Insider Trading, Konstruksi Informasi Asimetris, dan Ketidakpastian Market: Sebuah Analisis...
Transcript of Insider Trading, Konstruksi Informasi Asimetris, dan Ketidakpastian Market: Sebuah Analisis...
Insider Trading, Konstruksi Informasi Asimetris, dan Ketidakpastian Market:Sebuah Analisis Kejahatan Berbasis Pendekatan Psikologi Behaviouralis
Disusun untuk memenuhi unsur penilaian dalamMata kuliah Psikologi Kejahatan, Ilmu Hubungan Internasional
Dosen Pengampu: Drs. Tri Cahyo Utomo, MA.
Disusun Oleh
Wahyu Setiawan – 14010412130021
Program Strata Satu Ilmu Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas DiponegoroSemarang
2014
Universitas Diponegoro | Psikologi Kejahatan
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa, atas rahmatnya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini ditujukan sebagai bagian tugas dalam mata
kuliah Politik Psikologi Kejahatan, dalam lingkup Program Studi Ilmu Hubungan Internasionala,
Universitas Diponegoro. Dalam menyelesaikan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih atas
dukungan dan bimbingan, khususnya dari Dosen Pengampu mata kuliah Psikologi Kejahatan yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama proses persiapan sampai dengan selesainya makalah ini
Makalah ini membahas mengenai bagaimana proses psikologi baik pada level personal yang didominasi
oleh ketakutan dan greediness, serta crowd psychology secara sistematis mendorong sebuah atmosphere
yang mendukung munculnya kejahatan finansial melalui skema insider trading. Dalam makalah ini juga
dibahas bagaimana offender memanfaatkan kecendrungan diatas untuk mendistruct market untuk
meciptakan sebuah positive feedback yang menjadi kunci kesuksesan insider trading
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan ataupun kata-kata yang kurang berkenan dalam
makalah ini. Penulis senantiasa berharap kritik dan saran, sehingga dapat diperbaiki dalam makalah-
makalah selanjutnya
Semarang, 4 November 2014
Universitas Diponegoro | Psikologi Kejahatan
iii
DAFTAR ISI
Judul ………………………………………………………………………………………… i Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………… ii Daftar isi ………………………………………………………………………………………… iii Abstraksi ………………………………………………………………………………………… v Pendahuluan …………………………………………………………………………………………
1. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………………………………………… 1 2. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………………… 4 3. Tujuan ………………………………………………………………………………………… 4
Pembahasan ………………………………………………………………………………………… 1. Sebuah Observasi
internal ………………………………………………………………………………………… 5
a. Greed ………………………………………………………………………………………… 5 b. Ketakutan dan
Interpretasi yang bias
………………………………………………………………………………………… 6
2. Crowd Behavior Psychology
………………………………………………………………………………………… 8
a. Bandwagon Effect ………………………………………………………………………………………… 8 b. Positive Feedback ………………………………………………………………………………………… 10
3. Eksploitasi Psychology Behavoralis
………………………………………………………………………………………… 11
4. Sekuritisasi Insider Trading Sebagai Sebuah Kejahatan
………………………………………………………………………………………… 13
Simpulan dan Saran …………………………………………………………………………………………
1. Simpulan ………………………………………………………………………………………… 17 2. Saran ………………………………………………………………………………………… 18
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………… 23
Universitas Diponegoro | Psikologi Kejahatan
iv
Abstraksi
Insider Trading, Konstruksi Informasi Asimetris, dan Ketidakpastian Market: Sebuah Analisis
Kejahatan Berbasis Pendekatan Psikologi Behavioralis
Posisi capital market sebagai sebuah platform pooling bagi capital, membuat capital market menjadi
sebuah platform strategis bagi kejahatan finansial. Salah satu diantaranya bentuk kejahatan ini adalah
insider trading, insider trading sendiri merupakan sebuah skema kejahatan finansial yang memanfaatkan
undisclosed atau fake information untuk memberikan sentiment pasar, yang mana hal ini bertujuan untuk
memperoleh gain, khusunya capital gain. Insider trading sendiri merupakan sebuah kejahatan yang cara
kerjanya memanfatkan memanfaatkan gap informasi asimetris dan juga eksploitasi psikologi behavioralis
market untuk bekerja. Lalu bagaimana kondisi aspek behavior market, dan juga aspek environmental dari
market mendrive suksesnya sebuah skema insider trading? Hal ini didorong oleh eksistensi basic desire
yang mendorong market menjadi sebuah kondisi masyarakat yang dipenuhi oleh aspek fear and greed,
yang kemudian secara sistematis mengakibatkan positive feedback didalam market yang menjadi kunci
bekerjanya insider trading
Kata Kunci: Insider Trading, Capital Market, Positive Feedback, Behavior
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan kapitalisme modern yang dirintis Adam Smith, dunia terus
mengalami scarcity terhadap supply barang untuk memenuhi demand pasar. Secara garis besar hal
ini dapat dilihat sebagai sebuah opportunity, dan sekaligus ancaman munculnya potensi inflasi
dalam sistem. Pada Negara-negara penganut ekonomi neo-classik keseimbangan ini tidaklah
sepenuhnya dikontrol oleh regulasi dari otoritas terkait melalui sebuah kebijakan fiscal. Untuk
itulah sistematika market bekerja, berlandaskan pada logic of spontaneous order, untuk memenuhi
demand dan menghindarkan dari terjadinya scarcity.1 Korporasi dituntut tidak hanya effisien dan
inovatif, namun juga memiliki kemampuan mass production. Untuk meningkatkan kemampuan
ini korporasi dituntut untuk menggenjot capital expenditure (capex). Namun yang menjadi kendala
adalah keterbatasan kemampuan penyertaan modal tambahan dari para shareholder. Untuk itulah
bahyak korporasi memilih untuk melakukan initial public offering (IPO) maupun penerbitan
obligasi. Diantara kedua opsi diatas, opsi IPO tidak hanya menawarkan penyediaan likuiditas
secara cepat, namun juga memungkinakan existing shareholder untuk memperoleh capital gain
dari peningkatan harga saham. Fenomena inilah yang mendorong banyak perusahaan untuk
melakukan IPO dan listing di laintai bursa.
