MAKALAH KOMPOS BARU

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Sampah organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisa-sisa sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga dan pasar (sampah domestik) memang sering menimbulkan berbagai masalah. Baik itu masalah keindahan dan kenyamanan maupun masalah kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu, keluarga, maupun masyarakat.Masalah-masalah seperti timbulnya bau tak sedap maupun berbagai penyakit tentu membawa kerugian bagi manusia maupun lingkungan disekitarnya, baik meteri maupun psikis. Melihat fakta tersebut, tentu perlu adanya suatu tindakan guna meminimalkan dampak negatif yang timbul dan berupaya meningkatkan semaksimalmungkin dampak positifnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah tersebut menjadi kompos secara konvensional dengan penambahan organik agen (serbuk gergaji) dan bakteri yang berfungsi mendegradasi sampah- sampah organik dan manambah unsur hara dalam kompos sehingga menghasilkan produk yang bernilai lebih, baik dari segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman. 1

Transcript of MAKALAH KOMPOS BARU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang

indentik dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai,

kotor, kumuh, dan bau. Sampah organik seperti dedaunan yang

berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisa-sisa sayur,

buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga dan pasar

(sampah domestik) memang sering menimbulkan berbagai

masalah. Baik itu masalah keindahan dan kenyamanan maupun

masalah kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu,

keluarga, maupun masyarakat.Masalah-masalah seperti

timbulnya bau tak sedap maupun berbagai penyakit tentu

membawa kerugian bagi manusia maupun lingkungan

disekitarnya, baik meteri maupun psikis. Melihat fakta

tersebut, tentu perlu adanya suatu tindakan guna

meminimalkan dampak negatif yang timbul dan berupaya

meningkatkan semaksimalmungkin dampak positifnya.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan

dampak negatif yang ditimbulkan sampah organik domestik

adalah mengolah sampah tersebut menjadi kompos secara

konvensional dengan penambahan organik agen (serbuk

gergaji) dan bakteri yang berfungsi mendegradasi sampah-

sampah organik dan manambah unsur hara dalam kompos

sehingga menghasilkan produk yang bernilai lebih, baik dari

segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman.

1

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap

dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat

secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba

dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik

atau anaerobik. Kompos sendiri dapat dibat dari sampah

organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami,

rerumputan, dan sisasisa sayur, buah, yang berasal dari

aktivitas rumah tangga dan pasar (sampah domestik) Kompos

yang kami buat yaitu dari sampah-sampah pasar baik sampah

kering maupun sampah basah dimana semua bahan memiliki

kandungan unsur hara tinggi bagi tanaman, khususnya unsur

makro N, P, dan K. Kompos yang berasal dari bahan organik

tersebut dapat membantu memperbaiki sifat fisika, kimia,

maupun biologi tanah sehingga kesuburan tanah tetap terjaga

serta ketersediaan haranya pun terjamin. Apalagi kompos

dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan yang mudah ditemukan,

sehingga tidak memerlukan biaya banyak dalam pembuatannya.

Dalam melakukan teknik pengomposan, ada berbagai hal

yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan berjalan

dengan cepat sehingga masa panen relatif singkat dan cepat.

Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah proses

pencacahan yang sebisa mungkin halus sehingga mudah di

dekomposisi, kelembaban dan aerasi yang mendukung kerja

mikroorganisme, maupun kadar karbon dan nitrogen yang

ideal.

1.2 Tujuan

2

Tujuan pembuatan kegiatan ini adalah melakukan kegiatan

komposting atau membuat kompos secara konvensional dari

sampah organik domestik sehingga mampu menciptakan inovasi

baru yang dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat

maupun pemerintah.

1.3 Manfaat

Manfaat dari kegiatan ini, yaitu :

1. Mengurangi permasalahan lingkungan akibat sampah organik

yang dihasilkan terutama dari aktivitas manusia;

2. Berkurangnya jumlah limbah berupa sampah organik domestik

sehingga tercipta kenyamanan dan kebersihan di lingkungan

pribadi, keluarga, maupun masyarakat;

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan

kompos;

4. Menghasilkan suatu produk (kompos) yang memiliki nilai

tambah bagi masyarakat maupun pemerintah.

