Apparatus Psikologi
Transcript of Apparatus Psikologi
APPARATUS PSIKOLOGI
1. Depth Perception
Sumber gambar: Katalog Apparatus Psikologi IDEAS
Landasan teori:
Alat ini merupakan versi modern dari ‘Three Needle
Experiment’ yang didesain oleh Helmholtz (1856-1866).
Eksperimen tersebut kemudian diperbaiki oleh Howard yang
menggunakan dua tongkat (dan bukan tiga), dan mulai
dikenal sebagai apparatus Howard-Dolman (dalam website
University of Bedfordshire).
Persepsi adalah proses untuk memilih, memilah, dan
mengartikan informasi yang diperoleh melalui indra
(Susatyo, 2014). Menurut Anderson (1995) dalam Aulia
(2010), persepsi kedalaman adalah persepsi yang muncul
berdasarkan informasi mengenai kedalaman atas suatu
objek.
Dalam Aulia (2010) disebutkan bahwa manusia memiliki
kemampuan dan ketelitian yang luar biasa dalam membuat
beberapa penilaian. Salah satu aspek yang menarik dari
persepsi visual adalah kemampuan untuk memersepsi
kedalaman. Retina menerima informasi hanya dalam dua
dimensi, panjang dan lebar. Namun, otak mentranslasi
isyarat-isyarat tersebut menjadi tiga dimensi dengan
menggunakan monocular depth cues (menggunakan satu mata)
dan binocular depth cues (menggunakan dua mata).
Monocular cues hanya mendapatkan gambaran 2D karena
menggunakan satu mata, maka yang didapat adalah: occlusion,
isyarat relatif, bayangan, ukuran relatif, familiar size,
perspektif atmosferik, perspektif linier dan kualitas
permukaan, serta movement produced cues (dalam website
University of California-Irvine).
Binocular cues tergantung dari gambaran di kedua
mata, jarak antar mata kita sekitar 6 cm sehingga kita
mendapatkan sudut pandang yang berbeda namun juga saling
mendukung. Perbedaan tersebut dinamakan binocular
disparity, yang diubah menjadi informasi kedalaman.
Informasi yang terkandung di dalamnya dinamakan
stereopsis.
Kegunaan:
Untuk mengukur ketepatan persepsi kedalaman subjek.
Spesifikasi:
- Kotak apparatus: 40 x 30 x 15 cm dengan jendela 13 x 15
cm
- Berat keseluruhan: 4 kg
- Panel posisi dengan akurasi 1 mm
- Dua tombol saklar: maju dan mundur
Pengoperasian:
Dalam kotak apparatus terdapat dua objek, salah satu
objek berpoisisi tetap dan satunya lagi bisa dipindah
menggunakan saklar, subjek yang melihat kedua objek
melalui jendela diminta untuk menyejajarkan keduanya
(menempatkan objek pada kedalaman yang sama). Karena
melalui jendela, subjek tidak dapat melihat bagian atas
dan bawah objek tersebut, sehingga sulit untuk menebak-
nebak.
2. Ilusi Muller-Lyer (Manual dan Digital)
Sumber gambar: Katalog Apparatus Psikologi IDEAS
Landasan Teori:
Ilusi Muller-Lyer pertama kali
dipopulerkan oleh psikiatris Franz
Carl Muller-Lyer pada akhir abad 1800
(Kasdin, 2000).
Garis mana yang lebih panjang? Meskipun penglihatan
kita mengatakan bahwa garis kiri yang lebih panjang,
perhitungan menggunakan mistar menunjukkan bahwa kedua
garis tersebut sama panjang.
Keberadaan panah pada setiap ujung garislah yang
mempengaruhi kesalahan persepsi panjang tersebut. Panah
masuk seolah-olah memendekkan garis dan panah keluar
memanjangkan garis, Muller-Lyer menciptakan istilah
“confluxion” untuk ilusi ini (sumber: American Psychology
Association).
www.rit.edu
Sedangkan menurut Rochester Institute of Technology
(dalam www.rit.edu), ilusi ini dapat dijelaskan
menggunakan 5 teori, yaitu perspektif kedalaman,
pergerakan mata, keterbatasan ketajaman mata, teori rata-
rata, dan intertip disparity theory.
