menimbulkan
respons yang bermakna.
4. Keinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang
dengan klien. Serta memiliki kesabaran dan kepekaan
3. Konselor memahami klien
Ada klien yang datang sesuai dengan kesadaran dan keinginan
dirinya sendiri, ada juga yang datang atas keinginan orang
lain. Untuk itu konselor harus dapat peka terhadap situasi
yang ada. Shertzer dan Stone (1987) mengemukakan bahwa
keberhasilan atau kegagalan proses konsling ditentukan oleh
3 hal, yaitu:
1. Kepribadian klien
Kepribadian klien sangat berperan dalam menentukan
keberhasilan proses konseling. Aspek keberhasilan
meliputi emosi, sikap, intelektual, motivasi, dll.
2. Harapan klien
Umumnya harapan klien terhadap konseling adalah mendapat
informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban dari
persoalanyang dihadap, serta mencari upaya agar dirinya
lebih baik dan berkembang.
3. Pengalaman dan pendidikan klien
Dengan pengalaman dan pendidikan yang memadai klien lebih
mudah memahami dirinya serta persoalan menjadi tampak
jelas dan terarah.
Aspek pengalaman meliputi pengalaman hidup di masyarakat dan
proses konseling. Klien yang memilki pengalaman luas akan lebih
mudah diarahkan menuju keputusan yang hendak diambil.
4. Aneka ragam klien
a. Klien suka rela
Klien suka rela datang ke konselor atas dasar keinginan
diri sendiri. Ciri-cirinya adalah Bersedia mengungkap
rahasia walaupun menyakitkan.
b. Klien terpaksa
Klien yang datang kepada konselor bukan karena
keinginannya sendiri, melainkan atas dasar dorongan
dari orang lain
c. Klien enggan
Salah satu bentuk klien enggan adalah banyak bicara,
yang pada prinsipnya adalah enggan untuk dibantu. Ia
hanya senang berbicara dengan konselor tanpa
penyelesaian maslah atau diam saja.
d. Klien bermusuhan atau menentang
Klien jenis terpaksa dan bermaslah ini dapat menjadi
klien yang menentang. Sifatnya antara lain tertutup,
menentang, bermusuhan dan menolak secara terbuka.
e. Klien krisis
Klien krisis berarti klien yang sedang menghadapi
musibah, seperti kehilangan orang yang dicintai,
diperkosa dan lain sebagainya.
4. Konselor sebagai pribadi
Kualitas lahiriah dari seorang konselor adalah menawan hati,
memilki kemampuan bersikap tenang ketika bersama orang lain,
memiliki kapasitas untuk berempati dan karakteristik lain
yang mimiliki makna yang sama. Secara gamblang dapat
dikatakan bahwa jika konselor bersama orang lain dan ia
tulus serta memiliki niat baik maka secara otomatis ia
menjadi menarik bagi orang lain.
5. Konselor berempati
Dalam buku Sovial Psychogy karangan Robert A. Baron
dikatakan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untu
bereksi terhadap emosi negatif atau positif orang lain,
seolah-olah emosi itu dialami oleh dirinya sendiri.
5. Psikologi Perkembangan
A. Pengertian Psikologi perkembangan
Psikologi perkembangan pada prinsipnya merupakan cabang dari
psikologi. Psikologi sendiri merupakan sebuah istilah yang
berasal dari bahasa Inggris, yaitu “psychology”. Istilah ini pada
mulanya berasal dari kata dalam bahasa Yunani “psyche”, yang
berarti roh, jiwa atau daya hidup, dan “logos” yang berarti Ilmu.
Jadi, secara harfiah “psychology” berarti “ilmu jiwa.[1]
Sedangkan perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami
individu atau organism menuju tingkat kedewasaannya atau
kematangannya (Maturation) yang berlangsung secara sitematis,
progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik
(jasmaniah) maupun psikis (Rohaniah).
Yang dimaksud dengan sistematis, progresif, dan berkesinambungan
adalah sebagai berikut:
1) Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu
bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara
bagian-bagian organism (fisik dan psikis) dan merupakan suatu
kesatuan yang harmonis.
2) Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju,
meningkat dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik)
maupun kualitatif (psikis).
3) Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau
fungsi organisme itu berkangsung secara beraturan atau berurutan,
tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat.[2]
Menurut Reni Akbar Hawadi, perkembangan secara luas menunjuk pada
secara keseluruhan proses perubahan dan potensi yang dimiliki
individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan cirri-
ciri yang baru.dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep
usia, yang diawali dari saat pembuahandan berakhir dengan
kematian.[3]
Pengertian Psikologi Perkembangan Yakni suatu cabang dari
psikologi yang membahas tentang gejala-gejala jiwa seseorang,
baik yang menyangkut perkembangan ataupun kemunduran perilaku
seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa. [4]
B. Objek Psikologi Perkembangan
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun, tidak dapat dibalik
bahwa kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan
dapat disebut ilmu apabila memiliki syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek material dan objek
formal.
Objek material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajari, atau
diselidiki[5] atau suatu unsur yang ditentukan, sesuatu yang
dijadikan sasaran pemikiran. Objek material mencakup apa saja,
baik hal-hal yang konkret (misalnya kerohanian, nilai-nilai, ide-
ide). Gerungan merinci Objek material pada fakta-fakta, gejala-
gejala, atau pokok-pokok yang nyata dipelajari dan diselidiki
oleh ilmu pengetahuan.
Objek formal adalah cara memandang, meninjau yang dilakukan oleh
seorang peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prnsip
yang digunakannya. Jadi sudut dari mana objek material itu
disoroti disebut objek formal. Dengan demikian kita bisa
menyimpulkan bahwa objek formallah yang membedakan antara ilmu
yang satu dengan yang lain.[6]
Jadi intinya, objek psikologi perkembangan adalah perkembangan
manusia sebagi person. Disamping itu para psikolog juga tertarik
akan masalah sampai seberapa jauhkah perkembangan masyarakatya.
[7] Perkembangan pribadi manusia ini berlangsung sejak konsepsi
sampai mati. Perkembangan yang dimaksud adalah proses tertentu
yaitu proses yang terus menerus, dan proses yang menuju ke depan
dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Istilah
“perkembangan “ secara khusus diartikan sebagai perubahan-
perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang
menyangkut aspek-aspek mental psikologis amnesia
C. Ruang Lingkup Psikologi Perkembangan
Jika dipahami secara cermat dari penjelasan pengertian tentang
psikologi perkembangan sebagaimana telah dibeicarakan di muka,
maka dapatlah dimengerti tentang ruang lingkup dari pembahasan
ilmu ini bahwa psikologi perkembangan merupakan
a. Cabang dari psikologi
b. Objek pembahasannya ialah prilaku atau gejala jiwa
seseorang
c. Tahapannya dimulai dari masa konsepsi hingga masa dewasa
Psikologi perkembangan, yaitu psikologi yang membicarakan
perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua yang
mencakup :
1. Psikologi Anak (mencakup masa bayi)
Sejak bayi lahir sampai bayi berumur kira-kira 10 atau 15 hari.
Dalam perkembangan manusia masa ini merupakan fase pemberhentian
(Plateau stage) artinya masa tidak terjadi
pertumbuhan/perkembangan. Ciri-ciri yang penting dari masa bayi
baru lahir ini ialah:
• Periode ini merupakan masa perkembangan yang tersingkat
dari seluruh periode perkembangan.
• Periode ini merupakan saat penyesuaian diri untuk
kelangsungan hidup/ perkembangan janin.
• Periode ini ditandai dengan terhentinya perkembangan.
• Di akhir periode ini bila si bayi selamat maka merupakan
awal perkembangan lebih lanjut.
Dimulai dari umur 2 minggu sampai umur 2 tahun disebut dengan
masa bayi. Masa bayi ini dianggap sebagai periode kritis dalam
perkembangan kepribadian karena merupakan periode di mana dasar-
dasar untuk kepribadian dewasa pada masa ini diletakkan.
Setelah itu berlanjut dengan masa kanak-kanak. Awal masa kanak-
kanak berlangsung dari dua sampai enam tahun. Masa ini dikatakan
usia pra kelompok karena pada masa ini anak-anak mempelajari
dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan
sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri
pada waktu masuk kelas 1 SD.