Dimana sampai 1997 sudah lebih dari 103 negara yang memiliki bursa sahamnya sendiri, baik
yang masih sangat muda sampai dengan yang telah berumur ratusan tahun di Jerman yang berdiri
1 Boettke, Peter. 1997. The Theory of Spontaneous Order and Cultural Revoution in The Social Theory of FA. Hayek. New York: Department of Economics, George Mason University
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 2
semenjak 1583. Di India bahkan stock market mereka di tahun 1997 saja dapat mengakomodir
sampai dengan 5843 emiten dengan kapitalisasi sampai dengan 127 milyar dollar. Namun dari segi
kapitalisasi market, stock market terbesar adalah New York Stock Exchange (NYSE) dengan
kapitlisasi 5777 milyar dollar.2
Pasar saham sendiri merupakan sebuah platform finansial yang memiliki elastisitas terhadap
berbagai sentiment sangat tinggi. Dimana hal inilah yang kemudian menyusun apa yang kita sebut
sebagai mekanisme pasar. Berada pada posisi yang sangat elastis ini terkadang membuah pasar
saham menjadi salah satu tempat bagi munculnya moral hazard. Salah satunya adalah moral
hazard yang mendukung terjadinya apa yang kita sebut sebagai insider trading. Insider trading
sendiri merupakan sebuah tindakan kejahatan yang dilakukan seseorang yang berafiliasi dengan
suatu perusahaan dengan cara menghembuskan isu terkait sebuah langkah korporasi, baik yang
bersifat nyata dan rahasia mapun informasi yang hanya sebatas rekaan, dengan tujuan untuk
menaikkan atau menurunkan harga sebuah emiten dengan tujuan untuk memperoleh gain.
Kejahatan insider trading sendiri pertama kali dikriminalisasikan di tahun 1934 dengan
diterbitkannya Securities Exchange Act di AS. dan hal ini kemuudian diikuti oleh banyak Negara,
dimana sampai saat ini sudah seluruh developed countries sudah memiliki produk perundang-
undangan serupa, namun baru 80% market di developing countries yang memiliki produk
perundangan serupa.3
Di Indonesia sendiri tindakan Insider Trading sendiri dikriminalisasikan melalui Undang-undang
No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Pasal 95-99 yang kemudian sanksi hukumnya diatur
2 Bhattacharya, Utpal. 1999. The World Price of Insider Trading. Bloomington: Kelley School of Business, Indiana University 3 ibid
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 3
dalam pasal 102 untuk sanksi perdata, dan 103 untuk sanksi pidana.4 Untuk mengimplementasikan
hal ini kemudian diterbitkanlah Peraturan Menteri No. 46 Tahun 1995 yang memberikan payung
hukum bagi BAPEPAM LK untuk melakukan proses penawasan, penyidikan, dan penuntutan.
Namun dalam konteks ini muncul sebuah dilema, dimana sering kali undang-undang diatas kurang
mampu memberikan sebuah kepastian hukum. Hal ini dikarenakan prinsip fundamental dimana
sering kali bagi Negara-negara dengan sistem hukum continental tidak mampu memberikan
sebuah payung hukum yang lengkap dikarekan terbatasnya sumber hukum yang dimiliki yang
tidak mampu mengcover, perkembangan modus operandi. Selain itu role model produk hukum
terkait insider trading sendiri pada umumnya berasal dari Negara yang memganut sistem anglo-
saxon. Pada sistem anglo-saxon sumber hukum pada sistem hukumnya merupakan customarary
law yang cendrung tidak tertulis.5 Perbedaan mendasar inilah yang mengakibatkan terjadinya
kekosongan hukum pada Negara-negara penganut sistem continental. Untuk mengatasi dilema ini
maka dibutuhkanlah sebuah pemahaman mendalam dan bijaksana terkait bagaimana nature dari
insider trading itu sendiri untuk menciptakan sebuah consensus antara perspektif hukum dan
ekonomi terkait insider trading.
