Psikologi Kontemporer

82
A. Psikologi Kontemporer Psikologi Kontemporer Diawali pada abad 19 dimana saat itu berkembang 2 teori dalam menjelaskan tingkah laku, yaitu : Psikologi Fakultas Psikologi fakultas adalah doktrin abad 19 tentang adanya kekuatan mental bawaan, menurut teori ini, kemampuan psikologi terkotak – kotak dalam beberapa fakultas yang meliputi : berpikir, merasa, dan berkeinginan. Fakultas ini terbagi lagi menjadi beberapa subfakultas : kita mengingat melalui subfakultas memori, pembayangan melalui subfakultasimaginer dan sebagainya Psikologi Asosiasi Bagian dari psikologi kontemporer abad 19 yang mempercayai bahwa proses psikologi pada dasarnya adalah asosiasi ide. Dimana ide masuk alat indra dan diasosiasikan berdasarkan prinsip – prinsip tertentu seperti kemiripan, kontras dan kedekatan. Dalam pengembangan ilmu psikologi kemudian, ditandai dengan berdirinya laboratorium oleh Wundt ( 1879 ). Pada saat itu pengkajian psikologi didasarkan atas metode ilmiah ( eksperimental ). Juga mulai diperkenalkan merode intropeksi, eksperimen, dsn. Beberapa sejarah yang patut dicatat antara lain : F. Galton > merintis test psikologi , C Darwin > memulai komparasi dengan binatang, A. Mesmer > Merintis penggunaan hipnosis S. Freud > merintis psikoanalisa Fungsi Pendekatan Psikologi Kontemporer

Transcript of Psikologi Kontemporer

A. Psikologi Kontemporer

Psikologi Kontemporer Diawali pada abad 19 dimana saat itu

berkembang 2 teori dalam menjelaskan tingkah laku, yaitu :

Psikologi Fakultas

Psikologi fakultas adalah doktrin abad 19 tentang adanya kekuatan

mental bawaan, menurut teori ini, kemampuan psikologi terkotak –

kotak dalam beberapa fakultas yang meliputi : berpikir, merasa,

dan berkeinginan. Fakultas ini terbagi lagi menjadi beberapa

subfakultas : kita mengingat melalui subfakultas memori,

pembayangan melalui subfakultasimaginer dan sebagainya

Psikologi Asosiasi

Bagian dari psikologi kontemporer abad 19 yang mempercayai bahwa

proses psikologi pada dasarnya adalah asosiasi ide. Dimana ide

masuk alat indra dan diasosiasikan berdasarkan prinsip – prinsip

tertentu seperti kemiripan, kontras dan kedekatan.

Dalam pengembangan ilmu psikologi kemudian, ditandai dengan

berdirinya laboratorium oleh Wundt ( 1879 ). Pada saat itu

pengkajian psikologi didasarkan atas metode ilmiah

( eksperimental ). Juga mulai diperkenalkan merode intropeksi,

eksperimen, dsn. Beberapa sejarah yang patut dicatat antara

lain : F. Galton > merintis test psikologi , C Darwin > memulai

komparasi dengan binatang, A. Mesmer > Merintis

penggunaan hipnosis S. Freud > merintis psikoanalisa

Fungsi Pendekatan Psikologi Kontemporer

1. Tingkah Laku

Pernahkan Bapak dan Ibu menyaksikan sirkus di televisi?

Bagaimana menurut Bapak dan Ibu cara mengajari binatang-

binatang yang ada sehingga mereka dapat melakukan tugasnya

dengan baik? Beberapa pertanyaan yang lebih spesifik yang

dapat diajukan adalah:

1.      Mengapa para pelatih binatang tersebut ada yang

membawa cemeti?

2.      Mengapa para pelatih binatang tersebut selalu diberi

sesuatu jika ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik?

3.      Dapatkah keterampilan yang sudah dikuasai binatang

tersebut dikembangkan binatang tersebut untuk kegiatan

lainnya?

Para penganut psikologi tingkah laku memandang belajar

sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara rangsangan

dari luar (stimulus) dan balasan dari siswa (response) yang

dapat diamati. Mereka berpendapat juga bahwa semakin sering

hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan

semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Di samping

itu, mereka berpendapat juga bahwa kuat tidaknya hubungan

ditentukan oleh kepuasan maupun ketidakpuasan yang

menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, ganjaran ataupun

penguatan merupakan kata kunci dalam proses pembelajaran.

2. Psikodinamik

Pendekatan psikodinamik menekankan pada pemikiran bawah

sadar, konflik antara insting biologi dan permintaan social

dan pengalaman keluarga mula-mula. Pendekatan ini menyatakan

bahwa insting biologi yang tidak dipelajari, terutama

seksualitas dan impuls keagresifan, mempengaruhi cara

seseorang berpikir.

3. Pendekatan Kognitif

Memfokuskan pada proses mental yang terlibat dalam

pengetahuan : bagaimana kita melangsungan perhatian kita,

melihat, mengingat, berpikir dan menyelesaikan masalah.   

4. Pendekatan ilmu saraf kelakuan

Menekankan bahwa otak dan  system saraf adalah  Menekankan

bahwa otak dan  system saraf adalah  hal sentral untuk

memahami kelakuan, pemikiran, dan emosi. Ahli ilmu saraf

percaya bahwa pemikiran dan emosi memiliki dasar fisik di

dalam otak. 

5. Pendekatan  Psikologi Evolusioner

Pendekatan psikologi evolusioner menekankan pada pentingnya

tujuan fungsional dan daptasi dalam menjelaskan mengapa

kelaakuan terbentuk, termodifikasi dan bertahan. David Buss

menyatakan bahwa hanya sebuah evolusi yang membentuk fitur-

fitur fisik kita seperti bentuk tubuh dan tinggi. Evolusi

juga secara tidak langsung mempengaruhi bagaimana kita

mengambil keputusan, seberapa agresif kita , ketakutan kita,

dan pola perkawinan kita.

6.  Pendekatan sosiokultural

Pendekatan sosiokultural menjelaskan sebuah cara dimana

masyarakat dan budaya lingkungan mempengaruhi kelakuan.

Pendekatan sosiokulltural menyatakan bahwa pemahaman penuh

dari tingkah laku seseorang membutuhkan pengetahuan tentang

konteks lingkungan dimana  kelakuan terjadi

B. Area Spesialisasi dalam Psikologi

1. Psikologi Abnormal

Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu

perilaku abnormal, antara lain:

1. Statistical infrequency

Perspektif ini menggunakan pengukuran statistik dimana semua

variabel yang yang akan diukur didistribusikan ke dalam

suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng.

Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva,

sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada distribusi di kedua

ujung kurva.

Digunakan dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya

mengukur tekanan darah, tinggi badan, intelegensi,

ketrampilan membaca, dsb.

Namun, kita jarang menggunakan istilah abnormal untuk salah

satu kutub (sebelah kanan). Misalnya orang yang mempunyai IQ

150, tidak disebut sebagai abnormal tapi jenius.

Tidak selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal.

Misalnya seorang atlet yang mempunyai kemampuan luar biasa

tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan informasi

lain sehingga dapat ditentukan apakah perilaku itu normal

atau abnormal.

2. Unexpectedness

Biasanya perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon

yang tidak diharapkan terjadi. Contohnya seseorang tiba-tiba

menjadi cemas (misalnya ditunjukkan dengan berkeringat dan

gemetar) ketika berada di tengah-tengah suasana keluarganya

yang berbahagia. Atau seseorang mengkhawatirkan kondisi

keuangan keluarganya, padahal ekonomi keluarganya saat itu

sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan adalah tidak

diharapkan terjadi.

3. Violation of norms

Perilaku abnormal ditentukan dengan mempertimbangkan konteks

sosial dimana perilaku tersebut terjadi.

Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti

normal. Sebaliknya jika bertentangan dengan norma yang

berlaku, berarti abnormal.

Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat

relatif tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada

saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an,

homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang

homoseksual tidak lagi dianggap abnormal.

Walaupun kriteria ini dapat membantu untuk mengklarifikasi

relativitas definisi abnormal sesuai sejarah dan budaya tapi

kriteria ini tidak cukup untuk mendefinisikan abnormalitas.

Misalnya pelacuran dan perampokan yang jelas melanggar norma

masyarakat tidak dijadikan salah satu kajian dalam psikologi

abnormal.

4. Personal distress

Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan

penderitaan dan kesengsaraan bagi individu.

Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya

psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa

menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan.

Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan

abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik.

Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk

menentukan setandar tingkat distress seseorang agar dapat

diberlakukan secara umum.

5. Disability

Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai

tujuan karena abnormalitas yang dideritanya. Misalnya para

pemakai narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba

telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan untuk

menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan.

Tidak begitu jelas juga apakah seseorang yang abnormal juga

mengalami disability. Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan

seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan seksual dengan cara

mengintip orang lain telanjang atau sedang melakukan

hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami

disability dalam masalah seksual.

Dari semua kriteria di atas menunjukkan bahwa perilaku abnormal

sulit untuk didefinisikan. Tidak ada satupun kriteria yang secara

sempurna dapat membedakan abnormal dari perilaku normal. Tapi

sekurang-kurangnya kriteria tersebut berusaha untuk dapat

menentukan definisi perilaku abnormal. Dan adanya kriteria

pertimbangan sosial menjelaskan bahwa abnormalitas adalah sesuatu

yang bersifat relatif dan dipengaruhi oleh budaya serta waktu.

Mitos dan fakta tentang perilaku abnormal

MITOS FAKTA

Perilaku abnormal sangat

aneh dan sangat berbeda

Penderita gangguan sukar

dibedakan dengan orang

dengan orang normal

Gangguan mental akibat

adanya kekurangan dalam diri

yang tidak teratasi

Gangguan mental dipengaruhi

sihir atau magic

normal

Setiap orang punya potensi

dan kesempatan sama untuk

terganggu dan bertingkah

laku abnormal

Banyak orang-orang yang

percaya Tuhan terkena

gangguan mental dan

masyarakat kurang

mengetahui pengetahuan

ilmiah.

Pendekatan Medis pada Gangguan Mental

Sejak 2 abad terakhir, konsep gangguan mental sebagai penyakit

yang disebabkan oleh faktor natural dan dapat dijelaskan

secara ilmiah merupakan pandangan yang cukup dominan.

Para dokter berusaha menjelaskan bentuk dan jenis penyakit

mental, menemukan penyebabnya, ciri-cirinya dan mengembangkan

metode treatment yang tepat.

Anggapan dokter adalah bahwa setiap terjadi perilaku yang

patologis merupakan penyakit susunan saraf. Penelitian dalam

hal ini sudah banyak dilakukan.

Tradisi psikiatri medis paling terwakili oleh Emil Kraepelin

(1855 – 1926). Ia mencoba mendaftar gejala-gejala yang tampak

dari disfungsi mental, kemudian mengklasifikasikan pasien

berdasarkan pola simtom dan mengidentifikasi serta

mengklasifikasikan penyakit mental.

Kraepelin melabel 2 penyakit mental parah yang paling umum

yakni dementia praecox (sekarang lebih dikenal dengan sebutan

skizofrenia, dari istilah Eugen Bleuler) dan manic-depressive

psychosis.

Pendekatan Psikologis pada Gangguan Mental

Psikopatologi tidak hanya mengetengahkan konsep penyakit

psychological functioning, tapi juga mengetengahkan bahwa gangguan

tersebut disebabkan oleh faktor-faktor psikologis.

Orientasi psikogenik muncul pada studi tentang histeria, yaitu

suatu kondisi neurotis yang sering ditandai dengan gejala

fisik seperti, mati rasa, kebutaan dan juga gejala behavioral

seperti kehilangan memori, kepribadian atau kondisi emosi yang

tidak menentu. Pada abad 18 dan 19, di Eropa banyak dijumpai

subjek yang mengalami simtom histeria tersebut.

Untuk menjelaskan terjadinya histeria tersebut, muncul

beberapa pandangan yang berorientasi psikogenik. Salah

satunya adalah dokter Austria, Franz Anton Mesmer (1734 –

1815).

Studi tentang histeria ini menggunakan metode hipnotis. Di

bawah kondisi hipnotis, pasien dengan histeria dapat

memunculkan kembali simtom histeria yang biasanya muncul.

Hipnotis kemudian menjadi suatu metode yang penting dalam

treatment psikologis, terutama psikoanalisa yang biasa

menggunakan asosiasi bebas dan interpretasi mimpi untuk

mengeksplorasi alam bawah sadar.

Selain hipnotis, metode lain yang digunakan untuk melakukan

terapi pada gangguan mental adalah katarsis yang dikenalkan

oleh Josef Breuer dan kemudian dikembangkan oleh Sigmund

Freud.

Katarsis adalah suatu metode terapeutik dimana pasien diminta

untuk mengingat kembali dan melepaskan emosi yang tidak

menyenangkan, mengalami kembali ketegangan dan

ketidakbahagiaannya dengan tujuan untuk melepaskan dari

penderitaan emosional.

Mesmer, Charcot, Breuer dan Freud mengembangkan metode

hipnotis dan katarsis. Hal itu menunjukkan adanya orientasi

psikogenik terhadap gangguan mental.

KEPRIBADIAN ABNORMAL

1) PSIKOPAT

Disebut juga sosiopat, adalah kelainan perilaku yang berbentuk

antisosial yaitu yang tidak mempedulikan norma – norma sosial .

