Makalah Psikologi Organisasi Organizational Change Pada Ecovis Indonesia Depok, Fakultas Psikologi...

26
Makalah Psikologi Organisasi Organizational Change Pada Ecovis Indonesia Disusun Oleh : Hikmah Septia Rosa (1106081852) Khairana M. (110608751) Mangasi Nofrina (1106081732) Depok, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Transcript of Makalah Psikologi Organisasi Organizational Change Pada Ecovis Indonesia Depok, Fakultas Psikologi...

Makalah Psikologi Organisasi

Organizational Change Pada Ecovis Indonesia

Disusun Oleh :

Hikmah Septia Rosa (1106081852)

Khairana M. (110608751)

Mangasi Nofrina (1106081732)

Depok, Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan adalah sebuah hal yang wajar terjadi dalam

kehidupan manusia, termasuk juga di dalamnya perubahan dalam

sebuah organisasi. Perubahan biasanya diawali dengan timbulnya

kesadaran bahwa perlu diadakannya penyesuaian kembali sistem,

budaya, atau model organisasi tersebut. Perubahan organisasi

bertujuan agar organisasi tidak statis dan terus dinamis

mengukuti alur perkembangan jaman dan guna meningkatkan

kualitas pelayanannya terhadap konsumen. Organisasi yang

statis tidak akan berahan lama, usia organisasi ini cenderung

singkat akibat persaingan yang makin dinamis.

Perubahan banyak didefinisikan sebagai membuat perbedaan

secara fisik dari keadaan sebelumnya. Perubahan organisasi

dapat berupa perubahan teknologi, infrastuktur, kepemimpinan,

strategi, budaya atau jenis perusahaan. Faktor- faktor yang

memepengaruhi perubahan organisasi antara lain, faktor sosial,

faktor lingkungan fisik, dan faktor tekonologi. Pada tahun

1990-an mulai dikenalnya teknologi internet yang kemudian

diikuti munculnya berbagai strategi oraganisasi baru dalam

pemasaran produknya (e-commerence), serta perubahan sistem

administrasi. Selain itu, pada tahun 2000-an mulai dibukanya

pasar global di Indonesia yang membuka pintu masuk investor

asing untuk menamkan modal atau melakuan kerjasama (akuisisi

dan merger) dengan perusahaan di Indonesia. Jenis kerjasama

seperti ini tentunya membawa organisasi kedalam perubahan.

Perubahan yang tepat dan menyeluruh adalah perubahan yang

mampu membawa perubahan sampai tingkat kognitif, afektif, dan

psikomotor seluruh karyawannya. Akan tetapi perubahan dalam

perusahan sering berjalan kurang lancar, akibatnya

produktifitas karyawan dapat menurun, kepuasan kerja karyawan

menurun, bahkan dapat terjadinya turn over.

Adapun fenomena yang kami angkat adalah fenomena

perubahan organisasi yang terjadi di Ecovis Indonesia yang

saat ini sedang berjalan. Ecovis adalah perusahaan penyedia

jasa konsultasi terkemuka yang berasal dari Eropa. Ecovis

memiliki lebih dari 4.500 karyawan yang beroperasi di lebih

dari 50 negara. Ecovis Indonesia terbentuk tahun 2009 setelah

mengakuisisi KAP I&S yang sudah terlebih dahulu berdiri sejak

1999. Ecovis Indonesia mengandalkan tenaga ahli spesialis yang

memiliki kualifikasi di perusahaan-perusahaan serta di

industri yang spesifik atau bersifat nasional maupun

internasional. Beragam keahlian ini memberikan dukungan yang

efektif bagi klien, khususnya di bidang transaksi dan

investasi internasional - dari persiapan di negara asal klien

sampai dengan untuk mendukung di negara tujuan. Ecovis

Indonesia memberikan jasa konsultasinya terutama kepada

perusahaan berskala menengah, baik lokal maupun internasional,

dimana jasanya mencakup keseluruhan jasa yang terdiri dari

jasa legal, fiskal, manajerial dan administrasi. Fokus

konsultasi dan kompetensi utama terletak pada bidang

konsultasi pajak, akuntansi, audit dan konsultasi hukum.