Secara garis besar insider trading dapat dibagi menjadi dua, yang pertama adalah tindakan insider
trading yang bertujuan untuk memberikan sentiment positif terhadap suatu emiten, untuk
memperoleh capital gain. Model yang kedua adalah insider trading yang bertujuan untuk
digunakan dalam mekanisme buyback. Pada model kedua ini, trader sengaja menghembuskan
sentiment negative terhadap suatu korporasi agar terjadi depresiasi atas suatu emiten. Depresiasi
4 Nalole Masri. 2012. Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-Lk) Dalam Mengatasi Praktik Insider Trading Di Pasar Modal Indonesia. Makassar: Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Unhas 5 M.S. Tumanggor.2005. Kajian Hukum Atas Insider Trading Di Pasar Modal Suatu Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia (Satu Telaah Singkat).Dissertasi. Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 4
ini memungkinkan sesorang atau korporasi untuk membeli saham korporasi lain maupun miliknya
relative lebih murah. Namun bagaimana proses ini dapat terjadi? Dan bagaimana hal ini
berimplikasi secara segnifikan terhadap market? Lalu apakah yang membuat market secara
psikologis sangat sensitive dengan stimulasi insider trader? Dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana studi literature psikologi, dan bagaimana market bekerja dapat menjelaskan bagaimana
rasionalitas manusia terdistruct oleh kecendrungan prilaku manusia, yang kemudian dieksploitasi
dalam proses insider trading dengan mengugunakan pendekan psikologi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana nature psikologi manusia pada financial market, memungkinkan terjadinya
tindak pidana insider trading dan bagaimana insider trading dianggap sebagai sebuah
kejahatan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mempelajari mengenai sisi psikologis market, dan bagaimana aspek psikologis
ini bisa dimanfaatkan untuk melaksanakan sebuah tindak kejahatan dibidang keuangan
2. Sebagai salah satu komponen penilaian pada Mata Kuliah Psikologi Kejahatan dalam
lingkup Program Studi Ilmu Hubungan internasional
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sebuah observasi internal
Salah satu pepatah tua yang ada di Wall Street adalah bagaimana market pada dasarnya
hanya dikontrol oleh dua emosi manusia yaitu Greed dan Fear. Pepatah ini sendiri lahir
dari sebuah fenomena dimana trader memiliki kecendrungan untuk memiliki mental ‘Get-
Rich-Quick’ yang mengakibatkan trader cendrung untuk melakukan short-term trading
untuk mengejar capital gain.6 Pada sub-bab ini kita akan mencoba memahami bagaimana
kedua kecendrungan ini secara sistematis mendrive seseorang dalam financial market, dan
memungkinkan sebuah proses insider trading berlangsung.
a. Greed
Salah satu psychological background dari para trader adalah kecendrungan untuk
berperilaku risk-taking. Dimana hal ini dadasari oleh kecendrungan seorang trader
untuk mengejar profit dari short term capital gain, dengan membeli saham yang
tergolong saham volatil atau saham yang memiliki kecendrungan fluktuatif.
Kecendrungan greediness ini relative lebih rendah pada trader yang lebih berfikir
konservatif dengan berfokus pada perdagangan saham blue chips pada jangka
menengah ataupun panjang. Kondisi psikologi inilah yang kemudian berimplikasi pada
pengambilan kebijakan di sektor finansial. Hal ini dikarenakan adanya korelasi antara
emosi dengan pengambilan kebijakan. Dimana hal ini ditunjukkan melalui ciri fisik
seperti kenaikan tekanan darah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan frekuensi nafas
6 The Financial Markets: When Fear And Greed Take Over. Investopedia. Com. Diakses pada 7 November 2014
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 6
dan detak jantung.7 Selain kecendrungan internal, kecendrungan greediness juga
dibangun melalui interaksi sesorang dalam sebuah sistem. Sebagai contoh adalah iklan
dari Bank of Amerika di dekade 80an. "You have a certain amount of money". "You
would like more. This is the American way." Atau juga kutipan dalam film Holliwood
di tahun 1987 berjudul Wall Streets.8
"Greed - for lack of a better word - is good. Greed is right.