Kemudian akhir masa kanak-kanak atau masa anak sekolah
berlangsung dari umur 6 tahun sampai umur 12 tahun. Selanjutnya
Kohnstam menamakan masa kanak-kanak akhir atau masa anak sekolah
ini dengan masa intelektual, dimana anak-anak telah siap untuk
mendapatkan pendidikan di sekolah dan perkembangannya berpusat
pada aspek intelek. Adapun Erikson menekankan masa ini sebagai
masa timbulnya “sense of accomplishment” di mana anak-anak pada
masa ini merasa siap untuk enerima tuntutan yang dapat timbul
dari orang lain dan melaksanakan/menyelesaikan tuntutan itu.
Kondisi inilah kiranya yang menjadikan anak-anak masa ini
memasuki masa keserasian untuk bersekolah.
2. Psikologi Puber dan Addolesensi (psikologi pemuda)
Masa Puber merupakan periode yang tumpang tindih Karena mencakup
tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa
remaja. Yaitu umur 11,0 atau 12,0 sampai umur 15,0 atau 16,0.
Kriteria yang sering digunakan untuk menentukan permulaan masa
puber adalah haid yang pertama kali pada anak perempuan dan basah
malam pada anak laki-laki. Ada empat perubahan tubuh yang utama
pada masa puber, yaitu:
• Perubahan besarnya tubuh.
• Perubahan proporsi tubuh.
• Pertumbuhan ciri-ciri seks primer.
• Perubahan pada ciri-ciri seks sekunder.
3. Psikologi Orang Dewasa
Masa dewasa adalah periode yang paling penting dalam masa
khidupan, masa ini dibagi dalam 3 periode yaitu: Masa dewasa awal
dari umur 21,0 sampai umur 40,0. Masa dewasa pertengahan, dari
umur 40,0 sampai umur 60,0. dan masa akhir atau usia lanjut, dari
umur 60,0 sampai mati.
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa
reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan
ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen
dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas san
penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kemudian dilanjutkan
dengan masa dewasa madya. Masa dewasa madya ini berlangsung dari
umur empat puluh sampai umur enam puluh tahun. Ciri-ciri yang
menyangkut pribadi dan sosial pada masa ini antara lain:
• Masa dewasa madya merupakan periode yang ditakuti
dilihat darin seluruh kehidupan manusia.
• Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria
dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa
dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-
ciri jasmani dan prilaku yang baru.
• Masa dewasa madya adalah masa berprestasi. Menurut
Erikson, selama usia madya ini orang akan menjadi lebih sukses
atau sebaliknya mereka berhenti (stagnasi).
• Pada masa dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih
besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang
minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan
pribadi dan sosial.
4. Psikologi Orang Tua.
Usia lanjut atau usia tua adalah periode penutup dalam rentang
hidup seseorang. Masa ini dimulai dri umur enam puluh tahun
sampai mati, yang di tandai dengan adanya perubahan yang bersifat
fisik dan psikologis yang semakin menurun.[8]
Faedah praktis mempelajari psikologi perkembangan yang dapat
dikemukakan disini antara lain:
a. Untuk memahami garis besar, pola umum perkembangan, dan
pertumbuhan anak pada tiap-tiap fasenya.
b. Dapat memunculkan sikap senang bergaul dengan orang lain
terutama anak-anak, remaja, dengan penuh perhatian kepada mereka
baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
c. Dapat mengarahkan seseorang untuk berbuat dan
berperilaku yang selaras tingkat perkembangan orang lain.
d. Khususnya bagi pendidik dapat memahami dan memberikan
bimbingan kepada anak didiknya, sehingga proses pendidikan akan
berjalan dengan sukses dalam mencapai tujuannya. [9]
D. Tujuan Psikologi Perkembangan
1. Memberikan, mengukur dan menerangkan perubahan dalam
tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan
tingkat umur dan yang mempunyai ciri-ciri universal, dalam arti
yang berlaku bagi anak-anak di mana saja dan dalam lingkungan
sosial-budaya mana saja.
2. Mempelajari perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi
pada tahapan atau masa perkembangan tertentu.
3. Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu
yang menimbulkan reaksi yang berbeda.
4. Mempelajari penyimpangan dari tingkah laku yang dialami
seseorang, sepeti kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam
fungsionalitas inteleknya, dan lain-lain
6. Psikologi Sekolah Dan Pendidikan
Sekolah dasar dan menengah menyediakan kesempatan luas untuk
para ahli psikologi ,karena awal timbulnya masalah emosi yang
serius sering dimulai pada tahun-tahun pertama sekolah sehingga
banyak sekolah dasar menempatkan ahli psikologi yang mempunyai
dasar pendidikan gabungan psikologi perkembangan anak ,psikologi
pendidikan ,dan psikologi klinis .ahli psikologi sekolah ini
berhubungan dengan dengan setiap anak untuk mengevaluasi kegiatan
belajar dan masalah emosi ,memberikan dan menafsirkan hasil tes
intelegensi,tes hasil belajar ,dan tes kepribadian yang merupakan
sebagian dari tugas mereka .dengan berkonsultasi dengan para
orang tua dan guru, mereka merencanakan cara memberikan batuan
pada anak itu ,baik dalam kelas maupun di rumah .mereka juga
merupakan sumber berharga bagi para guru ,untuk memberikan
berbagai saran guna menangani masalah dalam kelas.
Ahli psikologi pendidikan merupakan ahli dalam bidang proses
belajar mengajar.mereka dapat bekerja di sekolah umum tetapi
lebih sering di tempatkan di fakultas pendidikan ,di mana merka
dapat mengadakan penelitian mengenai metode pengajaran dan
membantu membimbing para guru dan ahli psikologi sekolah .
Peran psikolog di sekolah dapat dijabarkan :
a. Ahli psikologi sekolah (school psychologist )
b. Ahli psikologi masyarakat (community psychologist )
c. Guru bidang studi psikologi pendidikan
Berbagai faktor menentukan kerumitan dan luasnya peran psikolog
sekolah :
a. Tingkat pelayanan .
b. Macam kegiatan profesional.
c. Macam klien langsung yang dihadapi .
d. Tingkat perkembangan murid .
e. Kekhususan masyarakat atau sekolah
7. Psikologi Klinis
Psikologis klinis menurut Witemer tahun 1912 adalah metode yang
digunakan untuk mengubah atau mengembangkan jiwa seseorang
berdasarkan hasil observasi dan eksperimen dengan menggunakan
teknik pedagogis. Ada beberapa ciri yang terdapat dalam
psikologis klinis :
1. Memiliki orientasi ilmiah-profesional yaitu adanya ciri berupa
penggunaan metode ilmu dan kaidah psikologi, dalam pemberian
bantuan terhadap indiovidu yang menderita kecemasan. Psikologi
melalui intervensi dan evaluasi psikologis.
2. Menampilkan kompetensi psikologi, karena psikologi klinis
terlatih dalam menggunakan petunjuk dan pengetahuan psikologi
dalam kerja professional.
3. Menampilkan kompetensi klinisi karena berusaha mengerti orang
lain
4. Ilmiah, karena menggunakan metode ilmiah untuk mencapai
presisi dan objektivitas dalam cara kerja profesionalnya dengan
tetap melakukan validasi untuk setiap individu yang ditangani
5. Profesional, karena lebih menyumbangkan pelayanan kemanusiaan
yang penting bagi individual, kelompok social dan komunitas untuk
memecahkan masalah.
B. Orientasi Psikologi Klinis
Terdapat hubungan yang jelas dan dekat antara psikologi klinis
dan psikologi abnormal dan kemudian tentu saja psikiatri. Untuk
tujuan orientasi teoritis studi klinis mengenai kepribadian
terdapat aspek kepribadian yang perlu dipahami :
1. Motivasi Adalah kebutuhan psikologi yang telah memiliki corak
atau arah yang ada dalam diri individu yang harus dipenuhi agar
kehidupan kejiwaannya terpelihara yaitu senantiasa dalam keadaan
seimbang. Pada awalnya kebutuhan itu hanya berupa kekuatan dasar
saja. Namun selanjutnya berubah menjadi suatu vector yang disebut
motivasi karena memiliki kekuatan dan arah.
2. Kapasitas Kapasitas adalah karakteristik individu yang
adjustic, termasuk dalam hal adalah kapasitas intelektual untuk
mencapai tujuannya sendiri dan untuk tuntutan yang dikehendaki
lingkungan. Pentingnya pemahaman mengenai kapasitas ini bagi
psikologi klinis adalah untuk memperkirakan dalam bidang apa saja
dan seberapa kuat individu memiliki sumber stress, baik dalam
keadaan frustasi, konflik maupun tertekan.
3. Pengendalian Yang dimaksud dengan pengendalian adalah proses
yang dilakuakan individu saat menggunakan kapasitasnya dan
mengekang motivasi impulsive ke dalam saluran yang berguna bagi
penyesuian dirinya, yang secara social diterima.
