PSIKOLOGI PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BARU

24
PSIKOLOGI PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BARU (MUHIBBIN SYAH) BAB I PENDAHULUAN Kandungan pokok buku ini terdiri dari dua macam, yakni hal belajar dan hal mengajar. Hal-hal pokok tersebut dijadikan intisari pembahasan dalam buku ini mengingat perannya yang vital dalam setiap proses pengajaran baik dalam satuan pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah. Hal-hal lain seperti tentang studi psikologi pendidikan dan perkembangan siswa juga dibahas, namun tetap dalam konteks proses belajara dan pengajar. Dalam hal ini, kedua bidang bahasan tersebut dipandang sebagai bagian-bagian penting yang melandasi pembahasan-pembahasan inti. BAB II PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN A. DEFINISI PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN 1. DEFINISI PSIKOLOGI Psikologi berarti ilmu jiwa. Sebelum menjadi disiplin ilmu yang mandiri, psikologi memiliki akar-akar yang kuat dalam ilmu kedokteran dan filsafat yang hingga sekarang masih tampak pengaruhnya. Dalam ilmu kedokteran, psikologi berperan menjelaskan apa-apa yang terpikir dan terasa oleh organ-organ biologis (jasmaniah). Sedangkan dalam filsafat- psikologi

Transcript of PSIKOLOGI PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BARU

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DENGAN PENDEKATAN BARU

(MUHIBBIN SYAH)

BAB I

PENDAHULUAN

Kandungan pokok buku ini terdiri dari dua macam, yakni

hal belajar dan hal mengajar. Hal-hal pokok tersebut dijadikan

intisari pembahasan dalam buku ini mengingat perannya yang

vital dalam setiap proses pengajaran baik dalam satuan

pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah.

Hal-hal lain seperti tentang studi psikologi pendidikan

dan perkembangan siswa juga dibahas, namun tetap dalam konteks

proses belajara dan pengajar. Dalam hal ini, kedua bidang

bahasan tersebut dipandang sebagai bagian-bagian penting yang

melandasi pembahasan-pembahasan inti.

BAB II

PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN

A. DEFINISI PSIKOLOGI, PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

1. DEFINISI PSIKOLOGI

Psikologi berarti ilmu jiwa. Sebelum menjadi disiplin

ilmu yang mandiri, psikologi memiliki akar-akar yang kuat

dalam ilmu kedokteran dan filsafat yang hingga sekarang masih

tampak pengaruhnya. Dalam ilmu kedokteran, psikologi berperan

menjelaskan apa-apa yang terpikir dan terasa oleh organ-organ

biologis (jasmaniah). Sedangkan dalam filsafat- psikologi

berperan serta dalam memecahkan masalah-masalah rumit yang

berkaitan dengan akal, kehendak, dan pengetahuan.

Karena kontak dengan berbagai disiplin itulah, maka

timbul bermacam-macam definisi psikologi yang satu dengan yang

lain berbeda, seperti:

a. Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science

of mental life)

b. Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind)

c. Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of

behavior) dan lain-lain definisi yang sangat bergantung pada

sudut pandang yang mendefinisikannya.

Dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan

yang menyelidiki yang membahas tingkah laku terbuka dan

tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok,

dalam hubungannya dengan lingkungan.

2. DEFINISI PENDIDIKAN

Dalam pengertian luas, pendidikan dapat diartikan sebagai

sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku

yang sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Poerbakawatja Harahap (1981), pendidikan adalah

usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan

pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu

diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala

perbuatannya .... orang dewasa itu adalah orang tua si anak

atau orang tua yang atas dasar tugas dan kedudukannya

mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah,

pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala

asrama dan sebagainya.

3. DEFINISI PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Psikologi pendidikan menurut sebagian ahli adalah

subdisiplin psikologi, bukan psikologi itu sendiri. Mereka

menganggap psikologi pendidikan tidak memiliki teori, konsep

dan metode sendiri. Hal ini konon terbukti dengan banyaknya

hasil-hasil riset psikologi lain yang diangkat menjadi teori,

konsep, dan metode psikologi pendidikan.

Dalam pandangannya, psikologi pendidikan sebuah

subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori masalah

kependidikan yang berguna dalam hal-hal berikut:

Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas.

Pengembangan dan pembaharuan kurikulum.

Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.

Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses

tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif.

Penyelenggaraan pendidikan keguruan.

Psikologi pendidikan mempunyai dua objek riset dan

kajian, yakni:

Siswa, yaitu orang-orang yang belajar

Guru, yaitu orang-orang yang berkewajiban atau bertugas

mengajar termasuk metode, model, strategi dan lain-lain yang

berhubungan dengan aktivitas penyajian materi pelajaran.

B. ARTI PENTING PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Selaku calon guru maupun guru yang sedang bertugas tidak

perlu memandang psikologi pendidikan sebagai satu-satunya

gudang penyimpan jawaban-jawaban yang benar dan pasti atas

persoalan-persoalan kependidikan yang anda hadapi. Namun, anda

tetap perlu tahu bahwa dalam psikologi pendidikan terdapat

serangkaian stok informasi mengenai teori-teori dan praktik

belajar, mengajar.

Yang perlu dipetik dari psikologi pendidikan:

1. Proses perkembangan siswa

2. Cara belajar siswa

3. Cara menghubungkan mengajar dengan belajar

4. Pengambilan keputusan untuk pengelolaan PMB

CAKUPAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-

pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam:

1. Pokok bahasan mengenai belajar yang melputi teori-teori,

prinsip-prinsip dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa

dan sebagainya.

2. Pokok bahasan mengenai proses belajar yakni tahapan

perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar

siswa.

3. Pokok bahasan mengenai situasi belajar yakni suasana dan

keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang

berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.

Sementara itu, Samuel Smith sebagaimana yang dikutip

Suryabrata (1984), menetapkan 16 topik bahasan yaitu:

1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan

2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir

3. Lingkungan yang bersifat fisik

4. Perkembangan siswa

5. Proses-proses tingkah laku

6. Hakikat dan ruang lingkup belajar

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

8. Hukum-hukum dan teori belajar

9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-

batasan pengukuran/evaluasi

10. Transfer belajar, meliputi mata pelajaran

11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran

12. Ilmu statistik dasar

13. Kesehatan rohani

14. Pendidikan membentuk watak

15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah

menengah

16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah

dasar

Khusus mengenai proses mengajar-belajar, para ahli

psikologi pendidikan seperti Barlow (1985) dan Good & Brophy

(1990) mengelompokkan pembahasan ke dalam tujuh bagian, yaitu:

a. Manajemen ruang (kelas) yang sekurang-kurangnya meliputi

pengendalian kelas dan penciptaan iklim kelas.

b. Metodologi kelas (metodologi pengajaran).

c. Motivasi siswa peserta kelas.

d. Penanganan siswa yang berkemampuan luar biasa.

e. Penanganan siswa berperilaku menyimpang.

f. Pengukuran kinerja akademik siswa.

g. Pendayagunaan umpan balik dan penindaklanjutan.

METODE PSIKOLOGI

1. Metode eksperimen

2. Metode kuesioner

3. Metode studi kasus

4. Metode penyelidikan klinis

5. Metode observasi naturalistik

BAB III

PROSES PERKEMBANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PROSES BELAJAR

A. DEFINISI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN

1. DEFINISI PERKEMBANGAN

Perkembangan merupakan rentetan perubahan jasmani dan

rohani manusia menuju ke arah yang lebih maju dan sempurna.

Atau proses perubahan kualitatif yang mengacu kepada mutu

fungsi organ-organ jasmaniah. Dengan kata lain, penekanan arti

perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis

yang disandang oleh organ-organ fisik.

2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN

a. Aliran Nativisme

Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang

berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh

utama aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860)

seorang filsup Jerman. Pokok pikiran aliran ini bahwa

perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan

pengalaman dan pendidikan, pandangan seperti ini disebut

pesimisme pedagogis.

b. Aliran Empirisme

Tokoh utama bernama John Locke (1632-1704). Doktrin

aliran empirisme yang amat termasyur adalah “tabula rasa”,

sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong

atau lembaran kosong. Doktrin tabula rasa ini menekankan arti

penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan dalam arti

perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada

lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan

pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.

c. Aliran Konvergensi

Aliran konvergensi merupakan gabungan antara aliran

empirisme dengan aliran nativisme. Aliran ini mengggabungkan

arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai

faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.