Greed works. Greed clarifies, cuts through, it captures the essence of th
evolutionary spirit. Greed in all of its forms: Greed for life, for money, for
love, knowledge, has marked the upward surge of mankind, and greed - you
mark my words - will not only save Teldar Paper, but thatother
malfunctioning corporation called the USA." (Applause)
Memang hal ini tidak mengherankan mengingat ini adalah basic logic yang menjadi
dasar ide kapitalisme classik. Dimana dalam bukunya The Wealth of Nations, Smith
sendiri menempatkan manusia sebagai entitas yang harus bersifat self-interested, yang
tidak seharusnya menempatkan common wealth atau implikasi terhadap orang sekitar
sebagai concern. Dimana tidak seorangpun akan berharap kebaikan anda kecuali
pengemis.9
Berdasarkan gambaran diatas maka dalam konteks ini memunculkan perdebatan
apakah dalam proses decision making selalu didasarkan atas proses yang mengacu pada
7 Lo, Andrew W., Dimitry V. Repin and Brett N. Steenbarger. "Fear And Greed In Financial Markets: A Clinical Study Of Day-Traders," American Economic Review, 2005, v95(2,May), 352-359 8 A. F. Robertson. 2001. GREED: Gut Feelings, Growth, and History. Cambridge: Polity Press 9 Smith, Adam. 1776. The Wealth of Nations. London: Methuen & Co., Ltd hal 9-10
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 7
rasionalitas seseorang? Bagaimana apabila hal ini terjadi pada proses pembuatan
keputusan yang dituntut cepat? Dimana dalam penelitiannya David Rand menyebutkan
bahwa greediness cendrung mendorong orang untuk mengambil keputusan secara
cepat, mengingat adanya ineksistensi pehitungan implikasi terhadap sistem.10 Nature
seperti inilah yang kemudian manusia menjadi begitu responsif/reaktif terhadap
sentiment yang muncul di pasar.
b. Ketakutan dan interpretasi yang bias
Selain greediness dalam proses trading dilantai saham sering kali insecurity
mendominasi situasi psikologi trader. Dimana hal ini timbul terutama pada para trader
yang biasa bermain hanya pada saham-saham tertentu melalui perdagangan secara
technical. Dimana aspek insecurity ini akan semakin mendominasi ketika trader tidak
melakukan diversivikasi instrument investasi ataupun emitten. Dalam konteks ini
insecurity yang timbul dapat berupa sebuah realitas maupun insecurity yang lahir akibat
kesalahan interpretasi pasar, dan juga kesalahan internal observation. Ketakutan ini
sendiri didorong oleh sifat financial market sebagai uncertainty realm dimana emiten
dan harga bisa menjadi sangat fluktuatif. Situasi seperti ini mendorong kenaikan attensi
atas potensi bahaya yang muncul. Sensitifitas ini mulai dari sebatan ketakutan biasa
sampai dengan ketakutan yang menbuatnya merasa dalam kondisi ‘berbahaya’. Pada
kondisi seperti inilah sering kali stimulus ambigu di market akan cendrung ditafsirkan
sebagai bahaya. Hal ini kemudian menciptakan interpretasi yang bias. Dimana hal ini
kemudian secara neurobiological menciptakan apa yang disebut Amigdala
10 Rand, David. 2012. ‘Spontaneous giving and calculated greed’ dalam Nature vol. 489. London: Mcmillan Publisher. Hal 429
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 8
Hyperactivity.11 Yaitu sebuah hiper aktifitas amigdala dalam sistem limbic. Dimana
proses terkait pengambilan kebijakan dan ketakutan diproses dalam otak manusia.
Ketakutan ini sering kali mendorong seseorang bertindak diluar rasionalitas. Pada
konteks insider trading, ketakutan menjadi salah satu factor utama timbulnya aksi jual
atas sebuah emitten. Ketakutan inilaah yang sering dimanfaatkan dalam proses insider
trading. Dimana trader yang memiliki rasa takut berlebih cendrung lebih mudah
terpengaruh dan mengikuti trend yang ada di dalam market dan memperbesar positive
feedback yang terjadi sebagaimana akan dibahas pada sub-bab kedua.
2. Crowd Behavior Psychology
Dalam menjalankan skema insider trading, diperlukan sebuah positive feedback untuk
menciptakan sebuah sentiment yang mampu memberikan implikasi secara segnifikan
terhadap market. Untuk itu sub-bab ini akan lebih menekankan bagaimana dinamika
didalam lingkungan market mendorong untuk munculnya insider trading.