Sumber gambar: www.rit.edu
A: perspektif kedalaman
B: pergerakan mata
C: keterbatasan ketajaman
mata
D: teori rata-rata
E: intertip disparity theory
Menurut teori perspektif kedalaman: dalam dunia tiga
dimensi, perspektif kedalaman berhubungan dengan
penentuan jarak, semakin dekat objek dengan mata maka
semakin besar objek tersebut di retina. Sehingga, dalam
dunia dua dimensi pada ilusi Muller-Lyer, otak membuat
A B C1
E
asumsi kedalaman relatif berdasarkan isyarat-isyarat yang
ada (dalam hal ini tanda panah). Kita terbiasa melihat
sisi gedung dari luar yang nampak seperti gambar A bagian
kiri dan sisi gedung dari dalam sebagaimana gambar A
bagian kanan. Sisi gedung luar nampak lebih jauh dari
sisi gedung yang dilihat dari dalam. Dalam ilusi Muller-
Lyer, retina akan menangkap bahwa kedua garis memiliki
tinggi yang sama, namun otak (menggunakan perspektif
kedalaman) biasanya akan menang dengan mengatakan bahwa
sisi yang memiliki panah keluar berarti lebih panjang.
Teori pergerakan mata: sebagaimana dalam gambar B,
garis sebelah kanan diartikan lebih pendek karena panjang
garis di ujung akan dikembalikan oleh pangkal (akibat
panah). Dengan kata lain, ketika mata kita melihat
mengikuti garis, akan dikembalikan ketika mengikuti
panah, pengembalian inilah yang memengaruhi persepsi kita
menjadikan garis lebih pendek. Sebaliknya, ketika bertemu
dengan panah keluar mata akan memersepsikannya lebih
panjang.
Teori keterbatasan ketajaman mata: ketajaman
penglihatan merupakan kemampuan kita untuk mengenali
detil visual. Kita memiliki ketajaman yang baik pada
pusat yang tetap, namun pada area luar (pada gambar),
penglihatan kita mengabur. Pada pandangan yang kabur,
garis yang bersebelahan akan nampak mendekat. Berdasarkan
hal ini, pada Muller-Lyer, dua garis yang membentuk panah
akan nampak mengabur dan berpindah dari pusat panah yang
sebenarnya (lihat gambar C). Hasilnya adalah garis dengan
panah ke dalam nampak lebih pendek (gambar C1) dan garis
dengan panah keluar akan nampak lebih panjang (gambar
C2).
Teori rata-rata: jarak pasangan panah (atas dan
bawah) mempengaruhi kemampuan perhitungan panjang kita.
Dikatakan bahwa penilaian Muller-Lyer berdasarkan jarak
antar panah di kedua ujung. Jarak rata-rata antarpanah ke
dalam lebih sedikit ketimbang antarpanah yang keluar.
Rasio panjang panah juga akan mempengaruhi kekuatan dari
ilusi. Untuk membuktikan hal ini, dapat kita bandingkan
antara garis yang diakhiri oleh panah dengan arah yang
sama dengan garis yang diakhiri oleh panah dengan arah
yang berbeda (lihat gambar D).
Intertip disparity theory menyatakan bahwa secara perseptif
manusia akan mengukur ilusi dari ujung panah. Maka dari
itu, ilusi maksimal akan tercipta ketika kedua panah di
ujung mencapai jarak 0 (berhimpitan) dan berkurang saat
bertambahnya jarak antarpanah (antarujung) –lihat gambar
E.
Kegunaaan:
Untuk mengukur keakuratan persepsi mengenai panjang serta
membuktikan adanya ilusi mata.
Spesifikasi:
- Papan Objek: berukuran 61 x 33 x 1,7 cm –papan dasar
dimana panah dan mekanisme pergerakan diletakkan.
Dibelakangnya terdapat mistar/garis ukur.
- Panjang Garis: maksimal 42 cm
- Digital: menggunakan daya listrik 220v/50Hz, 15 W
- Penggerak:
Digital: menggunakan tombol kontrol dengan sistem motor
listrik, transmisi, ulir, dan rangkaian elektronik untuk
menggerakkan panah ke kanan dan kiri.
Manual: panah dapat digerakkan ke kanan dan kiri langsung
tanpa alat bantu.
Pengoperasian:
Subjek bertugas menggeser garis untuk mendapatkan panjang
yang sama antara garis di sebelah kiri dan kanan (yang
dipisahkan dengan panah di tengah). Jika memakai Muller-
Lyer digital pemindahan panah menggunakan tombol kontrol,
apabila manual dapat digerakkan langsung tanpa alat
bantu.