2) KELAINAN SEKSUAL

Ada 2 macam kelainan tingkah laku sexual yaitu :

a. Kelainan pada obyek 

Cara seseorang memuaskan dorongan sexualnya normal, tetapi

obyek yang dijadikan sasaran pemuasan lain dari biasanya 

Homosex : Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan

sesama jenis ( pria )

Lesbian : Ketertarikan melakukan hubungan seks dengan

sesama jenis ( wanita )

Pedofilia : Obyek pemuasan seksual adalah pada anak yang

belum akil baligh

Fetisisme : Obyek pemuasan seksual adalah dengan benda

mati seperti pakaian dalam, rambut. 

Nekrofilia : Obyek pemuasan seksual adalah dengan mayat

Bestiality : Obyek pemuasan seksual adalah dengan

binatang 

Gerontoseksualitas : Obyek pemuasan seksual adalah dengan

seseorang yang berusia lanjut

Incest : Obyek pemuasan seksual dengan sesama anggota

keluarga yang tidak diperbolehkan melakukan pernikahan

b. Kelainan pada cara

Obyek pemuasan seksual tetap lawan jenis, tetapi dengan cara

yang tidak biasa, contoh:

Ekshibisionis : Cara pemuasan seksual dengan

memperlihatkan genetalianya kepada orang lain yang tidak

dikenalnya 

Voyeuris :Cara pemuasan seksual dengan melihat/ mengintip

orang telanjang 

Sadisme : Cara pemuasan seksual dengan menyakiti secara

fisik dan psikologis obyek seksualnya 

Masokisme : Cara pemuasan seksual dengan menyiksa diri

sendiri

Frottage : Cara pemuasan seksual dengan meraba orang yang

disenangi tanpa diketahui oleh korbannya 

3) PSIKONEUROSIS

Kumpulan reaksi psikis dengan ciri spesifik kecemasan dan

diekspresikan secara tidak sadar dengan menggunakan mekanisme

pertahanan diri, contoh :

Fugue : Bentuk gangguan mental disertai keinginan kuat

untuk mengembara atau meninggalkan rumah karena amnesia

Somnabulisme : Keadaan tidur sambil berjalan dan melakukan

suatu perbuatan

Multiple personality : Kepribadian ganda 

Fobia : Ketakutan yang tiada sebab, irasional dan tidak

logis walaupun sebenarnya tidak ada alasan untuk takut

Obsesi : Ide kuat yang bersifat terus menerus melekat

dalam pikiran dan tidak mau hilang serta sering irasional

Histeria : Gangguan mental yang ditandai dengan perilaku

yang cenderung dramatis, emosional dan reaksi berlebihan

Hipokondria : Kondisi kecemasan yang kronis, pasien selalu

merasakan ketakutan yang patologis tentang kesehatan

sendiri 

4) PSIKOSIS

Disebut dengan kelainan kepribadian yang besar (Psychosis

Mayor) karena seluruh kepribadian orang yang bersangkutan

terkena dan orang tersebut tidak dapat lagi hidup dan bergaul

normal dengan orang di sekitarnya 

Jenis – jenis Psikosis:

a. Psikosis Fungsional 

Skizophrenia☻  

Terjadi perpecahan kepribadian, antara pikiran, perasaan dan

perbuatan berjalan sendiri – sendiri

Contoh : Seseorang bercerita tentang anaknya yang meninggal

terlindas kereta api (pikiran) sambil tertawa (perasaan) dan

menari – nari (perbuatan)

Paranoid☻ Sering merasa cemburu, curiga, dendam, iri hati kepada orang

lain yang sifatnya irasional

Psikosis manis – depresif☻ Gangguan mental serius yang ditandai dengan perubahan emosi

seperti menjadi sangat gembira dan tidak lama kemudian menjadi

sangat sedih

b. Psikosis Organik 

Faktor penyebabnya adalah kelainan pada tubuh atau fungsi

anggota tubuh. 

Contoh: karena usia tua terjadi penyempitan pembuluh darah

sehingga menyebabkan individu tersebut sering marah.

USAHA PENCEGAHAN TERJADINYA ABNORMALITAS KEPRIBADIAN

1) Hindari konflik batin yang berasal dari diri sendiri maupun

lingkungan

2) Upayakan untuk selalu memelihara kebersihan jiwa, hati nurani

yaitu dengan kejujuran, tidak iri dengki dan tidak berfikir

negatif

3) Upayakan segala tingkah laku sesuai dengan norma dan etika

yang ada di masyarakat 

4) Dalam kehidupan berusaha melatih, membiasakan dan menegakkan

disiplin dalam segala hal

5) Melatih berfikir positif dan berbuat wajar tanpa menggunakan

mekanisme pertahanan diri dan pelarian negatif

6) Berani dan mampu mengatasi setiap kesulitan yang dihadapi

dengan kemauan dan usaha konkrit dan rasional

2. Psikologi Lintas Budaya

A. Matsumoto, (2004) : Dalam arti luas, psikologi lintas budaya

terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-

prinsip psikologis bersifat universal (berlaku bagi semua

orang di semua budaya) ataukah khas budaya (culture

spscific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya

tertentu)

B. Seggal, Dasen, dan Poortinga (1990) : psikologi lintas budaya

adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan

penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu

dibentuk, dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan

budaya.

C. Triandis, Malpass, dan Davidson (1972) : psikologi lintas budaya

mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari

dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran

yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat

menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi

teori yang diperlukan agar menjadi universal.

D. Brislin, Lonner, dan Thorndike, (1973) : menyatakan bahwa psikologi

lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai

kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman,

yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat

diramalkan dan signifikan.

2. Hubungan mempelajari Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu

lain :

a. Antropologi dengan Psikologi Lintas Budaya. 

Ketika antropolog melakukan berkonsentrasi pada bidang psikologi,

mereka fokus pada kegiatan dimana data dapat dikumpulkan melalui

pengamatan langsung, seperti usia anak-anak di sapih atau praktek

pengasuhan anak. Namun, tidak ada tubuh yang signifikan data

antropologi pada banyak pertanyaan yang lebih abstrak sering

ditangani oleh psikolog, seperti konsepsi budaya intelijen.

b. Kepribadian dengan Psikologi Lintas Budaya. Kepribadian

merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan

keunikan manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka

acuan dari pola pikir dan perilaku manusia, serta bertindak

sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak lepas dari

konsep kemanusiaan yang lebih nesar, yaitu budaya sebagai konstuk

sosial. Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi

yang terdiri atas faktor-faktor biologis, psikologis dan

sosiologis. Hal pertama yang menjadi perhatian dalam studi lintas

budaya dan kepribadian adalah perbedaan diantara keberagaman

budaya dalam memberi definisi kepribadian. Definisi lain

menyatakan bahwa kepribadian adalah serangkaian karakteristik

pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan

cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek

dalam definisi ini, yaitu kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas

serta konsistensi (stability and consistency). Semua definisi di atas

menggambarkan bahwa kepribadian didasarkan pada stabilitas dan

konsistensi di setiap konteks, situasi dan interaksi. Semua teori

mulai dari psikoanalisa Freud, behavioral approach Skinner,

hingga humanistic Maslow-Rogers meyakini bahwa kepribadian berlaku

konsistan dan konsep-konsep mereka berlaku universal. Dalam

budaya timur, asumsi stabilitas kepribadian sangatlah sulit

diterima. Budaya timur melihat bahwa kepribadian adalah

kontekstual(contextualization). Kepribadian bersifat lentur yang

menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian

cenderung berubah, menyesuaikan dengan konteks dan situasi.

4. Ruang Lingkup Psikologi Lintas Budaya

Memahami tentang cabang ilmu psikologi lintas budaya yang

dipelejari

1. Pewarisan dan Perkembangan Budaya

2. Budaya dan Diri (Self)

3. Persepsi

4. Kognisi & Perkembangannya

5. Psikologi Perkembangan

6. Bahasa

7. Emosi

8. Psikologi Abnormal

9. Psikologi Sosial

3. Psikologi Kognitif

PERKEMBANGAN KOGNITIF

Perkembangan kognitif atau kemampuan berfikir adalah salah satu

aspek perkembangan yang sangat penting. Salah satu tokoh yang

meneliti tentang perkembangan kognitif ini adalah Jean Piaget.

Piaget tertarik pada bagaimana cara seseorang memahami dunia. Dia

mengamati perilaku anak lalu menghasilkan teori yang menekankan

bahwa anak memiliki cara berfikir yang berbeda dengan orang

dewasa.

Perkembangan intelektual anak berlangsung melalui perkembangan

skema. Menurut Piaget, skema disini dianggap sebagai kaidah

mengenai bagaimana caranya berinteraksi dengan lingkungan. Anak-

anak akan mengerti dunianya melalui skema. Proses pemahaman dunia

melalui skema yang dimiliki anak disebut aslimilasi. Menurut

Piaget, skema perkembangan kognitif terbagi atau terjadi dalam 4

tahap, yaitu:

1. Tahap Sensori Motor (0 – 2th)

Tahap sensosi motor ini akan terjadi sejak dari

kelahiran bayi hingga bayi berusia 2 tahun. Bayi yang baru

lahir hanya memiliki skema yang sangat sedikit dan terbatas

yang ada sejak di kandungan, skema ini hanya memungkinkan

seorang bayi hanya untuk menggenggam, menghisap, dan

melihat benda. Anak ini hanya akan tertarik pada sesuatu

yang ada dalam pandangannya. Sifat ini ada sampai anak

berusia 8 bulan, yaitu pada saat anak menyadari bahwa benda

itu ada sekalipun tidak berada dihadapannya dan berusaha

mencari benda tsb. Pada akhir tahap sensori motor anak

sudah mengembangkan beberapa pengertian mengenai hubungan

antara pergerakan otot mereka dengan pengaruhnya terhadap

lingkungan. Mereka juga mengembangkan struktur mental yang

memungkinkan mereka melambangkan dunia serta memikirkan

benda yang mereka lihat. Lalu mereka sudah mulai

menghasilkan kata-kata dan menggunakannya untuk

menggambarkan serta bertindak di dalam lingkungannya.

2. Tahap Pra-Operasional (2 – 7th)

Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan, anakpun

mampu mengingat banyak hal yang ada dalam lingkungannya,

dan akhirnya mampu menduga sesuatu hal dengan lebih baik.

Pendugaan ini masih dalam bentuk yang sederhana, misalkan

mereka cenderung menyamakan semua perempuan dewasa dengan

sebutan ibu. Dalam tahapan ini, dibagi lagi menjadi dua sub

tahapan, yaitu masa pra-konseptual (2 – 4th) dan masa

intuitif (4 – 7th).

Masa pra-konseptual ditandai dengan pola berfikir yang

egosenstris yaitu dimana anak melihat dunia hanya dalam

hubungan dengan dirinya, yaitu aktivitas yang ia lakukan

terhadapnya dan rangsangan yang ia terima dari padanya.

Pola berfikir pada masa prakonseptual ini dibagi menjadi

menjadi dua, yaitu penalaran transduktif dan sinkretik.

Penalaran transduktif terjadi apabila anak mendasarkan

kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu atau karena

ciri objek tertentu. Sedangkan penalaran sinkretik terjadi

bila anak sudah mulai mengubah criteria klasifikasinya.

Lalu masa intuitif, dimana pola berfikirnya masih

didasarkan atas intuisi, penalaran masih kaku, terpusat

pada bagian-bagian tertentu dalam objek, dan semata-mata

masih didasarkan atas penampakan objek.

3. Tahap Operasional Konkrit (7 – 12th)

Peristiwa penting yang terjadi dalam tahap ini adalah

konservasi dan seriasi. Konservasi menunjukan anak mampu

menalar bahwa suatu objek yang bagaimanapun diubah

bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi, maka

volumenya akan tetap. Seriasi menunjukan kemampuan anak

untuk mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam ciri.

4. Tahap Operasional Formal (mulai dari 12th)

Dalam tahap ini, anak mampu melakukan representasi simbolis

tanpa menghadapi objek-objek yang ia pikirkan. Pola

berfikir ini sudah lebih fleksibel dan sudah mampu melihat

persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.

4. Psikologi Konseling

Pengertian:

Terdiri dari 2 suku kata yaitu psikologi dan konseling. Psikologi

(dari bahasa Yunani psyce dan logos) berarti ilmu

pegetahuan/studi tentang jiwa, sedangkan konseling (berasal dari

bahasa latin consiliu) yang berarti dengan atau bersama yang

dirangkai dengan menerima atau memahami. Maka psikologi konseling

meruapakan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada

individu yang mengalami masalah melalui pendekatan-pendekatan

psikologi.

Tujuan Konseling:

Tujuan keseluruhan model konseling adalah untuk mengajarkan klien

keterampilan-keterampilan membuat keputusan yang efektif

(effective decision making skills) dengan membantu nilai

karakteristiknya secara efektif dan mengaitkan penilaian diri itu

dengan konseloria psikologis dan sosial yang berarti. Secara

singkatnya tujuan konseling adalah untuk membantu individu-

individu agar mampu membangun kehidupan mereka secara

keseluruhan.

Karakteristik Konseling:

A. Konseling sebagai bantuan

Lewis (Singgih D. Gunarsah, 32) menggolongkan alasan alasan

tersebut, yaitu:

1. Seseorang mengalami ketidakpuasan pribadi, dan tidak

mampu mengatasi atau mengurangi ketidakpuasan tersebut.

