TUGAS PSIKOLOGI BIOGRAFI TENTANG

25
TUGAS PSIKOLOGI BIOGRAFI TENTANG Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie DIKERJAKAN OLEH : MUHAMMAD TAUFIK DWI ( ) YUSUF NUR IKHSAN ( ) LIA NOVITASARI ( ) SAMSUL BAKHRI ( ) RONALDA RUMSAYOR ( ) SAKTI WAHYU GUMILAR ( ) Akademi Ilmu Pemasyarakatan Badan Pengambangan Sumber Daya Manusia

Transcript of TUGAS PSIKOLOGI BIOGRAFI TENTANG

TUGAS PSIKOLOGI

BIOGRAFI TENTANG

Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie

DIKERJAKAN OLEH :

MUHAMMAD TAUFIK DWI ( )

YUSUF NUR IKHSAN ( )

LIA NOVITASARI ( )

SAMSUL BAKHRI ( )

RONALDA RUMSAYOR ( )

SAKTI WAHYU GUMILAR ( )

Akademi Ilmu Pemasyarakatan

Badan Pengambangan Sumber Daya Manusia

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia

Jl. Gandul No.4 Cinere-Depok 16512

2014

Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di

Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936; umur 77 tahun)

adalah Presiden Republik Indonesiayang ketiga. Ia menggantikan

Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada

tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman

Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober

1999 olehMPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan

dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan

sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga

Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.

Keluarga dan pendidikan

Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara,

pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini

Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan bugis

(sulawesi selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di

Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di

Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini

Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan

ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik

sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang

bersaudara.

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada

tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu

Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie. Sebelumnya ia

pernah berilmu di SMAK Dago. Ia belajar teknik mesin

diInstitut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 ia

melanjutkan studiteknik penerbangan, spesialisasi konstruksi

pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar

diplom ingenieur pada 1960 dan gelardoktor ingenieur pada 1965

dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan karier

Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm,

sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg,

Jerman, sehingga mencapai puncak karier sebagai seorang wakil

presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke

Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto.

Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan

Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat

sebagai Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie

adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam

Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.

Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim

Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri.

Masa Kepresidenan

Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca

pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga

menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir

seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan

Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu

tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana

Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk

program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan

politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan

kegiatan organisasi.

Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil

memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya

dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat,

perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU

otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah

gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru

berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden

Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa

dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni

Soviet dan Yugoslavia.

Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan

berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak

yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional.

Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang

menyebutkan bahwa

Masa Muda

Prof. Dr. Ing. -Dr. Sc. H.C. Mult. Bacharuddin Jusuf

Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (72 tahun) merupakan

pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936.

Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan

Wakil Presiden RI ke-7 hanya 2 bulan. Habibie merupakan

“blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang

Makasar/Pare-Pare.

Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan sifat cerdas dan

semangat tingginya pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama

1 tahun, ia kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan

selanjutnya pada tahun 1955 beliau dikirim oleh ibunya (R.A.

Tuti Marini Puspowardoyo) ke Jerman untuk melanjutkan studi di

Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule. Habibie mengeluti

bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin.

Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh

gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan :

diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar

Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.

Habibie tidak berhenti dengan diploma tekniknya. Ia

melanjutkan studinya hingga jenjang doktoral. Ia mendalami

bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965,

Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelarDoktor

Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasisumma cum

laude.

Karir di Industri

Setelah menyelesaikan pendidikan doktoral, BJ Habibie

mengawali karir di Jerman dengan menjadi Kepala Penelitian dan

Pengembangan pada Analisis Struktrur di Messerschmitt-Bölkow-

Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969), dan kemudian menjabat

Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat

terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja

dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice

President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-

1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk

Dewan Direktur MBB (1978 ).

Sebelum memasuki usia 40 tahun, Habibie memiliki karir

yang sangat cemerlang, secemerlang ilmunya dalam desain dan

konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi “permata” yang

sangat berharga bagi negeri Jerman dan iapun mendapat

“kedudukan terhormat”, baik secara materi maupun

intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB

Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan

sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang

Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan

teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie

Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.