BAB II

3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kompos

Kompos adalah hasil pembusukan dari bahan-bahan organik

yang membusuk dan hancur yang menumpuk dan menghasilkan

tanah yang baru yang mengandung unsur hara yang tinggi yang

baik untuk pertumbuhan tanaman, dimana unsur-unsur tersebut

adalah unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman.Kompos

berasal dari daun, kotoran / tinja hewan, dan bahan-bahan

alam yang lain seperti pembusukan hewan-hewan kecil.

Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami

penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba

yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.

Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami

tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses

ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,

pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan

aktivator pengomposan.

Potensi pengembangan kompos cukup besar mengingat

semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke

tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi

bau dan lepasnya gas metana ke udara.

Pembuatan kompos dapat dilakukan oleh masyarakat awam,

yang tidak punya pengetahuan tentang ilmu pertanian tetapi

mereka bisa belajar dari pengalaman sendiri dan orang lain

untuk membuat kompos, sehingga kompos adalah pupuk tanaman

4

yang sangat mudah dicari, karena terbuat dari bahan-bahan

organik dan sampah organik rumah tangga, dan bahan-bahan

pembuat kompos sangat mudah dicari, dan mudah cara

membuatnya.

2.2 Proses Pengomposan

Memahami dengan baik proses pengomposan sangat penting

untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik. Proses

pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan

mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat

dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap

pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan

senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera

dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos

akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti

dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di

atas (50-70)̊ C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu

tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba

Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada

saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang

sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan

menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi

CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah

terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami

penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat

lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses

pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa

bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari

volume/bobot awal bahan.

5

Gambar :

Gambar 1. Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik

(dimodifikasi dari Rynk,1992)

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik

(menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen).

Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,

dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi

bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa

menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun,

proses ini tidakdiinginkan selama proses pengomposan karena

akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan

menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap,

seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam

valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

6

Gambar 2. Perubahan suhu dan jumlah mikroba selama proses

pengomposan

Tabel 1. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan

Kelompok

Mikroorganisme Organisme Jumlah/g kompos

MikrofloraBakteri 108- 109

Aktinomicetes 105-108

Kapang 104-105

Mikrofauna Protozoa 104-105

Makroflora

Jamur tingkat

tinggi

Makrofauna

Cacing tanah,

rayap, semut,

kutu, dll

Proses pengomposan tergantung pada:

1. Karakteristik bahan yang dikomposkan

2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan

3. Metode pengomposan yang dilakukan

7

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan

kondisi lingkungan dan bahan yang berbedabeda. Apabila

kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja

giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila

kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme

tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan

mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses

pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses

pengomposan itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara

lain :

1. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N)

Parameter nutrien yang paling penting dalam proses

pembuatan kompos adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam

proses pengurai terjadi reaksi antara karbon dan oksigen

sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap

oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila

mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap

tinggal dalam kompos sebagai sumber nutrisi bagi

makanan. Besarnya perbandingan antara unsur karbon

dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai

bahan baku. Perbandingan C dan N yang ideal dalam proses

pengomposan yang optimum berkisar antara 20 : 1 sampai

dengan 40: 1, dengan rasio terbaik adalah 30 : 1.

2. Derajat Keasaman (pH)

8

Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan

kompos secara aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5),

sesuai dengan pH yang dibutuhkan tanaman. Pada proses

awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah sampah

organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat

keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya

derajat keasaman akan meningkat secara bertahap yaitu

pada masa pematangan, karena beberapa jenis

mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk

tersebut. Derajat keasaman dapat menjadi faktor

penghambat dalam proses pembuatan kompos, yaitu dapat

terjadi apabila :

a. pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap

menjadi NH3. NH3 yang terbentuk akan sangat mengganggu

proses karena bau yang menyengat. Senyawa ini dalam

kadar yang berlebihan dapat memusnahkan

mikroorganisme.

b. pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam

dan dapat menyebabkan kematian jasad renik.

