PEBEDAAN ILMU ALAM DAN ILMU SOSIAL DILIHAT DARI DASAR ONTOLOGIS DAN EMPIRIS
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR (Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR (Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar
- ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
(Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar)
KATA PENGANTAR
Bissmillahirahmanirahim
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur patut kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang
telah mengijinkan dan memberi nikmat kemudahan kepada kami dalam
menyusun dan menulis makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar yang
berjudul Pengantar Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah
ini adalah tugas dari mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
(ISBD), untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terimakasih
yang tak terhingga atas bimbingan dosen dan semua pihak sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik
Andai ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Makassar , Mei 2012
Kelompok penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................
i
DAFTAR
ISI..............................................................
.. ii
BAB
I................................................................
........... 1
PENDAHULUAN......................................................
. 1
a. Latar Belakang
Masalah............................................ 1
b. Rumusan
Masalah...................................................... 2
c. Tujuan
Penulisan........................................................
. 3
d. Manfaat
Penulisan...................................................... 3
BAB
II ..............................................................
........... 4
PEMBAHASAN.......................................................
.. 4
a. Hakikat , Tujuan dan Ruang Lingkup ISBD.............. 4
b. ISBD di Dalam Kehidupan Bermasyarakat............. 7
c. Komponen Ilmu Sosial Budaya Dasar...................... 7
d. Masalah Sosial dan Pendekatan ISBD.................... 8
BAB
III..............................................................
............ 11
PENUTUP..........................................................
......... 11
a.
Kesimpulan ......................................................
.......... 11
b. Saran –
saran ...........................................................
..11
DAFTAR PUSTAKA.................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang Masalah
Ilmu sosial budaya dasar adalah suatu rangkaian pengetahuan
mengenai aspek – aspek yang paling mendasar dan menonjol yang ada
di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki
budaya dan permasalahan – permasalahan yang bersifat ada .
Aspek lain dari pengantar ilmu sosial budaya dasar merupakan
pengenalan teori – teori ilmu sosial dan kebudayaan sehngga
diekspektasikan seseorang dapat memiliki wawasan keilmuan yang
bersifat multidipsliner yang bersangkutan dengan keagamaan,
kesetaraan , dan manusia di dalam kehidupan bersosialisasi.
Secara umum, ilmu sosial budaya dasar bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian manusia sebaga makhluk sosial ( zoon
politicon ) dan sebagai makhluk budaya ( homo humanus ), sehingga
mampu menghadapi secara kritis dan berwawasan luas masalah yang
mengenai sosial budaya dan permasalahan lingkungan sosial budaya,
serta dapat menyelesaikannya dengan baik, tujuan umum ilmu sosial
budaya dasar ada beberapa yaitu yang pertama pengembangan
kepribadian manusia sebagai makhluk sosial dan makhlik berbudaya,
yang kedua kemampuan seseorang menanggapi secara kritis dan
berwawasan luas terhadap permasalahan sosial budaya dan
permasalahan lingkungan sosial budaya, dan yang terakhir ketiga
adalah kemampuan di dalam menyelesaikan secara baik, bijaksana
dan obyektif permasalahan – permasalahan di dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sehingga secara umum kita harus memahami konsep – konsep
dasar mengenai manusia sebagai makhluk sosial, dan manusia
sebagai makhluk berbudaya memlki daya kritis, wawasan yang luas
terhadap permasalahan lingkungan sosial budaya.
Manusia sebagai makhluk berbudaya ( homo humanus ) artinya ,
manusia itu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling
sempurna, karena sejak lahir sudah di bekali dengan unsure akal
(ratio), rasa (sense) yang membedakannya dengan makhluk lainnya.
Manusia sebagai makhluk sosial ( zoon politicon ) artinya ,
manusia sebagai individu tidak akan mampu hidup sendiri dan
berkrmbang sempurna tanpa hidup bersama dengan individu manusia
lainnya. Manusia harus hidup bermasyarakat saling berhubungan dan
berinteraksi satu sama lain dalam kelompoknya dan juga dengan
individu di luar kelompoknya guna memperjuangkan dan memenuhi
kepentingannya.
2) Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana hakikat, tujuan dan ruang lingkup ilmu sosial budaya
dasar ?
b. Bagaimana ilmu sosial budaya dasar di dalam kehidupan
bermasyarakat ?
c. Apa sajakah komponen-komponen ilmu sosial budaya dasar ?
d. Apakah masalah sosial dan pendekatan ilmu sosial budaya dasar ?
3) Tujuan Penulisan
Dari perumusan masalah di atas. Tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui hakikat, tujuan dan ruang lingkup ilmu sosial
budaya dasar
b. Untuk mengetahui ilmu sosial budaya dasar di dalam kehidupan
bermasyarakat
c. Memahami komponen-komponen ilmu sosial budaya dasar
d. Mengetahui masalah sosial dan pendekatan ilmu sosial budaya
dasar
4) Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini
mencakup beberapa diantaranya sebagai berikut :
a. Mengerti hakikat, tujuan dan ruang lingkup ilmu sosial budaya
dasar
b. Mengetahui ilmu sosial budaya dasar di dalam kehidupan
bermasyarakat
c. Memahami komponen-komponen ilmu sosial budaya dasar
d. Mengerti akan masalah sosial dan pendekatan ilmu sosial budaya
dasar
BAB II
PEMBAHASAN
1) Hakikat , Tujuan dan Ruang Lingkup Ilmu Sosial Budaya Dasar
Ilmu sosial budaya dasar adalah bertujuan untuk mengembangkan
kepribadian manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk
budaya yang berwawasan luas dan kritis serta dapat menyelesaikan
sebuah masalah dengan baik , memahami konsep – konsep dasar
tentang manusia sebagai makhluk sosial .
Manusia sebagai makhluk sosial ( zoon politicon ) artinya ,
manusia sebagai individu tidak akan mampu hidup sendiri dan
berkrmbang sempurna tanpa hidup bersama dengan individu manusia
lainnya. Manusia harus hidup bermasyarakat saling berhubungan dan
berinteraksi satu sama lain dalam kelompoknya dan juga dengan
individu di luar kelompoknya guna memperjuangkan dan memenuhi
kepentingannya.
Manusia sebagai makhluk berbudaya ( homo humanus ) artinya ,
manusia itu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling
sempurna, karena sejak lahir sudah di bekali dengan unsure akal
(ratio), rasa (sense) yang membedakannya dengan makhluk lainnya.
Sebagai makhluk berbudaya, manusia hanya mampu mengembangkan diri
dan budayanya apabila berhubungan dengan manusia lain.
Berdasarkan hakikat keilmuan, maka tujaun ilmu sosial budaya
dasar sebagai bagian dari berkehidupan bermasyarakat adalah :
a. Mengembangkan kesadaran mahasiswa menguasai pengetahuan tentang
keanekaragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia sebagai
individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif dalam memahami
keragaman, kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan
landasan nilai estetika, etika, dan moral dalam kehidupan
bermasyarakat.
c. Memberikan landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta
keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal bagi hidup
bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yang beradab
dalam memperaktekkan pengetahuan akademik, dan keahliannya serta
mampu memberikan problem solving sosial budaya secara bijaksana.
Ilmu sosial budaya dasar selalu membantu perkembangan wawasan
pemikiran yang lebih luas dan cirri-cir kepribadian yang
diharapkan dari setiap anggota golongan pelajar Indonesia
khususnya berkenan dengan sikap dan tingkah laku serta pola piker
manusia dalam menghadapi manusia lain termasuk pula sikap dan
tingkah laku serta pola piker manusia terhadap manusia yang
bersangkutan. Berpangkal dari tujuan pembelajaran matakuliah ilmu
sosial budaya dasr sebagaimana diungkapkan di atas, maka ada 2
(dua) permasalahan yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup pembahasan, yaitu :
a. Adanya berbaga aspek panda kenyataan-kenyataan yang bersama-
sama merupakan suatu masalah sosial, bias ditanggapi dengan
pendekatan yang berbeda – beda oleh bidang – bidang pengetahuan
keahlian yang berbeda – beda sebagai pendekatan tersendiri maupun
gabungan.