B. PROSES, TUGAS, DAN HUKUM PERKEMBANGAN

1. PROSES PERKEMBANGAN

Secara global, seluruh proses perkembangan individu sampai

menjadi “person” (dirinya sendiri) berlangsung dalam tiga

tahapan, yaitu:

Tahapan proses konsepsi (pembuahan sel ovum ibu oleh sel

sperma ayah)

Tahapan proses kelahiran (saat keluarnya bayi dari rahim

ibu ke alam dunia bebas)

Tahapan proses perkembangan individu bayi tersebut

menjadi seorang pribadi yang khas

2. TUGAS DAN FASE PERKEMBANGAN

a. Tugas Perkembangan Fase Bayi dan Kanak-Kanak

Belajar memakan makanan keras, misalnya mulai dengan

bubur susu, bubur beras, nasi dan seterusnya.

Belajar berdiri dan berjalan, misalnya mulai dengan

berpegang pada tembok atau sandaran kursi.

Belajar berbicara, misalnya mulai dengan menyebut

kata ibu, ayah, dan nama-nama benda sederhana yang

ada disekelilingnya.

Belajar mengendalikan pengeluaran benda-benda buangan

dari tubuhnya, misalnya mulai dengan meludah,

membuang ingus dan seterusnya.

Belajar membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan

perempuan, dan bersopan santun seksual.

Mencapai kematangan untuk belajar membacadalam arti

mulai siap mengenal huruf, suku kata dan kata-kata

tertulis.

Belajar mengadakan hubungan emosional selain dengan

ibunya, dengan ayah, saudara kandung, dan orang-orang

di sekelilingnya.

Belajar membedakan antara hal-hal yang baik dengan

yang buruk, juga antara hal-hal yang benar dan salah,

serta mengembangkan atau membentuk kata hati (hati

nurani).

b. Tugas Perkembangan Fase Anak-Anak

Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk

bermain, seperti lompat jauh, lompat tinggi,

mengejar, menghindari kejaran, dan seterusnya.

Membina sikap yang sehat (positif) terhadap dirinya

sendiri sebagai seorang indivitu yang sedang

berkembang, seperti kesadaran tentang harga diri dan

kemampuan diri.

Belajar begaul dengan teman-teman sebaya sesuai

dengan etika moral yang berlaku di masyarakatnya.

Belajar memainkan peran sebagai seorang pria (jika ia

seorang pria) dan sebagai seorang wanita (jika ia

seorang wanita).

Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca,

menulis, dan berhitung (matematika dan aritmatika).

Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan kehidupan

sehari-hari.

Mengembangkan kata hati, moral dan skala nilai yang

selaras dengan keyakinan dan kebudayaan yang berlaku

di masyarakatnya.

Mengembangkan sikap objektif/lugas baik positif

maupun negatif terhadap kelompok dan lembaga

kemasyarakatan.

Belajar mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi

sehingga menjadi dirinya sendiri yang independen

(mandiri) dan bertanggung jawab.

c. Tugas Perkembangan Fase Remaja

Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan

teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan

keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat.

Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria (jika ia

seorang pria) dan peranan sosial seorang wanita (jika

ia seorang wanita) dan menggunakannya secara efektif

sesuai dengan kodratnya masing-masing.

Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial

tertentu yang bertanggung jawab di tengah-tengah

masyarakatnya.

Mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional dari

orangtua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai

menjadi seorang person (menjadi dirinya sendiri).

Mempersiapkan diri untuk mencapao karier (jabatan dan

profesi) tertentu dalam bidang kehidupan ekonomi.

Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan

(rumah tangga) dan kehidupan berkeluarga yakni

sebagai suami (ayah) dan isteri (ibu).

Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai

pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi

untuk keperluan kehidupan kewarganegaraannya.

d. Tugas Perkembangan Dewasa

Mulai bekerja mencari nafkah, khususnya apabila ia

tidak melanjutkan karier akademik.

Memilih teman atau pasangan hidup berumah tangga

(memilih calon suami atau isteri).

Mulai memasuki kehidupan berumah tangga, yakni

menjadi seorang suami atau isteri.

Belajar hidup bersama pasangan dalam suasana rumah

tangga, yakni dengan isteri/suaminya.

Mengelola tempat tinggal untuk keperluan rumah tagga

dan keluarganya.