3. Temperatur

Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan

panas yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju

penguraian dan dalam menghasilkan produk yang secara

mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan temperatur

dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe dan

jenis mikroorganisme. Pada awal pengomposan, temperatur

mesofilik, yaitu antara (25 – 45) ̊ C akan terjadi dan

9

segera diikuti oleh temperatur termofilik antara (50 –

65) ̊ C. Temperatur termofilik dapat berfungsi untuk :

a. Mematikan bakteri/bibit penyakit baik patogen maupun

bibit vektor penyakit seperti lalat;

b. Mematikan bibit gulma. Kondisi termofilik, kemudian

berangsur-angsur akan menurun mendekati tingkat

ambien.

4. Aerasi

Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi

yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan

terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang

menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih

dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan

oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban).

Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses

anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap.

Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan

atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

5. Porositas

Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam

tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur

volume rongga dibagi dengan volume total. Ronggarongga

ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplly

oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga

dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang

dan proses pengomposan juga akan terganggu.

6. Ukuran Partikel Sampah

10

Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan

baku pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk

mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih mudah dicerna

atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil

partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga

pengurai dapat berlangsung dengan cepat.

7. Kelembaban Udara

Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan

dalam proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal

adalah (40 – 60) % dengan nilai yang paling baik adalah

50 %. Kelembaban yang optimum harus terus dijaga untuk

memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga

proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila

kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan

mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik

yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering

(kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan

berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena

terbatasnya habitat yang ada.

8. Homogenitas Campuran Sampah

Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan

kompos perlu dicampur menjadi homogen atau seragam

jenisnya, sehingga diperoleh pemerataan oksigen dan

kelembaban. Oleh karena itu kecepatan pengurai di setiap

tumpukan akan berlangsung secara seragam.

9. Lama Pengomposan

11

Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik

bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang

dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator

pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung

dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos

benar-benar matang.

10. Kandungan Hara

Kandungan P dan K juga penting dalam proses

pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos

dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba

selama proses pengomposan.

11. Kandungan Bahan Berbahaya

Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-

bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam

berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa

bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan

mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

Tabel 2. Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses

pengomposan (Ryak, 1992)

KondisiKondisi yang bisa

diterimaIdeal

Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1Kelembaban 40-65 % 45-62 %

Konsentrasi O2

tersedia>5% >10%

Ukuran partikel 1 inchi BervariasiBulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd

pH 5,5-9,0 6,5-8,0

12

Suhu 43-66 o C 54-60 o C

2.4 Bahan-bahan Pembuatan Kompos

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat

dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-

sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah

peternakan,limbah-limbah pertaniah, limbah limbah

agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula,

limbah pabrik kelapa sawit, dll.

Menurut Djuarnani Nan, dkk. (2005) pada dasarnya semua

bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya :

limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar

atau kota, kertas, kotoran atau limbah peternakan, limbah-

limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik

kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.

2.4.1 Berdasarkan komponen yang dikandungnya

1. Bahan organik lunak

Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut

sebagian besar terdiri dari air. Bahan yang termasuk

dalam kategori ini adalah buah-buahan, sayur-

sayuran, limbah kebun termasuk potongan rumput dan

dedaunan, serta limbah dapur.

2. Bahan organik keras

Bahan organik keras memiliki kadar air relative

rendah dibandingkan dengan jumlah total berat bahan

tersebut. Contoh bahan organik keras adalah dedaunan

segar, bunga, dan hasil pemotongan pagar hidup.