2. Seseorang memasuki dunia konseling dengan kecemasan.

Kecemasan itu bukan hanya berasal dari beberapa segi

kehidupannya yang mengguncangkan, tapi juga karena ia

menghadapi dirinya sendiri yang memasuki dunia baru dan

asing berupa ruangan konseling.

3. Seseorang yang membutuhkan konseling itu sebenarnya tidak

mempunyai gambaran yang tidak jelas tentang sesuatu yang

mungkin terjadi.

B. Konseling untuk perubahan perilaku

Tujuan akhir dari proses konseling adalah perubahan perilaku

ke arah yang lebih positif dan konstruktif. Ada beberapa

teori perubahan perilaku, yaitu:

1. Teori peerubahan perilaku behaviorisme

Merupakan proses perubahan perilaku sebagai akibat dari

adanya interaksi antara stimulus dan respon yang

menyebabkan klien mempunyai pengalaman baru.

2. Teori perubahan tingkah laku kognitif

Menurut Pieget perubahan perilaku akan lebih berhasil

apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif

peserta didik. Peserta didik hendaknya diberikan

kesempatan untuk melakukan eksperimen terhadap objek

fisik yang ditunjang oleh interaksi dnegan teman

sebayanya dan dibantu dengan pertanyaan dari konselor.

3. Teori perubahan tingkah laku gestalt

Pokok pandangan gestalt menegaskan bahwa objek atau

peristiwa tertentu dipandang sebagai sustu keseluruhan

yang terorganisasi. Transfer perubahan perilaku terjadi

dnegan jalan melepaskan pengertian objek dari suatu

konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian

menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-

susunan yang tepat.

4. Teori perubahan tingkah laku konstruktivisme

Teori pengetahuan ini dikenl dengan adaptasi kognitif.

Sama halnya dengan setiap organisme yang harus

beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk bertahan

hidup demikian juga dengan struktur pemikiran manusia.

Manusia harus mengembangkan skema pikiran yang lebih umum

atau rinci. Prosesnya berupa:

a. Skema, yakni struktur kognitif yang dengannya seseorang

beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental

dalam berinteraksi dengan lingkungan

b. Asimilasi, yaitu proses kognitif dalam bentuk perubahan

skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya

menambah atau merinci.

c. Akomodasi, yaitu proses pembentukan skema atau karena

konsep awal sudah tidak cocok lagi.

d. Equilibrium, yaitu keseimbangan antara asimilasi dan

akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan

pengalaman luar dengan struktur dalamnya(skema)

Sejarah Psikologi konseling

Jesse M. Davis pada tahun 1898 merupakan orang pertama yang

melakukan kegiatan konseling (Singgih D. Gunarsah, 1) ia banyak

membantuk menyelesaikan persoalan-peersoalan murid-muridnya

terutama yang berhubungan dengan persoalan studi dan pemilihan

jurusan yang hendak mereka tempuh. Selain itu tercatat nama lain

yaitu Frank Parson. Tahun 1908 ia membuka biro konsultasi di

Boston untuk memilih dan mementukan jurusan dalam sebuah

pekerjaan dan jabatan. Contoh lain perkembangan psikologi

konseling dapat dilihat dari didirikannya Lembaga Riset

Stabilisasi Pekerjaan oleh Universitas Minnesota pada tahun 1933.

Kemudian dilanjutkan dengan Program Penelitian Jabatan tahun

1933. Bersamaan dengan itu perkembangan pengunaan instrumen tes

juga mulai marak digunakan untuk menunjang proses konseling. Hal

itu terjadi di Amerika di kalangan akademisi untuk menyusun alat

atau instrumen yang digunakan untuk menyeleksi calon tentara

untuk Perang Dunia 1.

Perkembangan konseling berikutnya hingga menjadi kegiatan yang

profesional terinspirasi oleh sebuah buku yang ditulis oleh

Clifford Beers yang berisi pengalaman pribadinya selama tiga

tahun dirawat dirumah sakit jiwa. Tren positif konseling sebagai

sebuah profesi terjadi pada tahun 1918. Saat itu konseling diakui

secara resmi sebagai sebuah profesi. Kemudian antara tahun 1920-

1930 Departemen Pendidikan di Amerika menempatkan tenaga khusus

di sekolah kejuruan Tenaga Bimbingan Penyuluhan untuk membantu

klien memasuki dunia kerja. Kegiatan ini terus berlangsung hingga

Perang Dunia II. Kegiatan bimbingan profesional itu terus

berlanjut ke negara-negara luar Amerika. Di Indonesia sendiri

sekitar tahun 50an kegiatan itu pertama kali diperkenalkan oleh

Slamet Iman Santoso di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

C. Hubungan Monolog

Hubungan dalam konseling bukan hubungan biasa, melainkan

sengaja diciptakan oleh konselor dengan maksud membantu

memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. Hubungan yang

bersifat membantu ini akan berhasil dengan baik manakala

klien percaya sepenuh hati kepada konselor bahwa konselor

adalah orang yang tepat yang bisa mengatasi masalahnya.

D. Konselor-klien sebagai rekan kerja

Tahap awal konseling biasanya menjadi tahap paling sulit

baik bagi konselor maupun klien. Saat pertama kali bertemu

dalam kondisi formal namun hangat, bersifat sementara dan

tidak ilmiah. Mereka harus mengusahakan suatu relasi yang

dapat disepakati dan menciptakan suasana kondusif bagi

mereka untuk menangani masalah-masalah.

Pengaruh Beberapa aliran Psikologi terhadap konseling

1. Pengaruh Psikologi Behavioristik pada Psikologi Konseling

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan

tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara

stimulus dan respons. Menurut teori ini yang terpenting

adalah masukan atau input yang berupa stimulus dengan

keluaran atau output yang berupa respons. Faktor lain yang

dianggap penting juga adalah faktor penguatan

(reinforcement).

Teori-teori belajar dalam Psikologi Behavior:

a. Teori Koneksionisme Thorndike

Belajar adalah proses interaksi antara stimullus dan

respons. Ia menyimpulkan bahwa peribahan tingkah laku

sebagai akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud

konkret (dapat diamati) atau tidak konkret (tidak dapat

diamati).

b. Teori Conditioning Watson

Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan

respons namun stimulus dan respons yang dapat diamati

(obserabel) dan dapat diukur. Walaupun Watson mengakui

adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang

selama proses belajar namun faktor tsb tidak perlu

diperhitungkan.

c. Teori Conditioning Edwin Guthrie

Ia menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respons

cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam

kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin

diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan

respons berifat tetap.

d. Teori Operant Coditioning Skinner

Perubahan tingkah laku menurut Skinner dipengaruhi oleh

hubungan antara stimulus dengan respons dalam

lingkungannya.

e. Teori Systematic Behavior Clark Hull

Teori ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan

pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati

posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia.

2. Pengaruh Psikologi Humanisme terhadap Psikologi Konseling

Salah satu tokoh Humanistik ini adalah Abraham Maslow, ia

mengkritik Freud (tokoh psikoanalisa) dengan mengatakan

bahwa Freud hanya meneliti tentang penyebab setengah jiwa

yang sakit. Namun ia tidak meneliti mengapa setengah jiwa

yang laInnya bisa tetap sehat.

Tokoh lainnya adalah Viktor Frankl. Ia mengembangkan teknik

psikoterapi yang disebut logoterapi. Pandangannya itu

memiliki beberapa prinsip, yaitu:

a. Hidup memiliki makna, bahkan pada saat yang paling

menyedihkan pun.

b. Tujuan hidup adalah mencari makna kehidupan.

c. Kita memiliki kebebasan untuk memaknai sesuatu yang kita

lakukan dan kita alami, bahkan dalam menghadapi

kesengsaraan pun.

Logoterapi ini sangat erat kaitannya dnegan spritual

quotient (kecerdasan spritual) yang dikelompokan menjadi:

a. Ketika seseorang menemukan dirinya sendiri (self-

discovery).

b. Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan.

c. Ketika seseorang merasa istimewa, unik, dan tak

tergantian.

d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab.

e. Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalam yang

membawa kita ke luar dunia fisik, keluar suka dan duka

kita, ke luar dari diri kita sekarang)

3. Pengaruh Psikologi Gestalt terhadap Psikologi konseling

Teori Gestalt menyebutkan bahwa yang dimaksud belajar adalah

perubahan perilaku yang terjadi mengalami pengalaman. Teori

ini bukan menyuruh manusia untuk menghafal tetapi belajar

untuk memcahkan masalah, merumuskan hipotesis, dan

mengujinya. Akhirnya dengan bimbingan konselor klien dapat

membuat kesimpulan.

4. Pengaruh Psikologi Kognitif terhadap Psikologi Konseling

Gerakan ini tiadak lagi memandang manusia sebagai makhluk

yang bereaksi pasif terhadap lingkungan melainkan sebagai

makhluk yang selalu berfikir (homo sapiens). Menurut Jean

Piaget ada 3 prinsip utama pemebelajaran, yaitu: Belajar

aktif, Belajar lewat interaksi sosial, Belajar lewat

pengalaman sendiri. Menurut J. A Brunner hal yang perlu

diperhatikan dalam proses belajar adalah pengalaman, artinya

dalam pembelajaran dibutuhkan pengalaman-pengalaman untuk

melakukan sesuatu dengan tujuan mempertahankan pengalaman

yang positif. Karena itulah dibutuhkan peran konselor agar

klien tidak banyak menlakukan kesalahan. Diperlukan juga

pemeberian hadiah dan hukuman dalam proses pembelajaran,

sebab ia mengatakan suatu hadiah ekstrinsik dapat berubah

menjadi hadiah intrinsik. Demikian juga pujian dari konselor

adalah dorongan bersifat ekstrinsik dan keberhasilan

memecahkan masalah menjadi dorongan yang bersifat intrinsik.

Perilaku konselor

1. Konselor melakukan wawancara

Wawancara konseling merupakan wawancara yang paling

sensitif dan kritis dari seluruh bentuk wawancara. Wawancara

konseling tidak akan terjadi kecuali jika ada seseorang yang

merasa tidak mampu menangani sendiri problem yang dihadapi,

dan memerlukan bantuan dari orang lain atau konselor yang

menentukan sesi-sesi konseling yang dibutuhkan. Terdapat 2

pendekatan atau model wawancara konseling, yaitu:

1. Konseling Diretive (Penyuluhan Terarah)

Karakteristik wawancara ini adalah konselor menyerang

langsung ke masalah, mengontrol sruktur wawancara,

memustuskan untuk menyelesiakan atau menghindari masalah

subjek, menyusun langkah-langkah dalam wawanacara dan

menentukan lamanya wawancara.

2. Konseling Nondirective

Karakteristiknya adalah konselor dipandang sebagai

fasilisator atau penolong pasif, bukan sebagai ahli.

Konselor membantu klien memperoleh informasi, mendapat

insight, menyelidiki masalah dan menanganalisisnya, serta

menemukan dan mengevaluasi solusinya. Konselor

mendengarkan, mengobservasi, dan memberi harapan.

Konseling ini berpusat pada klien. Klien yang mengontrol

struktur awawncara menentukan topik yang didiskusikan,

waktu berdiskusi, cara berdiskusi, menentukan langkah-

langkah dalam diskusi dan lamanya waktu diskuksi.

Berikut merupakan langkah-langkah dalam melakukakan

wawancara konseling:

1. Persiapan pra-interview

2. Pembukaan wawancara konseling

3. Inti wawanacara konseling

4. Penutupan

5. Evaluasi setelah wawancara

2. Konselor sebagi pendengar

Konselor harus menjadi pendengar yang aktif. Konselor

sebagai pendengar yang baik memiliki kualitas sebagai

berikut:

1. Mampu berhubungan dengan orang-orang dari kalangan

sendiri dan berbagai ide-ide.

2. Menantang klien dalam konseling dengan cara-cara yang

bersifat membantu.

3. Memperlakukan klien dengan cara yang dapat menimbulkan

respons yang bermakna.

4. Keinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang

dengan klien. Serta memiliki kesabaran dan kepekaan

3. Konselor memahami klien

Ada klien yang datang sesuai dengan kesadaran dan keinginan

dirinya sendiri, ada juga yang datang atas keinginan orang

lain. Untuk itu konselor harus dapat peka terhadap situasi

yang ada. Shertzer dan Stone (1987) mengemukakan bahwa

keberhasilan atau kegagalan proses konsling ditentukan oleh

3 hal, yaitu:

1. Kepribadian klien

Kepribadian klien sangat berperan dalam menentukan

keberhasilan proses konseling. Aspek keberhasilan

meliputi emosi, sikap, intelektual, motivasi, dll.

2. Harapan klien

Umumnya harapan klien terhadap konseling adalah mendapat

informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban dari

persoalanyang dihadap, serta mencari upaya agar dirinya

lebih baik dan berkembang.

3. Pengalaman dan pendidikan klien

Dengan pengalaman dan pendidikan yang memadai klien lebih

mudah memahami dirinya serta persoalan menjadi tampak

jelas dan terarah.

Aspek pengalaman meliputi pengalaman hidup di masyarakat dan

proses konseling. Klien yang memilki pengalaman luas akan lebih

mudah diarahkan menuju keputusan yang hendak diambil.

