Psikologi sastra
-
Upload
universitasjember -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Psikologi sastra
KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA PADA CERPEN “IBU” KARYA SUMARTONO
Disusun Guna Memenuhi Tugas Uas Mata Kuliah Psikologi Sastra
Kelas B
MAKALAH
Oleh:
Fiona Pricilya (120210402059)
No. Hp (085655084536)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kajian Psikologi Sastra Pada Cerpen “Ibu” Karya
Sumartono”. Makalah ini dibahas untuk membantu para pembaca
agar bisa lebih memahami apa yang telah saya rancang dalam
makalah ini.
Saya berharap dengan adanya makalah ini, dapat berguna
untuk seluruh pembaca. Namun saya menyadari dalam makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran saya harapkan guna untuk penyempurnaan makalah ini
sebagai umpan balik untuk bahan evaluasi. Dan semoga makalah
ini dapat memberikan arahan yang positif dalam hal
pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di
Indonesia.
ii
Penulis,
Jember, 18 Desember 2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata
Pengantar ....................................................
............................................ ii
Daftar
Isi ..........................................................
................................................iii
Bab I : PENDAHULUAN
iii
1.1 Latar
belakang.................................................
................................... .1
1.2 Rumusan
masalah..................................................
...............................1
1.3 Tujuan ....
.........................................................
.....................................2
BAB II : KAJIAN TEORI
2.1Pengertian psikologi
sasta....................................................
................2
2.2Hubungan psikologi dan
sastra...................................................
..........3
2.3. .Teori kekerasan pada anak…………………………………………...4
2.4 Teori
psikologi cinta…………………………………………………5
BAB III : KLASIFIKAS KAJIAN
iv
3.1 Pokok
pikiran………………………………………………………...6
3.2 Paparan
data………………………………………………………….6
3.3.........................................Uraian
komponen.................................................
............................... 8
3.4 Diskusi
umum.....................................................
................................ 13
BAB IV : PENUTUP
4.1
Kesimpulan.................................................
....................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................
..............................16
LAMPIRAN
v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Psikologi atau psikoanalisis dapat mengklasifikasikan
pengarang berdasar tipe psikologi dan tipe fisiologisnya.
Psikoanalasisis dapat pula menguraikan kelainan jiwa bahkan
alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen di
luar karya sastra atau dari karya sastra itu sendiri. Untuk
menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti psikologis,
psikolog perlu mencocokannya dengan dokumen-dokumen diluar
karya sastra.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra
karena psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Misalnya,
kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya.
Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi
mengenai perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu,
berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu kita
melihat keretakan ( fissure ), ketidakteraturan, perubahan,
dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra.
Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis
secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel.
Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar
dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya.
Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat
karya sastranya.
Penelitian sastra juga memiliki peran penting dalam
pemahan sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti:
1
pertama pentingnya psikologi untuk mengkaji lebih mendalam
aspek perwatakan; kedua, dengan pendekatan ini memberi umpan
balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang di
kembangkan; dan terakhir, penelitian semacam ini sangat
membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental dengan
masalah-masalah psikologis (Endraswara, 2008: 12).
Berdasarkan peranan penting psikologi untuk mengkaji
perwatakan maka dilakukan penelitian yang di beri judul
“Kajian Psikologi Sastra Pada Cerpen “Ibu” Karya Sumartono”.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana tindakan psikologi tokoh Kak Hardo ketika
mengetahui Ari mencuri?
2. Bagaimana tindakan psikologi tokoh Ari ketika di tuduh
mencuri?
3. Bagaimana tindakan Psikologi tokoh Kak Sumi ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
penulisan makalah ini secara umum adalah untuk
mendeskripsikan tindakan psikologi tokoh Ari dalam cerpen
“Ibu” Karya Sumartono. Selanjutnya tujuan khususnya
adalah untuk mendeskripsikan tindakan psikologi tokoh Kak
Hardo ketika mengetahui adik tirinya mencuri, dan juga
tokoh Kak Sumi ketika di tanya Ari mengenai Ibu
kandungnya yang telah lama meninggal.
2
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1 Psikologi Sastra
Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara
psikologi dan sastra (Edraswara, 2008:16). Mempelajari
psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari
manusia dari sisi dalam. Makna interpretatif terbuka lebar
(Endraswara, 2008: 14). Daya tarik psikologi sastra ialah
pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak
hanya jiwa sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi juga
bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap
menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman
pengarang itu sering pula dialami oleh orang lain.
Menurut Endraswara (2003:96), Psikologi sastra merupakan
kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas
kejiwaan pengarang yang menggunakan cipta, rasa, dan karya
dalam berkarya. Begitupun pembaca, dalam menanggapi karya
juga tidak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Pengarang
akan mengungkap gejala jiwa kemudian diolah kedalam teks dan
dilengkapi dengan kejiwaannnya. Karya sastra yang dipandang
sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspek-aspek
kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa
drama atau prosa. Masih menurut Endraswara (2003:96), bahwa
asumsi penelitian bagi sastra antara lain dipengaruhi oleh
beberapa hal, yakni :
a. Adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan produk
dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada
pada situasi setengah sadar atau sub concius setelah
3
jelas baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar
(concius). Antara sadar dan tak sadar, selalu mewarnai
dalam proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra
dapat dilihat dari seberapa jauh pengarang mampu
mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke
dalam sebuah cipta sastra.
b. Kajian psikologi sastra di samping meneliti perwatakan
tokoh secara psikologis, juga aspek-aspek pemikiran dan
perasaan pengarang ketika menciptakan karya tersebut.
Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan
tokoh sehingga karya menjadi semakin hidup. Sentuhan-
sentuhan emosi melalui dialog ataupun pemilihan karya
sebenarnya merupakan gambaran kekalutan dan kejernihan
batin pencipta.
2.2 Hubungan psikologi dan sastra
Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional,
yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan
jiwa orang lain. Hanya perbedaannya, gejala kejiwaan yang
ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari
manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah
manusia-manusia riil (Roekhan dalam Aminuddin, 1990).