Membesarkan anak-anak dengan menyediakan pangan,

sandang, dan papan yang cukup dan memberikan

pendidikan (dalam arti luas) yang memadai.

Menerima tanggung jawab kewarganegaraan sesuai dengan

perundang-undangan dan tuntutan sosial yang berlaku

di masyarakatnya.

Menemukan kelompok sosial (perkumpulan

kemasyarakatan) yang cocok dan menyenangkan.

e. Tugas Perkembangan Setengah Baya

Mencapai tanggung jawab sosial dan kewarganegaraan

secara lebih dewasa.

Membantu anak-anak yang berusia belasan tahun

(khususnya anak kandungnya sendiri) agar berkembang

menjadi orang-orang dewasa yang bahagia dan

bertanggung jawab.

Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang

sebaik-baiknya bersama orang-orang dewasa lainnya.

Menghubungkan diri sedemikian rupa dengan pasangannya

(dengan suami dan isteri) sebagai seorang pribadi

yang utuh.

Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-

perubahan psikologis yang lazim terjadi pada masa

setengah baya.

Mencapai dan melaksanakan penampilan yang memuaskan

dalam karier.

Menyesuaikan diri dengan perikehidupan (khususnya

dalam hal cara bersikap dan bertindak) orang-orang

yang berusia lanjut.

f. Tugas Perkembangan Fase Usia Tua

Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan

kesehatan jasmaniahnya.

Menyesuaikan diri dengan keadaan pensiun dan

berkurangnya income (penghasilan).

Menyesuaikan diri dengan kematian pasangannya (isteri

atau suaminya).

Membina hubungan tegas (afiliasi eksplisit) dengan

para anggota kelompok seusianya.

Membina pengaturan jasmani sedemikian rupa agar

memuaskan dan sesuai dengan kebutuhannya.

Menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap peranan-peranan

sosial dengan cara yang luwes.

3. HUKUM PERKEMBANGAN

a. Hukum konvergensi

Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya

dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga

oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan

kehidupan manusia, tak terkecuali para siswa, bergantung pada

potensi pembawaan yang mereka warisi dari orangtua pada proses

pematangan, dan pada proses pendidikan yang mereka alami.

b. Hukum perkembangan dan pengembangan diri

Para siswa, seperti juga manusia dan organisme lainnya,

memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal-hal

yang negatif. Usaha mempertahankan diri ini, berlanjut menjadi

usaha untuk mengembangkan diri.

Pada anak-anak biasanya tampak keingintahuannya

terhadap sesuatu itu berkali-kali. Alhasil, manusia berkembang

karena adanya insting atau naluri pembawaan sejak lahir yang

menuntutnya untuk bertahan dan mengembangkan diri di muka

bumi.

c. Hukum masa peka

Peka berarti mudah terangsang atau mudah menerima

stimulus. Masa peka merupakan masa yang tepat yang terdapat

pada diri anak untuk mengembangkan fungsi-fungsi tertentu,

seperti fungsi mulut untuk berbicara dan membaca.

Masa “mudah dirangsang” ini sangat menentukan cepat dan

lambatnya siswa dalam menerima pelajaran. Artinya, jika

seorang siswa belum sampai pada masa pekanya untuk mempelajari

suatu materi pelajaran, materi pelajaran tersebut akan sangat

sulit diserap dan diolah oleh sistem memorinya. Oleh karena

itu, para orangtua dan guru seyogianya memperhatikan secara

cermat perkembangan anak-anak didik dalam hubungannya dengan

kedatangan masa peka belajar mereka.

d. Hukum keperluan belajar

Antara perkembangan dan belajar terdapat hubungan

sangat erat sehingga hampir semua proses perkembangan

memerlukan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

setiap anak biasanya berkembang karena belajar.

e. Hukum kesatuan anggota badan

Proses perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tidak

terjadi tanpa diiringi proses perkembangan fungsi-fungsi

rohaniah. Dengan demikian, suatu tahapan perkembangan tidak

terlepas dari tahapan perkembangan lainnya. Jadi, perkembangan

pancaindera, misalnya, tidak terlepas dari perkembangan

kemampuan mendengar, melihat, berbicara dan merasa.

Selanjutnya kemampuan-kemampuan ini juga tidak terlepas dari

perkembangan berpikir, bersikap, dan berperasaan.

f. Hukum tempo perkembangan

Setiap orang memiliki tempo perkembangan masing-masing.