Kekuatan utama dari Ecovis Indonesia adalah kombinasi antara

saran yang kompeten di tingkat lokal dengan keahlian umum dari

jaringan internasional serta interdisipliner profesional. Jasa

asuran yang disediakan oleh Ecovis Indonesia adalah; Jasa

audit, Jasa perpajakan, Jasa akuntansi, dan Jasa konsultasi

bisnis lainnya.

Adapun partner/perwakilan Ecovis Indonesia adalah Mr.

Idris Jono sebagai Founder dan Managing Partner dan Mr.

Sudihartono Suwowo sebagai founder dan Branch Partner. Ecovis

Indonesia di bagi dalam dua tim yaitu tim Jakarta dan Tim

Batam dengan jumalah 86 karyawan di Jakarta dan 23 karyawan di

Batam.

B. Permasalahan penelitian

1. Apakah ada perubahan misi, strategi, kepemimpinan atau

budaya pada Ecovis Indonesia?

2. Apakah ada faktor sosial, lingkungan fisik atau teknologi

yang berubah pada Ecovis Indonesia?

3. Apakah perubahan tersebut juga mempengaruhi kognitif dan

tingkah laku karyawan?

4. Apakah ada intervensi pada tingkat individu, kelompok atau

perusahaan dalam perubahan?

BAB II

LANDASAN TEORI

Burke (1994, dalam Jex dan Britt, 2008) mengembangkan

teori mengenai proses transformasi organisasi yang cukup umum

untuk diaplikasikan pada beragam jenis organisasi. Model dari

Burke ini mengajukan pemikiran bahwa transformasi organisasi

adalah merupakan hasil dari faktor-faktor yang saling

berhubungan. Faktor external enviroment (lingkungan eksternal)

seringkali menjadi faktor penting dalam melakukan/ memulai

transformasi organisasi karena perubahan seringkali

disebabkan/ dimotivasi oleh survival atau oleh keinginan untuk

menggunakan kesempatan.

Gambar 2.1. Teori Perubahan Organisasi Burke

II.1. Definisi Perubahan

Shockley-Zalabak (2008) mendefinisikan perubahan sebagai

pergantian dari suatu keadaan tertentu ke keadaan lain atau

perbedaan yang ada di antara dua keadaan tertentu. Perubahan

dalam organisasi dapat bersifat direncanakan maupun tidak

direncanakan sebelumnya, misalnya perubahan dalam organisasi

yang disebabkan oleh keinginan untuk meningkatkan fungsi

organisasi secara keseluruhan atau karena krisis. Fokus

istilah perubahan dalam organisasi adalah pergantian keadaan

yang terencana. Dengan perencanaan, perubahan yang ada harus

selalu dikomunikasikan. Komunikasi mengenai perubahan tersebut

seringkali dikembangkan dan dipimpin oleh profesional yang

bertanggung jawab dalam bidang komunikasi.

II.2. Tempo Perubahan

Menurut Cushman (2000, dalam Shockley-Zalabak, 2008),

waktu yang diperlukan oleh perusahaan dalam mengerjakan suatu

aktivitas perusahaan tertentu merupakan kunci dari efektivitas

dan keberhasilan perusahaan. Semakin cepat aktivitas

perusahaan dikerjakan maka akan semakin tinggi tingkat

efektivitas dan keberhasilan perusahaan. Tingkat kecepatan

(rate) dari perubahan dalam organisasi adalah berdasarkan

seberapa besar perubahan yang diinginkan, jenis dari perubahan

yang diinginkan, dan seberapa besar kendali terhadap perubahan

yang dapat perusahaan lakukan. Berdasarkan durasi terjadinya,

perubahan dalam organisasi dapat dikategorikan sebagai

perubahan evolusioner dan revolusioner (Burke, 2008, dalam

Aamodt, 2010). Perubahan evolusioner terjadi secara bertahap

dan dalam jangka waktu yang lama sedangkan perubahan

revolusioner terjadi secara drastis dan dalam jangka waktu

yang pendek.