Psikologi sastra memandang bahwa sastra merupakan hasil
kreatifitas pengarang yang menggunakan media bahasa yang
diabadikan untuk kerpentingan estetis. Dengan kata lain,
karya merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang,
yang berarti didalamnya ternuansakan suasana rasa, karena
dalam karya sastra tersebut gejala kejiwaan di dalamnya
terkandung fenomena-fenomena kejiwaan, yang tampak pada
4
pelaku-pelaku cerita, maka sebuah karya sastra dapat
didekati dengan mengguanakan penerapan kaidah psikologi
terhadap pelaku-pelaku dalam karya sastra (Aminuddin,
1990:93). Sastra juga bersumber dari jiwa manusia. Apa-apa
yang terungkap dalam karya sastra adalah hasil sublimasi
kejiwaan manusia (sastrawan). Karena itu sastra mempunyai
sifat : (1) kesatuan dalam keragaman, (2) kontemplasi
objektif, (3) distansi estetis, (4) penciptaan kerangka dan
diendapkan dalam batin. Jika endapan pengalaman ini telah
cukup kuat memberikan dorongan pada batin sang pengarang
untuk melakukan proses kreatif, maka dilahirkannya endapan
pengalaman tersebut dalam wahana bahasa yang dipilihnya dan
diekspresikan menjadi sebuah karya sastra. Dengan demikian,
pengalaman kejiwaan sang pengarang yang semula terendap
dalam jiwa, telah beralih kedalam karya sastra yang
diciptakannya, yang terproyeksikan lewat ciri-ciri kejiwaan
para tokoh imajinernya.
Sastra sebagai “gejala kejiwaan” didalamnya terkandung
fenomena-fenomena yang terkait dengan psikis/kejiwaan.
Dengan demikian, karya sastra dapat didekati dengan
menggunakan pendekatan psikologi. Hal ini dapat diterima,
karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas
yang bersifat tak langsung dan fungsional (Darmanto Jatman
dalam Aminuddin, 1990:101). Tidak langsung artinya hubungan
itu ada, karena baik sastra maupun psikologi kebetulan
memiliki tempat berangkat yang sama, yakni kejiwaan manusia.
Pengarang dan Psikologi sama-sama manusia biasa. Mereka
mampu menangkap keadaan jiwa manusia secara mendalam. Hasil
5
penangkapan itu setelah mengalami proses pengolahan
diungkapakan dalam bentuk sebuah karya. Hanya perbedaannya,
sang pengarang mengemukakannya dalam bentuk karya sastra,
sedangkan psikolog dalam bentuk formulasi teori psikologi.
Pada kasus-kasus tertentu, pemikiran psikologi menambah
nilai artistik karena menunjang koherensi dan komplementasi
karya. Pemikiran psikologi menunjang keterkaitan keaslian
karya sastra itu sendiri. Dalam sebuah karya sastra fiksi
dimana unsur-unsur pembangunnya diantaranya adalah adanya
tokoh dimana erat kaitannya dengan masalah kejiwaan . Tetapi
pemikiran psikologi dalam karya sastra tidak hanya dicapai
melalui pengetahuan psikologi saja. Pengetahuan teori
psikologi yang sadar dan sistematis mengenai pikiran manusia
tidak penting untuk seni dan tidak bernilai seni. Untuk
seniman-seniman tertentu, psikologi membantu mengentalkan
kepekaan mereka pada kenyataan, mempertajam kemampuan
pengamatan, dan memberi kesempatan untuk menjejaki pola-pola
yang belum terjamah sebelumnya. Tapi psikologi itu sendiri
baru merupakan suatu persiapan penciptaan. Dalam karya
sastra, kebenaran psikologis baru mempunyai nilai artistik
jika ia menambah koherensi dan kompleksitas karya. Dengan
kata lain, jika kebenaran psikologis itu sendiri merupakan
suatu karya seni (Wellek & Warren, 1990:108).
Psikologi sastra adalah pendekatan yang bertolak dari
asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang
peristiwa kehidupan manusia. Manusia senantiasa
memperlihatkan perilaku yang beragam. Penjelajahan kedalam
batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang
6
seluk beluk manusia yang unik merupakan sesuatu yang
merangsang. Banyak penulis yang berusaha mendalami masalah
psikologi yang mencoba memahami karya sastra dengan bantuan
psikologi. Memang banyak hal dalam kehidupan manusia dapat
dipulangkan ke teori-teori psikologi. Karena di dorong oleh
cara berpikir semacam itulah muncul pendekatan psikologis
dalam telaah atau penelitian sastra (Semi, 1993:76).
2.3 Teori kekerasan pada anak
Kekerasan adalah salah satu bentuk agresi, dimana korban
(anak) adalah objek kekerasan/agresi itu. Perbuatan agresi
adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan
maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain (Mayers,
1996). Berbicara mengenai kekerasan anak, akan ditemukan,
bahwa anak bisa menjadi subjek/pelaku maupun objek kekerasan.
Anak sebagai pelaku kekerasan/subjek, biasanya dikarenakan
ia memiliki pengalaman sebagai objek kekerasan itu sendiri.
Anak berperilaku seperti itu sebagai bagian dari imitasi
atupun pengekspresian pengalaman-pengalaman mereka, entah
itu disadari ataupun tidak.
2.4 Teori psikologi cinta
Psikologi merasa perlu mendefinisikan cinta dengan cara
memahami mengapa timbul cinta dan apakah terdapat bentuk
cinta yang berbeda. Gairah cinta dari cinta romantis
tergantung pada si individu dan objek cinta-adanya nafsu dan
keinginan untuk bersama-sama. Gairah seksual yang kuat kerap
timbul dari perasaan cinta. Menurut kajian cinta romantis,
7
cinta dan suka pada dasarnya sama. Mengenai cinta seorang
anak kepada ibuya didasari kebutuhan perlindungan; demikian
pula cinta ibu kepada anak adanya keinginan melindungi
(Krech et al., 1974:477).
Perasaan cinta bervariasi dalam berbagai bentuk,
intensitas pengalaman pun memiliki rentang dari yang
terlembut sampai kepada yang amat mendalam, derajat tensi
dari rasa sayang yang paling tenang sampai pada gelora nafsu
yang kasar dan agitatif. Jika demikian esensi cinita adalah
perasaan tertarik kepada pihak lain dengan harapan
sebaliknya. Cinta diikuti oleh perasaan setia dan sayang.