Tempo-tempo perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam

kategori: cepat, sedang dan lambat. Tempo perkembangan yang

terlalu cepat atau terlalu lambat biasanya menunjukkan

kelainan yang relatif sangat jarang terjadi.

g. Hukum irama perkembangan

Di samping ada tempo, di dalam perkembangan juga

dikenal adanya irama atau naik turunya proses perkembangan.

Artinya, perkembangan manusia itu tidak tetap, terkadang naik

terkadang turun, pada suatu saat seorang anak mengalami

perkembangan yang tenang, sedangkan pada saat lain ia

mengalami perkembangan yang menggoncangkan.

Menurut pengamatan para ahli bpsikologi, setiap anak

biasanya mengalami dua masa pancaroba atau krisis yang lazim

disebut trotz. Masa trotz ini terjadi dalam dua periode, yakni:

Trotz periode ke-1 atau krisis pertama terjadi pada usia 2-3

tahun dengan ciri utama anak menjadi egois, selalu bersikap

dan bertingkah laku mendahulukan kepentingan diri sendiri.

Trotz periode ke-2 atau krisis kedua terjadi pada umur antara

14-17 tahun, dengan ciri utama sering membantah orangtuanya

sendiri dalam mencapai identitas pribadi. (14-17 bukan harga

mati).

h. Hukum rekapitulasi

Hukum rekapitulasi perkembangan yang tampak pada anak,

yaitu:

Masa berburu dan menyamun, yakni pada umur sekitar 8

tahun ketika ia suka bermain kejar-kejaran, perang-

perangan, dan menangkap hewan-hewan kecil seperti

kupu-kupu dan capung.

Masa menggembala, yakni pada umur sekitar 10 tahun

ketika ia gemar memelihara hewan piaraan, seperti

ayam, burung, kucing dan sebagainya.

Masa bercocok tanam, yakni pada umur sekitar 12 tahun

ketika ia suka mengurus tanaman di kebun atau

menyiram bunga-bungan dalam pot.

Masa berdagang, yakni pada umur 12 tahun ke atas

ketika ia suka bermain jual-jualan, kemudian

meningkat menjadi kesenangan tukar-menukar foto,

prangko, dan berkirim surat serta menjalin

persahabatan.

C. PERKEMBANGAN PSIKO-FISIK SISWA

Proses-proses perkembangan tersebut meliputi:

1. Perkembangan motor (motor development) siswa, yakni proses

perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan

perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills).

2. Perkembangan kognitif (cognitive development), yakni

perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan

kemampuan/kecerdasan otak anak.

3. Perkembangan sosial dn moral (social and moral development),

yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan

perubahan-perubahan cara anak berkkomunikasi dengan orang

lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

Tabel Teori Dua Tahap Perkembangan Moral Versi Piaget

Usia Tahap Ciri Khas4-7 tahun Realisme moral

(pra-operasional)1. Memusatkan pada akibat-akibat perbuatan.

2. Aturan-aturan tak

berubah.3. Hukuman ataspelanggaran bersifatotomatis.

7-10 tahun Masa transisi(konkret-operasional)

1. Perubahan secarabertahap ke pemilikanmoral tahap kedua.

11 tahun keatas

Otonomi moral,realisme, danresiprositas(formal-operasional)

1. Mempertimbangan tujuan-tujuan perilaku moral.

2. Menyadari bahwa aturanmoral adalah kesepakatantradisi yang dapatberubah.

Tabel Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral Versi

Kohlberg

Tingkat Tahap konsepTingkat

IMoralitasprakonvensional(usia 4-10 tahun).Tahap 1:memperhatikanketaatan danhukum.

Tahap 2:memperhatikanpemuasankebutuhan.

1.Anak menentukan keburukanperilaku berdasarkan tingkathukuman akibat keburukantersebut.

2.Perilaku baik dihubungkandengan penghindaran darihukuman.1. Perilaku baik dihubungkandengan pemuasan keinginan dankebutuhan tanpamempertimbangkan kebutuhanorang lain.

TingkatII

Moralitasprakonvensional(usia 10-13tahun).Tahap 3:memperhatikancitra “anak baik”.