Kembali ke Indonesia

Pada tahun 1974, (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu

Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang

ke Indonesia. Karena rasa hormatnya pada Pak Harto sekaligus

keinginannya untuk memberi sumbangsih teknologi pada bangsa

ini, akhirnya Habibie pun pulang ke Indonesia pada tahun 1974

di usia 38 tahun. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah

(langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat

terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun

demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang

pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden

dan Direktur Teknologi di MBB.

Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan

jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada tahun

1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, iapun

diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi(Menristek)

sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga

diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional.

Pesawat CN-235 karya IPTN milik AU Spanyol

Ketika menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan

visinya yakni membawa Indonesia menjadi negara industri

teknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam strategi

pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara

industri maju. Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi

negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak,

baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan

secara bertahap yakni lebih baik investasi di bidang pertanian

dahulu baru investasi secara bertahap hingga teknologi

tinggi. Namun, Habibie memiliki keyakinan kokoh akan visinya,

dan ada satu “quote” yang terkenal dari Habibie yakni :

“I have some figures which compare the cost of one kilo of

airplane compared to one kilo of rice. One kilo of airplane

costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven

cents. And if you want to pay for your one kilo of high-tech

products with a kilo of rice, I don’t think we have enough.”

(Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)

Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat

dengan lawan politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa

Industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan

harga produk dari industri high-teck (teknologi tinggi) dengan

hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat

terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD

0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450

ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10

ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras.

Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak

Harto. Soeharto pun bersedia menggangarkan dana ekstra dari

APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada

tahun 1989, Suharto memberikan “kekuasan” lebih pada Habibie

dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-

industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.

Habibie menjadi RI-1

Secara materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia

bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain mapan, Habibie

memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice Presiden

sekaligus Senior Advicer di perusahaan berteknologi tinggi di

Jerman. Sehingga Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena

mencari uang ataupun kekuasaan semata, tapi lebih pada

perasaan “terima kasih” kepada Indonesia yang telah

membesarkan dia dan kedua orang tuanya serta Presiden

Soeharto. Sikap serupa pun ditunjukkan oleh Kwik Kian Gie,

yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur , Kwik pensiun

dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik. Bukan

sebaliknya, yang banyak dilakukan oleh para caleg saat ini

yakni menjadi poltisi untuk mencari kekayaan sehingga praktik

korupsi tidak sirna oleh waktu.

Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia

41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB melalui

orasi ilmiahnya tentang Konstruksi Pesawat Terbang. Selama 20

tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998,

Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang

Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon) melanda

kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun

bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 10.000-an per

dolar. Utang luar negeri membengkak dan banyak bank swasta

mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%,

dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.

Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan

sistem orde baru yang sarat dengan Korupsi, Kolusi, Nepotisme

yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto. Selain KKN, sistem

pemerintahan Soeharto sangatlah otoriter dan menangkap semua

aktivis dan mahasiswa yang berusaha menegakkan kebenaran pada

tempatnya. UU hanya digunakan untuk membungkam masyarakat

kecil, sedangkan pemerintah, konglomerat, MPR/DPR yang

didominasi Partai Golkar dengan mudah melanggar hukum dan

menikmati rupiah demi rupiah dari hutang-hutang kapitalis yang

menghancurkan Indonesia.

Pergerakan mahasiswa,aktivis, dan segenap masyarakat pun

memuncak pada 12-14 Mei 1998, dimana terjadi penembakan 4

orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei 1998 yang

hingga saat ini pelakunya (semua bukti tertuju pada militer)

masih misterius. Demonstrasi dan krisis kepercayaan masyarakat

sudah mencapai titik akhir, dan akhirnya pada tanggal 21 Mei

1998, Presiden Soeharto dipaksa mundur dari jabatan Presiden

yang dipegangnya selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32 tahun

itulah, sistem pemerintahan otoriter dan praktik KKN tumbuh

sumbur. Selama 32 tahun itu pula, kebenaran-kebenaran

peristiwa Pemerintah Soekarno, G30S-PKI, Supersemar,

Pengasingan Soekarno ditutup rapat-rapat oleh pemerintah

Soeharto yang didukung oleh negara-negara kapitalis seperti

Amerika dan sekutunya melalui agen CIA, Bank Dunia, IMF, ADB,

IGGI (CGI). Dan pada saat bersaamaan, sumber kekayaan alam

kita dijamah secara besar-besaran.

Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ Habibie pun diangkat

menjadi Presiden RI ke-3 berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun,

masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512

hari. Dibawah kepemimpinan Habibie, bangsa Indonesia bukan

hanya sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48

partai), namun juga sukses membawa perubahan signifikn pada

stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.

Habibie merupakan presiden RI pertama yang menerima

banyak penghargaan terutama di bidang IPTEK baik dari dalam

negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam bidang teknologi

pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor

Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai

Universitas terkemuka dunia, antara lain : Cranfield Institute

of Technology dan Chungbuk University.

Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie

Habibie Bertemu Soeharto

“Laksanakan saja tugasmu dengan baik, saya doakan agar

Habibie selalu dilindungi Allah SWT dalam melaksanakan tugas.

Kita nanti bertemu secara bathin saja“, lanjut Pak Harto

menolak bertemu dengan Habibie pada pembicaraan via telepon

pada 9 Juni 1998.

(Habibie : Detik-Detik yang Menentukan. Halaman 293)

Salah satu pertanyaan umum dan masih banyak orang tidak

mengetahui adalah bagaimana Habibie yang tinggal di Pulau

Celebes bisa bertemu dan akrab dengan Soeharto yang

menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Pulau Jawa?

Pertemuan pertama kali Habibie dengan Soeharto terjadi

pada tahun 1950 ketika Habibie berumur 14 tahun. Pada saat

itu, Soeharto (Letnan Kolonel) datang ke Makasar dalam rangka

memerangi pemberontakan/separatis di Indonesia Timur pada masa

pemerintah Soekarno. Letkol Soeharto tinggal berseberangan

dengan rumah keluarga Habibie. Karena ibunda Habibie merupakan

orang Jawa, maka Soeharto pun (orang Jawa) merasa

kedekatannnya dengan keluarga Habibie ketika bermukim di

Makasar. Bahkan, Soeharto turut hadir ketika ayahanda Habibie

meninggal. Selain itu, Soeharto pun menjadi “mak comblang”

pernikahan adik Habibie dengan anak buah (prajurit) Letkol

Soeharto. Kedekatan Soeharto-Habibie terus berlanjut meskipun

Soeharto telah kembali ke Pulau Jawa setelah berhasil

memberantas pemberontakan di Indonesia Timur.

Pada tahun 1956, Habibie mendapat beasiswa dari Menteri

Pendidikan dan Budaya Pemerintahan Soekarno untuk belajar

Teknik Pembuatan Pesawat Terbang di Aachen, Jerman. Dalam

beberapa wacana disebutkan bahwa rekomendasi beasiswa Habibie

ke Jerman tidak lepas dari dukungan ibunda Habibie dan pak

Harto. Dan setelah Habibie menyelesaikan studi di Jerman dan

bekerja selama 9 tahun, akhirnya Habibie dipanggil pulang ke

tanah air oleh Pak Harto. Adanya kedekatan dan rasa “balas

budi” kepada negara (beasiswa) serta pak Harto, membuat

Habibie dengan cepat memutuskan kembali ke Indonesia untuk

membangun industri teknologi tinggi.

Bersama Ibnu Sutowo, Habibie kembali ke Indonesia dan

bertemu dengan Presiden Soeharto pada tanggal 28 Januari 1974.

Habibie mengusulkan beberapa gagasan pembangunan seperti

berikut:

• Gagasan pembangunan industri pesawat terbang nusantara

sebagai ujung tombak industri strategis

• Gagasan pembentukan Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek)

• Gagasan mengenai Badan Pengkajian dan Penerapan Ilmu

Teknologi (BPPT)

Gagasan-gagasan awal Habibie menjadi masukan bagi

Soeharto, dan mulai terwujud ketika Habibie menjabat sebagai

Menristek periode 1978-1998.

Namun, dimasa tuanya, hubungan Habibie-Soeharto tampaknya

retak. Hal ini dikarenakan berbagai kebijakan Habibie yang

“mempermalukan” Pak Harto, meskipun tindakan Habibie merupakan

langkah yang tepat dan benar. Diantaranya adalah memecat

Letjen (Purn) Prabowo Subianto dari jabatan Kostrad karena

telah memobilisasi pasukan kostrad menuju Jakarta (Istana dan

Kuningan) tanpa koordinasi atasan. Padahal Prabowo merupakan

menantu kesayangan Pak Harto yang telah dididik dan dibina

menjadi penerus Soeharto. Selain itu, Habibie juga

memerintahkan pemeriksaan Tommy Soeharto sebagai tersangka

korupsi. Padahal Tommy Soeharto merupakan putra “emas’ Pak

Harto. Begitu juga, Habibie membebaskan tanpa syarat tahanan

politik Soeharto seperti Sri Bintang Pamungkas dan Mukhtar

Pakpahan.