3. Bahan selulosa

13

Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur

selulornya sebagian besar terdiri dari selulosa dan

lignin dengan kadar air yang relative rendah. Bahan

ini akan didekomposisikan dengan sangat lambat,

bahkan tidak sama sekali. Contohnya adalah sisipan

kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon, dan

kertas.

4. Limbah protein

Limbah protein merupakan limbah yang mengandung

banyak protein, seperti kotoran hewan, limbah dari

pemotongan hewan, dan limbah makanan. Limbah yang

mengandung banyak protein ini merupakan bahan

pembuat kompos yang sangat bagus karena kandungan

nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman.

5. Limbah manusia

Limbah manusia dan hewan yang dimaksud adalah

kotoran (feses). Kotoran ini sangat disenangi

mikroorganisme.

2.4.2 Berdasarkan asal bahannya

1. Limbah Pertanian

1) Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi,

sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung..

2) Semuabagian vegetative tanaman, contohnya batang

pisang, serabut kelapa, dan dedaunan.

3) Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran,

limbah cair, dan limbah pakan.

2. Limbah Industri

14

1) Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk

gergaji, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah

pengalengan makanan, dan limbah dari pemotongan

hewan.

2) Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari

pengolahan kertas, dan limbah dari pengolahan

minyak kelapa.

3. Limbah Rumah Tangga

1) Sampah, contohnya tinja, urin, sampah rumah

tangga, sampah kota, dan limbah dapur.

2) Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari

tumbuhan hasil pemeliharaan dan budidaya. Dapur

rumah tangga, pusat perbelanjaan pasar, dan

restoran atau tempat yang menjual masakan olahan.

3) Rabbish mengandung berbagai limbah padat yang

mudah terbakar yang berasal dari rumah, pusat

perbelanjaan dan kantor.

Sebaiknya dalam pembuatan pupuk kompos

perbandingan penggunaan Sampah Coklat : Sampah

Hijau yaitu (2:1). Karena apabila hanya

menggunakan sampah coklat saja maka akan

dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses

pengomposannya.

Bahan yang sebaiknyadihindari untuk pembuatan pupuk

kompos adalah :

1. Daging ,ikan, kulit udang, tulang, susu, keju,

lemak/minyak, karena dapat mengundang serangga seperti

15

lalat sehingga proses pengomposan akan menimbulkan

belatung.

2. Feses anjing, feses kucing ini dapat membawa penyakit.

3. Tanaman gulma / yang berhama karena hama akan masih

terkandung dalam kompos.

2.4.3 Penggunaan effective microorganisms 4 (EM4) Dalam

pengomposan

Effective Microorganisms 4 (EM4) merupakan kultur campuran

dalam medium cair berwarna coklat kekuningan, berbau

asam dan terdiri dari mikroorganisme yang menguntungkan

bagi kesuburan tanah. Adapun jenis mikroorganisme yang

berada dalam EM 4 antara lain : Lactobacillus sp.,

Khamir, Actinomycetes, Streptomyces. Selain

memfermentasi bahan organik dalam tanah atau sampah, EM

4 juga merangsang perkembangan mikroorgan isme lainnya

yang menguntungkan bagi kesuburan tanah dan bermanfaat

bagi tanaman, misalnya bakteri pengikat nitrogen,

pelarut fosfat dan mikro - organisme yang bersifat

antagonis terhadap penyakit tanaman. EM4 dapat

digunakan untuk pengomposan, karena mampu mempercepat

proses dekomposisi sampah organik (Sugihmoro,1994).

Setiap bahan organik akan terfermentasi oleh EM 4 pada

suhu 40 - 50oC. Pada proses fermentasi akan dilepaskan

hasil berupa gula, alkohol, vitamin, asam laktat, asam

amino , dan senyawa organic lainnya serta melarutkan

unsur hara yang bersifat stabil dan tidak mudah

bereaksi sehingga mudah diserap oleh tanaman. Proses

fermentasi sampah organik tidak melepaskan panas dan

16

gas yang berbau busuk, sehingga secara naluriah

serangga dan hama tidak tertarik untuk berkembang biak

di sana. Hasil proses fermentasi tersebut disebut

bokashi.