Tahap 4:memperhatikanhukum dan

1. Anak dan remaja berperilakusesuai dengan aturan danpatokan moral agar memperolehpersetujuan orang dewasa, bukanuntuk menghindari hukuman.

2. Perbuatan baik dan burukdinilai berdasarkan tujuannya.Jadi, ada perkembangankesadaran terhadap perlunyaaturan.

1. Anak dan remaja memilikisikap pasti terhadap wewenangdan aturan.

peraturan. 2. Huku harus ditaaati olehsemua orang.

TingkatIII

Motivasipascakonvensional(usia 13 tahun keatas).Tahap 5:memperhatikan hakperseorangan.

Tahap 6:memperhatikanprinsip-prinsipetika

1. Remaja dan dewasamengartikan perilaku baikdengan hak pribadi sesuaidengan aturan dan patokansosial.

2. Perubahan hukum dan aturandapat diterima jika diperlukanuntuk mencapai hal-hal yangpaling baik.

3. Pelanggaran hukum dan aturandapat terjadi karena alasan-alasan tertentu.

1. Keputusan mengenai perilaku-perilaku sosial didasarkan atasprinsip-prinsip moral pribadiyang bersumber dari hukumuniversal yang selaras dengankebaikan umum dan kepentinganorang lain.

2. Keyakinan terhadap moralpribadi dan nilai-nilai tetapmelekat, meskipun sewaktu-waktuberlawanan dengan hukum yangdibuat untuk mengekalkan aturansosial.

Tabel Teori Perkembangan Sosial dan Moral Siswa Menurut A.Bandura dan L. Kohlberg

Aspek A. Bandura (TeoriBelajar Sosial)

L. Kohlberg (Teori Psi.Kognitif)

1. Tekanandasar

Perilaku bergantungpada pengaruh oranglain dan kondisistimulus.

Pemikiran sebagaiperilaku kualitatifdalam perkembangan.

2. Mekanismeperolehanmoralitas

Hasil dari conditioningdan modeling.

Berlangsung dalam tahap-tahap yang teratur danberkaitan denganperkembangan kognitif.

3. Usiaperolehan

Belajar berlangsungsepanjang hayat, dan

Proses belajarberkesinambungan sampai

moralitas ada perbedaan usiaperolehan.

masa dewasa dan dapatditetapkan dalam usia-usia tertentu.

4. Kenisbiankebudayaan

Moralitas bersifatnisbi secara kultural.

Nilai-nilai moral dalamtahapan perkembanganbersifat universal.

5. Pelakusosialisasi

Model-model yang sangatberpengaruh, orang-orang dewasa dan teman-teman yang dapatmenyalurkan ganjarandan hukuman.

Orang-orang yang beradapada tahap perkembanganyang lebih tinggi danmemiliki pengaruh yangsangat besar.

6. Implikasi untukpendidikan

Guru harus menjaditeladan yang baik danmengganjar setiapperilaku siswa yangmemadai.

Guru harus berusahamerangsang siswa agarmencapai tahapperkembanganselanjutnya, danmenjelaskan ciri-ciriperilaku moral padatahap tersebut.

D. ARTI PENTING PERKEMBANGAN KOGNITIF BAGI PROSES BELAJAR SISWA

Arti penting pengembangan kognitif siswa ialah untuk:

1. Mengembangkan kecakapan kognitif

2. Mengembangkan kecakapan afektif

3. Mengembangkan kecakapan psikomotorik

BAB IV

BELAJAR

Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut-sudut pandang

kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Belajar pada

asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif

positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan

yang melibatkan proses kognitif.

Belajar memiliki arti penting bagi siswa dalam:

Melaksanakan kewajiban keagamaan

Meningkatkan derajat kehidupan

Mempertahankan dan mengembangkan kehidupan

Dalam persfektif psikologi, antara belajar, memori dan

pengetahuan terdapat hubungan yang tak terpisahkan. Teori-

teori pokok mengenai belajar terdiri atas:

a. koneksionisme,

b. pembiasaan klasik,

c. pembiasaan perilaku respons,

d. teori belajar kognitif

Teori kesatu, kedua, dan ketiga bersifat behavioristik

(perilaku jasmaniah semata) sedangkan teori keempat bersifat

kognitif, yakni bahwa belajar adalah peristiwa mental bukan

semata-mata behavioral.