Ada yang berpendapat bahwa cinta tidak mementingkan diri
sendiri, bila tidak demikian maka berarti bukan cinta
sejati. Terdapat pula cinta yang diseut selfish, misalnya
cinta seorang ibu atau ayah yang sangat menuntut dan posesif
terhadap anak perempuannya. Berdasarkan analisis terhadap
kisah Romeo and Juliet, Driscoll, Davis dan Liptiperz (1972)
menemukan bahwa intervensi orang tua yang sangat kental
dalam percintaan anak-anaknya dari awal-apakah pasangan ini
akan menikah atau tidak-akan mempertebal rasa saling
mencintai pasangan kekasih tersebut; maksudnya hubungan
cinta yang dihalang-halangi akan mempertebal perasaan mereka
yang bercinta (Kreach et al., 1974-478)
8
BAB 3 KLASIFIKASI KAJIAN
3.1 Pokok Pikiran
a. Kekerasan kak Hardo (kakak tiri) terhadap Ari
Kekerasan adalah salah satu bentuk agresi, dimana
korban (anak) adalah objek kekerasan/agresi itu.
Perbuatan agresi adalah perilaku fisik atau lisan yang
disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan
orang lain (Mayers, 1996).
Berbicara mengenai kekerasan anak, akan ditemukan,
bahwa anak bisa menjadi subjek/pelaku maupun objek kekerasan.
Anak sebagai pelaku kekerasan/subjek, biasanya
dikarenakan ia memiliki pengalaman sebagai objek
kekerasan itu sendiri. Anak berperilaku seperti itu
sebagai bagian dari imitasi atupun pengekspresian
pengalaman-pengalaman mereka, entah itu disadari ataupun
tidak.
3.2 Paparan Data
Uraian tersebut di atas diterapkan dalam cerpen “IBU”
karya Sumartono. Berikut adalah beberapa kutipan yang
menunjukkan pokok pikiran kekerasan kak Harto (kakak
tiri) terhadap Ari. Untuk lebih jelasnya marilah kita
perhatikan kutipan berikut:
Aku ditatapnya dengan pandangan yang tak enak kurasakan. Lalu
dengan isyarat anggukan kepalaku disuruh mengikutinya, dia ajak
kerumah Bu Kesi tetangga sebelahku,
”kau mengaku saja ya, Ar, jangan mungkir.”
9
Aku tak mengerti apa yang dimaksudnya. Hatiku mulai terasa tidak
enak. Kalimatnya itu kurasa bakal terjadi sesuatu yang tidak
kuinginkan. Dan itu ternyata benar, ketika Kak hardo melanjutkn
perkataannya.
”Bu Kesi lapor pada kau mengambil pencitnya.”
Berkata begitu Kak Hardosambil menunjuk sebatang pohon
mangga yang lebat buahnya, di muka rumah Bu Kesi.
“Tidak!” jawabku.
“Kau jangan bohong! Mengaku saja terus terang.”
“Tidak, Kak, aku tidak mencuri,” jawabku kesal.
Tiba-tiba Bu Kesi yang selama itu diam ikut bicara.
“Ya, kamu kemarin yang mengokoti Bu Kesi, ya.” Bu Kesi
mengintip kamu dari lubang itu. Ia menuju pada sebuah lubang
dinding kayu rumahnya. Lalu berkata lagi
”Bu Kesi tidak hemat pada pencit. Cuma masih telalu muda untuk
di ambil. Kalau kau ingin, minta sajalah pasti Bu Kesi beri. Tidak baik,
Nak, mencuri.”
Aku tambah merasa jengkel. Dalam hatiku aku memaki. Orang tua
yang mukanya royok di makan usia dan matanya yang kabur itu tentu
salah pengliatan. Sekonyong-koyong orang tua di hadapanku itu,
yang selama ini tidak kuhiraukan benar, berubah menjadi manusia
yang paling kubenci di dunia ini.
“Jadi, kau tidak mau mengakui perbuatanmu?” Bentak Kak
Hando, mengancamku.
Aku sudah hampir menangisnamun masih bisa kujawab,
”Betul Kak, aku tidak mencuri. Aku berani sumpah!”
10
Sehabis perkataanku itu tangisku meledak tak bisa ku tahan lagi.
Dan ketika telingaku dijewer Kak Hardo, aku menjerit sekuatku. Aku
terus diseret Kak Hardo pulang. Sampai rumah aku dihajarnya:
ditampar, dijewer, dan dipukuli. Kemudian Kak Hardo mengambil
sebuah kayu penggaris lalu dipukulkan di sekujur tubuhku. Karena
aku tetap menyatakan tidak mengambil, akhirnya Kak Hardo kelihatan
ragu-ragu dan berkata.
”Kalau tidak mengambil, diam!”
Tetapi terdorong oleh rasa jengkelku aku tidak mau diam,
malahan kukeraskan tangisku. Sekali lagi sekujur tubuhku di teter
pukulan-pukulan yang tambah keraskan, hingga akhirnya kayu
penggaris itu patah jadi dua.
”Kau tidak mau diam, Ar?” Ancam Kak Hardo lagi.
Ketika itu aku merasa tak tahu lagi oleh ancaman Kak Hardo.
Tidak! Hatiku telah berontak. Aku tak mau menurut perintahnya. Aku
terlanjur dia sakiti. Tangisku tambah kukeraskan.
Tiba-tiba rambutku dijambaknya. Aku diputar kekanan terus
diempaskan. Aku jatuh tersungkur di tanah. Sakit rasanya, tetapi
hatiku lebih dari itu. Setelah aku bangkit aku menantangnya lagi
dengan jeritku. Biar, biarlah semuanya ia menghajar aku, aku telah
nekat . entah karena Kak Hardo melihat mulutku berdarah, entah
karena kedatangan Kak Sumi untuk menolongku, atau karena kedua-
duanya itu, aku tak tahu. Kak Hardo menjadi reda amarahnya. Kak
Sumi menghampiriku, terkejut melihatku.”
3.3 Uraian komponen
Uraian kutipan tersebut di atas merupakan kutipan yang
menunjukkan kekerasan yang dialami oleh Ari anak usia
delapan tahun yang di tuduh mencuri mangga milik tetanggnya.
11
Akibat tuduhan itu Ari di pukul oleh kak Harto kakak tirinya
yang jengkel karena Ari dianggap sudah merusak nama baik
keluarganya, tapi Ari yang tidak merasa mencuri dia tidak
mau mengakuinya. Berbagai penjelasan dia utarakan tapi sang
kakak tirinya tetap saja tidak mempercayai penjelasannya,
sampai akhirnya Ari di hajar, di jewer, di tampar dan di
jambak rambutnya hingga Ari jatuh ke tanah. Kekerasan ini
berakhir saat kak Sumi kakak kandungnya datang menolong Ari
yang jatuh di tanah akibat di hajar kakak tirinya. Kutipan
yang menunjukkan tindakan kekerasan tersebut terdapat pada
kutipan berikut:
“Jadi, kau tidak mau mengakui perbuatanmu?” Bentak Kak Hando,
mengancamku.