4. Aneka ragam klien

a. Klien suka rela

Klien suka rela datang ke konselor atas dasar keinginan

diri sendiri. Ciri-cirinya adalah Bersedia mengungkap

rahasia walaupun menyakitkan.

b. Klien terpaksa

Klien yang datang kepada konselor bukan karena

keinginannya sendiri, melainkan atas dasar dorongan

dari orang lain

c. Klien enggan

Salah satu bentuk klien enggan adalah banyak bicara,

yang pada prinsipnya adalah enggan untuk dibantu. Ia

hanya senang berbicara dengan konselor tanpa

penyelesaian maslah atau diam saja.

d. Klien bermusuhan atau menentang

Klien jenis terpaksa dan bermaslah ini dapat menjadi

klien yang menentang. Sifatnya antara lain tertutup,

menentang, bermusuhan dan menolak secara terbuka.

e. Klien krisis

Klien krisis berarti klien yang sedang menghadapi

musibah, seperti kehilangan orang yang dicintai,

diperkosa dan lain sebagainya.

4. Konselor sebagai pribadi

Kualitas lahiriah dari seorang konselor adalah menawan hati,

memilki kemampuan bersikap tenang ketika bersama orang lain,

memiliki kapasitas untuk berempati dan karakteristik lain

yang mimiliki makna yang sama. Secara gamblang dapat

dikatakan bahwa jika konselor bersama orang lain dan ia

tulus serta memiliki niat baik maka secara otomatis ia

menjadi menarik bagi orang lain.

5. Konselor berempati

Dalam buku Sovial Psychogy karangan Robert A. Baron

dikatakan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untu

bereksi terhadap emosi negatif atau positif orang lain,

seolah-olah emosi itu dialami oleh dirinya sendiri.

5. Psikologi Perkembangan

A.  Pengertian Psikologi perkembangan

Psikologi perkembangan pada prinsipnya merupakan cabang dari

psikologi. Psikologi sendiri merupakan sebuah istilah yang

berasal dari bahasa Inggris, yaitu “psychology”. Istilah ini pada

mulanya berasal dari kata dalam bahasa Yunani “psyche”, yang

berarti roh, jiwa atau daya hidup, dan “logos” yang berarti Ilmu.

Jadi, secara harfiah “psychology” berarti “ilmu jiwa.[1]

Sedangkan perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami

individu atau organism menuju tingkat kedewasaannya atau

kematangannya (Maturation) yang berlangsung secara sitematis,

progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik

(jasmaniah) maupun psikis (Rohaniah).

Yang dimaksud dengan sistematis, progresif,  dan berkesinambungan

adalah sebagai berikut:

1)      Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu

bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara

bagian-bagian organism (fisik dan psikis) dan merupakan suatu

kesatuan yang harmonis.

2)      Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju,

meningkat dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif (fisik)

maupun kualitatif (psikis).

3)      Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau

fungsi organisme itu berkangsung secara beraturan atau berurutan,

tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat.[2]

Menurut Reni Akbar Hawadi, perkembangan secara luas menunjuk pada

secara keseluruhan proses perubahan dan potensi yang dimiliki

individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan cirri-

ciri yang baru.dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep

usia, yang diawali dari saat pembuahandan berakhir dengan

kematian.[3]

Pengertian Psikologi Perkembangan Yakni  suatu cabang dari

psikologi yang membahas tentang gejala-gejala jiwa seseorang,

baik yang menyangkut perkembangan ataupun kemunduran perilaku

seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa. [4]

B.  Objek Psikologi Perkembangan

Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun, tidak dapat dibalik

bahwa kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan

dapat disebut ilmu apabila memiliki syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek material dan objek

formal.

Objek material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajari, atau

diselidiki[5] atau suatu unsur  yang ditentukan, sesuatu yang

dijadikan sasaran pemikiran. Objek material mencakup apa saja,

baik hal-hal yang konkret (misalnya kerohanian, nilai-nilai, ide-

ide). Gerungan merinci Objek material pada fakta-fakta, gejala-

gejala, atau pokok-pokok  yang nyata dipelajari dan diselidiki

oleh ilmu pengetahuan.

Objek formal adalah cara memandang, meninjau yang dilakukan oleh

seorang peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prnsip

yang digunakannya. Jadi sudut dari mana objek material itu

disoroti disebut objek formal. Dengan demikian kita bisa

menyimpulkan bahwa objek formallah yang membedakan antara ilmu

yang satu dengan yang lain.[6]

Jadi intinya, objek psikologi perkembangan adalah perkembangan

manusia sebagi person. Disamping itu para psikolog juga tertarik

akan masalah sampai seberapa jauhkah perkembangan masyarakatya.

[7] Perkembangan pribadi manusia ini berlangsung sejak konsepsi

sampai mati. Perkembangan yang dimaksud adalah proses tertentu

yaitu proses yang terus menerus, dan proses yang menuju ke depan

dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Istilah

“perkembangan “ secara khusus diartikan sebagai perubahan-

perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang

menyangkut aspek-aspek mental psikologis amnesia

C. Ruang Lingkup Psikologi Perkembangan

Jika dipahami secara cermat dari penjelasan pengertian tentang

psikologi perkembangan sebagaimana telah dibeicarakan di muka,

maka dapatlah dimengerti tentang ruang lingkup dari pembahasan

ilmu ini bahwa psikologi perkembangan merupakan

a. Cabang dari psikologi

b. Objek pembahasannya ialah prilaku atau gejala jiwa

seseorang

c. Tahapannya dimulai dari masa konsepsi hingga masa dewasa

Psikologi perkembangan, yaitu psikologi yang membicarakan

perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua yang

mencakup :

1. Psikologi Anak (mencakup masa bayi)

Sejak bayi lahir sampai bayi berumur kira-kira 10 atau 15 hari.

Dalam perkembangan manusia masa ini merupakan fase pemberhentian

(Plateau stage) artinya masa tidak terjadi

pertumbuhan/perkembangan. Ciri-ciri yang penting dari masa bayi

baru lahir ini ialah:

• Periode ini merupakan masa perkembangan yang tersingkat

dari seluruh periode perkembangan.

• Periode ini merupakan saat penyesuaian diri untuk

kelangsungan hidup/ perkembangan janin.

• Periode ini ditandai dengan terhentinya perkembangan.

• Di akhir periode ini bila si bayi selamat maka merupakan

awal perkembangan lebih lanjut.

Dimulai dari umur 2 minggu sampai umur 2 tahun disebut dengan

masa bayi. Masa bayi ini dianggap sebagai periode kritis dalam

perkembangan kepribadian karena merupakan periode di mana dasar-

dasar untuk kepribadian dewasa pada masa ini diletakkan.

Setelah itu berlanjut dengan masa kanak-kanak. Awal masa kanak-

kanak berlangsung dari dua sampai enam tahun. Masa ini dikatakan

usia pra kelompok karena pada masa ini anak-anak mempelajari

dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan

sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri

pada waktu masuk kelas 1 SD.

Kemudian akhir masa kanak-kanak atau masa anak sekolah

berlangsung dari umur 6 tahun sampai umur 12 tahun. Selanjutnya

Kohnstam menamakan masa kanak-kanak akhir atau masa anak sekolah

ini dengan masa intelektual, dimana anak-anak telah siap untuk

mendapatkan pendidikan di sekolah dan perkembangannya berpusat

pada aspek intelek. Adapun Erikson menekankan masa ini sebagai

masa timbulnya “sense of accomplishment” di mana anak-anak pada

masa ini merasa siap untuk enerima tuntutan yang dapat timbul

dari orang lain dan melaksanakan/menyelesaikan tuntutan itu.

Kondisi inilah kiranya yang menjadikan anak-anak masa ini

memasuki masa keserasian untuk bersekolah.

2. Psikologi Puber dan Addolesensi (psikologi pemuda)

Masa Puber merupakan periode yang tumpang tindih Karena mencakup

tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa

remaja. Yaitu umur 11,0 atau 12,0 sampai umur 15,0 atau 16,0.

Kriteria yang sering digunakan untuk menentukan permulaan masa

puber adalah haid yang pertama kali pada anak perempuan dan basah

malam pada anak laki-laki. Ada empat perubahan tubuh yang utama

pada masa puber, yaitu:

• Perubahan besarnya tubuh.

• Perubahan proporsi tubuh.

• Pertumbuhan ciri-ciri seks primer.

• Perubahan pada ciri-ciri seks sekunder.

3. Psikologi Orang Dewasa

Masa dewasa adalah periode yang paling penting dalam masa

khidupan, masa ini dibagi dalam 3 periode yaitu: Masa dewasa awal

dari umur 21,0 sampai umur 40,0. Masa dewasa pertengahan, dari

umur 40,0 sampai umur 60,0. dan masa akhir atau usia lanjut, dari

umur 60,0 sampai mati.

Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa

reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan

ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen

dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas san

penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kemudian dilanjutkan

dengan masa dewasa madya. Masa dewasa madya ini berlangsung dari

umur empat puluh sampai umur enam puluh tahun. Ciri-ciri yang

menyangkut pribadi dan sosial pada masa ini antara lain:

• Masa dewasa madya merupakan periode yang ditakuti

dilihat darin seluruh kehidupan manusia.

• Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria

dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa

dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-

ciri jasmani dan prilaku yang baru.

• Masa dewasa madya adalah masa berprestasi. Menurut

Erikson, selama usia madya ini orang akan menjadi lebih sukses

atau sebaliknya mereka berhenti (stagnasi).

• Pada masa dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih

besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang

minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan

pribadi dan sosial.

4. Psikologi Orang Tua.

Usia lanjut atau usia tua adalah periode penutup dalam rentang

hidup seseorang. Masa ini dimulai dri umur enam puluh tahun

sampai mati, yang di tandai dengan adanya perubahan yang bersifat

fisik dan psikologis yang semakin menurun.[8]

Faedah praktis mempelajari psikologi perkembangan yang dapat

dikemukakan disini antara lain:

a. Untuk memahami garis besar, pola umum perkembangan, dan

pertumbuhan anak pada tiap-tiap fasenya.

b. Dapat memunculkan sikap senang bergaul dengan orang lain

terutama anak-anak, remaja, dengan penuh perhatian kepada mereka

baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

c. Dapat mengarahkan seseorang untuk berbuat dan

berperilaku yang selaras tingkat perkembangan orang lain.

d. Khususnya bagi pendidik dapat memahami dan memberikan

bimbingan kepada anak didiknya, sehingga proses pendidikan akan

berjalan dengan sukses dalam mencapai tujuannya. [9]

D. Tujuan Psikologi Perkembangan

1. Memberikan, mengukur dan menerangkan perubahan dalam

tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan

tingkat umur dan yang mempunyai ciri-ciri universal, dalam arti

yang berlaku bagi anak-anak di mana saja dan dalam lingkungan

sosial-budaya mana saja.

2. Mempelajari perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi

pada tahapan atau masa perkembangan tertentu.

3. Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu

yang menimbulkan reaksi yang berbeda.

4. Mempelajari penyimpangan dari tingkah laku yang dialami

seseorang, sepeti kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam

fungsionalitas inteleknya, dan lain-lain

6. Psikologi Sekolah Dan Pendidikan

Sekolah dasar dan menengah menyediakan kesempatan luas untuk

para ahli psikologi ,karena awal timbulnya masalah emosi yang

serius sering dimulai pada tahun-tahun pertama sekolah sehingga

banyak sekolah dasar menempatkan ahli psikologi yang mempunyai

dasar pendidikan gabungan psikologi perkembangan anak ,psikologi

pendidikan ,dan psikologi klinis .ahli psikologi sekolah ini

berhubungan dengan dengan setiap anak untuk mengevaluasi kegiatan

belajar dan masalah emosi ,memberikan dan menafsirkan hasil tes

intelegensi,tes hasil belajar ,dan tes kepribadian yang merupakan

sebagian dari tugas mereka .dengan berkonsultasi dengan para

orang tua dan guru, mereka merencanakan cara memberikan batuan

pada anak itu ,baik dalam kelas maupun di rumah .mereka juga

merupakan sumber berharga bagi para guru ,untuk memberikan

berbagai saran guna menangani masalah dalam kelas.

Ahli psikologi pendidikan merupakan ahli dalam bidang proses

belajar mengajar.mereka dapat bekerja di sekolah umum tetapi

lebih sering di tempatkan di fakultas pendidikan ,di mana merka

dapat mengadakan penelitian mengenai metode pengajaran dan

membantu membimbing para guru dan ahli psikologi sekolah .

Peran psikolog di sekolah dapat dijabarkan :

a. Ahli psikologi sekolah (school psychologist )

b. Ahli psikologi masyarakat (community psychologist )

c. Guru bidang studi psikologi pendidikan

Berbagai faktor menentukan kerumitan dan luasnya peran psikolog

sekolah :

a. Tingkat pelayanan .

b. Macam kegiatan profesional.

c. Macam klien langsung yang dihadapi .

d. Tingkat perkembangan murid .

e. Kekhususan masyarakat atau sekolah

7. Psikologi Klinis

Psikologis klinis menurut Witemer tahun 1912 adalah metode yang

digunakan untuk mengubah atau mengembangkan jiwa seseorang

berdasarkan hasil observasi dan eksperimen dengan menggunakan

teknik pedagogis. Ada beberapa ciri yang terdapat dalam

psikologis klinis :

1. Memiliki orientasi ilmiah-profesional yaitu adanya ciri berupa

penggunaan metode ilmu dan kaidah psikologi, dalam pemberian

bantuan terhadap indiovidu yang menderita kecemasan. Psikologi

melalui intervensi dan evaluasi psikologis.