Habibie : Bapak Teknologi Indonesia

Pemikiran-pemikiran Habibie yang “high-tech” mendapat

“hati” pak Harto. Bisa dikatakan bahwa Soeharto mengagumi

pemikiran Habibie, sehingga pemikirannya dengan mudah

disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju menganggarkan “dana

ekstra” untuk mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses serta

kedekatan Soeharto-Habibie dianggap oleh berbagai pihak

sebagai bentuk kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa

pihak tidak setuju dengan pola pikir Habibie mengingat

pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana yang besar untuk

pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran

Habibie.

Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri

Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang

pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan : Nurtanio

meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia).

Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama

menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) pada 11

Oktober 1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara

Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000. Perlakuan istimewapun

dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT

PINDAD.

Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap

tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif

besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi. Dan

anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989

dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun,

Habibie memiliki alasan logis yakni untuk memulai industri

berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar

dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin

dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10 tahun

untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena

itu, selama bertahun-tahun industri strategis ala Habibie

masih belum menunjukan hasil dan akibatnya negara terus

membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang cukup

besar.

Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL)

pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang,

helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan

(maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi,

kapal, tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan

RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik untuk

keperluan sipil maupun militer.

Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam

berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti

Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320

(jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31

(pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara

vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-

by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut

terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis

BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali

dan satelit.

Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap

beliau sebagai bapak teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa

besar kesuksesan industri strategis ala Habibie. Karena kita

tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada

Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada IPTN,

sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal

ini dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri

(catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan negara terbesar

ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan

militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli

Indonesia yang memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat

satelit Hughes Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk

mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal

ini terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi

Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran

kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia.

Teori Pembangunan Ekonomi Habibie

Menjadi pimpinan di Industri Pesawat Terbang skala besar

di Jerman selama bertahun-tahun memberikan inspirasi dan

mempengaruhi pemikiran Habibie. Berlandaskan pengalaman itu,

Habibie memiliki keyakinan bahwa untuk bisa menjadi negara

maju tidak selalu perlu melewati “tahap-tahap” pembangunan

yakni pertanian/agraris industri pengolahan pertanian,

manufaktur, industri teknologi rendah/menengah baru ke

teknologi tinggi. Ia mengemukan teori pembangunan ekonomi

negara yang berbeda yakni “Dari negara agraris langsung

melompat ke tahap negara industri teknologi tinggi”, tanpa

harus menunggu dan melewati kematangan indsutri pertanian,

atau tahapan industri manufaktur serta teknologi rendah.

“The basis of any modern economy is in their capability

of using their renewable human resources. The best renewable

human resources are those human resources which are in a

position to contribute to a product which uses a mixture of

high-tech.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)

Dari teori pembangunan ekonomi tersebut, Habibie sangat

menekankan pada kualitas SDM bukan semata SDA. Dengan

meningkatkan sumber daya manusia (human resources), maka kita

dapat membuat produk berteknologi tinggi dimana memiliki nilai

jual yang tinggi. Hal ini pun akan mentriger berdirinya

perusahaan-perusahaan pendukung dengan teknologi lebih rendah.

Jadi, prinsip pembangunan industri ala Habibie adalah Top-Down

(dari tinggi hingga ke rendah). Sedangkan secara konvensional

adalah dari Down-Top (dari industri teknologi rendah ke

teknologi tinggi).

Selama masa pengabdiannya di Indonesia, Habibie memegang

47 jabatan penting seperti : Direkur Utama (Dirut) PT.

Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN), Dirut PT Industri

Perkapalan Indonesia (PAL), Dirut PT Industri Senjata Ringan

(PINDAD), Kepala Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau

Batam, Kepala BPPT, Kepala BPIS, Ketua ICMI, dan masih banyak

lagi.