Aku sudah hampir menangisnamun masih bisa kujawab,
”Betul Kak, aku tidak mencuri. Aku berani sumpah!”
Sehabis perkataanku itu tangisku meledak tak bisa ku tahan lagi.
Dan ketika telingaku dijewer Kak Hardo, aku menjerit sekuatku. Aku
terus diseret Kak Hardo pulang. Sampai rumah aku dihajarnya:
ditampar, dijewer, dan dipukuli. Kemudian Kak Hardo mengambil
sebuah kayu penggaris lalu dipukulkan di sekujur tubuhku. Karena
aku tetap menyatakan tidak mengambil, akhirnya Kak Hardo kelihatan
ragu-ragu dan berkata.
”Kalau tidak mengambil, diam!”
Tetapi terdorong oleh rasa jengkelku aku tidak mau diam,
malahan kukeraskan tangisku. Sekali lagi sekujur tubuhku di teter
pukulan-pukulan yang tambah keraskan, hingga akhirnya kayu
penggaris itu patah jadi dua.
”Kau tidak mau diam, Ar?” Ancam Kak Hardo lagi.
12
Ketika itu aku merasa tak tahu lagi oleh ancaman Kak Hardo.
Tidak! Hatiku telah berontak. Aku tak mau menurut perintahnya. Aku
terlanjur dia sakiti. Tangisku tambah kukeraskan.
Tiba-tiba rambutku dijambaknya. Aku diputar kekanan terus
diempaskan. Aku jatuh tersungkur di tanah. Sakit rasanya, tetapi
hatiku lebih dari itu. Setelah aku bangkit aku menantangnya lagi
dengan jeritku. Biar, biarlah semuanya ia menghajar aku, aku telah
nekat . entah karena Kak Hardo melihat mulutku berdarah, entah
karena kedatangan Kak Sumi untuk menolongku, atau karena kedua-
duanya itu, aku tak tahu. Kak Hardo menjadi reda amarahnya. Kak
Sumi menghampiriku, terkejut melihatku.
Tindakan yang dilakukan kak Hardo sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Mayers mengenai kekerasan. Mayers
mengatakan kekerasan adalah salah satu bentuk agresi,
dimana korban (anak) adalah objek kekerasan/agresi itu.
Perbuatan agresi adalah perilaku fisik atau lisan yang
disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan
orang lain. Ari merupakan objek kekerasan dari kakak
tirinya sendiri, Ari di tuduh mencuri mangga milik
tetangganya sehingga membuat kakaknya marah saat mendengar
kabar tersebut. Ari yang merasa tidak mencuri dan tidak mau
mengakui perbuatan tersebut saat ditanya kakaknya akhirnya
dihajar atau di sakiti kakak tirinya. Tentu tindakan yang
di lakakukan kak Hardo ini sangat merugikan Ari.
Tindakan yang dilakukan kak Hardo tersebut tentunya
didasarkan pada sebuah pemikiran. Kak Hardo memukuli Ari
agar Ari mau mengakui perbuatan yang telah dia lakukan
yaitu mencuri mangga milik tetangganya. Selain itu kak
13
Hardo malu punya adik seorang pencuri karena ini bisa
menjadi aib besar bagi keluarganya, tentu hal ini dapat
menjatukan nama baik keluarganya. Tindakan kak Hardo
memukuli Ari berdampak negatif bagi Ari, kini tubuh Ari
banyak dipenuhi luka akibat pukulun dari kakak tirinya
sendiri. Selain itu, dampak negatif yang lain adalah
mengenai psikologi Ari. Ari akan merasa tertekan saat
melakukan suatu perbuatan, Ari juga dihantui rasa takut
saat dia melukan suatu hal, dia akan takut salah dan takut
di hajar lagi oleh kakak tirinya. Saat di rumah dia merasa
kurang mendapat perhatian dari saudaranya sehingga dia
mencari perhatian lain dengan melakukan tindakan-tindakan
kriminal untuk mendapat perhatian.
Selanjutnya dampak positif bagi Ari adalah dia mendapat
perhatian dari kakak kandungnya yaitu kak Sumi, Kak Sumi
menyelamatkan Ari saat dia terjatuh ke tanah akibat di
hajar kakak tirinya. Hal ini tentu membuat Ari merasa
dirinya masih mendapat pembelaan dari saudara kandungnya.
Selain itu Ari juga merasa masih ada yang percaya pada
dirinya bahwa dia memang benar-benar tidak mencuri.
b. Cinta
Psikologi merasa perlu mendefinisikan cinta dengan cara
memahami mengapa timbul cinta dan apakah terdapat bentuk
cinta yang berbeda. Gairah cinta dari cinta romantis
tergantung pada si individu dan objek cinta-adanya nafsu
dan keinginan untuk bersama-sama. Gairah seksual yang kuat
14
kerap timbul dari perasaan cinta. Menurut kajian cinta
romantis, cinta dan suka pada dasarnya sama. Mengenai cinta
seorang anak kepada ibunya didasari kebutuhan perlindungan;
demikian pula cinta ibu kepada anak adanya keinginan
melindungi (Krech et al., 1974:477).
Perasaan cinta bervariasi dalam berbagai bentuk,
intensitas pengalaman pun memiliki rentang dari yang
terlembut sampai kepada yang amat mendalam, derajat tensi
dari rasa sayang yang paling tenang sampai pada gelora
nafsu yang kasar dan agitatif. Jika demikian esensi cinita
adalah perasaan tertarik kepada pihak lain dengan harapan
sebaliknya. Cinta diikuti oleh perasaan setia dan sayang.