Perkembangan kemampuan mengendalikan diri terjadi sejak masa
bayi. Tepatnya saat bayi mulai belajar menghadapi frustasi. Ada
lima wujud pengendalian yaitu pengendalian berlebih (represi),
lemah (under control), tentantif (cemas), terganggu disebut juga
sebagai pengendalian yang inadequate dan pengendalian ideal
(pengendalian yang melahirkan penyesuaian yang tepat).
Peranan Psikologi Klinis
Tugas professional seorang psikolog klinis adalah
mengimplementasikan prinsip dasar psikologis klinis sebagai ilmu
terapan. Berkaitan dengan tugas ini, ada beberapa peranan yang
dimiliki psikolog klinis sebagai berikut :
1. Terapan Istilah khusus untuk psikologi adalah psikoterapi.
Pada umunya terapi menampilkan empat gambaran kegiatan yaitu :
Membantu hubungan murni yang bersifat memelihara hubungan antara
terapis dan pasien.
a. membantu klien melakukan eksplorasi (pengalihan diri)
b. terapis dank lien bekerjasama memecahkan masalah
c. terapis membangun sikap dan mengerjakan ketrampilan atau cara
kepada pasien untuk menggulangi stress.
2. Assesment Assessment adalah propses yang digunakan psikolog
klinis untuk mengamati dan mengevaluasi masalah social dan
psikologis pasien, baik menyangkut keterbatasan maupun
kelebihannya.
3. Mengajar Mengajar adalah memberikan informasi dan pelatihan
mengenai topic-topik yang termasuk ruang lingkup pengetahuan yang
melandasi profesinya, seperti psikologi klinis, psikologi
abnormal, dll.
4. Konsultasi Termasuk memberikan bimbingan bagi perseorangan,
kelompok atau badan system dan organisasi untuk mengembangkan
kualitas diri. Disebut konsultasi karena tujuan psikolog klinis
dalam hal ini membantu pasien melalui pekerjaan atau permasalahan
mereka.
a. Administrasi Dilaksanakannya oleh psikolog klinis sesuai
dengan jabatannya dalam posisi manajerial seperti di RS, klinik,
dll.
b. Penelitian Dikerjakan oleh psikologi klinis dalam berbagai
macam bentuk riset investigasi, mengkaji keefektifan berbagai
pendekatan terapi atau konsultasi, penyebab dan akibat dari
disfungsi psikologis.
C. Psikologi Kesehatan
Seperti yang kita lihat pada pembahasan diatas, renovasi-renovasi
di dalam pendekatan-pendekatan memiliki reaksi yang keras
terhadap disiplin psikologi sendiri. Karena adanya minat terhadap
bidang baru ini, suatu disiplin ilmu baru muncul. Definisi
psikologi kesehatan mencakup definisi sebagai berikut :
1. Psikologi kesehatan menyangkut bagian khusus dari bidang
ilmiah psikologi yang memfokuskan pada studi perilaku yang
memiliki kaitan dengan kesehatan dan penerapan dari kesehatan
ini.
2. Penekanan pada peran perilaku yang normal di dalam
mempromosikan kesehatan (promosi kesehatan dan pencegahan dasar)
pada level mikro, meso dan makro dan menyembuhkan penyimpangan
kesehatan.
3. Banyak bidang psikologi yang berbeda dapat memberikan
sumbangan kepada bidang psikologi kesehatan.
D. Pola Perilaku
Penelitian-penelitian yang terbaru banyak dilakukan untuk
meneliti factor-faktor kepribadian dan atau pola-pola perilaku
sebagai factor resiko untuk penyakit jantung koroner dan penyakit
kardiovaskuler.
1. Perilaku tipe A Tipe A pertama kali digambarkan secara jelas
dan diukur oleh Friedman dan Rosenman di tahun 1959. aslinya hal
ini digambarkan sebagai gaya perilaku dan emosi. Sekarang
beberapa penulis memandang tipe A sebagai cirri sifat kepribadian
yang pasti, sementara yang lain menggambarkan hal ini sebagai
pola penggiatan perilaku yang kuat dan terus menerus yang
biasanya merupakan dimulai dari diri sendiri. Tipe A meliputi
disposisi perilaku, perilaku dan rsepon emosional yang khusus.
Kebanyakan para penulis setuju dengan adanya tiga ciri-ciri utama
tipe A :
a. Orientasi persaingan prestasi, ambisius, kritis terhadap diri
sendiri.
b. Urgensi waktu, berjuang melawan waktu, tidak sabaran,
melakukan pekerjaan berbeda-beda dalam waktu yang sama.
c. Permusuhan, mudah marah, kadang-kadang agresif. Khususnya
selama 20 tahun pertama dan publikasi dan riset, nampaknya tipe A
mempunyai hubungan kuat dengan CHD. Laki-laki tipe A mempunyai
resiko
2 kali lipat untuk mengalami CHD. Sebagai tambahan, orang-orang
tipe A memiliki gaya coping terhadap stress yang berbeda dan
lebih cenderung untuk menggunakan control terhadap lingkungan
mereka. Bagaimanapun sejak tahun 1980-an hasil-hasil riset
menjadi lebih membingungkan dan banyak peneliti tidak menemukan
hubungan yang signifikan antara perilaku tipe A dan penyakit
jantung koroner sama sekali. Walaupun besarnya kesulitan-
kesulitan dalam pengukuran perilaku tipe A, malahan definisi
operasional perlu diperkuat dan penelitian epidemiologis masa
depan harus mengusahakan secara prospektif memvalidasi komponen-
komponen tipe A melawan perkembangan CHD. Tipe A juga telah
diteliti pada anak-anak dan remaja. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa anak-anak tipe A lebih reaktif terhadap stress
daripada anak-anak yang non tipe A. Pada umunya, anak-anak pria
lebih memiliki kemungkinan meniru perilaku tipe A dan orang tua
mereka daripada anak-anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa
tipe A berkembang sebagai interaksi antara keturunan dan gaya
pengasuhan. Selanjutnya Nay & Wagner mengetahui bahwa anak-anak
tipe A memiliki harga diri lebih rendah, lebih eksternal locus of
controlnya dan tingkat kecemasan lebih tinggi daripada teman-
teman yang bukan tipe A. Mekanisme coping terhadap stress dan
tipe kognisi juga mungkin berbeda antara subjek tipe A dan tipe
B.
3. Kepribadian ketabahan Hardiness Tipe kepribadian atau pola
perilaku lain yang sering dibicarakan akhir-akhir ini adalah
ketabahan (hardiness atau hardy personality) sebuah gagasan
konsep dari kobasa. Konseptualisasinya tentang hardiness sebagai
tipe kepribadian yang penting sekali pada perlawanan terhadap
stress, didapat dari teori eksistensial kepribadian. Dia mulai
dengan adanya perbedaan-perbedaan interpersonal dalam control
pribadi dan mengkombinasikan variable ini dengan yang lain, agar
dapat dihasilkan tipe kepribadian yang lebih komprehensif.
Hardiness memasukkan tiga sifat dasar :
a. Kontrol pribadi
b. Komitmen; tingkat keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa,
aktivitas-aktivitas dan orang-orang.
c. Tantangan; kecenderungan memandang adanya perubahan sebagai
suatu kesempatan untuk tumbuh dan bukan suatu ancaman
keselamatan.
Hardiness dianggap menjaga seseorang tetap sehat walaupun
mengalami kejadian-kejadian hidup yang penuh stress. Meskipun
Kobasa sendiri dan ahli lain menekankan bukti penelitian yang
kuat yang mendukung keadaan dan relevansi hardiness, ada juga
banyak kritik. Kritikan yang diberikan pada kepribadian tipe A
berlaku pul untuk tipe hardiness; operasionalisasi komponen
tersebut nampak sulit, tidak semua dari komponen membantu
prediksi hasil kesehatan (misalnya tantangan) dan masalah utama
tentang perannya penengah dalam kondisi dan perilaku kesehatan
seseorang tidak terjawab dengan tuntas.
3. Lain-lain Optimisme dan perasaan pertalian akhir-akhir ini
telah untuk melihat kemampuannya dalam ramalan penyembuhan
pembedaan. Keduanya ditemukan sangat mampu meramalkan perbaikan
dalam aspek-aspek positif dari penyembuhan setelah mengontrol
tingkat pre pembedahan. Perasaan pertalian ditemukan menjadi
predictor lebih penting dari pada optimisme dalam konteks ini.