2.5 Karakteristik Kompos yang Matang

Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat

dilakukan dengan uji di laboratorium atau pun pengamatan

sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan beberapa cara

sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :

1. Dicium/dibaui

Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum,

meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium

bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi

anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang

mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih

berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum

matang.

2. Kekerasan Bahan

Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika

dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan

asalnya, tetapi ketika diremas-remas akan mudah hancur.

3. Warna kompos

Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-

hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau

warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos

tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada

17

permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur

yang berwarna putih.

4. Penyusutan

Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan

kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada

karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.

Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila

penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses

pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.

5. Suhu

Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal

pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas

50oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif

dan kompos belum cukup matang.

6. Tes perkecambahan

Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa

pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih). Jumlah

benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan

juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan

di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening.

Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke2

atau ke3 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah

kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas

basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh

banyaknya benih yang berkecambah.

7. Bioassay/Uji Biologi

Kematangan kompos diuji dengan menggunakan tanaman. Pilih

tanaman yang responsif dengan kualitas kompos dan mudah

18

diperoleh, seperti: bayam, tomat, atau tanaman

kacangkacangan. Tanah yang digunakan untuk pengujian

adalah tanah marjinal/tanah miskin. Campurkan kompos dan

tanah dengan perbandingan 30% kompos : 70% tanah.

Masukkan campuran tanah kompos ke dalam beberapa polybag.

Tanam bibit tanaman ke dalam polybag. Sebagai pembanding

gunakan tanah saja (blangko) dan tanah subur. Bioassay

dilakukan tanpa pemupukan. Kompos yang bagus ditandai

dengan pertumbuhan tanaman uji yang lebih baik daripada

perlakuan tanah saja (blanko).

8. Uji Laboratorium Kompos

Salah satu kriteria kematangan kompos adalah rasio C/N.

Analisa ini hanya bisa dilakukan di laboratorium. Kompos

yang telah cukup matang memiliki rasio C/N< 20. Apabila

rasio C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang

dan perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi.

2.6 Kualitas Kimia Kompos

19

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

3.1.1 Pembuatan Kompos

Tempat : Di belakang Lab. Terapan Fisika Kampus AKA

Bogor

Waktu : Selama Praktikum TPLI (1x Seminggu)

3.1.2 Pengukuran pH

Tempat : Lab. terapan II AKA Bogor

Waktu : 14 April 2014 ; 21 April 2014dan 29 April

2014

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

20

Alat yang dibutuhkan, yaitu :

1. Komposter

2. Sarung tangan

3. Masker

4. Alat untuk analisis fisik (Termometer, pH meter)

5. Alat ukur ketinggian

6. Sekop

7. Ember

8. Ayakan

9. Parang

10. Penggilingan

11. Spidol

3.2.2 Bahan

Bahan yang dibutuhkan, yaitu :

1. Sampah hijau dan sampah coklat dengan perbandingan

(1 : 2) sebanyak 1,5 kg sampah hijau dan 3 kg sampah

coklat

2. Aktivator, yakni bakteri promi

3. Air secukupnya

4. Serbuk kayu (gergaji)

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pembuatan Kompos

Langkah pembuatan kompos sebagai berikut :

1. Sampah hijau dan sampah coklat dikumpulkan dengan

perbandingan (1 : 2) sebanyak 1,5 kg sampah hijau

dan 3 kg sampah coklat

21

2. Sampah hijau yang berupa sampah kebun dan sampah

coklat yang berupa daun-daun kering dipotong-potong

hingga ukuran kecil

3. Terpal disiapkan, sebagai alas untuk pengandukan

sampah coklat dan sampah hijau

4. Kemudian sampah diaduk hingga tercampur secara

merata.

5. Serbuk gergaji yang telah ditimbang, ditambahkan ke

dalam campuran sampah kemudian diaduk kembali untuk

dihomogenkan.