Habibie : Bapak Demokrasi Indonesia

Ketika mendapat amanah menjadi Presiden RI ke-3, kondisi

ekonomi, sosial, stabilitas politik, keamanan di Indonesia

berada di ujung tanduk “revolusi”. Dengan mengambil kebijakan

yang salah serta pengelolaan ekonomi yang tidak tepat, maka

Indonesia 1998 berpotensi masuk dalam era “chaos” ataupun

revolusi berdarah. (catatan : perlu diingat bahwa reformasi

1998 menelan ratusan bahkan ribuan korban pembunuhan dan

pemerkosaan serta serangkaian kerusuhan, penjarahan,

pembakaran, yang terutama ditujukan pada etnis Tionghoa).

Untungnya di tahun 1998, Indonesia tidak masuk dalam era

revolusi jilid-2 namun hanya masuk dalam era reformasi.

Belajar dari kesalahan presiden pendahulunya, Jenderal

Soeharto, Presiden Habibie memimpin Indonesia dengan cermat,

cepat, telaten, rasional dan reformis. Habibie menunjukkan

perhatiannya terhadap keinginan bangsa untuk lebih mengerti

dan menerapkan prinsip umum demokrasi. Perhatiannya didasarkan

pada pengamatan Habibie pada pemerintahan Orde Lama dan

sebagai pejabat pada masa Orde Baru, dimana telah mengarahkan

beliau untuk mempelajari situasi yang ada. Melalui proses yang

sistematik, menyeluruh, dan menyatu, Habibie mengembangkan

sebuah konsep yang lebih jelas, sebuah pengejewantahan dari

proaktif dan prediksi preventive atas interpretasi dari

demokrasi sebagai sebuah mesin politik. Konsep ini kemudian

diimplementasikan dalam berbagai agenda politik, ekonomi,

hukum dan keamanan seperti:

• Kebebasan multi partai dalam pemilu (UU 2 tahun 1999)

• Undang Undang anti monopoli (UU 5 tahun 1999)

• Kebijakan Independensi BI agar bebas dari pengaruh

Presiden (UU 23 tahun 1999)

• Kebebasan berkumpul dan berbicara, (selanjutnya

masyarakat lebih mengenal istilah demonstrasi)

• Pengakuan Hak Asasi Manusia (UU 39 tahun 1999)

• Kebebasan pers dan media,

• Usaha usaha menciptakan pemerintahan yang efektif dan

efisien yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme

atau dengan kata lain adalah pemerintahan yang baik dan

bersih. (Membuat UU Pemberantasan Tindak Korupsi pada

tahun 1999)

• Penghormatan terhadap badan badan hukum dan berbagai

institusi lainnya yang dibentuk atas prinsip demokrasi;

• Pembebasan tahanan-tahanan politik tanpa syarat, (eg. Sri

Bintang Pamungkas dan Muktar Pakpahan)

• Pemisahan Kesatuan Polisi dari Angkatan Bersenjata.

Dalam waktu yang relatif singkat sebagai Presiden RI,

Habibie telah memelihara pandangan modern beliau dalam

demokrasi dan mengimplementasikannya dalam setiap proses

pembuatan keputusan. Peran penting Habibie dalam percepatan

proses demokrasi di Indonesia dikenal baik oleh masyarakat

nasional ataupun internasional sehingga beliau dianggap

sebagai “Bapak Demokrasi“. Komitmen beliau terhadap demokrasi

adalah nyata. Ketika MPR, institusi tertinggi di Indonesia

yang memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil

Presiden, menolak pidato pertanggung-jawaban Habibie (masalah

referendum Timor-Timur), Habibie secara berani mengundurkan

diri dari pemilihan Presiden yang baru pada tahun 1999. Beliau

melakukan ini, selain penolakan MPR atas pidatonya tidak

mengekang beliau untuk terus ikut serta dalam pemilihan, dan

keyakinan dari pendukung beliau bahwa beliau akan tetap bisa

unggul dari kandidat Presiden lainnya, karena yakin bahwa

sekali pidatonya ditolak oleh MPR akan menjadi tidak etis

baginya untuk terus ikut dalam pemilihan. Keputusan ini juga

dimaksudkan sebagai pendidikan politik dari arti sebuah

demokrasi.