Bagaimanapun kedua factor kepribadian ini tidak memprediksikan
perbaikan dalam penderitaan atau nyeri, dekat dengan factor
perasaan pertalian adalah konsep integrity. Sampai sekarang tipe
kepribadian yang lain belum dapat dijelaskan dengan gambling
seperti halnya tipe A dan tipe ketabahan. Jelaskan, ditemukan
banyak overlap antara konsep tersebut dan metode ukuran kurang
konsisten. Disamping itu, masih ada kebutuhan untuk penelitian
prospektif yang menyelidiki kualitas interaktif dari factor
kepribadian tersebut, dengan variable kepribadian lainnya dan
variable lingkungan. Kami akan memberi satu contoh yang
menggambarkan kompleksitas factor-faktor kepribadian tersebut.
Telah dinyatakan bahwa aspek-aspek hardiness meliputi aspek
optimisme. Dalam gilirannya, optimisme telah diteliti dari
perspektif atribusi; beberapa pengarang menyatakan bahwa
optimisme dikaitkan dengan gaya atribusi seseorang. Atribusi-
atribusi pada gilirannya, dikaitkan dengan keinginan untuk
mengontrol lingkungan. Dan ini sebenarnya merupakan satu dari
konsep dasar hardiness. Jadi, melangkah dari satu gaya
kepribadian ke gaya kepribadian lain, kita tinggal dalam
lingkaran setan. Jelaslah masih perlu banyak penelitian untuk
menjelaskan hubungan antara tipe-tipe kepribadian dengan hasil
kesehatan.
F. Terminologi Kesehatan
Kesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan
namun sukar dijelaskan artinya. Factor yang berbeda menyebabkan
sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit.
Meskipun begitu, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa definisi
kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis,
personal dan sosiokultural. Secara harfiah, konsep ini adalah
suatu idealisasi yang tidak menganggap bahwa tidak tercapainya
kesejahteraan yang sementara merupakan kekuatan yang mendorong
perilaku manusia dalam kehidupan yang normal. Konsep ini kurang
memandang kesehatan sebagai suatu proses dan tidak memiliki
kesamaan dengan komponen khusus kesehatan. Meskipun demikian,
dengan merubah focus terhadap aspek positif kesehatan dan
memperluas lingkup dimensionalnya, definisi WHO memberikan
pengaruh yang besar. Sebagai contohnya, hal ini mendorong yang
lain untuk menjelaskan definisi tersebut.
G. Penyakit – Kesakitan
Penyakit (disease) dan kesakitan (illness), meskipun sangat
berkaitan satu dengan yang lainnya, namun mencerminkan suatu
perbedaan yang fundamental dan konsepsional tentang periode
sakit. Jadi penyakit adalah sesuatu yang dimiliki suatu organ,
sedang “illness” adalah sesuatu yang dimiliki seseorang.
Kesakitan adalah respon subyektif dari pasien serta rsepon di
sekitarnya, terhadap keadaan tidak sehat. Tidak hanya memasukkan
pengalaman tidak sehatnya saja, tapi juga arti pengalaman
tersebut bagi dia. Justru arti inilah menentukan bahwa penyakit
atau gejala yang sama, bisa ditafsirkan secara sangat berbeda
oleh dua pasien yang berasal dari budaya yang berbeda. Hal ini
juga akan mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya serta jenis
perawatan yang dicari.
H. Perilaku Kesehatan
Definisi tersebut tidak hanya meliputi tindakan yang dapat secara
langsung diamati dan jelas tetapi juga kejadian mental dan
keadaan perasaan yang diteliti dan diukur secara tidak langsung.
Sebagai tambahan, definisi komprehensif Gochman merangkum
beberapa definisi dan atau klasifikasi perilaku kesehatan yang
lain. Di Indonesia istilah “perilaku kesehatan” sudah lama
dikenal dalam 15 tahun akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang
perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang
dengan pesatnya. Khususnya, di bidang antropogi medis dan
kesehatan masyarakat. Haruslah dicatat bahwa istilah perilaku
kesehatan dapat menimbulkan beberapa kesimpangsiuran. Istilah ini
dapat memberikan pengertian bahwa kami hanya berbicara mengenai
perilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitannya dengan
kesehatan. Kenyataannya banyak sekali perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, bahkan seandainya seseorang tidak
mengetahuinya atau melakukannya dengan alas an yang sama sekali
berbeda. Sebagai contoh, seseorang mungkin melakukan olahraga
hanya untuk mengadakan hubungan social, bukan untuk menjaga
kesehatan. Atau gosok gigi karena kebiasaan bukan karena alasan
kesehatan.
I. Status Kesehatan
Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu.
Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku
kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang
terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau
perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan
8. Psikometri
Psikometrik adalah bidang yang berkaitan dengan teori dan teknik
dalam pengukuran pendidikan dan psikologis, mencakup
pengukuran pengetahuan, kemampuan, sikap, dan sifat kepribadian.
Bidang ini terutama mempelajari perbedaan antar individu dan
antar kelompok.
Penelitiannya terutama pada:
Pembuatan alat dan prosedur pengukuran, danPengembangan dan
penyempurnaan pendekatan teoretis terhadap pengukuran.
Ruang lingkup Pengukuran Psikometri”
A. Pengertian psikometri dan ruang lingkupnya
Psikometri adalah ilmu tentang teori pengukuran psikologis. Ruang
lingkup psikometri adalah masalah pengembangan teori dan model
tes serta pengembangan dasar-dasar evaluasi terhadap kualitas
tes.
Pada tahap apilaksinya, teori psikometri memberikan landasan
fundamental dalam perancangan dan pengembangan tes psikologis
sehingga metode-metode konstruksi tes berkembang maju dan dapat
menghasilkan berbagai bentuk tespsikologi yang valid dan
reliabel. Evaluasi terhadap fungsi tes dapat dilakukan dengan
cara yang lebih seksama dan efisien sejalan dengan perkembangan
zaman teori psikometri itu sendiri.
B. Pengukuran, Evaluasi, dan Tes
1. Pengukuran
Ilmu pengukuran (meansurement) merupakan cabang dari ilmu
statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar
pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes
yang berfungsi secara optimal, valid dan reliabel. Dasar-dasar
pengembangan tes tersebut dibangun di atas model-model matematik
yang secara berkesinambungan terus diuji kelayaknnya oleh ilmu
psikometri.
Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi)
terhadap atribut atau varabel sepanjang suatu kontinum. Secara
garis besar kontinum dibagi menjadi dua bagian, yaitu kontinum
fisik dan kontinum psikologis. Kontinum fisik adalah suatu
kontinum pengukuran yang menggunakan skala fisik. Pengukuran yang
menggunakan skala fisik akan menghasilkan kontinum-kontinum
seperti: kontinum berat, kontinum kecepatan, dan kontinum tinggi
dan lain sebagainya. Sedangkan kontinum psikologis adalah
kontinum pengukuran yang menggunakan skala psikologis.
Secara operasional, pengukuran merupakan suatu prosedur
perbandingan antara atribut yang hendak diukur dengan alat
ukurnya. Karakteristik pengukuran adalah:
a. Merupakan perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat
ukurnya.
b. Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif
c. Hasilnya bersifat deskriptif.
2. Evaluasi
karakteristik evaluasi adalah:
1. Merupakan pembandingan antara hasil ukur dengan suatu norma
atau suatu kriteria
2. Hasilnya bersifat kualitatif
3. Hasilnya dinyatakan secara evaluatif.
3. Tes
Dari berbagai macam batasan mengenai tes dapatlah ditarik
beberapa kesimpulan pengertian, antara lain:
1. Tes adalah prosedur yang sistematik. Maksudnya (a) item-item
dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu; (b) prosedur
administrasi tes dan pemberian angka (scoring) terhadap hasilnya
harus jelas dan dipesifikasikan secara terperinci; dan (c) setiap
orang yang mengambil tes itu harus mendapat aitem-aitem yang sama
dalam kondisi yang sebanding.
2. Tes berisi sampel perilaku. Artinya (a) betapapun panjangnya
suatu tes, aitem yang ada di dalamnya tidak akan dapat mencakup
seluruh isi materi yang mungkin ditanyakan, dan (b) kelayakan
suatu tes tergantung pada sejauh mana aitem-aitem dalam tes itu
mewakili secara representatif kawasan (domain) perilaku yang
diukur.
3. Tes mengukur perilaku. Artinya aitem-aitem dalam tes
menghendaki agar subjek menunjukkan apa yang diketahui atau apa
yang telah dipelajari subjek dengan cara menjawab pertanyaan-
pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas yang dihendaki oleh tes.