Ada yang berpendapat bahwa cinta tidak mementingkan diri
sendiri, bila tidak demikian maka berarti bukan cinta
sejati. Terdapat pula cinta yang diseut selfish, misalnya
cinta seorang ibu atau ayah yang sangat menuntut dan
posesif terhadap anak perempuannya. Berdasarkan analisis
terhadap kisah Romeo and Juliet, Driscoll, Davis dan Liptiperz
(1972) menemukan bahwa intervensi orang tua yang sangat
kental dalam percintaan anak-anaknya dari awal-apakah
pasangan ini akan menikah atau tidak-akan mempertebal rasa
saling mencintai pasangan kekasih tersebut; maksudnya
hubungan cinta yang dihalang-halangi akan mempertebal
perasaan mereka yang bercinta (Kreach et al., 1974-478)
Uraian tersebut di atas diterapkan dalam cerpen “Ibu”
karya Sumartono. Berikut adalah beberapa kutipan yang
menunjukkan pokok pikiran cinta atau rasa sayang seorang
15
kakak terhadap adiknya. Untuk lebih jelasnya marilah kita
perhatikan kutipan berikut:
“Kak Sumilah yang banyak merawatku, memandikan aku,
membersihkan telinggaku dengan kapas dan minyak kelapa,
merawatku bila aku sakit. Karena kebiasaan itu, aku jadi sayang
padanya. Pernah Kak Sumi bertanya padaku,
”kau sekarang tidur di bawah ya, Ar! ”
”ya Kak, ibu yang menyuruh aku tidur di bawah. Dulu seingatku
aku tidur bersma Kak Sumi. Tapi lama-kelamaan, setelah aku besar,
aku Ibu suruh tidur bersama Kak Hardo dan Dik tato, adiku, si bungsu,
di sebuah ranjang berselambu. Akhir-akhir ini Ibu menyuruhku pindah
tidur di bawah. Katanya aku suka ngompol.”
”kau masih suka ngompol Ar, ? ” tanya Kak Sumi lagi.
”sekarang tidak lagi, Kak. Tiap mau tidur mesti aku pipis dulu.
Dik tato yang masih sering ngompol. Tapi Dik tato tidak disuruh ibu
tidur di bawah. Kenapa, Kak? ”
”Dik tato masih kecil, Ar. Nanti bisa masuk angin.”
“Aku juga masuh kecil, Kak, umurku baru delapan tahun. Dik
tato enam tahun. Bukankah hanya dua tahun selisihnya? “
Kak Sumi diam dan aku terus bertanya, “Dik tato kesayangan
ibu ya, Kak? “
”Ari kan juga kesayangan ibu.”
”ibu sering mencium Dik tato ya, kak? ”
”ya. ”
”kenapa ibu tak pernah mencium aku, kak? ”
Kak Sumi diam lagi. Ditatapnya mukaku lama-lama. Kemudian
tanganku diraihnya. Tiba-tiba aku didekap dan diciumnya. Terasa ada
16
air meleleh dipipiku. Dan ketika aku dilepaskan, kulihat muka kakaku
itu basah,
”kau menagis, kak? ”
”kak Sumi mengigit bibir.
”kenapa kaka menangis? Kaka sedih? ”
”tidak! Kak Sumi gembira, Ar. Orang gembira juga bisa
menangis mengeluarkan air mata. Kak Sumi sangat gembira melihat
rapormu yang bagus itu.”
Uraian kutipan tersebut di atas merupakan kutipan yang
menunjukkan kasih sayang yang diberikan oleh sesorang kakak
terhadap adiknya. Kak Sumi sangat berbeda dengan kak Hardo, kak
Sumi sangat sayang kepada Ari, setaip hari kak Sumilah yang
merawat Ari, memandikan Ari sampai membersihkan kupingnnya.
Tapi disisi lain Ari merasa ada yang aneh karena Ibunya tidak pernah
melakukan hal sama seperti yang di lakukan kak Sumi terhadapnya.
Ibunya tidak pernah memberi perhatian kepada Ari, sampai pada
suatu hari Ari merasa cemburu kepada adiknya karena Ari
menganggap Ibunya hanya perhatian dan sayang kepada adiknya
saja. Kutipan yang menunjukkan tindakan cinta atau kasih sayang
tersebut terdapat pada kutipan berikut:
“Kak Sumilah yang banyak merawatku, memandikan aku,
membersihkan telinggaku dengan kapas dan minyak kelapa,
merawatku bila aku sakit. Karena kebiasaan itu, aku jadi sayang
padanya. Pernah Kak Sumi bertanya padaku,
”kau sekarang tidur di bawah ya, Ar! ”
”ya Kak, ibu yang menyuruh aku tidur di bawah. Dulu seingatku
aku tidur bersma Kak Sumi. Tapi lama-kelamaan, setelah aku besar,
17
aku Ibu suruh tidur bersama Kak Hardo dan Dik tato, adiku, si bungsu,
di sebuah ranjang berselambu. Akhir-akhir ini Ibu menyuruhku pindah
tidur di bawah. Katanya aku suka ngompol.”
”kau masih suka ngompol Ar, ? ” tanya Kak Sumi lagi.
”sekarang tidak lagi, Kak. Tiap mau tidur mesti aku pipis dulu.
Dik tato yang masih sering ngompol. Tapi Dik tato tidak disuruh ibu
tidur di bawah. Kenapa, Kak? ”
”Dik tato masih kecil, Ar. Nanti bisa masuk angin.”
“Aku juga masuh kecil, Kak, umurku baru delapan tahun. Dik
tato enam tahun. Bukankah hanya dua tahun selisihnya? “
Kak Sumi diam dan aku terus bertanya, “Dik tato kesayangan
ibu ya, Kak? “
”Ari kan juga kesayangan ibu.”
”ibu sering mencium Dik tato ya, kak? ”
”ya. ”
”kenapa ibu tak pernah mencium aku, kak? ”
Tindakan yang dilakukan kak Sumi sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Krech mengenai cinta atau kasih sayang.
Krech mengatakan mengenai cinta seorang anak kepada ibunya
didasari kebutuhan perlindungan; demikian pula cinta ibu
kepada anak adanya keinginan melindungi. Seperti yang
dilakukan kak Sumi terhadap Ari selain merawat dan memberi
perhatian, kak sumi juga menjaga atau memberi perlindungan
kepada Ari atas kekerasan yang di lakukan kakak tirinya
kepada Ari. Dari kecil sampai Ari berusia 8 tahun kak
Sumilah yang merawat dan menjaganya. Tapi di sisi lain Ari
justru merasa tidak mendapat kasih sayang dan perhatian
dari seorang ibu karena ibunya hanya perhatian kepada
18
adiknya saja. Tidakan yang di lakukan kak Sumi tentu
menguntungkan Ari sedangkan tidakan yang dilakukan ibu
tentu membuat Ari sedih dan iri kepada ibunya.