II.3. Organizational Excellence

Dalam mengembangkan dan mendukung keunggulan yang

dimiliki perusahaan, Nohria, Joyce, dan Roberson (2003, dalam

Shockley-Zalabak, 2008) menyebutkan empat hal yang dilakukan

oleh perusahaan yang dapat membawa hasil yang luar biasa

(outstanding), yaitu, strategi (strategy), pelaksanaan (execution),

budaya (culture), dan struktur (structure). Mereka juga menyebutkan

pentingnya karyawan yang berbakat (talented employee), inovasi

(innovation), kepemimpinan (leadership), merger dan kemitraan

(partnership). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nohria, Joyce,

dan Roberson (2003, dalam Shockley-Zalabak, 2008), perusahaan

yang unggul adalah perusahaan yang dengan baik mendefinisikan

dan mengomunikasikan strategi perusahaan kepada karyawan,

customers, partners, dan investor. Perusahaan mengembangkan

strategi dengan cara outside-in, yaitu dengan mendengarkan

karyawan, customers, partners, dan investor. Dalam

pelaksanaan, perusahaan dapat menghasilkan produk dan jasa

yang secara konsisten sesuai dengan harapan customer. Budaya

yang terdapat dalam perusahaan yang unggul adalah high expectation

terhadap kinerja. Manajer dan karyawan didorong untuk mampu

membuat keputusan independen dalam menemukan cara untuk

meningkatkan performa kegiatan operasional perusahaan.

Struktur perusahaan yang efektif adalah struktur yang dapat

mengurangi birokrasi dan menyederhanakan pekerjaan. Hal yang

penting dalam efektivitas struktur perusahaan adalah kerjasama

dan pertukaran informasi dalam perusahaan.

Singkatnya, perusahaan yang berkinerja tinggi fokus

kepada perkembangan yang direncanakan dan perubahan dengan

penekanan pada keunggulan orang-orang dalam perusahaan,

partisipasi seluruh anggota perusahaan dalam proses, dan

komunikasi. Temuan ini juga sesuai dengan temuan Bennis dan

Biederman (1997, dalam Shockley-Zalabak, 2008) bahwa kelompok

yang mampu mencapai hasil memuaskan adalah kelompok yang

memiliki orang-orang berbakat, pemimpin yang berdedikasi,

komitmen pada tujuan, dan kemampuan untuk bekerja bersama

dalam kolaborasi aktif. Temuan-temuan tersebut mengarah pada

kesimpulan bahwa kelompok dan organisasi yang berkinerja

tinggi adalah contoh dari perkembangan dan perubahan

organisasi yang efektif.

II.4. Hambatan dalam Perubahan

Meskipun perubahan dapat menjadi suatu hal yang

produktif, namun tidak jarang terdapat pihak yang menganggap

bahwa perubahan tersebut mengarah kepada hal yang negatif.

Menurut Shockley-Zalabak (2008), terdapat tujuh hal yang

menghalangi tercapainya efektivitas perubahan, yaitu

complacency, organizational silence, knowledge or information deficits, risk

perception, uncertainty, active and passive resistance, dan organizational trust.

Penghalang yang menghambat perubahan dapat berbeda-beda sesuai

dengan situasi yang ada.

● Complacency: Anggota dalam suatu organisasi merasa nyaman

dengan keadaan saat ini dan memilih untuk tetap pada status

quo.

● Organizational silence: Orang-orang dalam suatu organisasi

menahan diri untuk menyatakan pendapat dalam menghadapi

masalah maupun perubahan dalam organisasi tersebut.

● Knowledge or information deficits: Anggota suatu organisasi kurang

memiliki pengetahuan atau informasi mengenai bagaimana

cara mengembangkan strategi perubahan.

● Risk perception: Anggota suatu organisasi mengembangkan

kekhawatiran atas risiko yang akan terjadi terkait dengan

perubahan dalam organisasi tersebut.

● Uncertainty: Perubahan membawa ambiguitas pada anggota

organisasi

● Active resistance: Anggota organisasi melakukan upaya secara

terang-terangan untuk menghalangi perubahan dalam

organisasi.

● Passive resistance: Anggota organisasi melakukan upaya

tersembunyi untuk menghalangi perubahan dalam organisasi.

● Organizational Trust: Keyakinan bahwa organisasi bersifat

kompeten, terbuka dan jujur, peduli dengan karyawan,

reliabel, dan teridentifikasi dengan tujuan-tujuan,

norma, dan nilai-nilai yang berlaku secara umum.