Sedangkan beberapa hal yang tidak tercakup dalam pengertian tes
adalah:
1. Definisi tes tidak memberikan spesifikasi mengenai formatnya.
Artinya tes dapat disusun dalam berbagai bentuk dan tipe sesuai
dengan maksud dan tujuan penyusun tes.
2. Definisi tes tidak membatasi macam materi yang dapat
dicakupnya. Artinya tes dirancang untuk melakukan pengukuran
terhadap hasil belajar, terhadap kemampuan atau abilitas,
terhadap kemampuan khusus atau bakat, intelegensi dan sebagainya.
3. Subjek yang dikenai tes tidak selalu perlu dan tidak selalu
pula harus tahu kalu ia sedang dikenai tes. Lebih lanjut, subjek
tidak selalu perlu tahu aspek psikologis apakah yang sedang
diungkap dari dalam dirinya.
C. Fungsi Pengukuran Psikologis
1. Prediksi
Hasil pengukuran psikologis dapat membantu dalam memprediksikan
keberhasilan atau ke tingkat keberhasilan tertentu, pekerjaan,
jabatan atau karir tertentu, ataupun dalam suatu bidang usaha
yang lainya. Dalam kategori ini tes psikologis acapkali digunakan
dalam rangka pemilihan (seleksi) atau menjaring orang-orang
tertentu untuk ditempatkan dalam suatu pekerjaan atau jabatan
tertentu.
Konselor profesional yang terlibat dalam layanan testing
berkewajiban memberikan informasi tentang prediksi hasil tes
kepada para anak didiknya dan menjelaskan kepadanya fungsi dan
peranan dari tes yang telah dijalaninya. Dari beberapa informasi
yang diberikan tersebut, konselor berkewajiban pula untuk
membantu mendapatkan yang lebih jelas kepada anak didiknya
tentang hasil-hasil pengukuran psikologis tersebut dan dapat
mengambil keputusan yang bermakna dan layak serta sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Diagnosi
Hasil pengukiuran psikologis dapat dimanfaatkan dalam diagnosis.
Fungsi diagnosis yang dimaksud di sini adalah perumusan masalah
yang dihadapi oleh seseorang atau klien dan perkiraan
penyebabnya. Klien dapat dibantu untuk memahami dengan baik
pengetahuan dan keterampilan tertentu yang dimilikinya sehingga
klian memiliki wawasan yang lebih luas dalam bidang-bidang
tertentu yang memungkinkan dapat diraihnya dengan cepat dan
tepat. Kemudian klien dapat mengambil suatu keputusan bidang-
bidang mana yang memerlukan perhatian atau konsentrasi yang
sungguh-sungguh.
Penggunaan testing dalam diagnosis dapat memberikan informasi
tentang bberbagai pekerjaan atau jabatan kepada seseorang. Hal-
hal lainnya yang dikaitkan dengan aspek-aspek testing pada
diagnosis adalah tes yang dapat memberikan informasi yang mungkin
belum dikenal sebelumnya.
Dalam beberapa hal, inventori minat mungkin dapat
mengidentifikasi bidang minat yang belum dikenal sebelumnya, dan
dengan demikian melibatkan klien dalam eksplorasi secara lebih
mendalam pengenalan terhadap minat-minatnya.
3. Monitoring
Tes psikologis dapat berfungsi sebagai alat pemantau. Misalnya,
para konselor dan staf sekolah lainnya dapat mengamati dan
memantau sejauh mana kemajuan yang telah dicapai siswa, sehingga
mereka dapat secara langsung mengambil manfaat dari hasil
pengukuran psikologis.
Tes prestasi (achievment tes) misalnya, dapat memberikan manfaat
karena kemajuan dalam bidang akademis akan dipantau sepanjang
waktu tertentu atau setiap saat dan acap kali tidak dapat diduga-
duga terjadinya perubahan yang dapat dicek kembali oleh konselor.
Pengukuran psikologis lainnya dapat diberikan dengan cara yang
sama untuk membantu konselor dan klien sebagai suatu upaya untuk
meningkatkan beberapa macam perubahan dalam perilaku, sikap, dan
keterampilan-keterampilan klien.
Selain fungsi-fungsi tersebut di atas, juga terdapat fungsi-
fungsi lain, di antaranya:
1. Fungsi seleksi, yaitu untuk memutuskan individu-individu yang
akan dipilih, misalnya tes masuk suatu lembaga pendidikan atau
tes seleksi suatu jenis jabatan tertentu. Berdasarkan hasil-hasil
tes psikologis yang dilakukan, pimpinan lembaga dapat memutuskan
calon-calon pelamar yang dapat diterima dan menolak calon-calon
yang lainya.
2. Fungsi klasifikasi, yaitu mengelompokkan individu-individu
dalam kelompok sejenis, misalnya mengelompokkan siswa yang
mempunyai masalah yang sejenis, sehingga dapat diberikan bantuan
yang sesuai dengan masalahnya. Atau mengelompokkan siswa ke dalam
program khusus tertentu.
3. Fungsi deskripsi, yaitu hasil tes psikologis yang telah
dilakukan tanpa klasifikasi tertentu, misalnya melaporkan profil
seseorang yang telah di tes dengan tes inventori.
4. Mengevaluasi suatu treatment, yaitu untuk mengetahui suatu
tindakan yang telah dilakukan terhadap seseorang atau sekelompok
individu, apakah telah dicapai atau belum. Atau seberapa hasil
yang ditimbulkan oleh suatu tindakan tertentu terhadap seseorang
atau sekelompok orang. Misalnya seorang siswa yang mengalami
kesulitan belajar diberikan remedial. Setelah remedial tersebut
lalu diadakan tes untuk mengetahui apakah remedial yang diberikan
berhasil atau belum.
5. Menguji suatu hipotesis, yaitu untuk mengetahui apakah
hipotesis yang dikemukakan itu betul atau salah. Misalnya seorang
peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut: makin terang
lampu yang digunakan untuk belajar makin baik prestasi belajar
yang akan dicapai. Untuk menguji betul tidaknya hipotesis yang
dikemukakan itu dapat dilakukan suatu eksperimen.
Dari berbagai keterangan di atas, dapat diketahui bahwa fungsi
tes psikologis di samping untuk klasifikasi, deskripsi, evaluasi,
menguji hipotesis, juga berfungsi untuk seleksi. Semua fungsi-
fungsi dipergunakan sebagai kerangka acuan dalam pengambilan
keputusan karir.
D. Tujuan pengukuran psikologis
Tujuan pengukuran psikologis adalah:
1. Agar klien mampu mengenal aspek-aspek dirinya (kemampuan,
potensi, bakat, minat, kepribadian, sikap dan sebagainya).
2. Dengan mengenal aspek-aspek dirinya diharapkan klian dapat
menerima keadaan dirinya secara lebih objektif.
3. Membantu klien untuk mampu mengemukakan berbagai aspek dalam
dirinya.
4. Membantu klien untuk dapat mengelola informasi tentang dirinya
5. Membantu klien agar dapat menggunkan informasi tentang dirinya
sebagai dasar perencanaan dan pembuatan keputusan masa depan.
E. Sifat-sifat pengukuran psikologis
Apabila dibandingkan dengan tipe-tipe atau jenis-jenis pengukuran
yang lainnya, pengukuran psikologis memiliki sifat-sifat yang
berbeda. Adapun sifat-sifat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran psikologis dilakukan secara tyidak langsung
berdasarkan perilaku yang tampak, atau berdasarkan atas respon
terhadap stimulus yang diberikan.
2. Pengukuran psikologis tidak pernah menunjukkan ketepatan
seratus persen (100%). Bagaimapun valid, reliabel, atau baiknya
alat yang digunakan, dan bagaimanapun cermatnya
pengadministrasian yang dilakukan, pengukuran itu selalu
mengandung eror kesesatan tertentu.
3. Pengukuran psikologis tidak mempunyai satuan mutlak.
Seseoranmg yang mendapatkan angka nol tidaklah berarti kosong
sama sekali.
4. Hasil pengukuran psikologis tidak mempunyai skala rasio. Kita
hanya dapat mengatakan bahwa si A lebih pandai dari si B. Tetapi
tidak dapat mengatakan bahwa si A satu setengah kali lebih pandai
dari si B.
9. Psikologi Kepribadian
Defenisi Kepribadian
Kepribadian berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu prsopon
atau persona ang berarti ‘topeng’. Topeng tu mewakili ciri
karakter tertentu seerti halnya dalam drama. Konsep awal dari
personaliti adalah tingkah laku yang ditunjukkan kepada
lingkungan sosial dan kesan mengenai diri yang diingkan agar
dapat ditangkap oleh orang lain ( Schultz & Schultz, 2005)
Beberapa definisi kepribadian menurut beberapa ahli:
Gordon Allport berpendapat bahwa kepribadian adlah sesuatu
yang nyata dalam seseorang individu yang mengarah pada
karakteristik perilaku.