3. Puzzle (Papan)
Sumber gambar: tokopedia.com
Landasan teori:
Memecahkan puzzle menuntut khususnya kemampuan spasial
dan perseptual, namun puzzle klasik juga telah sejak lama
digunakan untuk mempelajari pemecahan masalah,
pembelajaran insight, serta pembentukan konsep
(University of Bedfordshire). Di website Universitas
Pendidikan Indonesia disebutkan bahwa dalam menyelesaikan
masalah terdapat dua teknik, yaitu alogaritma (ada
jaminan untuk dapat memecahkan masalah apabila mengikuti
aturan yang ada) dan heuristik (usaha pemecahan masalah
yang didasarkan dari pengalaman, namun tidak ada
jaminan). Heuristik dibagi menjadi dua yaitu means-ends
heuristik (mendeteksi perbedaan antara tujuan awal dengan
hasil yang diinginkan, kemudian berusaha mengurangi
perbedaan yang ada) dan the analogy approach (menggunakan
solusi dari masalah sebelumnya untuk menyelesaikan
masalah sekarang).
Penyelesaian puzzle cenderung menggunakan analogy
approach. Menurut Novock dan Holyoak (1991), ada 4 langkah
yang harus diikuti dalam penyelesaian masalah menggukan
pendekatan ini, yaitu:
- Retrieval akan solusi yang sebelumnya kemudian
menempatkannya pada lokasi yang tepat.
- Mapping, membangun hubungan antara sumber masalah
dengan masalah yang dihadapi saat ini.
- Adaptation, menentukan cara memakai prosedur yang tepat
menggunakan solusi yang telah berhasil sebelumnya.
- Learning, mencari tahu skema abstrak untuk keseluruhan
masalah yang di dalamnya terdapat source problem dan target
problem.
Kegunaan:
Untuk mengetes kemampuan spasial dan perseptual, dapat
juga dikaitkan dengan problem solving, kecepatan
pembelajaran, serta kecerdasan.
Spesifikasi:
- Papan peletakan potongan-potongan puzzle
- Potongan-potongan puzzle
Pengoperasian:
Subjek diminta menyelesaikan puzzle secepat mungkin.
Pemberian instruksi fleksibel berdasarkan tujuan
penelitian.
4. Time Reaction (Cahaya) Sumber gambar: Katalog Apparatus Psikologi IDEAS
Perintis reaction test adalah Donders (1868) –
Clemson University. Pengukuran waktu reaksi dapat
dilakukan dengan dua cara, simple reaction time (satu
stimulus, satu respon) dan discriminate reaction test
(beberapa stimulus, menentukan mana yang harus direspon).
Time reaction experiment dapat dilakukan dengan beberapa
teknik, yang paling populer adalah cahaya dan suara.
Pieron (1920) dan Luce (1986) melaporkan bahwa semakin
lemah stimulus (seperti cahaya yang sangat redup) maka
semakin lama waktu reaksinya. Namun, setelah stimulus
mencapai kekuatan tertentu, waktu reaksi menjadi konstan.
Sehingga hubungannya sebagai berikut:
Sumber gambar:
http://biae.clemson.edu/
Jenis dan intensitas stimulus merupakan faktor dasar
hasil perhitungan reaction time, namun ada banyak faktor
lain lain yang juga berpengaruh, yaitu ketegangan, usia,
jenis kelamin, penggunaan tangan (kanan atau kiri), letak
stimulus (di tengah atau di pinggir), latihan dan
kesalahan, keletihan, puasa/diet, gangguan, peringatan
akan segera datangnya stimulus, alkohol, urutan stimulus,
pola bernapas, tremor pada jari, sakit, cedera otak,
gangguan belajar, kecerdasan, obat-obatan, hukuman,
stress, ancaman, tipe
kepribadian, affective priming
dan attentional blink.
Alat ini juga di
desain dengan stimulus
penganggu berupa lampu
yang bisa dinyalakan di sekeliling sinyal lampu merah
atau hijau yang bisa berputar baik cepat maupun lambat,
dan searah atau berlawanan arah dengan jarum jam. Selain
itu, terdapat pula gangguan berupa nada bising.
Kegunaan:
Untuk mengukur kecepatan reaksi subjek terhadap stimulus
berupa nyala lampu merah dan hijau.
Spesifikasi:
- Kotak apparatus: 35 x 25 x 12 cm
- Berat keseluruhan: 3 kg
- Bahan: aluminium dan acrylic
- Panel stimulus berupa nyala lampu: ada 2 titik yang
masing-masing berisi lampu merah dan lampu hijau.