Covin dan Killmann (dalam Miller, 2012) menambahkan

delapan faktor penghambat perubahan organisasi, antara lain

tidak adanya dukungan dari pihak manajemen, petinggi

organisasi yang terlalu memaksakan perubahan, tindakan yang

inkonsisten dari pelaku perubahan, ekspektasi perubahan yang

tidak realistis, kurangnya partisipasi dari pelaku perubahan,

kurangnya komunikasi atas perubahan yang terjadi, tujuan

perubahan yang tidak jelas, dan tidak adanya tanggung jawab

yang jelas akan peran untuk berubah

II.5. Pengembangan Organisasi untuk Perubahan

Menurut Bennis (1969, dalam Shockley-Zalabak, 2008),

organizational development dibutuhkan untuk menghadapi perubahan

yang berkelanjutan dan dapat dideskripsikan sebagai sebuah

strategi edukasi yang kompleks. Strategi edukasi didesain

untuk mempromosikan perubahan dalam organisasi sehingga

penyesuaian terhadap teknologi baru, terhadap pasar, dan

tantangan-tantangan, serta tingkat kecepatan dari perubahan

itu sendiri, dapat terlaksana. Hal yang mendasar dari

organizational development ini adalah kemampuan untuk

mengidentifikasi perubahan yang dibutuhkan, untuk

mengembangkan strategi edukasi (komunikasi internal, training,

publikasi, iklan, public relation) yang dapat membantu terjadinya

perubahan, dan untuk mengevaluasi hasil dari usaha-usaha yang

telah dilakukan.

Menurut Pace (1983, dalam Shockley-Zalabak, 2008)

dikatakan bahwa human resource development merupakan serangkaian

kegiatan yang mempersiapkan karyawan agar dapat melaksanakan

pekerjaannya dengan lebih efektif, agar dapat memegang posisi

berbeda dalam perusahaan, atau untuk pindah ke pekerjaan,

posisi, dan karir yang belum teridentifikasi dan belum

terdefinisikan.

Kotter (1998, dalam Shockley-Zalabak, 2008) mendeskripsikan

delapan tahapan proses untuk menciptakan perubahan besar

melalui transformasi organisasi yang sukses:

1. Pushing the urgency rate up

2. To form an appropriate guiding coalition, a group that has enough power

to lead the change effort

3. To develop a vision, and a strategy for achieving it

4. To communicate that vision effectively to the whole organization

5. To empower people to change systems and structures that stand in the way

of the vision

6. To create some short-term wins

7. Consolidating the credibility from those short-term wins to produce even

more change

8. Ensure that it is all institutionalized into a new culture

II.6. Hubungan antara Organisasi dan Pelaku (Komunikasi)

Perubahan

Berikut ini adalah gaya/model komunikasi yang terjadi

antara profesional/ spesialis dalam bidang komunikasi (baik

itu karyawan dalam perusahaan maupun konsultan eksternal)

dengan perusahaan yang sedang/ akan mengalami perubahan

(Shockley-Zalabak, 2008):

1. The Purchase Model

Dalam model ini, perusahaan meminta jasa tertentu dari

spesialis komunikasi, misalnya diminta untuk mengadakan kelas

pelatihan, menulis berita, atau mendesain publikasi yang

memberitahukan kebijakan baru. Pihak yang meminta jasa dari

spesialis komunikasi tersebut menganggap dirinya memahami

kebutuhannya sendiri dan mengidentifikasi spesialis yang mampu

memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Dengan kata lain, mereka

membeli (purchasing) jasa yang diinginkan (desired services). Model ini

bisa menjadi efektif apabila tugas yang diberikan

terdefinisikan dengan baik dan juga apabila spesialis yang

diminta, mampu mengimplementasikan permintaan yang diinginkan.

Model ini bisa menjadi kurang efektif apabila klien kurang

paham dengan masalah yang dimiliki atau apabila kebutuhan/

masalah yang dimiliki berada diluar cakupan tanggung jawab dan

kemampuannya spesialis yang dipilih.