6. Mikroba pendegradasi ditambahkan ke dalam campuran

tersebut lalu didiaduk secara merata.

7. Setelah semua bahan tercampur merata, dimasukan ke

dalam komposter.

8. Ketinggian campuran untuk kompos ditandai pada pipa

yang berada dalam komposter sebagai ketinggian awal.

9. Komposter ditutup rapat, agar terjadi proses

pembusukan yang sempurna.

10. Pengecekan dilakukan setiap seminggu selama 4

minggu.

11. Parameter yang diuji setiap minggu adalah pH,

suhu dan ketinggian sampah.

12. Kompos dipanen setelah 4 minggu.

13. Kompos dikeluarkan dari komposter dan dijemur

dibawah sinar matahari.

14. Kompos yang telah kering diayak atau disaring

untuk mendapatkan kompos yang berukuran kecil.

22

15. Kompos dikemas dalam wadah plastik untuk

disimpan.

16. Kompos siap digunakan.

3.3.2 Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Ditimbang sebanyak 5 gram kompos di erlenmeyer

2. Ditambahkan aquadest sampai volumenya 100 ml, hingga

kompos tersebut terendam semua

3. Lalu dikocok dengan shaker selama 15 menit dengan

120 rpm

4. Kompos yang telah dishaker disaring ke dalam tiga

erlemeyer yang berbeda

5. pH kompos diukur dengan alat pH meter

3.3.3 Pengukuran Ketinggian Kompos

Langkah pengukuran ketinggian kompos sebagai berikut :

1. Tutup composer dibuka untuk mengukur ketinggian

kompos.

2. Diukur ketinggian kompos dengan mengukur ketinggian

pada pipa yang telah diberi tanda untuk ketiggian

kompos awal.

3. Pengukuran ketinggian dilakukan di tiga titik

4. Setelah ketingian kompos diukur, composer ditutup

kembali

3.3.4 Pengukuran Suhu kompos

Langkah pengukuran suhu kompos sebagai berikut :

1. Pengukuran temperatur pada kompos dapat diketahui

dengan meletakkan termometer ke dalam komposter

23

2. Temperatur diukur pada tiga sisi kompos dalam

komposter

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

24

1.1 Hasil Pengamatan dan Pembahasan

1.1.1 Hasil Pengamatan

1.1.2 Pembahasan

Kompos adalah hasil penguraian parsial campuran

bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara

artifikal oleh populasi berbagai macam mikroba dalam

kondisi lingkungan tertentu (hangat, lembab, dan

aerobik atau anaerobik).

Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana

bahan organik mengalami penguraian secara biologis,

khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan

organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah

mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar

kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini

meliputi pembuatan bahan campuran yang seimbang,

25

No TanggalPengukuran

pH Suhu ( ̊ C)Ketinggian

(cm)

1.14 April

2014

7,60 31 50,957,61 30 50,857,49 29 50,85

2.21 April

2014

8,05 31,7 47,238,05 31,7 47,238,03 31,7 47,23

3.29 April

2014

7,60 32,5 42,107,66 31,0 44,507,63 31,0 41,40

pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan

penambahan aktivator pengomposan.

Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari

mahluk hidup atau bahan organik dapat buat menjadi

pupuk kompos. Contohnya adalah seresah, daun-daunan,

pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat

dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran

manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak

lebih dikenal dengan istilah pupuk kandang. Sisa

makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi kompos.

Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak

mudah, dan ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar

bahan organik mudah dikomposkan. Namun pada praktikum

ini bahan yang digunakan yaitu daun-daun kering

sebagai sampah coklat, sampah sayur sebagai sampah

hijau, serbuk gergaji, EM-4 berupa mikroorganisme

chromik dan air.

Pembuatan kompos dipercepat dengan menambahkan

aktivator atau inokulum atau biang kompos. Aktivator

ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja

mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos.

Bahan organik yang lunak dan ukurannya cukup kecil

dapat dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan.