Tindakan yang dilakukan kak Sumi tersebut tentunya
didasarkan pada sebuah pemikiran. Kak Sumi memberi
perhatian dan perlindungan kepada Ari karena kak sumi tau
dia adik kandung satu-satunya yang masih kecil dan masih
perlu mendapat kasih sayang. Dan kak Sumi juga sadar bahwa
ibu tirinya tidak bisa memberi cinta dan perhatian kepada
Ari seperti cinta dan perhatian yang di berikan ibu kepada
anak kandungnya sendiri. Tindakan yang di lakukan ibu tentu
membawa dampak negatif bagi Ari, karena Ari merasa cemburu
dan tidak mendapat kasih sayang dari seorang ibu. Sehingga
Ari yang masih kecil berfikiran bahwa ibunya tidak sayang
kepada Ari. Selain itu saat dirumah Ari merasa bahwa
dirinyna tidak di anggap, karena ibu dan kakak tirinya
memperlakukan ari seperti orang lain.
Sedangkan dampak positif dari tindakan yang di lakukan
kak Sumi adalah Ari merasa bahwa masih ada yang cinta dan
perhatian terhadapnya. Sehingga Ari masih bisa merasakan
kasih sayang dan perhatian dari keluarga terdekatnya meski
di sisi lain banyak yang tidak memperhatikan dia. Kak Sumi
kakak kandung satu-satunya yang dimiliki Ari sangat sayang
terhadapnya, dan Kak Sumilah harapan satu-satunya yang
dimiliki Ari saat ini.
3.4 Diskusi Umum
19
Refleksi dalam kehidupan nyata “Kisah Tragis Si Anak
Tiri”
indosiar.com, Banjarmasin - Kekerasan dalam rumah tangga
terus saja terjadi. Dibuatnya aturan yang memberi ancaman
berat kepada pelakunya, seakan tidak digubris. Di kota
Banjarmasin- Kalimantan Selatan, seorang bocah berusia
delapan tahun, menjalani penderitaan panjang sejak ayahnya
kawin lagi dengan wanita lain. Setiap kali ayahnya pergi
melaut, sang bocah menjalani berbagai siksaan, dari
pukulan, tendangan, sampai pemberian pekerjaan berat. Kita
simak saja kisah pahit yang dialami bocah bernama Fani itu.
Keceriaan dan tawa canda, seperti yang terlihat di sebuah
ruangan kelas sekolah dasar, di salah satu sudut kota
Banjarmasin ini, awal bulan lalu, sempat terusik. Stefani
Alentina, yang baru berusia 8 tahun, salah satu murid di
kelas tersebut diketahui mengalami memar di wajahnya.
Khawatir akan kondisi kesehatan anak itu, Elizabeth, wali
kelas Fani, segera memanggilnya. Mendapati lebam dan memar
yang demikian mengejutkan, Elizabeth memutuskan untuk
melaporkannya kepada kepala sekolah. Setelah terlebih dulu
memberitahukan peristiwa ini, kepada keluarga Fani, wali
kelas itu melanjutkannya ke polisi. Perasaan geram, serta
iba terhadap penderitaan Fani, bercampur baur menjadi satu
dalam hati Elizabeth. Lebam dan memar di tubuh Fani, bukan
yang pertama kali dilihatnya. Setibanya di Mapolsekta
Banjarmasin Utara, baru didapat kepastian bahwa memar dan
lebam yang diderita Fani, adalah karena pukulan yang
20
dilakukan oleh ibu tirinya. Mencuri uang. Tuduhan inilah
yang menyebabkan wajah dan sekujur tubuh kecil Fani,
dihiasi oleh lebam dan memar yang membiru, tanda tubuhnya
telah menerima hantaman benda tumpul secara bertubi – tubi.
Sementara sang ibu tiri, Lina, yang mendekam di rutan
Poltabes Banjarmasin, mengaku pemukulan itu disebabkan oleh
kenakalan Fani. Fani sering yang membuatnya lepas kontrol,
dan memicu dia memukul anak tirinya. Malang bagi Fani
kecil, kejadian yang menimpanya, seringkali tidak diketahui
ayahnya, Agustinus Sipahelut. Agustinus yang berprofesi
sebagai pelaut, lebih banyak menghabiskan waktunya di laut.
Pada hari terjadinya penganiayaan terhadap Fani, Agustinus
yang tengah melaut, justru mendapat telpon dari istrinya.
Karena dipenuhi rasa gusar, Agustinus memutuskan segera
pulang. Betapa terkejutnya sang ayah, mendapati sekujur
tubuh Fani dalam keadaan lebam dan memar. Kesedihan sang
ayah mungkin tak bisa digambarkan. Anaknya hidup menderita
dianiaya justru oleh orang yang diharapkan melindunginya.
Lina istri keduanya.
21
BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan
Cerpen adalah salah satu bentuk karya fiksi. Cerita
pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan sifat yang serba
pendek baik peristiwa, isi cerita, jumlah pelaku. Cerpen Ibu
karya Sumartono ini terdiri atas tokoh dan penokohan yakni
tokoh utama Ari digambarkan sebagai tokoh yang baik, santun,
berpendidikan, sayang terhadap keluarga. Dalam cerpen ini Ari
mendapat perlakuan kasar dari kakak tirinya yaitu Kak Hardo,
Kak Hardo digambarkan sebagai tokoh yang Jahat, keras kepala,
suka main kasar. Karena kejengkelan terhadap Ari yang di tuduh
mencuri mangga milik tetangganya Kar Hardo memukuli Ari sampai
jatuh ketanah dan berdarah.
Sedangkan Kak Sumi kakak kandung satu-satunya Ari
digambarkan memiliki sifat yang baik, tegas, sayang terhadap
keluarga. Kak Sumi sangat sayang terhadap Ari setiap hari Kak
Sumilah yang merawat Ari sampai pada suatu hari, saat Ari di
pukul oleh kakak tirinya Kak Sumi yang menyelamatkan Ari. Ari
adalah adik kandung nya yang di tinggal meninggal oleh Ibu
waktu masih kecil. Karna itulah Kak Sumi memiliki kewajiban
untuk menjaga merawat Ari sampai tumbuh menjadi dewasa.