- Jarak titik stimulus 6 cm
- Lampu penganggu berdiameter 18 cm
- Panel respon: ada 2, satu untuk peneliti (mulai) dan satu
lagi untuk subjek yang diteliti (berhenti), masing-masing
berisi 2 tombol (merah dan hijau)
Pengoperasian:
Subjek diperlihatkan cahaya (merah atau hijau) dan
diminta untuk secepat mungkin menekan tombol pada panel
respon sesuai warna lampu yang menyala. Waktu reaksi akan
dihitung secara otomatis oleh mesin. Sementara peneliti
akan menentukan lama/jeda dan lampu berwarna apa yang
akan dinyalakan (dari stimulus satu ke stimulus yang
lain).
5. Steadiness Tester
Sumber gambar: Katalog Apparatus Psikologi IDEAS
Landasan teori:
Steadiness adalah gerak motorik yang baik bersamaan dengan
fungsi kognitif. Steadiness tester merupakan alat yang
mengukur kematapan tangan dan jari. Alat ini membantu
menilai ketangkasan tangan dan jari, dan tingkat
kemampuan subjek dalam mengatasi suatu instrumen dalam
jangka waktu cukup lama (Sharma and Chandra, 2004).
Kegunaan:
Untuk mengukur stabilitas tangan, kemampuan motorik halus
(arah gerakan , tremor, presisi, kecepatan gerak tangan,
lengan, dan ketangkasan jari. Lebih jauh lagi, dapat
digunakan sebagai alat pemeriksaan sejauh mana tingkat
stress, kegelisahan, konsumsi bahan kimiawi, usia,
kelelahan, kebugaran, dll. (dalam Susatyo, 2014).
Dari spesifikasi bentuk dan cara mengoperasikannya dibagi
menjadi 2:
i) Groove Type
Spesifikasi:
- Kotak apparatus: 35 x 25 x 12 cm
- Lintasan: panjang 30 cm dan lebar 1 cm
- Berat keseluruhan: 3 kg
- Bahan: campuran aluminium, acrylic, dan kayu
- Panel counter:
Counter waktu dengan akurasi 3 digit atau 0,1 detik
Counter kesalahan (error)
- Stick berbahan aluminium sepanjang 52 cm
Pengoperasian:
Subjek berusaha memindahkan stick secara
horizontal/menyamping mengikuti lintasan hingga ujung
dimana lintasan semakin menyempit dengan secepat dan
sedapat mungkin menghindari error (stick menyentuh
permukaan lintasan), sementara mesin akan mencatat waktu
dan banyaknya error.
ii) Hole Type
Spesifikasi:
- Kotak apparatus: 35 x 25 x 15 cm
- Hole (lubang) dengan diameter standar: 1,5 cm
- Jarak lintasan: 25 cm
- Berat keseluruhan: 4 kg
- Bahan: campuran aluminium, acrylic, dan kayu
- Panel counter:
Counter waktu dengan akurasi 3 digit atau 0,1 detik
Counter kesalahan (error)
- Stick berbahan aluminium sepanjang 52 cm
Pengoperasian:
Subjek berusaha memasukkan stick ke dalam lubang dan
mencapai/menekan tombol merah di ujung lintasan (di
permukaan kotak apparatus) dengan secepat dan sedapat
mungkin menghindari error. Dinding lubang di awal lintasan
mengandung sensor, error dihitung dari banyaknya stick yang
menyentuh dinding lubang tersebut. Mesin akan menghitung
waktu yang dibutuhkan stick untuk mencapai akhir lintasan
dan jumlah error selama perjalanan.
Sumber:
http://opl.apa.org/Experiments/About/AboutM%C3%BCller-
Lyer.aspx diakses pada 13 November 2014, pukul 22:00
https://www.rit.edu/cla/gssp400/muller/muller.html
diakses pada 13 November 2014, pukul 22:00
http://biae.clemson.edu/bpc/bp/lab/110/reaction.htm
diakses pada 14 November 2014, pukul 00:00
Susatyo, 2014, Pengenalan Alat Psikologi Eksperimen.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
IDEAS, 2012, Katalog Apparatus Psikologi. Bandung
http://www.ics.uci.edu/~majumder/vispercep/chap8notes.pdf
diakses pada 14 November 2014, pukul 01:00
www.tokopedia.com diakses pada 14 November 2014, pukul
01:20
Sharma, Ram Nath and Chandra S.S., 2004. Advanced
Industrial Psychology. New Delhi: Altantic Publishers
and Distributors
Aulia U., Shafrida F., 2010, Laporan Praktikum Psikologi
Eksperimen. Universitas Gadjah Mada
Nama: Miftachur Rohmah
NIM: 14/369108
Kelompok 3, kelas D