a. Bandwagon effect
Bandwagon effect merupakan sebuah efek yang timbul dalam sebuah kerumunan
masyarakat dimana sesorang cendrung berperilaku mengikuti perilaku orang
disekitarnya. Pada kasus tindak pidana insider trading, bandwagon effect
memungkinkan terjadinya pola reaksi berantai setelah trader melakukan proses
penghembusan sentimen. Secara psikologis individu didalam market akan mengikuti
pola perilaku pemimpin karismatik maupun mayoritas dalam sistem. Contoh dalam
11 Dan W. Grupe. 2013. ‘Uncertainty and anticipation in anxiety: an integrated neurobiological and psychological perspective’ dalam Nature Review Neuroscience Vol 14. London: Palgrave Macmillan
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 9
proses bandwagoning ini adalah ketika depresiasi saham Apple paska peluncuran
Iphone 6 dan Iphone 6 plus. Pada kasus apple para pemegang saham cendrung
mengalami ketakutan akibat adanya isu kualitas dari Iphone 6 yang bengkok. Isu ini
secara psikologis mengakibatkan ketakutan diantara pemegang saham, mengingat
adanya ketakutan akan penurunan nilai penjualan, dan juga revenue perusahaan. Efek
psikologis ini pada awalnya hanya dialami oleh segelintir pemegang saham, dan
kemudian melakukan aksi jual. Namun akibat adanya efek ini, pemegang saham
lainnya akhirnya pun memiliki kecendrungan/ dorongan untuk mengambil aksi jual
terhadap saham apple. Pola bandwagoning inilah yang kemudian secara massive
mendorong depresiasi terhadap saham apple.
Fenomena ini sendiri dalam ekonomi diperkenalkan oleh Liebenstein dalam
Bandwagon, Snob, and Veblen Effects in the Theory of Consumers' Demand. Dimana
pertama kita harus memahami dalam tarik ulur demand, kita tidak akan tahu seberapa
jumlah total demand pada satuan harga tertentu, disisi lain kita juga tidak mengetahui
apakah setiap trader memiliki knowledge yang sama terkait emitten yang listing dibursa
saham. Oleh karena itu dalam riset yang dilaksanakan Liebenstein, Liebenstein
menemukan sebuah pola behavior dimana pembeli kedua pada umumnya akan
memberikan demand dalam jumlah yang sama sebagaimana diinginkan oleh pembeli
pertama atau mungkin lebih. Pola ini akan terus berulang sampai dengan trader
mengalami apa yang disebut income constraint. 12 Dimana fenomena ini akan semakin
besar efeknya sebanding dengan total demand dari stock yang diperdagangkan dalam
satu hari dan hal ini secara psikologis disebut positive feedback.
12 H. Liebenstein. 1950. Bandwagon, Snob, and Veblen Effects in the Theory of Consumers' Demand dalam The Quarterly Journal of Economics Vol. 64 No.2. Massachusetts: MIT Press
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 10
b. Positive Feedback
Positive feedback sendiri merupakan sebuah kondisi didalam alam psikologis manusia
dimana seseorang memiliki kecendrungan mengikuti sebuah trend apabila hal tersebut
dinilai sesuai, dan mampu membawanya kepada goal yang diinginkan. Dalam konteks
financial market, goal disini akan diasosiasikan kedalam gain maupun aksi
menghindarkan diri potensi loss. Pada proses insider trading sentiment mendorong
munculnya aksi jual ataupun beli, kemudian aksi jual ataupun beli ini mendorong
munculnya sentiment pada skala yang lebih besar, dan fenomena ini bergerak melalui
sebuah loop.
Logic inilah yang kemudian mendasari teori reflexivity yang diperkenalkan George
Soros. Dimana perubahan harga didorong oleh positive feedback dimana ekspektasi
investor dipengaruhi oleh pergerakan harga, dan pergerakan harga ini didorong oleh
behavior yang mereka lakukan sampai dengan sistem menjadi unsustainable/jenuh, dan
kemudian menimbulkan efek sebaliknya.13
13 Azzopardi, Paul V. 2010, Behavioural Technical Analysis, Harriman House Limited, hal. 116
Akumulasi panik
Jumlah ternak yang
berlari (Investor)
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 11
3. Eksploitasi Psikologi Behavioralis
Kecendrungan prilaku trader seperti yang telah dibahas pada sub-bab diataslah yang
kemudian menimbulkan potensi munculnya moral hazard. Dimana prilaku ini berpotensi
untuk melakukan dua buah aksi baik oleh individu maupun korporasi. Yang pertama adalah
tindakan untuk ‘menggoreng’ saham suatu emiten untuk mendapatkan capital gain dari
short term trading. Opsi yang kedua adalah aksi insider trading yang ditujukan untuk
membeli suatu saham perusahaan lainnya ataupun perusahaannya sendiri atau yang dikenal
dengan buyback. Berbeda dengan skema pertama, skema berdua, trader akan melakukan
tindakan sebaliknya, yaitu menghembuskan sentiment negative, untuk mendepresiasi harga
saham sejatuh mungkin, sehingga dapat dilakukan aksi buyback secara lebih murah.
Berbeda dengan skema nomer satu, skema pada nomer dua pada umumnya merupakan
informasi palsu yang mendisinformasi performance perusahaan yang sesungguhnya.
Sehingga tidak mengherankan pada skema nomer dua, sebuah perusahaan yang dilaporkan
memiliki performance yang buruk, namun tetap dapat sustain dan membukukan
keuntungan di tahun berjalan.