Carl Rogers berpendapat bahwa kepribadian atau “diri”
adalah sesuatu yang terorganisasi berisikan pola persepsi
tentang “aku” (self) atau “aku” yang menjadi pusat
pengalaman individu.
B. F Skinner ia berpendapat lain, menurutnya istilah
“kepribadian” tidak diperlukan. Ia tidak percaya bahwa
konsep seperti diri atau kepribadian diperlukan untuk
memahami perilaku manusia.
Mnurut Sigmund Freud kepribadian sebagian besar terdiri
dari ketidak sadaran, tersembunyi, dantidak diketahui.
Hal yang harus diperhatikan dalam menjelaskan kepribadian:
Mengenai deskripsi kepribadian yang harus mmpertimbngkan
ciri-ciri seseorang
Bagaimana kita dapat memahami dinamika kepribadian, cara
seseorang. menyesuaikan diri dengan situasi kehidupan, dan
pengaruh budaya trhadap proses pemikiran.
Perkembangan kepribadian.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian
1. Faktor Genetik atau Hereditas
Sifat atau demeni kepribadian merupakan faktor yang
diturunkan. Beberapa teori kepribadian yang menjelaskan
factor hereditas:
Dimensi kepribadian dari Eysenck mengenai psikotisme,
neurotikisme, dan ekstraversi (yang awalnya
dikembangkan oleh Jung).
Lima factor model kepribadian dari Costa dan McCrea,
yaitu: neurotikisme, extraversi, keterbukaan terhadap
pengalaman, kepersetujuan, dan kehati-hatian.
Tiga temperamen dari Buss dan Plomin, yaitu:
emosionalitas, aktivitas, dan sosialitas.
Berapa pun jumlah sifat yang ada, pendektan genetic
berpendapat bahwa kepribadian spenuhnya ditentukan oleh
bawaan.
2. Faktor Lingkungan
Alfred Adler berpandangan bahwa perbedaan lingkungan
rumah akan memberikan pengaruh kepada perbedaan
kepribadian.
Karen Horney percaya bahwa kebudayaa danperiode waktu
tertentu memberikan pengaruh terhadap kepribadian.
Horney pun menyoroti perbedaan lingkungan social
diantara laki-laki dan perempuan.
Erich Fromm percaya bahwa pngaruh kekuatan dan
kejadian dalam sejarah memberi pengaruh yang lebih
luas dalam membentuk kepribadian sesorang.
Menurut Allport, mskipun factor genetic merupakan
dasar kepribadian, tetapi lingkungan social lah yang
memebentuk bahan dasar tersebut menjadi kepribadian.
Cattel berpendapat bahwa hreditas adalah factor
penting pembentuk kepribadian, tetapi factor
lingkungan yang pada akhirnya memberikan pengaruh
dalam perluasan kepribadian
Erik Erikson berpendapat bahwa delapan tahap
perkembangan bersumber dari pembawaan (innate), tetapi
lingkunganlah yang menentukan cara untuk tahapan yang
berbasis geneik dicapai.
Kejadian social dalam skala besar dapat membatasi
pilihn hidup dan berpengaruh terhadap pembentukan
identitas diri.
Perubahan hiup yang biasa juga akan berpengaruh
terhadap kepribadian.
Latar belakang etnis juga memberikan pengaruh kepada
kepribadian.
3. Factor Belajar
Factor ini memainkan peranan yang sangat penting dalam
setiap aspek perilaku. Semua kekuatan lingkungan dan
social yang membentuk kepribadian ditentukan oleh belajar.
Setiap fase dalam kepribadian yang diwariskan dpat
dimodifikasi, dikacaukan, dicegah, ditumbuh suburkan
melalui proses belajar.
4. Factor Pengasuhan
Orang tua yang tidak peduli atau suka menghukum akan
melumpuhkan kemunculan sift yang diwariskan. Anak-anak
yang dibesarkan oleh orang tua yang autoritatif lebih
kompeten dan matang dibandingkan dengan anak yang diasuh
oleh orang tua yang permisif, kasar, atau tidak peduli.
Kombinasi dari pengasuhan yang responsive dan tuntutan
scara konsisten akan berkaitan dengan penyesuaian diri,
prestasi sekolah, serta kematangan psikososial.
5. Factor Perkembangan
Pandangan ini mendasari porsi kecenderungan sifat yang
secara umum konstan.
6. Factor Kesadaran
Kita harus dapat mengantisipasi dan mengapresiasi
konsekuensi dai tindakan yang kita lihat dari orang lain.
Kita menggambarkan hasil dari penguatan untuk berprilaku
dengan cara yang sama yang dilakukan oleh model. Meskipun
mungkin kita tidak pernah memiliki pengalaman secara
personal, namun sejumlah kesepakatan menunjukan keberadaan
kesadaran.
7. Factor Ketidaksadaran
Ketidak sadaran adalah kekuatan besar yang mungkin lebih
besar daripada yang dipikirkan oleh Freud, meskipun
penggambaran modern mengenai proses pemikiran tidak
sadardan penggambarannya lebih rasional dibandingkan
dengan emosional.
Macam-macam Teori Psikologi Kepribadian
Psikoanalis Klasik ( Sigmud Freud 1856 – 1939)
Psikologi Analisis (Carl G. Jung 1875 – 1961)
Psikologi Individual (Alfred Adler 1870 – 1937)
Behaviorisme (B. F. Skinner 1904 – 1990)
10. Psikologi Forensik
Psikologi forensik adalah penelitian dan teori psikologi
yang berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif,
dan perilaku terhadap proses hukum. Karena adanya keterkaitan
antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta
bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang sidang. Aspek
penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk
mengetes dipengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam
bahasa legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada
personel legal sehingga dapat dimengerti.
Psikologi Forensik Menurut para Ahli
a) Suprapti dan Sumarmo Markam (2003)
psikologi forensik adalah interface dari psikologi dan hukum
dan merupakan aplikasi pengetahuan psikologi khususnya
psikologi klinis, pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa,
polisi, dll untuk penyelesaian masaah yang berhubungan
dengan keadaan sipil, kriminal, dan administrative (civil,
criminal, administrative justice)
b) APA (Heilbrun dalam Cronin, 2007)
psikologi forensik didefinisikan sebagai praktik profesional
dari psikolog dalam bidang psikologi klinis, psikologi
konseling, neuropsikologi, dan psikologi sekolah dimana
mereka berperan dan mempresentasikan diri secara rutin
sebagai ahli dalam aktifitas utama yang bertujuan untuk
memberikan keahllian psikologi profesional pada system
peradilan.
Peran Psikolog Forensik
Dalam praktik psikologi forensik dibutuhkan spesialisasi dalam
tiga bidang ilmu, yaitu:
1. Klinis (misalnya: dalam diagnosis, pengobatan, tes
psikologi, epidemiologi kesehatan mental)
2. Forensik (misalnya: gaya respon, etika forensik, alat dan
teknik untuk menilai gejala-gejala yang berhubungan dengan
hukum)
3. Hukum (misalnya: pengetahuan tentang hukum dan sistem hukum,
pengetahuan tentang di mana dan bagaimana untuk mendapatkan
informasi hukum yang relevan).
Psikolog forensik mengkaji masalah psikologis dan pertanyaan yang
timbul dalam proses hukum. Masalah hukum ini dapat dibagi menjadi
dua kategori utama, yaitu:
1. Sipil
berkaitan dengan litigasi sipil, misalnya gugatan pribadi
antara duapihak, kompensasi pekerja, komitmen sipil,
penentuan hak asuh anak.
2. Pidana/Kriminal
berkaitan dengan kriminalitas dan kenakalan,
misalnyakewarasan pada saat pelanggaran, kompetensi untuk
diadili, pelepasantuntutan remaja dalam pengadilan dewasa.
Psikolog forensik dapat bekerja di penjara, pusat rehabilitasi,
departemen kepolisian, gedung pengadilan, firma hukum, instansi
pemerintah atau praktik swasta. Berikut adalah contoh-contoh
pekerjaan yang dilakukan oleh seorang psikolog forensik:
1. Melakukan evaluasi terhadap kesehatan mental terdakwa
sehingga dapat menjelaskan motif dibalik kejahatannya atau
apakah terdakwa bersalah berdasarkan apa yang diketahui
tentang sejarah perilakunya, yang kemudian akan menentukan
pemvonisan.