2. Menampilkan kompetensi psikologi, karena psikologi klinis

terlatih dalam menggunakan petunjuk dan pengetahuan psikologi

dalam kerja professional.

3. Menampilkan kompetensi klinisi karena berusaha mengerti orang

lain

4. Ilmiah, karena menggunakan metode ilmiah untuk mencapai

presisi dan objektivitas dalam cara kerja profesionalnya dengan

tetap melakukan validasi untuk setiap individu yang ditangani

5. Profesional, karena lebih menyumbangkan pelayanan kemanusiaan

yang penting bagi individual, kelompok social dan komunitas untuk

memecahkan masalah.

 

B. Orientasi Psikologi Klinis

Terdapat hubungan yang jelas dan dekat antara psikologi klinis

dan psikologi abnormal dan kemudian tentu saja psikiatri. Untuk

tujuan orientasi teoritis studi klinis mengenai kepribadian

terdapat aspek kepribadian yang perlu dipahami :

1. Motivasi Adalah kebutuhan psikologi yang telah memiliki corak

atau arah yang ada dalam diri individu yang harus dipenuhi agar

kehidupan kejiwaannya terpelihara yaitu senantiasa dalam keadaan

seimbang. Pada awalnya kebutuhan itu hanya berupa kekuatan dasar

saja. Namun selanjutnya berubah menjadi suatu vector yang disebut

motivasi karena memiliki kekuatan dan arah.

2. Kapasitas Kapasitas adalah karakteristik individu yang

adjustic, termasuk dalam hal adalah kapasitas intelektual untuk

mencapai tujuannya sendiri dan untuk tuntutan yang dikehendaki

lingkungan. Pentingnya pemahaman mengenai kapasitas ini bagi

psikologi klinis adalah untuk memperkirakan dalam bidang apa saja

dan seberapa kuat individu memiliki sumber stress, baik dalam

keadaan frustasi, konflik maupun tertekan.

3. Pengendalian Yang dimaksud dengan pengendalian adalah proses

yang dilakuakan individu saat menggunakan kapasitasnya dan

mengekang motivasi impulsive ke dalam saluran yang berguna bagi

penyesuian dirinya, yang secara social diterima.

Perkembangan kemampuan mengendalikan diri terjadi sejak masa

bayi. Tepatnya saat bayi mulai belajar menghadapi frustasi. Ada

lima wujud pengendalian yaitu pengendalian berlebih (represi),

lemah (under control), tentantif (cemas), terganggu disebut juga

sebagai pengendalian yang inadequate dan pengendalian ideal

(pengendalian yang melahirkan penyesuaian yang tepat).

Peranan Psikologi Klinis

Tugas professional seorang psikolog klinis adalah

mengimplementasikan prinsip dasar psikologis klinis sebagai ilmu

terapan. Berkaitan dengan tugas ini, ada beberapa peranan yang

dimiliki psikolog klinis sebagai berikut :

 1. Terapan Istilah khusus untuk psikologi adalah psikoterapi.

Pada umunya terapi menampilkan empat gambaran kegiatan yaitu :

Membantu hubungan murni yang bersifat memelihara hubungan antara

terapis dan pasien.

a. membantu klien melakukan eksplorasi (pengalihan diri)

b. terapis dank lien bekerjasama memecahkan masalah

c. terapis membangun sikap dan mengerjakan ketrampilan atau cara

kepada pasien untuk menggulangi stress.

2. Assesment Assessment adalah propses yang digunakan psikolog

klinis untuk mengamati dan mengevaluasi masalah social dan

psikologis pasien, baik menyangkut keterbatasan maupun

kelebihannya.

3. Mengajar Mengajar adalah memberikan informasi dan pelatihan

mengenai topic-topik yang termasuk ruang lingkup pengetahuan yang

melandasi profesinya, seperti psikologi klinis, psikologi

abnormal, dll.

4. Konsultasi Termasuk memberikan bimbingan bagi perseorangan,

kelompok atau badan system dan organisasi untuk mengembangkan

kualitas diri. Disebut konsultasi karena tujuan psikolog klinis

dalam hal ini membantu pasien melalui pekerjaan atau permasalahan

mereka.

a. Administrasi Dilaksanakannya oleh psikolog klinis sesuai

dengan jabatannya dalam posisi manajerial seperti di RS, klinik,

dll.

b. Penelitian Dikerjakan oleh psikologi klinis dalam berbagai

macam bentuk riset investigasi, mengkaji keefektifan berbagai

pendekatan terapi atau konsultasi, penyebab dan akibat dari

disfungsi psikologis.

C. Psikologi Kesehatan

Seperti yang kita lihat pada pembahasan diatas, renovasi-renovasi

di dalam pendekatan-pendekatan memiliki reaksi yang keras

terhadap disiplin psikologi sendiri. Karena adanya minat terhadap

bidang baru ini, suatu disiplin ilmu baru muncul. Definisi

psikologi kesehatan mencakup definisi sebagai berikut :

 

1. Psikologi kesehatan menyangkut bagian khusus dari bidang

ilmiah psikologi yang memfokuskan pada studi perilaku yang

memiliki kaitan dengan kesehatan dan penerapan dari kesehatan

ini.

2. Penekanan pada peran perilaku yang normal di dalam

mempromosikan kesehatan (promosi kesehatan dan pencegahan dasar)

pada level mikro, meso dan makro dan menyembuhkan penyimpangan

kesehatan.

3. Banyak bidang psikologi yang berbeda dapat memberikan

sumbangan kepada bidang psikologi kesehatan.

D. Pola Perilaku

Penelitian-penelitian yang terbaru banyak dilakukan untuk

meneliti factor-faktor kepribadian dan atau pola-pola perilaku

sebagai factor resiko untuk penyakit jantung koroner dan penyakit

kardiovaskuler.

 

1. Perilaku tipe A Tipe A pertama kali digambarkan secara jelas

dan diukur oleh Friedman dan Rosenman di tahun 1959. aslinya hal

ini digambarkan sebagai gaya perilaku dan emosi. Sekarang

beberapa penulis memandang tipe A sebagai cirri sifat kepribadian

yang pasti, sementara yang lain menggambarkan hal ini sebagai

pola penggiatan perilaku yang kuat dan terus menerus yang

biasanya merupakan dimulai dari diri sendiri. Tipe A meliputi

disposisi perilaku, perilaku dan rsepon emosional yang khusus.

Kebanyakan para penulis setuju dengan adanya tiga ciri-ciri utama

tipe A :

a. Orientasi persaingan prestasi, ambisius, kritis terhadap diri

sendiri.

b. Urgensi waktu, berjuang melawan waktu, tidak sabaran,

melakukan pekerjaan berbeda-beda dalam waktu yang sama.

c. Permusuhan, mudah marah, kadang-kadang agresif. Khususnya

selama 20 tahun pertama dan publikasi dan riset, nampaknya tipe A

mempunyai hubungan kuat dengan CHD. Laki-laki tipe A mempunyai

resiko

2 kali lipat untuk mengalami CHD. Sebagai tambahan, orang-orang

tipe A memiliki gaya coping terhadap stress yang berbeda dan

lebih cenderung untuk menggunakan control terhadap lingkungan

mereka. Bagaimanapun sejak tahun 1980-an hasil-hasil riset

menjadi lebih membingungkan dan banyak peneliti tidak menemukan

hubungan yang signifikan antara perilaku tipe A dan penyakit

jantung koroner sama sekali. Walaupun besarnya kesulitan-

kesulitan dalam pengukuran perilaku tipe A, malahan definisi

operasional perlu diperkuat dan penelitian epidemiologis masa

depan harus mengusahakan secara prospektif memvalidasi komponen-

komponen tipe A melawan perkembangan CHD. Tipe A juga telah

diteliti pada anak-anak dan remaja. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa anak-anak tipe A lebih reaktif terhadap stress

daripada anak-anak yang non tipe A. Pada umunya, anak-anak pria

lebih memiliki kemungkinan meniru perilaku tipe A dan orang tua

mereka daripada anak-anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa

tipe A berkembang sebagai interaksi antara keturunan dan gaya

pengasuhan. Selanjutnya Nay & Wagner mengetahui bahwa anak-anak

tipe A memiliki harga diri lebih rendah, lebih eksternal locus of

controlnya dan tingkat kecemasan lebih tinggi daripada teman-

teman yang bukan tipe A. Mekanisme coping terhadap stress dan

tipe kognisi juga mungkin berbeda antara subjek tipe A dan tipe

B.

3. Kepribadian ketabahan Hardiness Tipe kepribadian atau pola

perilaku lain yang sering dibicarakan akhir-akhir ini adalah

ketabahan (hardiness atau hardy personality) sebuah gagasan

konsep dari kobasa. Konseptualisasinya tentang hardiness sebagai

tipe kepribadian yang penting sekali pada perlawanan terhadap

stress, didapat dari teori eksistensial kepribadian. Dia mulai

dengan adanya perbedaan-perbedaan interpersonal dalam control

pribadi dan mengkombinasikan variable ini dengan yang lain, agar

dapat dihasilkan tipe kepribadian yang lebih komprehensif.

Hardiness memasukkan tiga sifat dasar :

a. Kontrol pribadi

b. Komitmen; tingkat keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa,

aktivitas-aktivitas dan orang-orang.

c. Tantangan; kecenderungan memandang adanya perubahan sebagai

suatu kesempatan untuk tumbuh dan bukan suatu ancaman

keselamatan.

 

Hardiness dianggap menjaga seseorang tetap sehat walaupun

mengalami kejadian-kejadian hidup yang penuh stress. Meskipun

Kobasa sendiri dan ahli lain menekankan bukti penelitian yang

kuat yang mendukung keadaan dan relevansi hardiness, ada juga

banyak kritik. Kritikan yang diberikan pada kepribadian tipe A

berlaku pul untuk tipe hardiness; operasionalisasi komponen

tersebut nampak sulit, tidak semua dari komponen membantu

prediksi hasil kesehatan (misalnya tantangan) dan masalah utama

tentang perannya penengah dalam kondisi dan perilaku kesehatan

seseorang tidak terjawab dengan tuntas.

3. Lain-lain Optimisme dan perasaan pertalian akhir-akhir ini

telah untuk melihat kemampuannya dalam ramalan penyembuhan

pembedaan. Keduanya ditemukan sangat mampu meramalkan perbaikan

dalam aspek-aspek positif dari penyembuhan setelah mengontrol

tingkat pre pembedahan. Perasaan pertalian ditemukan menjadi

predictor lebih penting dari pada optimisme dalam konteks ini.

Bagaimanapun kedua factor kepribadian ini tidak memprediksikan

perbaikan dalam penderitaan atau nyeri, dekat dengan factor

perasaan pertalian adalah konsep integrity. Sampai sekarang tipe

kepribadian yang lain belum dapat dijelaskan dengan gambling

seperti halnya tipe A dan tipe ketabahan. Jelaskan, ditemukan

banyak overlap antara konsep tersebut dan metode ukuran kurang

konsisten. Disamping itu, masih ada kebutuhan untuk penelitian

prospektif yang menyelidiki kualitas interaktif dari factor

kepribadian tersebut, dengan variable kepribadian lainnya dan

variable lingkungan. Kami akan memberi satu contoh yang

menggambarkan kompleksitas factor-faktor kepribadian tersebut.

Telah dinyatakan bahwa aspek-aspek hardiness meliputi aspek

optimisme. Dalam gilirannya, optimisme telah diteliti dari

perspektif atribusi; beberapa pengarang menyatakan bahwa

optimisme dikaitkan dengan gaya atribusi seseorang. Atribusi-

atribusi pada gilirannya, dikaitkan dengan keinginan untuk

mengontrol lingkungan. Dan ini sebenarnya merupakan satu dari

konsep dasar hardiness. Jadi, melangkah dari satu gaya

kepribadian ke gaya kepribadian lain, kita tinggal dalam

lingkaran setan. Jelaslah masih perlu banyak penelitian untuk

menjelaskan hubungan antara tipe-tipe kepribadian dengan hasil

kesehatan.

F. Terminologi Kesehatan

Kesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan

namun sukar dijelaskan artinya. Factor yang berbeda menyebabkan

sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit.

Meskipun begitu, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa definisi

kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis,

personal dan sosiokultural. Secara harfiah, konsep ini adalah

suatu idealisasi yang tidak menganggap bahwa tidak tercapainya

kesejahteraan yang sementara merupakan kekuatan yang mendorong

perilaku manusia dalam kehidupan yang normal. Konsep ini kurang

memandang kesehatan sebagai suatu proses dan tidak memiliki

kesamaan dengan komponen khusus kesehatan. Meskipun demikian,

dengan merubah focus terhadap aspek positif kesehatan dan

memperluas lingkup dimensionalnya, definisi WHO memberikan

pengaruh yang besar. Sebagai contohnya, hal ini mendorong yang

lain untuk menjelaskan definisi tersebut.

G. Penyakit – Kesakitan

Penyakit (disease) dan kesakitan (illness), meskipun sangat

berkaitan satu dengan yang lainnya, namun mencerminkan suatu

perbedaan yang fundamental dan konsepsional tentang periode

sakit. Jadi penyakit adalah sesuatu yang dimiliki suatu organ,

sedang “illness” adalah sesuatu yang dimiliki seseorang.