22
Daftar Pustka
Hoerip, satyagraha. 1986. Cerita Pendek Indonesia II. Jakarta: PTGramedia
Zida. 2009. “Psikologi Sastra” dalam
http://zida86.blog.com/2009/04/27/psikologi-sastra/ (diakses 5 Desember 2014)
Anonim. 2013.“Ragam Kisah Tragis Si Anak Tiri” dalam
http://www.indosiar.com/ragam/kisah-tragis-si-anak-
tiri_40944.html
(di akses 6 Desember 2014)
23
Ardi, muhammad. 2010. “Kekerasan Pada Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, Islam Dalam Tinjauan Psikologi Dan Pengaruhnya Dalam Persiapan Generasi Muslim ” dalam
http://www.psychologymania.net/2010/02/kekerasan-pada-
anak-menurut-undang.html (di akses 6 Desember 2014)
24
IBU
Karya Sumartono
Setibaku di rumah aku terus menanggalkan sepatu dan baju
sekolahku. Badanku terasa penat, lapar, dan haus. Perjalanan
dari sekolah ke rumah yang kutempuh dalam jarak dua kilometer
di bawah terik matahari, cukup meletihkan.
Aku ingin segera pergi ke dapur menikmati nasi dan
lauknya yang biasanya telah di sediakan untukku. Tetapi
sebelum aku melangkah, kukira aku mau diberinya sesuatu, entah
permen entah kelereng atau permaian apa saja seperti yang di
berikannya pada Dik Tato kemarin. Tapi, harapku itu segera
lenyap ketika aku lihat muka Kak Hardo yang cemberut
memandangku.
Aku ditatapnya dengan pandangan yang tak enak kurasakan.
Lalu dengan isyarat anggukan kepalaku disuruh mengikutinya,
dia ajak kerumah Bu Kesi tetangga sebelahku,
”kau mengaku saja ya, Ar, jangan mungkir.”
Aku tak mengerti apa yang dimaksudnya. Hatiku mulai terasa
tidak enak. Kalimatnya itu kurasa bakal terjadi sesuatu yang
tidak kuinginkan. Dan itu ternyata benar, ketika Kak hardo
melanjutkn perkataannya.
”Bu Kesi lapor pada kau mengambil pencitnya.”
Berkata begitu Kak Hardosambil menunjuk sebatang pohon
mangga yang lebat buahnya, di muka rumah Bu Kesi.
“Tidak!” jawabku.
“Kau jangan bohong! Mengaku saja terus terang.”
“Tidak, Kak, aku tidak mencuri,” jawabku kesal.
Tiba-tiba Bu Kesi yang selama itu diam ikut bicara.
“Ya, kamu kemarin yang mengokoti Bu Kesi, ya.” Bu
Kesi mengintip kamu dari lubang itu. Ia menuju pada sebuah
lubang dinding kayu rumahnya. Lalu berkata lagi
”Bu Kesi tidak hemat pada pencit. Cuma masih telalu
muda untuk di ambil. Kalau kau ingin, minta sajalah pasti Bu
Kesi beri. Tidak baik, Nak, mencuri.”
Aku tambah merasa jengkel. Dalam hatiku aku memaki. Orang
tua yang mukanya royok di makan usia dan matanya yang kabur
itu tentu salah pengliatan. Sekonyong-koyong orang tua di
hadapanku itu, yang selama ini tidak kuhiraukan benar, berubah
menjadi manusia yang paling kubenci di dunia ini.
”Jadi, kau tidak mau mengakui perbuatanmu?” Bentak
Kak Hando, mengancamku.
Aku sudah hampir menangisnamun masih bisa kujawab,
”Betul Kak, aku tidak mencuri. Aku berani sumpah!”
Sehabis perkataanku itu tangisku meledak tak bisa ku
tahan lagi. Dan ketika telingaku dijewer Kak Hardo, aku
menjerit sekuatku. Aku terus diseret Kak Hardo pulang. Sampai
rumah aku dihajarnya: ditampar, dijewer, dan dipukuli.
Kemudian Kak Hardo mengambil sebuah kayu penggaris lalu
dipukulkan di sekujur tubuhku. Karena aku tetap menyatakan
tidak mengambil, akhirnya Kak Hardo kelihatan ragu-ragu dan
berkata.
”Kalau tidak mengambil, diam!”
Tetapi terdorong oleh rasa jengkelku aku tidak mau
diam, malahan kukeraskan tangisku. Sekali lagi sekujur tubuhku
di teter pukulan-pukulan yang tambah keraskan, hingga akhirnya
kayu penggaris itu patah jadi dua.
”Kau tidak mau diam, Ar?” Ancam Kak Hardo lagi.
Ketika itu aku merasa tak tahu lagi oleh ancaman Kak
Hardo. Tidak! Hatiku telah berontak. Aku tak mau menurut
perintahnya. Aku terlanjur dia sakiti. Tangisku tambah
kukeraskan.
Tiba-tiba rambutku dijambaknya. Aku diputar kekanan
terus diempaskan. Aku jatuh tersungkur di tanah. Sakit
rasanya, tetapi hatiku lebih dari itu. Setelah aku bangkit aku
menantangnya lagi dengan jeritku. Biar, biarlah semuanya ia
menghajar aku, aku telah nekat . entah karena Kak Hardo
melihat mulutku berdarah, entah karena kedatangan Kak Sumi
untuk menolongku, atau karena kedua-duanya itu, aku tak tahu.
Kak Hardo menjadi reda amarahnya. Kak Sumi menghampiriku,
terkejut melihatku.
Biasanya bila aku dihajar Kak Hardo, Kak Sumi tak
pernah membelaku. Tapi kali ini kelihatan juga jengkelnya.
”Kau mencuri ya, Ar?”
”Tidak Kak!”
“Ya, tidak! Kak Sumi juag yakin Ari tidak mencuri.
Dan tidak akan mencuri. Ayo, makan dulu. Kau kan belum makan
to. ”
Dengan muka masam Kak Sumi meninggalkan Kak Hardo
tampa berata sepatah katapiun. Aku dibimbingnya ke dapur.
Setibaku di dapur kulihat ibu masih membenahi alat-
alat dapur yang berserakan. Ibu selamanya tidak menghiraukan
aku, juga ketika mendengarkan sedu-senduku yang masih
ketinggalan ibu tidak bertanya apa-apa. Malah kulihat mukanya
yang masam.
Memang, ibu sangat berlainan dengan ayah. Ayah suka
bertanya tentang diriku, tentang kesulitan-kesulitanku, atau
tantang sekolahku. Ayah suka tersenyum padaku, suka
memandangku dengan pandangan yang menyenangkan. Setiap datang
dari berpergian, kami dibawakan oleh-oleh: kue-kue atau permen
yang dibagikan pada kami dengan jumlah yang sama. Tapi ayah
jarang dirumah. Satu-satunya orang yang di rumahyang dekat
denganku hanyalah Kak Sumi. Kak Sumilah yang banyak merawatku,
memandikan aku, membersihkan telinggaku dengan kapas dan
minyak kelapa, merawatku bila aku sakit. Karena kebiasaan itu,
aku jadi sayang padnya. Pernah Kak Sumi bertanya padaku,
”kau sekarang tidur di bawah ya, Ar! ”
”ya Kak, ibu yang menyuruh aku tidur di bawah.