2. Melakukan pengobatan terhadap terpidana yang terjerat dalam
penggunaan obatan terlarang dan kasus kecanduan.
3. Membantu anak-anak dalam dugaan kasus pelecehan untuk
memroses dan mengomunikasikan pengalaman mereka dengan jujur
dan akurat, hingga mempersiapkan mereka untuk bersaksi di
pengadilan.
4. Mempelajari perilaku kriminal, misalnya dengan mewawancara
atau melakukan tes psikologi pada pelaku kriminal, orang-
orang terdekatnya, dan juga korban-korbannya.
5. Mempelajari TKP dan mengevaluasi bukti tertinggal (atau
ketiadaan bukti) untuk mengembangkan profil penjahat
(criminal profiling) tertentu dan mempersempit daftar
tersangka.
6. Menjadi penasihat dalam menyeleksi dewan juri dalam
pengadilan beserta aparat kepolisian.
7. Menjadi saksi ahli (expert witness) dalam kasus pidana.
8. Menasihati legislator tentang kebijakan publik.
9. Melatih hakim dan pengacara mengenai kasus-kasus yang
berhubungan dengan psikologi forensik.
10. Bertindak sebagai konsultan pengadilan (trial
consultant)
11. Threat assessment, memprediksi orang yang berpotensi
melakukan tindakan kriminal.
Evaluasi merupakan tanggung jawab utama bagi psikolog forensik
yang berlatarbelakang psikologi klinis. Misalnya, neuropsikolog
memeriksa apakah ada kerusakan pada hemisfer kanan otak pelaku
kriminal, yang sangat berpengaruh pada judgement dan kontrol
impuls. Tujuannya adalah agar para neuropsikolog dapat bersaksi
sebagai expert witness berdasarkan hasil pemeriksaan mereka
(Dywan, Kaplan & Pirozzolo, 1991).
Penilaian atau evaluasi karakteristik non-neuropsikologis juga
merupakan tugas dari psikolog forensik. Sangatlah penting untuk
diketahui sampai tingkat apakah seorang pelaku kriminal dapat
digolongkan “psikopatik”, karena akan berdampak pada pemvonisan;
apakah terdakwa dinyatakan tidak kompeten untuk diadili atau
menerima keringanan hukuman karena kegilaan sementara.
11. Psikologi Rekayasa
Ahli psikologi rekayasa (sering dinamakan perekayasa faktor
manusia) mencoba memperbaiki hubungan antara orang dan mesin,
mereka membantu merancang mesin untuk meminimalkan kesalahan
manusia. Di dalam sistem komputer, rancangan person machine
interface. Titik dimana orang berinterkasi dengan mesin adalah
sangat penting.
Kinerja seseorang dalam mengerjakan tugasnya sangat ditentukan
oleh lingkungan fisiknya. Salah satunya adalah fasilitas kerja
yang digunakan. Tidak jarang sebagian karyawan merasa mudah lelah
dan memiliki resiko kecelakaan. Pada gilirannya kinerja karyawan
akan rendah. Untuk itu jenis pekerjaan dibuat sedemikian rupa
utamanya untuk memungkinkan perusahaan mencapai tujuan perusahaan
sekaligus tujuan karyawan. Bagaimana kaitannya dengan rekayasa
industri? Rekayasa industri merupakan upaya agar setiap
pelaksanaan pekerjaan itu menyenangkan karyawan dan tentunya
efektif dan efisien. Bentuknya bisa berupa rekayasa di bidang
manajemen produksi, manajemen teknologi, manajemen distribusi,
manajemen informasi, dan manajemen sumberdaya manusia. Perusahaan
akan merugi jika keterkaitan rekayasa industri untuk perbaikan
efisiensi dan penyederhanaan metode kerja menyebabkan
perkembangan unsur manusia terabaikan.
Semakin tingginya tuntutan pelanggan dan konsumen terhadap mutu
dan pelayanan produk pasar yang prima maka rekayasa industri
menjadi hal pokok. Namun perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam
rekayasa ini jangan sampai menimbulkan efek psikologis kerja
karyawan; misalnya terjadi efek kejiwaan yang negatif seperti
kelelahan fisik dan mental. Sebagai contoh, seharusnya
pengulangan tugas-tugas sederhana mengandung prinsip-prinsip
rekayasa industri yang wajar. Tetapi di sisi lain pengulangan
tugas tersebut tidak memberi manfaat psikologis bagi karyawan.
Jadi, rancangan pekerjaan harus mampu memenuhi kebutuhan manusia
dalam bentuk kepuasan kerja. Disinilah pentingnya pendekatan
hubungan rekayasa industri dengan rekayasa manusia.
Rekayasa manusia menitik beratkan pada bagaimana mengakomodasi
kemampuan manusia dan kelemahan para karyawan melaksanakan
pekerjaannya. Faktor-faktor lingkungan kerja, mesin,
perlengkapan, dan proses pekerjaan seharusnya diselaraskan dengan
karakteristik manusia. Atau bagaimana perlu dicari teknik untuk
menemukan alat atau mesin yang tepat yang bisa digunakan
karyawan. Dengan demikian karyawan dapat bekerja dengan aman atau
tidak merasa bising fisik dan bising psikologis. Seperti halnya
pada rekayasa faktor-faktor industri, misalnya ergonomik, dan
psikologis teknik, maka rekayasa manusia berupaya untuk
meminimumkan efek dari kekurangpedulian, pengabaian, dan
kekeliruan karyawan terhadap pekerjaan. Efek yang tidak baik ini
jika tidak diperhatikan dapat menyebabkan kerusakan produk dan
peralatan dan atau bahkan melukai dan mengancam jiwa karyawan.
Rekayasa manusia dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan
bahwa perlengkapan dan proses yang digunakan dalam melaksanakan
suatu pekerjaan merupakan suatu sistem. Sistem ini terdiri dari
atas beberapa sub-sistem yang berinterelasi satu sama lainnya.
Dengan kata lain ada proses kerjasama antarkaryawan secara
interaktif dan sinergik dalam mencapai tujuan perusahaan. Para
karyawan yang melaksanakan, melayani, atau memantau proses
produksi dan distribusi berada dalam sistem yang kompak. Oleh
karena itu, kita menyebutnya sebagai suatu sistem “manusia-
mesin”
Rancangan mesin harus memfasilitasi perasaan manusia
penggunanya, seperti kemampuan dalam hal penglihatan,
pendengaran, dan jangkauan tangan. Selain itu harus pula
mempertimbangkan kemampuan operator dalam mengoperasikan mesin-
mesin tersebut dengan nyaman. Artinya mesin tersebut harus
dirancang dengan memenuhi standar yang tepat dengan struktur
fisik dan kapasitas reaksi dari operator dan lingkungannya.
Bahkan dengan mempertimbangkan rekayasa manusia dan rekayasa
mesin dalam suatu sistem maka fasilitas kerja dapat direkayasa
dan diterapkan secara fleksibel baik untuk karyawan yang normal
maupun karyawan yang memiliki cacat tubuh dan usia relatif tua.
12. Psikologi Industri dan Organisasi
Psikologi industri organisasi adalah suatu ilmu yang mempelajari
perilaku manusia dalam suatu konteks organisasi, baik organisasi
industri maupun organisasi nirlaba serta pengaruh timbal balik
antara individu dan organisasi tempatnya berkarya. Psikologi
organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi mempengaruhi
dan berinteraksi dengan anggota-anggotanya.
Definisi psikologi industri organisasi menurut para ahli:
Guion (1983) => Psikologi industri organisasi adalah studi
tentang hubungan antara manusia dengan dunia kerja. Riset
terhadap manusia kemana mereka pergi, mereka bertemu dan apa yang
mereka lakukan untuk memenuhi kehidupannya.
Blum dan Taylor (1968) => Psikologi industri organisasi adalah
aplikasi yang simple atau pendalaman dari fakta-fakta dan
prinsip-prinsip psikologis yang berkaitan dengan manusia dalam
konteks bisnis dan industri.
A.S. Munandar (1994) => Psikologi industri organisasi adalah ilmu
yg mempelajari perilaku manusia dalam peranannya sebagai tenaga
kerja & konsumen baik secara perorangan maupun secara kelompok.
Society of Industrial and Organizational Psychology (SIOP, APA
Division 4) mengartikan bahwa psikologi industri organisasi
adalah study perilaku dalam organisasi dan pengaturan kerja serta
penerapan metode, fakta, dan prinsip psikologi untuk individu dan
kelompok dalam organisasi dan pengaturan kerja.
Fokus utama psikologi industri organisasi adalah perilaku manusia
pada seting kerja (work setting).