Kesakitan adalah respon subyektif dari pasien serta rsepon di

sekitarnya, terhadap keadaan tidak sehat. Tidak hanya memasukkan

pengalaman tidak sehatnya saja, tapi juga arti pengalaman

tersebut bagi dia. Justru arti inilah menentukan bahwa penyakit

atau gejala yang sama, bisa ditafsirkan secara sangat berbeda

oleh dua pasien yang berasal dari budaya yang berbeda. Hal ini

juga akan mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya serta jenis

perawatan yang dicari.

H. Perilaku Kesehatan

Definisi tersebut tidak hanya meliputi tindakan yang dapat secara

langsung diamati dan jelas tetapi juga kejadian mental dan

keadaan perasaan yang diteliti dan diukur secara tidak langsung.

Sebagai tambahan, definisi komprehensif Gochman merangkum

beberapa definisi dan atau klasifikasi perilaku kesehatan yang

lain. Di Indonesia istilah “perilaku kesehatan” sudah lama

dikenal dalam 15 tahun akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang

perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang

dengan pesatnya. Khususnya, di bidang antropogi medis dan

kesehatan masyarakat. Haruslah dicatat bahwa istilah perilaku

kesehatan dapat menimbulkan beberapa kesimpangsiuran. Istilah ini

dapat memberikan pengertian bahwa kami hanya berbicara mengenai

perilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitannya dengan

kesehatan. Kenyataannya banyak sekali perilaku yang dapat

mempengaruhi kesehatan, bahkan seandainya seseorang tidak

mengetahuinya atau melakukannya dengan alas an yang sama sekali

berbeda. Sebagai contoh, seseorang mungkin melakukan olahraga

hanya untuk mengadakan hubungan social, bukan untuk menjaga

kesehatan. Atau gosok gigi karena kebiasaan bukan karena alasan

kesehatan.

I. Status Kesehatan

Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu.

Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku

kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang

terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau

perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan

8. Psikometri

Psikometrik adalah bidang yang berkaitan dengan teori dan teknik

dalam pengukuran pendidikan dan psikologis, mencakup

pengukuran pengetahuan, kemampuan, sikap, dan sifat kepribadian.

Bidang ini terutama mempelajari perbedaan antar individu dan

antar kelompok.

Penelitiannya terutama pada:

Pembuatan alat dan prosedur pengukuran, danPengembangan dan

penyempurnaan pendekatan teoretis terhadap pengukuran.

Ruang lingkup Pengukuran Psikometri”

A. Pengertian psikometri dan ruang lingkupnya

Psikometri adalah ilmu tentang teori pengukuran psikologis. Ruang

lingkup psikometri adalah masalah pengembangan teori dan model

tes serta pengembangan dasar-dasar evaluasi terhadap kualitas

tes.

Pada tahap apilaksinya, teori psikometri memberikan landasan

fundamental dalam perancangan dan pengembangan tes psikologis

sehingga metode-metode konstruksi tes berkembang maju dan dapat

menghasilkan berbagai bentuk tespsikologi yang valid dan

reliabel. Evaluasi terhadap fungsi tes dapat dilakukan dengan

cara yang lebih seksama dan efisien sejalan dengan perkembangan

zaman teori psikometri itu sendiri.

B. Pengukuran, Evaluasi, dan Tes

1. Pengukuran

Ilmu pengukuran (meansurement) merupakan cabang dari ilmu

statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar

pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes

yang berfungsi secara optimal, valid dan reliabel. Dasar-dasar

pengembangan tes tersebut dibangun di atas model-model matematik

yang secara berkesinambungan terus diuji kelayaknnya oleh ilmu

psikometri.

Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi)

terhadap atribut atau varabel sepanjang suatu kontinum. Secara

garis besar kontinum dibagi menjadi dua bagian, yaitu kontinum

fisik dan kontinum psikologis. Kontinum fisik adalah suatu

kontinum pengukuran yang menggunakan skala fisik. Pengukuran yang

menggunakan skala fisik akan menghasilkan kontinum-kontinum

seperti: kontinum berat, kontinum kecepatan, dan kontinum tinggi

dan lain sebagainya. Sedangkan kontinum psikologis adalah

kontinum pengukuran yang menggunakan skala psikologis.

Secara operasional, pengukuran merupakan suatu prosedur

perbandingan antara atribut yang hendak diukur dengan alat

ukurnya. Karakteristik pengukuran adalah:

a. Merupakan perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat

ukurnya.

b. Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif

c. Hasilnya bersifat deskriptif.

2. Evaluasi

karakteristik evaluasi adalah:

1. Merupakan pembandingan antara hasil ukur dengan suatu norma

atau suatu kriteria

2. Hasilnya bersifat kualitatif

3. Hasilnya dinyatakan secara evaluatif.

3. Tes

Dari berbagai macam batasan mengenai tes dapatlah ditarik

beberapa kesimpulan pengertian, antara lain:

1. Tes adalah prosedur yang sistematik. Maksudnya (a) item-item

dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu; (b) prosedur

administrasi tes dan pemberian angka (scoring) terhadap hasilnya

harus jelas dan dipesifikasikan secara terperinci; dan (c) setiap

orang yang mengambil tes itu harus mendapat aitem-aitem yang sama

dalam kondisi yang sebanding.

2. Tes berisi sampel perilaku. Artinya (a) betapapun panjangnya

suatu tes, aitem yang ada di dalamnya tidak akan dapat mencakup

seluruh isi materi yang mungkin ditanyakan, dan (b) kelayakan

suatu tes tergantung pada sejauh mana aitem-aitem dalam tes itu

mewakili secara representatif kawasan (domain) perilaku yang

diukur.

3. Tes mengukur perilaku. Artinya aitem-aitem dalam tes

menghendaki agar subjek menunjukkan apa yang diketahui atau apa

yang telah dipelajari subjek dengan cara menjawab pertanyaan-

pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas yang dihendaki oleh tes.

Sedangkan beberapa hal yang tidak tercakup dalam pengertian tes

adalah:

1. Definisi tes tidak memberikan spesifikasi mengenai formatnya.

Artinya tes dapat disusun dalam berbagai bentuk dan tipe sesuai

dengan maksud dan tujuan penyusun tes.

2. Definisi tes tidak membatasi macam materi yang dapat

dicakupnya. Artinya tes dirancang untuk melakukan pengukuran

terhadap hasil belajar, terhadap kemampuan atau abilitas,

terhadap kemampuan khusus atau bakat, intelegensi dan sebagainya.

3. Subjek yang dikenai tes tidak selalu perlu dan tidak selalu

pula harus tahu kalu ia sedang dikenai tes. Lebih lanjut, subjek

tidak selalu perlu tahu aspek psikologis apakah yang sedang

diungkap dari dalam dirinya.

C. Fungsi Pengukuran Psikologis

1. Prediksi

Hasil pengukuran psikologis dapat membantu dalam memprediksikan

keberhasilan atau ke tingkat keberhasilan tertentu, pekerjaan,

jabatan atau karir tertentu, ataupun dalam suatu bidang usaha

yang lainya. Dalam kategori ini tes psikologis acapkali digunakan

dalam rangka pemilihan (seleksi) atau menjaring orang-orang

tertentu untuk ditempatkan dalam suatu pekerjaan atau jabatan

tertentu.

Konselor profesional yang terlibat dalam layanan testing

berkewajiban memberikan informasi tentang prediksi hasil tes

kepada para anak didiknya dan menjelaskan kepadanya fungsi dan

peranan dari tes yang telah dijalaninya. Dari beberapa informasi

yang diberikan tersebut, konselor berkewajiban pula untuk

membantu mendapatkan yang lebih jelas kepada anak didiknya

tentang hasil-hasil pengukuran psikologis tersebut dan dapat

mengambil keputusan yang bermakna dan layak serta sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

2. Diagnosi

Hasil pengukiuran psikologis dapat dimanfaatkan dalam diagnosis.

Fungsi diagnosis yang dimaksud di sini adalah perumusan masalah

yang dihadapi oleh seseorang atau klien dan perkiraan

penyebabnya. Klien dapat dibantu untuk memahami dengan baik

pengetahuan dan keterampilan tertentu yang dimilikinya sehingga

klian memiliki wawasan yang lebih luas dalam bidang-bidang

tertentu yang memungkinkan dapat diraihnya dengan cepat dan

tepat. Kemudian klien dapat mengambil suatu keputusan bidang-

bidang mana yang memerlukan perhatian atau konsentrasi yang

sungguh-sungguh.

Penggunaan testing dalam diagnosis dapat memberikan informasi

tentang bberbagai pekerjaan atau jabatan kepada seseorang. Hal-

hal lainnya yang dikaitkan dengan aspek-aspek testing pada

diagnosis adalah tes yang dapat memberikan informasi yang mungkin

belum dikenal sebelumnya.

Dalam beberapa hal, inventori minat mungkin dapat

mengidentifikasi bidang minat yang belum dikenal sebelumnya, dan

dengan demikian melibatkan klien dalam eksplorasi secara lebih

mendalam pengenalan terhadap minat-minatnya.

3. Monitoring

Tes psikologis dapat berfungsi sebagai alat pemantau. Misalnya,

para konselor dan staf sekolah lainnya dapat mengamati dan

memantau sejauh mana kemajuan yang telah dicapai siswa, sehingga

mereka dapat secara langsung mengambil manfaat dari hasil

pengukuran psikologis.

Tes prestasi (achievment tes) misalnya, dapat memberikan manfaat

karena kemajuan dalam bidang akademis akan dipantau sepanjang

waktu tertentu atau setiap saat dan acap kali tidak dapat diduga-

duga terjadinya perubahan yang dapat dicek kembali oleh konselor.

Pengukuran psikologis lainnya dapat diberikan dengan cara yang

sama untuk membantu konselor dan klien sebagai suatu upaya untuk

meningkatkan beberapa macam perubahan dalam perilaku, sikap, dan

keterampilan-keterampilan klien.

Selain fungsi-fungsi tersebut di atas, juga terdapat fungsi-

fungsi lain, di antaranya:

1. Fungsi seleksi, yaitu untuk memutuskan individu-individu yang

akan dipilih, misalnya tes masuk suatu lembaga pendidikan atau

tes seleksi suatu jenis jabatan tertentu. Berdasarkan hasil-hasil

tes psikologis yang dilakukan, pimpinan lembaga dapat memutuskan

calon-calon pelamar yang dapat diterima dan menolak calon-calon

yang lainya.

2. Fungsi klasifikasi, yaitu mengelompokkan individu-individu

dalam kelompok sejenis, misalnya mengelompokkan siswa yang

mempunyai masalah yang sejenis, sehingga dapat diberikan bantuan

yang sesuai dengan masalahnya. Atau mengelompokkan siswa ke dalam

program khusus tertentu.

3. Fungsi deskripsi, yaitu hasil tes psikologis yang telah

dilakukan tanpa klasifikasi tertentu, misalnya melaporkan profil

seseorang yang telah di tes dengan tes inventori.

4. Mengevaluasi suatu treatment, yaitu untuk mengetahui suatu

tindakan yang telah dilakukan terhadap seseorang atau sekelompok

individu, apakah telah dicapai atau belum. Atau seberapa hasil

yang ditimbulkan oleh suatu tindakan tertentu terhadap seseorang

atau sekelompok orang. Misalnya seorang siswa yang mengalami

kesulitan belajar diberikan remedial. Setelah remedial tersebut

lalu diadakan tes untuk mengetahui apakah remedial yang diberikan

berhasil atau belum.

5. Menguji suatu hipotesis, yaitu untuk mengetahui apakah

hipotesis yang dikemukakan itu betul atau salah. Misalnya seorang

peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut: makin terang

lampu yang digunakan untuk belajar makin baik prestasi belajar

yang akan dicapai. Untuk menguji betul tidaknya hipotesis yang

dikemukakan itu dapat dilakukan suatu eksperimen.

Dari berbagai keterangan di atas, dapat diketahui bahwa fungsi

tes psikologis di samping untuk klasifikasi, deskripsi, evaluasi,

menguji hipotesis, juga berfungsi untuk seleksi. Semua fungsi-

fungsi dipergunakan sebagai kerangka acuan dalam pengambilan

keputusan karir.

D. Tujuan pengukuran psikologis

Tujuan pengukuran psikologis adalah:

1. Agar klien mampu mengenal aspek-aspek dirinya (kemampuan,

potensi, bakat, minat, kepribadian, sikap dan sebagainya).

2. Dengan mengenal aspek-aspek dirinya diharapkan klian dapat

menerima keadaan dirinya secara lebih objektif.

3. Membantu klien untuk mampu mengemukakan berbagai aspek dalam

dirinya.

4. Membantu klien untuk dapat mengelola informasi tentang dirinya

5. Membantu klien agar dapat menggunkan informasi tentang dirinya

sebagai dasar perencanaan dan pembuatan keputusan masa depan.

E. Sifat-sifat pengukuran psikologis

Apabila dibandingkan dengan tipe-tipe atau jenis-jenis pengukuran

yang lainnya, pengukuran psikologis memiliki sifat-sifat yang

berbeda. Adapun sifat-sifat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran psikologis dilakukan secara tyidak langsung

berdasarkan perilaku yang tampak, atau berdasarkan atas respon

terhadap stimulus yang diberikan.