Karena “demokratis”-nya Habibie, maka iapun memberikan

opsi referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menentukan sikap

masa depannya. Namun, perlu dicatat bahwa Habibie bukanlah

orang yang bodoh dengan mudah memberikan opsi referendum tanpa

alasan yang jelas dan tepat. Habibie sebagai Presiden RI

memberikan opsi referendum kepada rakyat Timor-Timur mengingat

bahwa Timor-Timur tidak masuk dalam peta wilayah Indonesia

sejak deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus

1945. Secara yuridis, wilayah kesatuan negara Indonesai sejak

17 Agustus 1945 adalah wilayah bekas kekuasaan kolonialisme

Belanda yakni dari Sabang (Aceh) hingga Merauke (Irian Jaya/

Papua). Ketika Indonesia merdeka, Timor-Timur merupakan

wilayah jajahan Portugis, dan bergabung bersama Indonesia

dengan dukungan kontak senjata.

Bagi sebagian orang menganggap bahwa masuknya militer

Indonesia di Timor-Timur merupakan bentuk neo-kolonialisme

baru (penjajahan modern) dari Indonesia pada tahun 1975.

Seharusnya Indonesia tidak ikut campur pada proses kemerdekaan

Timor-Timur dari penjajahan Portugis. Jadi, kita dapat

memahami dibalik landasan Habibie dimana provinsi Timor-Timur

lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perlu dicatat

bahwa kasus Aceh dan Papua berbeda dengan Timor-Timur.

Habibie : Master of Economic Solving

Sejak era reformasi 1998, tampaknya hanya Habibie yang

menjadi presiden yang benar-benar sukses mengelola ekonomi

dengan baik. Dalam kondisi yang amburadul, kacau balau baik

dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan tiada hari tanpa

demonstrasi, Habibie mampu membawa ekonomi Indonesia yang

lebih baik.

Meskipun Presiden Singapura Lee Kuan Yeew berusaha

mendiskritkan kemampuan Habibie untuk memimpin Indonesia, toh

Habibie menunjukkan bukti. Ketika banyak orang yang

menyangsikan bahwa Habibie mampu bertahan selama 3 hari

sebagai Presiden, namun semua dapat dilalui. Lalu, pihak-pihak

yang tidak suka dengan Habibie pun menyampaikan opini bahwa

Habibie tidak mampu bertahan lebih dari 100 hari. Sekali lagi,

Habibie membuktikan bahwa ia mampu memimpin Indonesia dalam

kondisi kritis.

Dari nilai tukar rupiah Rp 15000 per dollar diawal

jabatannya, Habibie mampu membawa nilai tukar rupiah ke posisi

Rp 7000 per dollar. Ketika inflasi mencapai 76% pada periode

Januari-September 1998, setahun kemudian Habibie mampu

mengendalikan harga barang dan jasa dengan kenaikan 2% pada

periode Januari-September 1999. Indeks IHSG naik dari 200 poin

menjadi 588 poin setelah 17 bulan memimpin. Tentu, indikator-

indikator kesuksesan ekonomi era Habibie tidak dapat diikuti

dengan baik oleh masa pemerintah Megawati maupun SBY.

Beberapa keberhasilan ekonomi di era Habibie sebenarnya

tidak lepas dari usaha keras dan perubahan mendasar dari para

tokoh reformis yang duduk di kabinet seperti Adi Sasono (Men.

Koperasi), Soleh Salahuddin (Men. Kehutanan dan Perkebunan),

Tanri Abeng (Men. BUMN). Namun, perlu disadari bahwa Habibie

bukanlah presiden yang benar-benar reformis dalam menolak

kebijakan ekonomi ala IMF. Dengan keterbatasannya, beliau

terpaksa menjalana 50 butir kesepakatan (LoI) antara

pemerintah Indonesia dengan IMF, sehingga penangganan krisis

ekonomi di Indonesia pada hakikatnya lebih pada penyembuhan

dengan “obat generik”, bukan penyembuhan ekonomi “terapis”

ataupun “obat tradisional”. Sehingga ketika meninggalkan

tampuk kekuasaan, Indonesia masih rapuh.

Disisi lain, Habibie masih sangat mempercayai tokoh-tokoh Orba

duduk di kabinetnya, padahal masyarakat menuntut reformasi.

Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan dirinya sebagai

Presiden Transisi, bukan Presiden yang Reformis.