Mnurut aliran behaviorisme, setiap siswa lahir tanpa

warisan/pembawaan apa-apa dari orangtuanya, dan belajar adalah

kegiatan refleks-refleks jasmani terhadap stimulus yang ada

serta tidak ada hubungannya dengan bakat dan kecerdasan atau

warisan/pembawaan. Sedangkan menurut aliran kognitif, setiap

siswa lahir dengan bakat dan kemampuan mental yang menjadi

basis kegiatan belajar. Faktor bawaan ini memungkinkan siswa

untuk menentukan merespons atau tidak terhadap stimulus,

sehingga belajar tidak bersifat otomatis seperti robot.

Fase belajar menurut Bruner meliputi:

informasi (penerimaan materi)

transformasi (pengubahan materi dalam memori)

evaluasi (penilaian penguasaan materi)

Sedangkan menurut Wittig, fase belajar meliputi:

Acquistion (perolehan materi)

Storage (proses penyimpanan)

Retrieval (memproduksi/mengungkapkan kembali materi dari

memori)

BAB V

CIRI, PERWUJUDAN, JENIS, PENDEKATAN DAN FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI BELAJAR

A. CIRI KHAS PERILAKU BELAJAR

1. Intensional (disengaja)

2. Positif dan aktif (bermanfaat dan atas hasil usaha

sendiri)

3. Efektif dan fungsional (berpengaruh dan mendorong

timbulnya perubahan batu)

B. PERWUJUDAN PERILAKU BELAJAR

1. Kebiasaan: timbul karena proses penyusutan kecenderungan

respons dengan menggunakan stimulus yang berulang-ulang.

Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti

classical dan operant conditioning.

2. Keterampilan: kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat

syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan

jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan

sebagainya.

3. Pengamatan: proses menerima, menafsirkan dan memberi arti

rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata

dan telinga.

4. Berpikir asosiatif dan daya ingat: proses pembentukan

hubungan antara rangsangan dengan respons. Di samping itu,

daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab

merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi,

siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai

dengan bertambahnya simpanankemampuan menghubungkan materi

tersebut dengan situasi atau stimulus yang sedang ia

hadapi.

5. Berpikir rasional dan kritis: perwujudan perilaku belajar

terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah.

6. Sikap: perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai

dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang

telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek,

tata nilai, peristiwa dan sebagainya.

7. Inhibisi: kesanggupan siswa untuk mengurangi dan

menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau

melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia

berinteraksi dengan lingkungannya.

8. Apresiasi: penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda

baik abstrak maupun konkret yang memiliki nilai luhur.

Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap nilai sebuah

karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman

belajarnya.

9. Tingkah laku afektif: tingkah laku yang menyangkut

keaneka-ragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih,

gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya.

C. JENIS-JENIS BELAJAR

1. Belajar abstrak: belajar yang menggunakan cara-cara

berpikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh

pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata.

2. Belajar keterampilan: belajar dengan menggunakan gerakan-

gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat

syaraf dan otot-otot. Tujuannya untuk memperoleh dan

menguasai keterampilan jasmaniah tertentu.

3. Belajar sosial: belajar memahami masalah-masalah dan

teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya

untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan

masalah-masalah sosial.

4. Belajar pemecahan masalah: belajar menggunakan metode-

metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis,

teratur dan teliti. Tujuannya untuk memperoleh kemampuan

dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara

rasional, lugas dan tuntas.

5. Belajar rasional: belajar dengan menggunakan kemampuan

berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal

sehat). Tujuannya untuk memperoleh aneka ragam kecakapan

menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.

6. Belajar kebiasaan: proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan

baru atau perbaikan kebiasaan baru atau perbaikan

kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Tujuannya agar siswa

memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan

baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras

dengan kebutuhan ruang dan waktu.

7. Belajar apresiasi: belajar mempertimbangkan arti penting

atau nilai suatu objek. Tujuannya agar siswa memperoleh

dan mengembangkan kecakapan ranah rasa yang dalam hal ini

kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek

tertentu.

8. Belajar pengetahuan: belajar dengan cara melakukan

penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu.

Atau sebuah program belajar terencana untuk menguasai

materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi

dan eksperimen (Reber, 1988).

D. EFISIENSI, PENDEKATAN, DAN METODE BELAJAR