Tetapi bahan organik yang besar dan keras, sebaiknya

dicacah terlebih dahulu. Aktivator kompos harus

dicampur merata ke seluruh bahan organik agar proses

pengomposan berlangsung lebih baik dan cepat.

26

Untuk melindungi kompos dari lingkungan luar yang

buruk, kompos perlu ditutup. Penutupan ini bertujuan

untuk melindungi bahan/jasad renik dari air hujan,

cahaya matahari, penguapan, dan perubahan suhu. Dan

pada praktikum ini menggunakan alat atau wadah dalam

pembuatan kompos yaitu komposter.

Dalam praktikum yang dilakukan, yaitu pembuatan

kompos dari sampah pasar melalui metode komposter

diperoleh beberapa perubahan kondisi. Hal-hal yang

harus diperhatikan selama proses pengomposan

diantaranya adalah temperatur, pH, ketinggian, ukuran

partikel dan kelembaban udara.

Temperatur berdasarkan literatur, pola perubahan

temperature dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai

dengan tipe dan jenis mikroorganisme. Pada awal

pengomposan, temperaturmesofilik, yaitu antara (25–

45)oC akan terjadi dan segera diikuti oleh temperature

termofilik antara(50 – 65) o C. Dalam praktikum, suhu

maksimal yang kompos kami buat menghasilkan suhu 32,5oC

27

dan minimum 29,0oC. Dimana suhu-suhu ini cocok untuk

aktivitas mikroorganisme mesofilik. Suhu tinggi

disebabkan dari proses penguraian yang menghasilkan

panas, sedangkan suhu yang menurun dapat disebabkan

oleh penurunan aktivitas penguraian sampah ataupun

akibat kondisi lingkunganya itu hujan.

Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses

pembuatan kompos secara anaerob berkisar pada pH

netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan

tanaman. pH selama proses pembuatan kompos harus

dijaga agar tidak dalam suasana asam, karena pH asam

dapat mematikan jasad renik yang berfungsi mengurai

kompos. Selama proses penguraian, akan dihasilkan asam

asam organik yang akan menurunkan pH. Terbukti dari

hasil pengamatan pH selama 3 minggu cenderung naik

turun. Jika terdapat pH kompos bersifat asam perlu

ditambahkan air agar pH naik kembali, namun hal itu

tidak dilakukan karena penurunan pH tidak sampai ke pH

asam. Pada minggu kedua, pH kompos sedikit naik. Hal

ini dapat disebabkan dihasilkannya gas NH3 pada proses

penguraian sehingga pH naik. pH kompos pada akhir

pengukuran adalah 7,63 tidak masuk ke dalam rentang

SNI yaitu sebesar (6,80 – 7,49). Namun hasil

pengukuran terakhir tidak dapat dijadikan sebagai

acuan karena pengukuran dilakukan tidak bertepatan

dengan pemanenan kompos, karena pemanenan kompos

dilakukan 1 minggu setelah pengukuran terakhir.

28

Ketinggian sampah selama proses pengomposan

cenderung menurun, dan penurunannya bersifat

fluktuatif, artinya tidak ada korelasit antara

perubahan volume dengan lamanya waktu, karena

penurunan tinggi /volume diakibatkan proses

pembusukkan dari sampah sehingga yang berpengaruh

adalah kecepatan pembusukkan. Terjadi penyusutan

volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos.

Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik

bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan

berkisar antara (20 – 40) %. Namun pada minggu ke-3

terjadi penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan

proses pengomposan belum selesai dan kompos belum

matang. Hal ini disebabkan tidak sempurnanya porses

degradasi oleh mikroorganisme.

Jumlah kompos yang dihasilkan setelah panen

tergolong banyak , artinya proses penguraian

berlangsung tidak efisien. Hal ini dapat disebabkan

oleh ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai

bahan baku pembuatan kompos tidak sekecil mungkin

sehingga tidak mencapai efisiensi aerasi sehingga

menyebabkan sampah sulit dicerna atau diuraikan oleh

mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas

permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat

berlangsung dengan cepat.