Selain kecendrungan psikologis yang didorong oleh greediness, ketakutan berlebih, dan
bias sebagaimana dibahas pada sub-bab sebelumnya. Insider Trader biasanya juga
memanfaafkan behavior dari trader untuk menentukan moment-moment dimana market
cendrung terdistruct. Dimana dalam konteks ini penyebar informasi/sentiment negative
akan cendrung lebih memilih hari dimana market akan sangat sensitif terhadap munculnya
sentiment. Momen yang tepat ini biasanya bertepatan di hari jumat paska penutupan
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 12
perdangan di akhir minggu. Dimana dalam industry public relation, hari jumat merupakan
sebuah waktu yang tepat untuk menebarkan ‘kekhawatiran’ didalam market untuk
memberikan hasil pada sesi perdangan diminggu depanya. 14Sedangkan untuk sentiment
positif hal ini biasa dilaksanakan pada hari selasa sampai dengan kamis, untuk memberikan
kesempatan bagi market untuk mengapresiasi harga saham yang mereka perdagangkan.15
Dimana apabila kita mengambil hari jumat untuk menghembuskan sentiment negative,
maka kita akan memperoleh cukup waktu untuk menciptkan kepanikan yang kemudian
menimbulkan positive feedback yang cukup besar, tanpa memberi kesempatan bagi market
untuk melakukan aksi jual, dan terperangkap pada fase psikologi yang didominasi oleh
ketakutan dan uncertainty.
Sumber: Niessner, 2013
14 Damodaran, A. (1989). The weekend e↵ect in information releases: A study of earnings and dividend announcements. The Review of Financial Studies 2 (4), hal. 607–623. 15 Niesser, Marina. 2013. Strategic Disclosure Timing and Insider Trading. Massachusetts: Yale Management School
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 13
Pada emiten besar hal ini juga terjadi namun memiliki kecendrungan yang tidak lebih
segnifikan. Hal ini dikarenakan suitnya untuk memproteksi bocornya informasi sampai
penutupan bursa di hari Jumat, serta strictnya audit dan pengamatan okeh akuntan public,
ataupun firma-firma investasi besar. Selain itu hal ini juga dikarenakan oleh kecendrungan
saham big caps yang lebih tidak volatile. Dimana volatilitas ini akan meconstruct level
psikologis dimana trader akan kehilangan comfort levelnya, dan mulai dikuasai oleh
ketakutan dan greediness. Perbedaan ini dapat dilihat dalam diagram berikut.
Selain pada masa penutupan bursa saham hal ini juga biasa dilaksanakan pada perayaan
hari besar dan hari-hari besar nasional. Hal ini didasarkan pada situasi dimana trader
memiliki kecendrungan terdistruct, sehingga trader tidak dapat langsung merespon
sentiment terhadap market, dan mengakibatkan snowball effect, yang pada akhirnya akan
benar-benar teraktualisasi pada saat sesi pembukaan index saham.
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 14
4. Sekuritisasi Insider Trading Sebagai Kejahatan Keuangan
a. Insider Vs Informed Trader
Sering kali dalam prakteknya insider trading sering kali tumpang tindih dengan istilah
informed trading. Yang membedakan keduanya adalah bagaimana proses informasi
didapat. Pada insider trading, informasi yang digunakan adalah informasi rahasia
perusahaan yang kemudian dihembuskan untuk menciptakan sebuah sentiment dalam
market. Sedangkan informed trading merupakan sebuah aksi perdagangan dengan
mengacu pada analisis factor internal dan eksternal terhadap potensi pergerakan harga
saham. Beberapa pakar menilai informed trader sebagai sebuah yang legal untuk
dilakukan mngingat sumber informasinya yang berasal dari data yang telah dipublish,
namun beberapa pihak juga menilai bahwa informed trading merupakan sebuah
tindakan yang tidak dapat dijustifikasi secara legal. Namun yang lebih menarik dalam
konteks ini adalah bagaimana diskriminasi informasi terjadi. Dimana diskriminasi
informasi korporasi inilah yang menjadi batas tipis diantara insider dan informed
trader.