2. Pengukuran psikologis tidak pernah menunjukkan ketepatan

seratus persen (100%). Bagaimapun valid, reliabel, atau baiknya

alat yang digunakan, dan bagaimanapun cermatnya

pengadministrasian yang dilakukan, pengukuran itu selalu

mengandung eror kesesatan tertentu.

3. Pengukuran psikologis tidak mempunyai satuan mutlak.

Seseoranmg yang mendapatkan angka nol tidaklah berarti kosong

sama sekali.

4. Hasil pengukuran psikologis tidak mempunyai skala rasio. Kita

hanya dapat mengatakan bahwa si A lebih pandai dari si B. Tetapi

tidak dapat mengatakan bahwa si A satu setengah kali lebih pandai

dari si B.

9. Psikologi Kepribadian

Defenisi Kepribadian

Kepribadian berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu prsopon

atau persona ang berarti ‘topeng’. Topeng tu mewakili ciri

karakter tertentu seerti halnya dalam drama. Konsep awal dari

personaliti adalah tingkah laku yang ditunjukkan kepada

lingkungan sosial dan kesan mengenai diri yang diingkan agar

dapat ditangkap oleh orang lain ( Schultz & Schultz, 2005)

Beberapa definisi kepribadian menurut beberapa ahli:

Gordon Allport berpendapat bahwa kepribadian adlah sesuatu

yang nyata dalam seseorang individu yang mengarah pada

karakteristik perilaku.

Carl Rogers berpendapat bahwa kepribadian atau “diri”

adalah sesuatu yang terorganisasi berisikan pola persepsi

tentang “aku” (self) atau “aku” yang menjadi pusat

pengalaman individu.

B. F Skinner ia berpendapat lain, menurutnya istilah

“kepribadian” tidak diperlukan. Ia tidak percaya bahwa

konsep seperti diri atau kepribadian diperlukan untuk

memahami perilaku manusia.

Mnurut Sigmund Freud kepribadian sebagian besar terdiri

dari ketidak sadaran, tersembunyi, dantidak diketahui.

Hal yang harus diperhatikan dalam menjelaskan kepribadian:

Mengenai deskripsi kepribadian yang harus mmpertimbngkan

ciri-ciri seseorang

Bagaimana kita dapat memahami dinamika kepribadian, cara

seseorang. menyesuaikan diri dengan situasi kehidupan, dan

pengaruh budaya trhadap proses pemikiran.

Perkembangan kepribadian.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian

1. Faktor Genetik atau Hereditas

Sifat atau demeni kepribadian merupakan faktor yang

diturunkan. Beberapa teori kepribadian yang menjelaskan

factor hereditas:

Dimensi kepribadian dari Eysenck mengenai psikotisme,

neurotikisme, dan ekstraversi (yang awalnya

dikembangkan oleh Jung).

Lima factor model kepribadian dari Costa dan McCrea,

yaitu: neurotikisme, extraversi, keterbukaan terhadap

pengalaman, kepersetujuan, dan kehati-hatian.

Tiga temperamen dari Buss dan Plomin, yaitu:

emosionalitas, aktivitas, dan sosialitas.

Berapa pun jumlah sifat yang ada, pendektan genetic

berpendapat bahwa kepribadian spenuhnya ditentukan oleh

bawaan.

2. Faktor Lingkungan

Alfred Adler berpandangan bahwa perbedaan lingkungan

rumah akan memberikan pengaruh kepada perbedaan

kepribadian.

Karen Horney percaya bahwa kebudayaa danperiode waktu

tertentu memberikan pengaruh terhadap kepribadian.

Horney pun menyoroti perbedaan lingkungan social

diantara laki-laki dan perempuan.

Erich Fromm percaya bahwa pngaruh kekuatan dan

kejadian dalam sejarah memberi pengaruh yang lebih

luas dalam membentuk kepribadian sesorang.

Menurut Allport, mskipun factor genetic merupakan

dasar kepribadian, tetapi lingkungan social lah yang

memebentuk bahan dasar tersebut menjadi kepribadian.

Cattel berpendapat bahwa hreditas adalah factor

penting pembentuk kepribadian, tetapi factor

lingkungan yang pada akhirnya memberikan pengaruh

dalam perluasan kepribadian

Erik Erikson berpendapat bahwa delapan tahap

perkembangan bersumber dari pembawaan (innate), tetapi

lingkunganlah yang menentukan cara untuk tahapan yang

berbasis geneik dicapai.

Kejadian social dalam skala besar dapat membatasi

pilihn hidup dan berpengaruh terhadap pembentukan

identitas diri.

Perubahan hiup yang biasa juga akan berpengaruh

terhadap kepribadian.

Latar belakang etnis juga memberikan pengaruh kepada

kepribadian.

3. Factor Belajar

Factor ini memainkan peranan yang sangat penting dalam

setiap aspek perilaku. Semua kekuatan lingkungan dan

social yang membentuk kepribadian ditentukan oleh belajar.

Setiap fase dalam kepribadian yang diwariskan dpat

dimodifikasi, dikacaukan, dicegah, ditumbuh suburkan

melalui proses belajar.

4. Factor Pengasuhan

Orang tua yang tidak peduli atau suka menghukum akan

melumpuhkan kemunculan sift yang diwariskan. Anak-anak

yang dibesarkan oleh orang tua yang autoritatif lebih

kompeten dan matang dibandingkan dengan anak yang diasuh

oleh orang tua yang permisif, kasar, atau tidak peduli.

Kombinasi dari pengasuhan yang responsive dan tuntutan

scara konsisten akan berkaitan dengan penyesuaian diri,

prestasi sekolah, serta kematangan psikososial.

5. Factor Perkembangan

Pandangan ini mendasari porsi kecenderungan sifat yang

secara umum konstan.

6. Factor Kesadaran

Kita harus dapat mengantisipasi dan mengapresiasi

konsekuensi dai tindakan yang kita lihat dari orang lain.

Kita menggambarkan hasil dari penguatan untuk berprilaku

dengan cara yang sama yang dilakukan oleh model. Meskipun

mungkin kita tidak pernah memiliki pengalaman secara

personal, namun sejumlah kesepakatan menunjukan keberadaan

kesadaran.

7. Factor Ketidaksadaran

Ketidak sadaran adalah kekuatan besar yang mungkin lebih

besar daripada yang dipikirkan oleh Freud, meskipun

penggambaran modern mengenai proses pemikiran tidak

sadardan penggambarannya lebih rasional dibandingkan

dengan emosional.

Macam-macam Teori Psikologi Kepribadian

Psikoanalis Klasik ( Sigmud Freud 1856 – 1939)

Psikologi Analisis (Carl G. Jung 1875 – 1961)

Psikologi Individual (Alfred Adler 1870 – 1937)

Behaviorisme (B. F. Skinner 1904 – 1990)

10. Psikologi Forensik

Psikologi forensik adalah penelitian dan teori psikologi

yang berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif,

dan perilaku terhadap proses hukum. Karena adanya keterkaitan

antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta

bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang sidang. Aspek

penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk

mengetes dipengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam

bahasa legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada

personel legal sehingga dapat dimengerti.

Psikologi Forensik Menurut para Ahli

a) Suprapti dan Sumarmo Markam (2003)

psikologi forensik adalah interface dari psikologi dan hukum

dan merupakan aplikasi pengetahuan psikologi khususnya

psikologi klinis, pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa,

polisi, dll untuk penyelesaian masaah yang berhubungan

dengan keadaan sipil, kriminal, dan administrative (civil,

criminal, administrative justice)

b) APA (Heilbrun dalam Cronin, 2007)

psikologi forensik didefinisikan sebagai praktik profesional

dari psikolog dalam bidang psikologi klinis, psikologi

konseling, neuropsikologi, dan psikologi sekolah dimana

mereka berperan dan mempresentasikan diri secara rutin

sebagai ahli dalam aktifitas utama yang bertujuan untuk

memberikan keahllian psikologi profesional pada system

peradilan.

Peran Psikolog Forensik

Dalam praktik psikologi forensik dibutuhkan spesialisasi dalam

tiga bidang ilmu, yaitu:

1. Klinis (misalnya: dalam diagnosis, pengobatan, tes

psikologi, epidemiologi kesehatan mental)

2. Forensik (misalnya: gaya respon, etika forensik, alat dan

teknik untuk menilai gejala-gejala yang berhubungan dengan

hukum)

3. Hukum (misalnya: pengetahuan tentang hukum dan sistem hukum,

pengetahuan tentang di mana dan bagaimana untuk mendapatkan

informasi hukum yang relevan).

Psikolog forensik mengkaji masalah psikologis dan pertanyaan yang

timbul dalam proses hukum. Masalah hukum ini dapat dibagi menjadi

dua kategori utama, yaitu:

1. Sipil

berkaitan dengan litigasi sipil, misalnya gugatan pribadi

antara duapihak, kompensasi pekerja, komitmen sipil,

penentuan hak asuh anak.

2. Pidana/Kriminal

berkaitan dengan kriminalitas dan kenakalan,

misalnyakewarasan pada saat pelanggaran, kompetensi untuk

diadili, pelepasantuntutan remaja dalam pengadilan dewasa.

Psikolog forensik dapat bekerja di penjara, pusat rehabilitasi,

departemen kepolisian, gedung pengadilan, firma hukum, instansi

pemerintah atau praktik swasta. Berikut adalah contoh-contoh

pekerjaan yang dilakukan oleh seorang psikolog forensik:

1. Melakukan evaluasi terhadap kesehatan mental terdakwa

sehingga dapat menjelaskan motif dibalik kejahatannya atau

apakah terdakwa bersalah berdasarkan apa yang diketahui

tentang sejarah perilakunya, yang kemudian akan menentukan

pemvonisan.

2. Melakukan pengobatan terhadap terpidana yang terjerat dalam

penggunaan obatan terlarang dan kasus kecanduan.

3. Membantu anak-anak dalam dugaan kasus pelecehan untuk

memroses dan mengomunikasikan pengalaman mereka dengan jujur

dan akurat, hingga mempersiapkan mereka untuk bersaksi di

pengadilan.

4. Mempelajari perilaku kriminal, misalnya dengan mewawancara

atau melakukan tes psikologi pada pelaku kriminal, orang-

orang terdekatnya, dan juga korban-korbannya.

5. Mempelajari TKP dan mengevaluasi bukti tertinggal (atau

ketiadaan bukti) untuk mengembangkan profil penjahat

(criminal profiling) tertentu dan mempersempit daftar

tersangka.

6. Menjadi penasihat dalam menyeleksi dewan juri dalam

pengadilan beserta aparat kepolisian.

7. Menjadi saksi ahli (expert witness) dalam kasus pidana.

8. Menasihati legislator tentang kebijakan publik.

9. Melatih hakim dan pengacara mengenai kasus-kasus yang

berhubungan dengan psikologi forensik.

10. Bertindak sebagai konsultan pengadilan (trial

consultant)

11. Threat assessment, memprediksi orang yang berpotensi

melakukan tindakan kriminal.

Evaluasi merupakan tanggung jawab utama bagi psikolog forensik

yang berlatarbelakang psikologi klinis. Misalnya, neuropsikolog

memeriksa apakah ada kerusakan pada hemisfer kanan otak pelaku

kriminal, yang sangat berpengaruh pada judgement dan kontrol

impuls. Tujuannya adalah agar para neuropsikolog dapat bersaksi

sebagai expert witness berdasarkan hasil pemeriksaan mereka

(Dywan, Kaplan & Pirozzolo, 1991).

Penilaian atau evaluasi karakteristik non-neuropsikologis juga

merupakan tugas dari psikolog forensik. Sangatlah penting untuk

diketahui sampai tingkat apakah seorang pelaku kriminal dapat

digolongkan “psikopatik”, karena akan berdampak pada pemvonisan;

apakah terdakwa dinyatakan tidak kompeten untuk diadili atau

menerima keringanan hukuman karena kegilaan sementara.

11. Psikologi Rekayasa

Ahli psikologi rekayasa (sering dinamakan perekayasa faktor

manusia) mencoba memperbaiki hubungan antara orang dan mesin,

mereka membantu merancang mesin untuk meminimalkan kesalahan

manusia. Di dalam sistem komputer, rancangan person machine

interface. Titik dimana orang berinterkasi dengan mesin adalah

sangat penting.

Kinerja seseorang dalam mengerjakan tugasnya sangat ditentukan

oleh lingkungan fisiknya. Salah satunya adalah fasilitas kerja

yang digunakan. Tidak jarang sebagian karyawan merasa mudah lelah

dan memiliki resiko kecelakaan. Pada gilirannya kinerja karyawan

akan rendah. Untuk itu jenis pekerjaan dibuat sedemikian rupa

utamanya untuk memungkinkan perusahaan mencapai tujuan perusahaan

sekaligus tujuan karyawan. Bagaimana kaitannya dengan rekayasa

industri? Rekayasa industri merupakan upaya agar setiap

pelaksanaan pekerjaan itu menyenangkan karyawan dan tentunya

efektif dan efisien. Bentuknya bisa berupa rekayasa di bidang

manajemen produksi, manajemen teknologi, manajemen distribusi,

manajemen informasi, dan manajemen sumberdaya manusia. Perusahaan

akan merugi jika keterkaitan rekayasa industri untuk perbaikan

efisiensi dan penyederhanaan metode kerja menyebabkan

perkembangan unsur manusia terabaikan.