2. The Doctor-Patient Model

Spesialis komunikasi bertindak selayaknya dokter yang

memeriksa pasiennya, mengidentifikasi simtom-simtom yang

terlihat, dan membuatkan resep untuk penanganannya. Dalam

perusahaan, spesialis komunikasi memeriksa simtom dari masalah

yang dihadapi perusahaan dan membuatkan solusi yang sesuai

untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi. Sama seperti

dalam purchase model, model ini akan menjadi efektif apabila

spesialis memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan

apabila perusahaan menerima diagnosis dan penanganan yang

diberikan. Salah satu masalah utama dari model ini adalah

kurangnya penerimaan perusahaan terhadap solusi yang

ditawarkan ketika anggota perusahaan tidak atau sedikit

memberikan input dalam proses.

3. The Process Model

Dalam model ini, anggota perusahaan bekerja bersama-sama

dengan spesialis komunikasi untuk mengidentifikasi masalah,

menawarkan solusi, mengimplementasikan tindakan, dan

mengevaluasi hasil. Dalam process model, spesialis komunikasi

bertanggung-jawab untuk membimbing anggota perusahaan dalam

menjalani inquiry dan problem solving. Asumsi dasar dari model ini

adalah bahwa anggota perusahaan akan lebih berkomitmen kepada

solusi yang pembuatannya melibatkan mereka, dan bahwa talenta

dari spesialis akan paling baik digunakan jika spesialis

tersebut bekerja sama langsung dengan mereka yang terkena

dampak dari masalah.

II.7. Langkah-langkah Menuju Perubahan Organisasi

Berikut ini adalah 4 (empat) aktivitas yang muncul dalam

proses pengembangan dan perubahan organisasi (Shockley-

Zalabak, 2008) :

1. Data Collection

Teknik primer untuk pengumpulan data adalah meliputi

kuesioner, audits, wawancara, data kinerja (performance data),

analisis biaya (cost analysis), dan trained observation. Seringkali

teknik-teknik tersebut dikombinasikan untuk menghasilkan

pemahaman yang lebih komprehensif terhadap masalah dan isu-isu

dalam organisasi.

2. Data Evaluation

Setelah data dikumpulkan, evaluasi dan interpretasi mulai

dilakukan. Data berupa jawaban dari kuesioner dan audits

ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan rumus statistika

untuk menghasilkan deskripsi numerikal dari masalah atau isu

yang sedang dihadapi. Data dari wawancara, diberi kode untuk

menemukan tema yang sering muncul, atau untuk mengidentifikasi

masalah yang unik dan solusi yang kreatif. Data dari analisis

biaya digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas

komunikasi yang dilakukan, dan untuk memahami dampak finansial

dari isu-isu dan masalah yang sedang dihadapi. Data dari

observasi digunakan untuk mengkonfirmasi pemahaman dari data

lainnya, untuk menstimulasi identifikasi dari data tambahan

yang dibutuhkan, dan untuk memberikan interpretasi halus namun

krusial dari data yang diperoleh dengan teknik yang lebih

formal.

Setelah data dianalisis, spesialis komunikasi

bertanggung-jawab untuk menginterpretasikan data untuk

diberikan kepada mereka yang terlibat dalam pengembangan

solusi dan pembuatan keputusan dalam perubahan organisasi.

Interpretasi data harus memenuhi kebutuhan dari audiens

sekaligus harus dengan sungguh-sungguh dan jujur merefleksikan

temuan. Tahap feedback seperti ini seringkali menjadi tahap yang

sulit apabila spesialis komunikasi memiliki data yang tidak

memenuhi persetujuan dari pengambil keputusan inti (key decision

makers). Data dilaporkan dalam bentuk tulisan dan juga oral.

3. Planning and Implementation of Solutions

Kegiatan planning dan implementating dari perubahan yang

dibutuhkan, bisa dalam berbagai cara. Spesialis komunikasi

kadang bertanggung-jawab untuk mengembangkan dan mengajukan

rencana untuk perubahan yang menjadi subjek persetujuan pihak

manajemen. Kadang, spesialis komunikasi bisa diminta untuk

mengembangkan dam mengimplementasikan rencana sebagai bagian

dari tanggung-jawab pekerjaan regulernya. Spesialis komunikasi

juga dapat bekerja dengan pemimpin organisasi lainnya untuk

mengidentifikasi dan merencanakan jenis perubahan yang

beragam.