Untuk membahas mengenai dilema informasi insider dan informed trading sendiri
maka kita dapat mengambil basis dari salah satu paper George Akerlof ‘The Market for
Lemons: Quality Uncertainty and the Market Mechanism’ dimana dalam konteks ini
industrial index kita analogikan sebagai second-hand car market. Dimana tidak semua
barang yang diperdagangkan memiliki kualitas yang sama, dan tidak semua buyer
memahami differensiasi antara barang yang baik dan buruk. Hal inilah yang sering kali
orang mendorong buyer untuk melakukan justifikasi berdasar pada average price,
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 15
dimana apabila disektor financial market hal ini dapat dianalogikan oleh nilai industrial
index. Hal ini tentunya akan merugikan bagi good seller/emitten. Dalam papernya
Akerlof menyampaikan bahwa hal ini berkorelasi dengan isu transparansi dan
komitmen sebuah perusahaan sebagai public listed company. Dimana dalam konteks
ini Akerlof menilai bahwa semakin besar jumlah saham yang dimiliki secara pribadi
dibandingkan saham yang dilepas ke public maka semakin meningkat pulalah potensi
lemon principle.16 Dengan meningkatnya lemon principle maka akan memperlebar gap
asymmetric knowledge dimana insider akan lebih memiliki informasi terkait
performance perusahaan dibandingkan public. Lalu bagaimana fenomena ini dapat
dihilangkan dari market? Untuk menjawab ini akan dibahas pada sub-bab selanjutnya,
yang membahas mengenai diskriminasi informasi
b. Information Discrimination
Sebagaimana telah disebutkan dalam sub-bab sebelumnya informasi adalah kunci dari
proses kriminalisasi insider trading. Dimana sering kali korporasi merahasiakan aksi
korporasinya dari public untuk menjaga rahasia perusahaan, namun disisi lain sebagai
sebuah perusahaan public, emiten juga berkewajibkan melakukan transparansi. Wujud
transparansi ini diwujudkan melalui pelaporan finanscial statement yang dipublish
kepada public. Namun yang menjadi pertanyaan apakah informasi yang didapat oleh
major shareholder sama dengan yang diterima oleh public yang memiliki saham
melalui proses transaksi yang ada dipasar saham? Tentu jawabannya tidak. Hal ini
dikarenakan adanya kecendrungan ketakutan manajemen perusahaan apabila financial
statement mengcover seluruh aktivitas perusahaan secara detail akan mempengaruhi
16 George A. Akerlof. 1970. The Quarterly Journal of Economics, Vol. 84, No. 3. Massachusetts: MIT Presspp. 488-500
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 16
nilai saham mereka. Meski tidak selalu terjadi, hal ini dapat dilihat pada perusahaan
seperti Enron yang bangkrut satu minggu setelah menerbitkan menerbitkan financial
statement yang menyatakan perusahaan dalam kondisi stabil dengan pertumbuhan di
zona positif.17 Lalu kemudian ketika ada informasi yang bersifat rahasia bocor dapat
dianggap sebagai sebuah aktivitas insider trading?
Jawabannya tentu bervariasi tergantung pada apakah terpenuhinya klausul kesengajaan
untuk melakukan upaya rent seeking atau tidak. Dari gambaran diatas kita akan melihat
bahwa sering kali proses trading dilaksanakan dalam sebuah mekanisme dimana
informasi mengalami scarcity, dan mengacu pada sebuah ketidak pastian dalam sebuah
ketidak pastian. Hal inilah yang kemudian mendorong biasnya sebuah fakta, sehingga
dalam konteks ini tidak mengherankan ketika muncul sebuah perilaku irrational dalam
market. Dan informasi yang bersifat private ini secara ironis menurut Kent Daniel
justru akan direspon market secara berlebih dibandingkan dengan informasi yang
bersifat public.18 Sehingga dalam konteks ini untuk menyelesaikan dilema ini
diperlukan sebuah platform hukum yang memberikan sebuah batasan yang jelas antara
insider dan informed trader. Dimana hal ini penting, untuk memberikan kepastian bagi
pasar, dimana dalam konteks ini kepastian menjadi sangat penting untuk memastikan
pasar untuk berperilaku serasional mungkin dengan basis pengambilan keputusan yang
relative lebih firm, dan memangkas potensi distuct atas pasar, yang berpotensi
memunculkan insider trader.
17 Dharan, Bala. 2002. Red Flag in Enron’s reporting of Revenue and Key Financial Measures. Houston: Rise University 18 Daniel Kent. 1998. Investor Psychology and Security Market Under- and Overreactions dalam The Journal of Finance Vol LIII No. 6, Desember 1988. New Jersey: Wiley-BlackwellHal. 1865-866
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 17
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Mengacu pada latar belakang masalah dan juga pembahasan dalam BAB II maka dapat
diambil sebuah simpulan dimana Insider Trading merupakan sebuah kejahatan yang
berkerja pada proses eksploitasi psikologi behavioralis dari market. Dimana insider trading
bergerak dengan kecendrungan greediness, ketakutan, uncertainty, dan juga bias yang
terjadi didalam financial market. Dimana kecendrungan ini dimanfaatkan oleh insider
trader dengan membaca kapan kecendrungan ini mencapai titik jenuhnya dan mendistruct
market. Penentuan waktu ini penting untuk menjamin terciptanya positive feedback yang
cukup besar terhadap market, sehingga menciptakan margin harga yang cukup ‘profitable’.