Semakin tingginya tuntutan pelanggan dan konsumen terhadap mutu

dan pelayanan produk pasar yang prima maka rekayasa industri

menjadi hal pokok. Namun perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam

rekayasa ini jangan sampai menimbulkan efek psikologis kerja

karyawan; misalnya terjadi efek kejiwaan yang negatif seperti

kelelahan fisik dan mental. Sebagai contoh, seharusnya

pengulangan tugas-tugas sederhana mengandung prinsip-prinsip

rekayasa industri yang wajar. Tetapi di sisi lain pengulangan

tugas tersebut tidak memberi manfaat psikologis bagi karyawan.

Jadi, rancangan pekerjaan harus mampu memenuhi kebutuhan manusia

dalam bentuk kepuasan kerja. Disinilah pentingnya pendekatan

hubungan rekayasa industri dengan rekayasa manusia.

Rekayasa manusia menitik beratkan pada bagaimana mengakomodasi

kemampuan manusia dan kelemahan para karyawan melaksanakan

pekerjaannya. Faktor-faktor lingkungan kerja, mesin,

perlengkapan, dan proses pekerjaan seharusnya diselaraskan dengan

karakteristik manusia. Atau bagaimana perlu dicari teknik untuk

menemukan alat atau mesin yang tepat yang bisa digunakan

karyawan. Dengan demikian karyawan dapat bekerja dengan aman atau

tidak merasa bising fisik dan bising psikologis. Seperti halnya

pada rekayasa faktor-faktor industri, misalnya ergonomik, dan

psikologis teknik, maka rekayasa manusia berupaya untuk

meminimumkan efek dari kekurangpedulian, pengabaian, dan

kekeliruan karyawan terhadap pekerjaan. Efek yang tidak baik ini

jika tidak diperhatikan dapat menyebabkan kerusakan produk dan

peralatan dan atau bahkan melukai dan mengancam jiwa karyawan.

Rekayasa manusia dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan

bahwa perlengkapan dan proses yang digunakan dalam melaksanakan

suatu pekerjaan merupakan suatu sistem. Sistem ini terdiri dari

atas beberapa sub-sistem yang berinterelasi satu sama lainnya.

Dengan kata lain ada proses kerjasama antarkaryawan secara

interaktif dan sinergik dalam mencapai tujuan perusahaan. Para

karyawan yang melaksanakan, melayani, atau memantau proses

produksi dan distribusi berada dalam sistem yang kompak. Oleh

karena itu, kita menyebutnya sebagai suatu sistem “manusia-

mesin”

Rancangan mesin harus memfasilitasi perasaan manusia

penggunanya, seperti kemampuan dalam hal penglihatan,

pendengaran, dan jangkauan tangan. Selain itu harus pula

mempertimbangkan kemampuan operator dalam mengoperasikan mesin-

mesin tersebut dengan nyaman. Artinya mesin tersebut harus

dirancang dengan memenuhi standar yang tepat dengan struktur

fisik dan kapasitas reaksi dari operator dan lingkungannya.

Bahkan dengan mempertimbangkan rekayasa manusia dan rekayasa

mesin dalam suatu sistem maka fasilitas kerja dapat direkayasa

dan diterapkan secara fleksibel baik untuk karyawan yang normal

maupun karyawan yang memiliki cacat tubuh dan usia relatif tua.

12. Psikologi Industri dan Organisasi

Psikologi industri organisasi adalah suatu ilmu yang mempelajari

perilaku manusia dalam suatu konteks organisasi, baik organisasi

industri maupun organisasi nirlaba serta pengaruh timbal balik

antara individu dan organisasi tempatnya berkarya. Psikologi

organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi mempengaruhi

dan berinteraksi dengan anggota-anggotanya.

Definisi psikologi industri organisasi menurut para ahli:

Guion (1983) => Psikologi industri organisasi adalah studi

tentang hubungan antara manusia dengan dunia kerja. Riset

terhadap manusia kemana mereka pergi, mereka bertemu dan apa yang

mereka lakukan untuk memenuhi kehidupannya.

Blum dan Taylor (1968) => Psikologi industri organisasi adalah

aplikasi yang simple atau pendalaman dari fakta-fakta dan

prinsip-prinsip psikologis yang berkaitan dengan manusia dalam

konteks bisnis dan industri.

A.S. Munandar (1994) => Psikologi industri organisasi adalah ilmu

yg mempelajari perilaku manusia dalam peranannya sebagai tenaga

kerja & konsumen baik secara perorangan maupun secara kelompok.

Society of Industrial and Organizational Psychology (SIOP, APA

Division 4) mengartikan bahwa psikologi industri organisasi

adalah study perilaku dalam organisasi dan pengaturan kerja serta

penerapan metode, fakta, dan prinsip psikologi untuk individu dan

kelompok dalam organisasi dan pengaturan kerja.

Fokus utama psikologi industri organisasi adalah perilaku manusia

pada seting kerja (work setting).

Obyek yang dipelajari psikologi industri organisasi yakni

perilaku manusia sebagai tenaga kerja & sebagai konsumen

(konsumen dalam sistem) dalam interaksinya dengan organisasinya

(sistemnya / merupakan bagian dari sistem dalam interaksinya

dengan organisasinya).

Tujuan psikologi industri organisasi yaitu untuk kesejahteraan

umat manusia. Dalam kajian dan rekomendasinya, psikologi industri

organisasi harus menempatkan harkat kemanusiaan sebagai ukuran

tertinggi, bukan kesejahteraan individu atau kemajuan organisasi

semata-mata.

13. Psikologi Behaviorisme

Aliran ini timbul di Rusia yang di pelopori olen Juan Petrovich

Pavlov.

1. Juan petrovich Pavlov ( 1849-1936)

Para ahli behaviorisme termasuk Pavlov ingin meneliti

psikologi secara objektif,yaitu yang dapat di observasi secara

nyata,karena menurut mereka kesadaran tidak dapat di observasi

secara langsung.Pavlov menolak digunakan metoda

introspeksi,karena tidak dapat diperoleh data yang objektif.

Pavlov ingin merintis objective psychology,oleh karena itu

metoda instopeksi tidak digunakan,Ia mendasarkan eksperimennya

pada keaadaan yang benar-benar dapat di observasi (observed

facts).

Pavlov dalam eksperimennya menggunakan anjing sebagai binatang

percobaan . Anjing di operasi sedemikian rupa,sehingga apabila air

liur keluar dapat dilihat dan dapat ditampung dalam tempat yang

telah disediakan.Apabila anjing lapar dan melihat

makanan ,kemudian mengeluarkan air liur ini merukan respon

alami,respon yang reflektif ,yang oleh pavlov disebut respon yang

tidak terkondisi (Unconditioned response) yang disingkat

UCR.Apabila anjing mendengarkan bel dan kemudian menggerakkan

telinganya,,ini merupakan respons yang alami.Bel sebagai stimulus

yang tidak terkondisi (Unconditioned stimulus ) atau UCS dan gerak

telinga sebagai UCR.

2. Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Thorndike merupakan tokoh yang mengadakan penelitian tentang

animal psychology.Penelitian mengenai hewan diwujudkan dalam

disertai doktornya yang berjudul “ANIMAL INTELLIGENCE : An

Experimental study of The Associative Processes in animals “,

yang kemudian diterbitkan dalam buku pada tahun 1911 dengan judul

“ANIMAL INTELLIGENCE ”(Hergenhanhn,1976).

Dari eksperimennya, Thorndike mengajukan tiga macam hukum yang

sering dikenal sebagai hukum primer dalam belajar ,yaitu :

Hukum Kesiapan (the law of readiness)

Belajar yang baik memerlukan adanya kesiapan dari organisme

yang bersangkutan .Apabila tidak ada kesiapan,maka hasil belajar

tdak akan baik.

Hukum Latihan ( the law exercise )

Menurut Thorndike hukum latihan ini ada dua aspek ,yaitu :

1. Tehe law of use dan 2. The law of disuse. The law of use yaitu

hukum yang menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respons

akan menjadi kuat apabila ada latihan atau sering digunakan.The

law of disuse yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan antara

stimulus dengan respons akan menjadi lemah apabila tidak ada

latihan atau tidak sering digunakan.

Hukum Efek ( the law of effect)

Yaitu hukum yang menyatakan hubungan antara stimulus dan

respons menjadi kuat atau lemah tergantung pada hasil yang

menyenangkan atau tidak.Apabila suatu stimulus memberikan hasil

yang menyenangkan atau memuaskan,maka hubungan antara stimulus

dengan respons menjadi kuat, demikian pula sebaliknya apabila

hasil stimulus tidak menyenangkan,maka hubungan stimulus dengan

respons menjadi lemah.Tetapi kemudian thorndike memperbaharui

pendapatnya.Karena itu reward dan punishment tidak menunjukkan

efek yang simetris (Hergenhahn ,1976).

3. Burrhus Frederick Skinner ( 1994-1990)

Untuk mengadakan teorinya Skinner mengadakan suatu percobaan

yang disebut proses kondisioning operant.Percobaannya adalah

sebagai berikut :

Tikus dimasukkan dalam sebuah kotak yang dibuat khusus untuk

percobaan ini .tikus akan bergerak kesana kemari,dan apabila

secara kebetulan alat penekan (tombol ) terinjak ,maka akan

keluar makanan (makanan merupakan stimulus tidak terkondisi/UCS).

Setelah percobaaan ini beberapa kali di ulang ,tikus akan tahu

bahwa dengan menekan tombol makanan akan keluar.Respons

berkondisi (CR) itu menekan tombol pada waktu lampu menyala dalam

percobaan Skinner disebut respons operan atau tngkah laku operan

(operan behavior ) ,sedang stimulus berkondisi disebut stimulus

operan (operant stimulus).

4. John B. Watson (18778-1958)

Pandangan watson dapat diikuti dalam artikelnya yang

berjudul“Pyschology as the Behaviorist Views it ’’ dalam

Psychological Review tahun 1913.Dalam artikel tersebut watson

mengemukakan antara lain tentang definisi psikologi, kritiknya

terhadap strukturalisme dan fungsionalisme yang dipandang sebagai

lama tentang kesadaran .

Eksperimen Watson yang paling terkenal adalah eksperimen dengan

anak yang bernama Albert ,berumur 11 bulan.Watson dan Rosali

Rayner isterinya mengadakan eksperimen kepada Albert dengan

menggunakan tikus putih dan gong beserta pemukulnya.Pada

kesempatan lain , saat Albert memegang tikus putih ,gong

dibunyikan dengan keras. Dengan suara keras tersebut Albert merasa

takut keadaan tersebut diulangi beberapa kali, hingga akhirnya

terbentuklah pada diri Albert rasa takut akan tikus putih

itu.Berdasarkan eksperimen tersebut Watson berpendapat bahwa

reaksi emosional dapat dibentuk dengan kondisioning.Rasa takut itu

dapat dihilangkan lagi dengan cara menghadirkan tikus tersebut

tahap demi tahap dalam situasi yang menyenangkan pada waktu Albert

makan atau waktu nonton tv.

Latar Belakang Psikologi Kontemporer danArea Spesialisasi Psikologi

Kelompok 1

Agung Hardianto

Ajeng Septiana

Ayuningtyas Pramatasari

Citra Ayudya Nirmala

Dian Ratnasari

Fairy Syawala

Fina Restiarini N

Ika Yulisa

Ishma Shabur Annisa

Lia Mulidiawati

Kartika Iasyah

Marchel Stevan A

Meira Handayani

Neneng Komariah

Nurhikmah

Raden Sayyid Fadil

Revisha Avenia

Rizki

Rosnida Amalia

Sarah Ummu Lathufah

1 PA 10Universitas Gunadarma

2014Depok

Daftar Pustaka

http://dianhusadanuruleka.blogspot.com/p/macam-macam-kepribadian-abnormal.html

http://fakhrurrozi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2

http://dhaniramadhani.blogdetik.com/2010/09/30/makalah-2/ http://muhammadhakimazhari.blogspot.com/2013/05/konsep-

dasar-psikologi-perkembangan.html Sukadji,Soetarlinah.2000.psikologi pendidikan dan psikologi

sekolah .depok : L.P.S.P3. fakultas psikologi universitas indonesia .

Atkinson,Rita L, dkk.1994.pengantar psikologi.jakarta: erlangga.

http://ratihtriprasetyowati.blogspot.com/2011/10/aliran-psikologi-tingkah-laku-dan.html

http://hardymath.blogspot.com/2013/01/psikologi-tingkah-laku-behaviourism.html

Daftar Pustaka Azwar, Syaifuddin. 1999. Dasar-Dasar Psikometri. Penerbit

Pustaka Pelajar. Yogyakarta _______________. 2002. Tes Prestasi (Fungsi dan

Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar). Penerbit PustakaBelajar. Yogyakarta

Sukardi, Dewa Ketut. 1990. Analisis Tes Psikologi. PenerbitRineka Cipta. Jakarta

Hidayat, Dede Rahmat. 2011. Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia

http://ronawajah.wordpress.com/2009/01/10/rekayasa-industri-dan-rekayasa-manusia/

https://bowopsychologycenter.wordpress.com/category/psikologi-umum/

https://artipsikologi.wordpress.com/tag/definisi-psikologi-industri-organisasi/

Heru, AM Basuki.2014. Psikologi Umum. Depok