Terdapat 3 (tiga) pendekatan dasar terhadap perubahan

organisasional, antara lain structural change (usaha untuk

mengubah desain perusahaan dengan mengubah chains of command,

work functions, spans of control, dan protokol dalam pembuatan

keputusan); technological change (perubahan yang fokus pada mesin-

mesin canggih, automation, dan job design); behavioral change (usaha

yang fokus kepada pengembangan dan penggunaan karyawan sebagai

sumber daya).

Profesional dalam bidang komunikasi akan sering terlibat

dalam aktivitas yang berkaitan dengan behavioral change berikut

ini: policy changes (keputusan mengenai prosedur operasional

perusahaan yang secara formal dibuat, seperti personnel policies,

financial policies, customer service policies); process changes (performance

appraisal, meetings, decision making, problem solving); training and development

(strategi edukasi formal yang dapat membantu organisasi

perform dengan lebih efektif), advising and counseling (merupakan

tanggung-jawab formal dari spesialis komunikasi, konseling

dapat dilakukan untuk memeriksa perilaku tertentu karyawan,

termasuk didalamnya meningkatkan cara bekerja, atau fokus

kepada pengembangan karir, dan sekaligus tanggung-jawab

informal spesialis komunikasi, misalnya ketika dimintai

nasihat informal mengenai masalah human relations dan dilema

pribadi yang dihadapi oleh anggota organisasi).

4. Evaluation of Results

Perubahan dapat dievaluasi dengan berbagai cara kriteria.

Organisasi seringkali menggunakan pengukuran kinerja seperti

profit dan loss, kuota penjualan, output manufaktur, quality defects,

dan employee turnover. Namun ketika yang mau dievaluasi adalah

hal-hal yang sulit untuk dikuantifikasi, seperti misalnya

usaha untuk meningkatkan teamwork, evaluasi dapat dilakukan

dengan melihat perubahan pada data yang mengidentifikasi

masalah tersebut. Misalnya, terdapat masalah pada kebiasaan

supervisor yang selalu bertanya mengenai keputusan kepada

manajernya, padahal keputusan tersebut diharapkan mampu dibuat

oleh supervisor tersebut. Konsultan yang ingin mengevaluasi

usahanya meningkatkan teamwork dapat melihat dan menanyakan

langsung pada manajer apakah supervisor tersebut masih sering

bertanya. Konsultan juga dapat menanyakan pada supervisor itu

sendiri mengenai apa yang dirasakan terhadap usaha yang

dilakukan untuk perubahan ini. Jadi, trained observation juga

berguna dalam melakukan evaluasi.

Evaluasi bukanlah akhir dari proses perubahan, melainkan

cara bagi proses tersebut untuk mulai kembali. Evaluasi

terhadap perubahan dapat memberikan point of reference baru yang

dapat menimbulkan kebutuhan untuk berubah yang juga baru.

II.8. Mengkomunikasikan Perubahan

Sebagian besar usaha untuk perubahan yang direncanakan,

disertai oleh communication strategy dan communication plan.

Keberhasilan komunikasi perubahan dalam organisasi bergantung

pada dua hal tersebut. Communication strategy adalah desain

besar mengenai bagaimana komunikasi dilaksanakan sedangkan

communication plan adalah detil proses informasi

didistribusikan, meliputi analisis audiens, saluran

komunikasi, waktu pemberitahuan informasi, persiapan akan

reaksi atas informasi, dan monitor dampak informasi terhadap

perubahan (Shockley-Zalabak, 2008). Clampitt, DeKoch, dan

Cashman (2000, dalam Miller, 2012) mengemukakan ada lima cara

informasi disebarkan, yaitu:

1. Spray-and-pray: Organisasi memberikan seluruh informasi

terkait perubahan, baik yang relevan maupun irelevan

terhadap perubahan, dengan harapan pegawai dapat memilah

informasi yang relevan dari seluruh informasi

2. Tell-and-sell: Organisasi memberikan informasi mengenai

masalah yang terjadi dalam organisasi dan membebaskan

pegawai untuk mencari pemecahan atas masalah tersebut

3. Underscore-and-explore: Organisasi memberikan informasi

mengenai cara-cara umum dalam mengatasi masalah yang

terjadi dan membebaskan pegawai untuk mengembangkan

cara-cara tersebut menjadi bentuk operasional yang

sejalan

4. Identify-and-reply: Organisasi memberikan informasi yang

relevan hanya ketika pegawai menaruh perhatian atau

terjadi eskalasi isu tertentu. Organisasi lebih bersifat

reaktif pada cara ini

5. Withhold-and-uphold: Organisasi membatasi informasi yang

diberikan pada pegawai. Informasi tidak diberikan

terlebih ketika organisasi dikonfrontasi atas isu

tertentu.