Kadar air sangat berpengaruh terhadap kelembaban

kompos yang dibuat. Kelembaban optimum untuk proses

pengomposan anaerobikberkisar 50–60% setelah bahan

29

dicampur. Namun kadar air yang terkandung dalam kompos

yang telah dipanen kurang memenuhi kelembaban optimum

tersebut karena masih terlihat kering. Kelembababan

yang kurang optimum dapat mempengaruhi proses

dekomposis bahan baku, karena berhubungan dengan

aktivitas organisme. Oleh karena itu, kelembaban yang

optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah

mikroorganisme yang maksimal sehingga proses

pengomposan dapat berjalan dengan cepat.

Kompos yang telah dipanen fisiknya tidak

memenuhi kriteria kompos siap panen. Karena warna

kompos dari awal pengomposan dominan coklat karena

komposisi sampah cokelat lebih banyak. Dan tekstur

kompos pun masih berbentuk dedaunan belum terdegradasi

sempurna. Adapun sampah dari awal terlihat dominan

cokelat disebabkan dedaunan yang digunakan adalah

dedaunan yang kering sehingga sulit mengurai.

Pada minggu ke-4, kompos yang dibuat belum siap

panen. Hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan

mengaduk atau menghomogenkan campuran sampah pada

setiap pengamatanya karena komponen sampah organik

sebagai bahan baku pembuatan kompos, sehingga

diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh

karena itu kecepatan pengurai di setiap tumpukan akan

berlangsung secara seragam. Selain itu kurangnya

penambahan air yang cukup sehingga dapat mempengaruhi

hasil panen pengomposan, karena jika kekurangan air

dapat menyebabkan kerja aktivasi mikroorganisme di

30

dalamnya semakin lama, bahkan mikroorganisme tersebut

mati dan mengakibatkan kompos gagal panen.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kompos adalah hasil penguraian parsial campuran bahan-

bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh

populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan

tertentu (hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik).

Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami

tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini

meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air

yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator

pengomposan.

Dari praktikum pembuatan kompos yang dilakukan diperoleh

hasil akhir yaitu kompos yang diperoleh dengan volume yang

tetap dari proses awal dilakukannya pengomposan atau gagal

panen. hal ini dikarenakan terjadinya proses pembusukan

yangkurang sempurna dalam penyusutan bahan. Ciri kompos

yang sudah matang adalah bentuknya sudah berubah menjadi

lebih lunak, warnanya coklat kehitaman, tidak berbau

menyengat, dan mudah dihancurkan. Pupuk-pupuk organik

(kompos) yang kaya akan humus ini menggantikan peran dari

pupuk-pupuk sintesis dalam menjaga kualitas tanah. Waktu

yang diperlukan untuk memperoleh hasil kompos yang optimal

31

yaitu membutuhkan waktu yang relatif lama dibanding pupuk

kimia, namun pupuk ini tidak berbahaya bagi lingkungan dan

kesehatan. Sehingga tanaman yang dihasilkan termasuk tanaman

organik yang bebas dari paparan bahan kimia.

5.2 Saran

Agar proses pengomposan dapat berlangsung berhasil

perlu perlakuan tambahan. Pembuatan kompos dipercepat dengan

menambahkan aktivator atau inokulum atau biang kompos.

Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja

mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos. Bahan

organik yang lunak dan ukurannya cukup kecil dapat

dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan. Tetapi bahan

organik yang besar dan keras, sebaiknya dicacah menjadi

lebih kecil lagi. Aktivator kompos harus dicampur merata ke

seluruh bahan organik agar proses pengomposan berlangsung

lebih baik dan cepat. Bahan yang akan dibuat kompos juga

harus cukup mengandung air. Bahan juga harus cukup

mengandung udara. Seperti halnya air, udara dibutuhkan untuk

kehidupan jasad renik aktivator kompos.

32