Obyek yang dipelajari psikologi industri organisasi yakni
perilaku manusia sebagai tenaga kerja & sebagai konsumen
(konsumen dalam sistem) dalam interaksinya dengan organisasinya
(sistemnya / merupakan bagian dari sistem dalam interaksinya
dengan organisasinya).
Tujuan psikologi industri organisasi yaitu untuk kesejahteraan
umat manusia. Dalam kajian dan rekomendasinya, psikologi industri
organisasi harus menempatkan harkat kemanusiaan sebagai ukuran
tertinggi, bukan kesejahteraan individu atau kemajuan organisasi
semata-mata.
13. Psikologi Behaviorisme
Aliran ini timbul di Rusia yang di pelopori olen Juan Petrovich
Pavlov.
1. Juan petrovich Pavlov ( 1849-1936)
Para ahli behaviorisme termasuk Pavlov ingin meneliti
psikologi secara objektif,yaitu yang dapat di observasi secara
nyata,karena menurut mereka kesadaran tidak dapat di observasi
secara langsung.Pavlov menolak digunakan metoda
introspeksi,karena tidak dapat diperoleh data yang objektif.
Pavlov ingin merintis objective psychology,oleh karena itu
metoda instopeksi tidak digunakan,Ia mendasarkan eksperimennya
pada keaadaan yang benar-benar dapat di observasi (observed
facts).
Pavlov dalam eksperimennya menggunakan anjing sebagai binatang
percobaan . Anjing di operasi sedemikian rupa,sehingga apabila air
liur keluar dapat dilihat dan dapat ditampung dalam tempat yang
telah disediakan.Apabila anjing lapar dan melihat
makanan ,kemudian mengeluarkan air liur ini merukan respon
alami,respon yang reflektif ,yang oleh pavlov disebut respon yang
tidak terkondisi (Unconditioned response) yang disingkat
UCR.Apabila anjing mendengarkan bel dan kemudian menggerakkan
telinganya,,ini merupakan respons yang alami.Bel sebagai stimulus
yang tidak terkondisi (Unconditioned stimulus ) atau UCS dan gerak
telinga sebagai UCR.
2. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Thorndike merupakan tokoh yang mengadakan penelitian tentang
animal psychology.Penelitian mengenai hewan diwujudkan dalam
disertai doktornya yang berjudul “ANIMAL INTELLIGENCE : An
Experimental study of The Associative Processes in animals “,
yang kemudian diterbitkan dalam buku pada tahun 1911 dengan judul
“ANIMAL INTELLIGENCE ”(Hergenhanhn,1976).
Dari eksperimennya, Thorndike mengajukan tiga macam hukum yang
sering dikenal sebagai hukum primer dalam belajar ,yaitu :
Hukum Kesiapan (the law of readiness)
Belajar yang baik memerlukan adanya kesiapan dari organisme
yang bersangkutan .Apabila tidak ada kesiapan,maka hasil belajar
tdak akan baik.
Hukum Latihan ( the law exercise )
Menurut Thorndike hukum latihan ini ada dua aspek ,yaitu :
1. Tehe law of use dan 2. The law of disuse. The law of use yaitu
hukum yang menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respons
akan menjadi kuat apabila ada latihan atau sering digunakan.The
law of disuse yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan antara
stimulus dengan respons akan menjadi lemah apabila tidak ada
latihan atau tidak sering digunakan.
Hukum Efek ( the law of effect)
Yaitu hukum yang menyatakan hubungan antara stimulus dan
respons menjadi kuat atau lemah tergantung pada hasil yang
menyenangkan atau tidak.Apabila suatu stimulus memberikan hasil
yang menyenangkan atau memuaskan,maka hubungan antara stimulus
dengan respons menjadi kuat, demikian pula sebaliknya apabila
hasil stimulus tidak menyenangkan,maka hubungan stimulus dengan
respons menjadi lemah.Tetapi kemudian thorndike memperbaharui
pendapatnya.Karena itu reward dan punishment tidak menunjukkan
efek yang simetris (Hergenhahn ,1976).
3. Burrhus Frederick Skinner ( 1994-1990)
Untuk mengadakan teorinya Skinner mengadakan suatu percobaan
yang disebut proses kondisioning operant.Percobaannya adalah
sebagai berikut :
Tikus dimasukkan dalam sebuah kotak yang dibuat khusus untuk
percobaan ini .tikus akan bergerak kesana kemari,dan apabila
secara kebetulan alat penekan (tombol ) terinjak ,maka akan
keluar makanan (makanan merupakan stimulus tidak terkondisi/UCS).
Setelah percobaaan ini beberapa kali di ulang ,tikus akan tahu
bahwa dengan menekan tombol makanan akan keluar.Respons
berkondisi (CR) itu menekan tombol pada waktu lampu menyala dalam
percobaan Skinner disebut respons operan atau tngkah laku operan
(operan behavior ) ,sedang stimulus berkondisi disebut stimulus
operan (operant stimulus).
4. John B. Watson (18778-1958)
Pandangan watson dapat diikuti dalam artikelnya yang
berjudul“Pyschology as the Behaviorist Views it ’’ dalam
Psychological Review tahun 1913.Dalam artikel tersebut watson
mengemukakan antara lain tentang definisi psikologi, kritiknya
terhadap strukturalisme dan fungsionalisme yang dipandang sebagai
lama tentang kesadaran .
Eksperimen Watson yang paling terkenal adalah eksperimen dengan
anak yang bernama Albert ,berumur 11 bulan.Watson dan Rosali
Rayner isterinya mengadakan eksperimen kepada Albert dengan
menggunakan tikus putih dan gong beserta pemukulnya.Pada
kesempatan lain , saat Albert memegang tikus putih ,gong
dibunyikan dengan keras. Dengan suara keras tersebut Albert merasa
takut keadaan tersebut diulangi beberapa kali, hingga akhirnya
terbentuklah pada diri Albert rasa takut akan tikus putih
itu.Berdasarkan eksperimen tersebut Watson berpendapat bahwa
reaksi emosional dapat dibentuk dengan kondisioning.Rasa takut itu
dapat dihilangkan lagi dengan cara menghadirkan tikus tersebut
tahap demi tahap dalam situasi yang menyenangkan pada waktu Albert
makan atau waktu nonton tv.
Latar Belakang Psikologi Kontemporer danArea Spesialisasi Psikologi
Kelompok 1
Agung Hardianto
Ajeng Septiana
Ayuningtyas Pramatasari
Citra Ayudya Nirmala
Dian Ratnasari
Fairy Syawala
Fina Restiarini N
Ika Yulisa
Ishma Shabur Annisa
Lia Mulidiawati
Kartika Iasyah
Marchel Stevan A
Meira Handayani
Neneng Komariah
Nurhikmah
Raden Sayyid Fadil
Revisha Avenia
Rizki
Rosnida Amalia
Sarah Ummu Lathufah
1 PA 10Universitas Gunadarma
2014Depok
Daftar Pustaka
http://dianhusadanuruleka.blogspot.com/p/macam-macam-kepribadian-abnormal.html
http://fakhrurrozi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2
http://dhaniramadhani.blogdetik.com/2010/09/30/makalah-2/ http://muhammadhakimazhari.blogspot.com/2013/05/konsep-
dasar-psikologi-perkembangan.html Sukadji,Soetarlinah.2000.psikologi pendidikan dan psikologi
sekolah .depok : L.P.S.P3. fakultas psikologi universitas indonesia .
Atkinson,Rita L, dkk.1994.pengantar psikologi.jakarta: erlangga.
http://ratihtriprasetyowati.blogspot.com/2011/10/aliran-psikologi-tingkah-laku-dan.html
http://hardymath.blogspot.com/2013/01/psikologi-tingkah-laku-behaviourism.html
Daftar Pustaka Azwar, Syaifuddin. 1999. Dasar-Dasar Psikometri. Penerbit
Pustaka Pelajar. Yogyakarta _______________. 2002. Tes Prestasi (Fungsi dan
Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar). Penerbit PustakaBelajar. Yogyakarta
Sukardi, Dewa Ketut. 1990. Analisis Tes Psikologi. PenerbitRineka Cipta. Jakarta
Hidayat, Dede Rahmat. 2011. Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia
http://ronawajah.wordpress.com/2009/01/10/rekayasa-industri-dan-rekayasa-manusia/
https://bowopsychologycenter.wordpress.com/category/psikologi-umum/
https://artipsikologi.wordpress.com/tag/definisi-psikologi-industri-organisasi/
Heru, AM Basuki.2014. Psikologi Umum. Depok