Komunikasi dalam perubahan amat penting bagi proses

perubahan dan kelangsungan organisasi yang melakukan

perubahan. Studi kasus yang dilakukan Wild, Horney, & Koonce

(1996, dalam Aamodt, 2010) pada organisasi Educational Testing

Services (ETS) mengindikasikan bahwa komunikasi dua arah,

kejujuran akan informasi, dan segeranya informasi tentang

perubahan tersampaikan dapat menentukan kelangsungan proses

perubahan.

BAB III

METODE PENGAMBILAN DATA

Teknik pengumpulan data pada penelitian menggunakan

metode wawancara langsung kepada Manager HRD Ecovis Indonesia

pada tanggal 8 Mei 2014 di gedung Total, Jakarta Barat. Kami

memilih jabatan Manager HR sebagai responden wawancara adalah

karena bagian HRD merupakan divisi yang mengetahui adanya

perubahan-perubahan pada perusahaan atau organizational change

yang terjadi. Selain itu, Manager HRD juga merupakan divisi

baru yang didirikan pada tahun 2009 pada Ecovis Indonesia .

Oleh karena itu, kami melakukan pengambilan data pada salah

satu jabatan yang paling mengetahui adanya orgaizational

change pada perusahaan.

Wawancara yang dilakukan bersifat semi structured dimana

pertanyaan yang diajukan dibuat lebih santai namun tetap

terarah. Responden bersifat kooperatif saat wawancara

berangsung. Kendala yang terjadi saat pengambilan data adalah

kami memiliki topik pertanyaan yang agak berbeda antara

pewawancara 1 dan 2 sehingga responden agak kewalahan dalam

menjawab pertanyaan. Namun secara keseluruhan, wawancara dan

pengambilan data berjalan secara lancar.

BAB IV

HASIL

Hasil yang ditemukan pada penelitian ini adalah adanya

organizational change pada Ecovis Indonesia. Perubahan tersebut

terletak pada kepemimpinan, struktur perusahaan dan lingkungan

sosial. Perubahan ini dimuai pada tahun 2009 yaitu ketika KAP

I&S bergabung dengan Ecovis Internasional dan mulai

didirikannya divisi HRD pada tahun 2009. Akuisisi ini

dikarenakan kebutuhan Ecovis Indonesia untuk bersaing pada

pangsa pasar nasional dan internasional. Akuisisi yang

dilakukan berdampak pada organizational change yaitu perubahan

struktur perusahaan. Struktur tersebut berdampak pada

perubahan peraturan yang membuat beberapa karyawan tidak

nyaman. Pada saat berjalannya peraturan baru ini terdapat

berbagai complain dikarenakan ketidaksesuaian antara kebutuhan

dengan ketetapan perusahaan yang baru dibuat. Akibatnya,

terdapat 3 karyawan penting (in charge) pada divisi pajak dan

akuntan yang mengundurkan diri tanpa melakukan serah terima

jabatan (hand over). Perubahan yang terjadi ini termasuk

perubahan lingkungan sosial karyawan yang terjadi pada

perusahaan.

Selain itu, pada tahun 2012 diadakan pembentukan divisi

HRD yang diharapkan dapat membawa perubahan dalam perusahaan

yang disesuaikan dengan standar internasional. Perubahan ini

termasuk organizational change yaitu perubahan kepemimpinan

dan struktur perusahaan. Perubahan kepemimpinan dikarenakan

peraturan baru dibuat dan pengaturan diserahkan pada kepala

HRD. Kepala HRD memegang wewenang dalam membuat, mengubah dan

memberi penalty pada karyawan. Pada pembentukan divisi ini juga

tentunya terjadi prubahan pada bagian struktur, yaitu struktur

lembaga baru pada PT. Ecovis Indonesia.