Habibie : Cendekiawan Muslim

Kekuasaan adalah amanah dan titipan Allah SWT, Tuhan Yang

Maha Kuasa, bagi mereka yang percaya atas eksistensi-Nya. Bagi

mereka yang tidak percaya atas eksistensi-Nya, kekuasaan

adalah amanah dan titipan rakyat. Pemilik kekuasaan tersebut,

setiap saat dapat mengambil kembali milik Nya dengan cara apa

saja.

(Habibie : Detik Detik yang Menentukan, halaman 31)

Selain memiliki kecerdasan yang tinggi (mungkin orang

terjenius dari Indonesia), Habibie dikenal sebagai cendekiawan

muslim yang taat sekaligus reformis. Dalam menghadapi berbagai

kesulitan, Habibie tidak luput dari do’a dan sholat untuk

mendapat petunjuk atau ilham. Mendapat jabatan sebagai

Presiden bagi Habibie merupakan amanah dan titipan dari Allah

untuk mengabdi dengan sepenuh hati.

Meskipun tidak terjun dalam dunia politik dan kekuasaan,

Habibie tetap memberikan sumbangsih kepada bangsa Indonesia

dengan mendirikan The Habibie Centre pada 10 November 1999.

Habibie Center merupakan organisasi yang berusaha memajukan

proses modernisasi dan demokratisasi di Indonesia yang

didasarkan pada moralitas dan integritas budaya dan nilai-

nilai agama. Ada dua misi utama Habibie centre yakni (1)

menciptakan masyarakat demokratis secara kultural dan

struktural yang mengakui, menghormati dan menjunjung tinggi

hak asasi manusia, serta mengkaji dan mengangkat isu-isu

perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia, dan (2)

memajukan dan meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia dan

usaha sosialisasi teknologi. Beberapa kegiatan yang dikenal

luas oleh masyarakat dari Habibie Centre yakni seminar,

pemberian beasiswa dalam dan luar negeri, Habibie Award serta

diskusi mengenai peningkatan SDM maupun IPTEK.

Selain mendirian The Habibie Centre, Habibie juga berjasa

dalam pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)

pada 7 Desember 1990 atas persetujuan Soeharto. ICMI

merupakan wahana menampung cendekiawan-cendekiawan muslim

untuk bersama-sama berkontribusi bagi bangsa dan masyarakat.

Pada awalnya, ICMI didirikan untuk menampung aspirasi

pengusaha non-China yang benci akan kekayaan dan pengaruh

dari keluarga etnis China yang kaya. ICMI mempunyai bank

sendiri dan koran harian yang diberi nama Republika. Banyak

umat muslim yang ikut terdaftar dalam keanggotaan ICMI

termasuk cendekiawan pengkritik pemerintah Soeharto yakni

(Alm) Prof. Nurcholish Majid dan Prof. Amien Rais.

Penutup

Setelah tulisan biografi Habibie yang “super panjang” ini,

saya akan mengakhiri ceritera ini dengan beberapa poin

harapan.

• Semoga “Habibie-Habibie” baru yang genius bermunculan di

seantero nusantara sehingga Indonesia tidak hanya menjadi

“penonton” atau konsumen atas produk-produk berteknologi

• Semoga generasi muda bangsa Indonesia memiliki semangat

teknopreneur yang minimal sama dengan semangat Habibie

dalam mengembangkan industri-industri strategis. Dan

harapannya, orang-orang pintar dan cerdas Indonesia dapat

memberikan karyanya bagi perkembangan industri Indonesia,

bukan menghabiskan seluruh hidupnya di perusahaan asing.

• Para calon pemimpin dan para politisi partai perlu

bercermin diri dan cobalah insaf agar “tidak gila

kekuasaan”, dan ketika memegang kekuasaan jangan serakah

(KKN) dan sombong.

• Saya bangga dengan sikap Habibie yang tidak mencalonkan

diri sebagai presiden, namun beliau tetap memberikan

kontribusi nyata melalui berbagai organisasinya seperti

The Habibie Centre serta siap selalu memberikan masukan

dan bimbingan bagi para politisi/penguasa melalui

berbagai dialog atau seminar.

• Semoga Habibie terus memberikan sumbangsih pemikiran dan

tenaganya bagi bangsa Indonesia dan selalu dikarunia

fisik yang sehat.

http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2014/02/biografi-bj-

habibie.html