Dulu seingatku aku tidur bersma Kak Sumi. Tapi lama-kelamaan,
setelah aku besar, aku ibu suruh tidur bersama Kak Hardo dan
Dik tato, adiku, si bungsu, di sebuah ranjang berselambu.
Akhir-akhir ini ibu menyuruhku pindah tidur di bawah. Katanya
aku suka ngompol.”
”kau masih suka ngompol Ar, ? ” tanya Kak Sumi
lagi.
”sekarang tidak lagi, Kak. Tiap mau tidur mesti aku
pipis dulu. Dik tato yang masih sering ngompol. Tapi Dik tato
tidak disuruh ibu tidur di bawah. Kenapa, Kak? ”
”Dik tato masih kecil, Ar. Nanti bisa masuk angi.”
“Aku juga masuh kecil, Kak, umurku baru delapan
tahun. Dik tato enam tahun. Bukankah hanya dua tahun
selisihnya? “
Kak Sumi diam dan aku terus bertanya, “Dik tato
kesayangan ibu ya, Kak? “
”Ari kan juga kesayangan ibu.”
”ibu sering mencium Dik tato ya, kak? ”
”ya. ”
”kenapa ibu tak pernah mencium aku, kak? ”
Kak Sumi diam lagi. Ditatapnya mukaku lama-lama.
Kemudian tanganku diraihnya. Tiba-tiba aku didekap dan
diciumnya. Terasa ada air meleleh dipipiku. Dan ketika aku
dilepaskan, kulihat muka kakaku itu basah,
”kau menagis, kak? ”
”kak Sumi mengigit bibir.
”kenapa kaka menangis? Kaka sedih? ”
”tidak! Kak Sumi gembira, Ar. Orang gembira juga
bisa menangis mengeluarkan air mata. Kak Sumi sangat gembira
melihat rapormu yang bagus itu. Kalau kau pintar kelak dan
bisa mencapai apa yang bisa kau cita-citakan..... kau ingin
jadi apa? Jadi dokter ya, Ar? ”
”tidak kak, aku tidak senang jadi dokter. ”
”kenapa? ”
”dokter suka membedah perut orang. Aku jijik. ”
”Oya, dokter suka operasi untuk menggambil penyakit
di dalam. Lantas jadi mau apa? Menteri, ya? Punya mobil bagus
dan di hormati oarang. ”
”tidak kak, aku juga tidak suka jadi menteri. ”
”kenapa? ”
”kata pak Guru, jadi menteri banyak pikiran, kak
Sumi tersenyum. ”
”Tentu, Ar, jadi menteri banyak pikiran karena
besar tanggung jawabnya. Lantas, kau ingin jadi apa, bosok? ”
”aku ingin jadi pilot aja, kak. ”,
”ya, pilot yang bisa terbang kayak gatotkaca. Kalu
aku jadi pilot, kaka mau naik kapal terbangku? ”
”Tentu, kak Sumu ikut ”
”Dik tato juga diajak ya, kak?”
”ya, Dik tato juga.”
”Ayah juga?”
“Ayah juga.”
“kalau aku terjun dari parasut, kaka juga mau
lihat?”
“Tentu, Kak Sumi senang melihatmu.”
“kak, kapal terbang bisa memuat berapa oarang?”
”liat0-liat kapal terbangnya.”
”kapal terbang yang paling gemuk, kak?”
Kak Sumi tersenyum, katanya,bukan gemuk, Ar.tapi
besar? Kalau gemuk itu kucing atau sapi. Juga oarang.”
”Ya,maksudku yang paling besar”
”Bisa sampai tiga ratusan orang”
”Huh,banayak ya,kak?”
”Banyak”
”Apakah manusia bisa pergi ke bulan dengan naik
kapal terbang,kak?”
”Kapal terbagn tidak bisa sampai ke bulan,ar,”
”kenapa tidak?”
”Kelak kalau kau sudah besar akan tau sendiri
sebabnya.mangkanya,balajarlah rajin-rajin.”
Jawaban Kak Sumi itu tidak memuaskan
hatiku.karena itu timbul hkayalanku yang lebih kuat,hingga
malamnya tidurku banyak dihiasi oleh impian-impian yang
indah.impian tentang parasut,tentang kapal terbang yang
mendarat di bulan.
”Kak,aku kan masih punya ibu ya, kak?”
”Masih,kenapa?”
”Bilangnya Nono,temanku,ibu kita ini ibu
tiri.Bukan ibu sendiri.”
Kak Sumi diam lagi.Sekarang ia kelihatan
gelisah.Sementara ia mengusap-usap kepalaku,jariku
mempermainkan ujung kebayanya.
”Kak,potret yang dipasang di kamar Kakak itu potret
siapa, Kak?”
Di kamar Kak Sumi tergantung sebuah foto seorang perempuan
yang usia lebih kurang tiga puluh tahun,bersama seorang
dara yang mukanya mirip Kak Sumi.
“Ar, kau ingin tau tentang ibumu?”
“Ya, Kak.“
“Kakak mau menceritakan,tapi kau harus
berjanji.Kalau cerita Kak Sumi selesai,ari tidak boleh sedih
ya. Kalau ari sedih,KakSumi makin tambah sedih lagi,“
“Ya,Kak“
“Potret yang kautanyakan itu adalah potret ibumu,ya
ibu kita yang sesungguhnya.Gadis cilik yang di gandengnya itu
gambar Kak Sumi sendiri, waktu Kak Sumi masih berumur lima
tahun.Ibumu telah meninggal Ar,aktu melahirkan kau.Lalu ayah
kawin lagi dengan seorang perempuan yang juga mempunyai
seorang anak, yaitu Kak Hardo. Kemudian lahirlah Dik Tato,
adik kita.“
Setelah Kak Sumi kawin foto itu di serahkan kepadaku.
Acapkali, bila aku merasa kesepian,foto itu kuambil sekalipun
aku tahu potret itu makin menambah kesepian dalam hatiku.
Horison
No. 7, Th. VIII, Juli 1973