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah

terdapat organizational change pada PT. Ecovis Indonesia.

Perubahan tersebut berupa perubahan kepemimpinan, struktur

organisasi hingga lingkungan sosial karyawan

B. Diskusi

Dari hasil wawancara dengan manajer HRD Ecovis Indonesia

terlihat bahwa transformasi organisasi yang terjadi

melibatkan elemen kepemimpinana, struktur perusahaan dan

budaya perusahaan dalam perubahan peraturan. Jika dilihat dari

tingkat kesepatan perubahan organisasi, Ecovis melakukan

perubahan dalam waktu singkat dan kendali perusahaan terhadap

perubahan ini amatlah besar, dimana perusahaan memegang

kendali penuh atas perubahan bertuk perusahaan, struktur dalam

perusahaan, dan peraturan perusahaan. Berdasrakan jebisnya,

perubahan yang terjadi diEcovis adalah perubahan revolusioner

dimana perubahan berjalan secara drastis dalam waktu yang

singkat.

Perusahaan mengembangkan strategi dengan cara outside-in,

yaitu dengan mendengarkan partners, dan investor. Dalam

pelaksanaan, Ecovis tetap menghasilkan produk dan jasa yang

secara konsisten sesuai dengan harapan klien, hanya saja

jankau perusahaan yang menjadi klien diperluas hingga

perusahaan internasioanal. Budaya dalam perusahaan ini adalah

high expectation dimana seluruh karyawan dan jajajar manajerial

diharapkan menuntukan performa kerja tinggi dan efektif. Dalam

struktur perusahaannya Ecovis memotong jalur borikras yang

rumit sehingga kenerja karyawan dapat berjalan efektif dan

efisisn. Penambahan divsi HR juga ditujukan untuk memberikan

kejelasan deskripsi kerja tiap jabata, kewajiban dan hak

karyawan, dan meningkatkan kualitas performa karyawan.

Adapun hambatan dalam perubahan yang dihadapi oleh Ecovis

yaitu organizational trust, active resistence, dan information

defisit. Pada awal perubahan perusahaan, banyak karyawan yang

tidak pegitu paham mengenai perubahan KAP menjadi Ecovis

Indonesia. Namun hal ini bukanlah kendala yang begitu besar,

kemudian ketikat mulai berdirinya divisi HR ada kurangnya

kepercayaan karyawan terhadap HRD apalagi setelah HRD

diberikan wewanang untuk menerbitkan peraturan perusahaan

baru. Setelah masuknya kepala HRD baru dan sosialisasi

peraruran perusahaan baru mulai terjadi active resistence. Banyak

karyawan yang mengjukan protes langsung ke HRD mengenai

perubahan peraturan yang dianggap drastis ini. Padahal

peraturan ini sudah berlaku. Hambatan terbesar dalam perubahan

yang dialami Ecovis Indonesia adalah dengan 3 orang karyawan

dari divisi pajak dan akunting mengundurkan diri tanpa

melakukan serahterima jawaban.

C. Saran

Saran yang ingin kami sampaikan pada perusahaan adalah

sebaiknya perusahaan melakukan rapat pleno besar kepada

seluruh karyawan perusahaan sebelum menerapkan peraturan baru

atau perubahan lainnya. Hal ini dilakukan untuk membangun

lingkungan perusahaan yang kondusif antar karyawannya dan

menghindari turn over karena perusahaan dibangun dan dibentuk

oleh seluruh divisi, bukan hanya pada atasan-atasan saja.

Selain itu, sebaiknya Ecovis Indonesia tidak memberi wewenang

sepenuhnya dalam pembuatan peraturan kepada divisi HRD agar

peraturan perusahaan tidak terpaku pada subjektif pimpinan

atau divisi HRD saja.

Daftar Pustaka

Jex, S.M., Britt, T.W. (2008). Organizational psychology (2nd edition).

New Jersey: John Wiley & Sons.

Miller, K. (2012). Organizational communication: approaches and processes

(6th edition). Boston, MA: Wadsworth Cengage Learning.

Shockley-Zalabak, P. (2008). fundamentals of organizational

communication: knowledge, sensitivity, skills, values (7th Edition). USA: Pearson

Education.