Kecendrungan insider trading sendiri memiliki potensi untuk menerpa stock market di
Negara-negara berkembang. Hal ini didasarkan adanya gap asymmetric knowledge yang
lebih besar diantara insider dan public terkait performance dan langkah/aksi korporasi yang
akan dilakukan. Pada stock market di developed countries hal ini lebih sulit dilaksanakan,
dikarenakan transparansi korporasi yang lebih baik, dan juga komposisi kepemilikan
public yang lebih besar pada suatu emiten di stock market. Asymmetric knowledge ini
kemudian menciptakan sebuh vicious circle dimana, asymmetric knowledge ini akan
menciptakan sebuah uncertainty, yang pada akhirnya akan menimbulkan bandwagon effect
yang semakin memperbesar positive feedback yang mungkin terjadi skema insider trading
di dalam market.
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 18
2. Saran
Dalam konteks ini kami menilai bahwa hal yang mendasar untuk dirubah dapat dibagi
menjadi dua, yang pertama adalah perubahan regulasi dan perubahan socio cultural. Yang
pertama dalam aspek regulasi. Kami menilai bahwa sangat penting bagi sebuah undang-
undang terkait pasar saham untuk memberikan batasan yang jelas terkait batasan
transparansi dan memotong gap asymmetric knowledge sebesar mungkin tentunya tetap
mempertahankan beberapa aspek fundamental terkait corporate secrecy. Yang kedua
adalah perubahan socio-cultural, dalam konteks ini kami menilai penting untuk mengubah
sebuah mindset ataupun culture bahwa, stock exchange hanya sebagai platform dalam
mendapatkan capital gain ataupun mendapatkan ‘fresh money’ untuk melakukan ekspansi
bisnis, namun lebih sebagai proses distribution of wealth. Proses Initial Public Offering
(IPO) sebagai sebuah proses penyerahan sebuah private company menjadi benar-benar
perusahaan milik public, dengan kepemilikan individu yang terbatas, sebuah perusahaan
yang berfungsi sebagai wealth transmission belt. Namun tentunya hal ini akan sangat
utopis ketika kita masih berfikir dalam framework pemikiran ekonomi klasik, namun ketika
kita berbicara stock market di Negara-negara penganut welfare state, dalam konteks ini hal
ini bukanlah hal yang mustahil walaupun sulit.
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 19
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Jurnal, dan Terbitan Berkala
A,F. Robertson. 2001. GREED: Gut Feelings, Growth, and History. Cambridge: Polity Press
Azzopardi, Paul V. 2010, Behavioural Technical Analysis, Harriman House Limited, hal. 116
Bhattacharya, Utpal. 1999. The World Price of Insider Trading. Bloomington: Kelley School ofBusiness, Indiana University
Boettke, Peter. 1997. The Theory of Spontaneous Order and Cultural Revoution in The SocialTheory of FA. Hayek. New York: Department of Economics, George Mason University
Damodaran, A. (1989). The weekend e↵ect in information releases: A study of earnings anddividend announcements. The Review of Financial Studies 2 (4), hal. 607–623.
Dan W. Grupe. 2013. ‘Uncertainty and anticipation in anxiety: an integrated neurobiological andpsychological perspective’ dalam Nature Review Neuroscience Vol 14. London: PalgraveMacmillan
Daniel Kent. 1998. Investor Psychology and Security Market Under- and Overreactions dalamThe Journal of Finance Vol LIII No. 6, Desember 1988. New Jersey: Wiley-BlackwellHal. 1865-866
Dharan, Bala. 2002. Red Flag in Enron’s reporting of Revenue and Key Financial Measures.Houston: Rise University
George A. Akerlof. 1970. The Quarterly Journal of Economics, Vol. 84, No. 3. Massachusetts:MIT Presspp. 488-500
H. Liebenstein. 1950. Bandwagon, Snob, and Veblen Effects in the Theory of Consumers'Demand dalam The Quarterly Journal of Economics Vol. 64 No.2. Massachusetts: MIT Press
Lo, Andrew W., Dimitry V. Repin and Brett N. Steenbarger. "Fear And Greed In FinancialMarkets: A Clinical Study Of Day-Traders," American Economic Review, 2005, v95(2,May),352-359
M.S. Tumanggor.2005. Kajian Hukum Atas Insider Trading Di Pasar Modal Suatu AntisipasiTerhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia (Satu Telaah Singkat).Dissertasi. Program DoktorIlmu Hukum Universitas Padjajaran
Universitas Diponegoro |Program Studi Ilmu Hubungan Internasional 20
Nalole Masri. 2012. Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-Lk) Dalam Mengatasi Praktik Insider Trading Di Pasar Modal Indonesia. Makassar: ProgramPasca Sarjana Magister Kenotariatan, Unhas
Niesser, Marina. 2013. Strategic Disclosure Timing and Insider Trading. Massachusetts: YaleManagement SchoolRand, David. 2012. ‘Spontaneous giving and calculated greed’ dalam Nature vol. 489. London:Mcmillan Publisher. Hal 429
Smith, Adam. 1776. The Wealth of Nations. London: Methuen & Co., Ltd hal 9-10
Alamat Web
The Financial Markets: When Fear And Greed Take Over. Investopedia. Com. Diakses pada 7November 2014