b. Adanya keanekaragaman golongan dan satuan sosial dalam
masyarakat yang masing – masing mempunyai kepentingan kebutuhan
serta pola – pola pemkiran dan pola pola tingkah laku sendiri,
tetapi ada juga persamaan kepentingan kebutuhan serta persamaan
dalam pola pemikiran dan pola tingkah laku yang menyebabkan
adanya pertentangan – pertentangan maupun hubungan – hubungan
kesetiakawanan dan kerjasama dalam masyarakat.
Berdasrkan ruang lingkup kajian sebagaimana tersebut di atas
kiranya masih memerlukan penjabaran lebih lanjut untuk bias di
oprasionalkan ke dalam pokok pembahasan dan sub pokok bahasan :
a. Mempelajari dan menyadari adanya berbagai masalah kependudukan
dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan.
b. Mempelajari dan menyadari adanya masalah – maslah individu,
keluarga, dan masyarakat.
c. Mengkaji masalah – masalah kependudukan dan sosialsasi serta
menyadari identitasnya sebagai pemuda dan mahasiswa penerus
bangsa dan bernegara.
d. Mempelajari hubungan antara warga Negara dan Negara.
e. Mempelajari hubugan antara pelapisan sosial dan persamaan
derajat.
f. Mempelajari masalah – masalah yang dihadapi oleh masyarakat
perkotaan dan masyarakat pedesaan.
g. Mempelajari dan menyadari adanya pertentangan – pertentangan
sosial bersamaan dengan adanya integrasi masyarakat.
h. Mempelajari usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
oleh manusia untuk memenfaatkan kemakmuran dan pengurangan
kemiskinan.
2) Ilmu Sosial Budaya Dasar di Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Ilmu sosial budaya dasar sebagai bagian dari kehidupan
bermasyarakat mempunyai tema pokok sebagaimana dikemukakan oleh
Temanggor dkk (2010), yaitu hubungan timbal balik antara manusia
dengan lingkungannya. Dengan wawasan tersebut agar dapat
menghasilkan tiga jens kemampuan secara simultan diantaranya
adalah :
a. Kemampuan personal artinya, yaitu para tenaga ahli diharapkan
memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, tingkah
laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia,
memahami dan mengenal nilai – nilai keagamaan, kemasyarakatan dan
keanekaragaman, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan
terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat
Indonesia.
b. Kemampuan akademik artinya, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi
secara ilmiah baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan
analisis maupun berfikir logis, kritis, sistematis, analitis,
memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan
merumuskan masalah yang di hadapi serta mampu menawarkan
alternative pemecahannya.
c. Kemampuan professional artinya, yaitu kemampuan dalam bidang
profesi sesuia keahlian bersangkutan, para ahli diharapkan
memiliki pengetahun dan keterampilan yang tinggi dalam bidang
profesinya.
3) Komponen Ilmu Sosial Budaya Dasar
Ilmu sosial budaya dasar sebagai komponen yaitu sebagai
proses pembelajaran dilaksanakan dengan mempertimbangkan guna
menjadi penunjang atau penopang bidang keahlian, sehingga out
putnya mampu membentuk mahasiswa yang memiliki kemampuan
professional ( natural science ).
Wawasan, sikap, dan perilaku melalui ilmu sosial budaya dasar
diharapkan mahasiswa yang mempelajarinya dapat menjadi manusia
yang memiliki kemampuan personal, kemampuan akademik, dan
kemampuan professional. Oleh karena itu, para lulusan akan mampu
menjabarkan permasalahan dan mengatasi permasalahan tersebut
dengan kearifan. Dengan demikian maka problematika kemanusiaan
dan peradaban manusia merupakan fakta obyektif yang penting
dikenali secara akademik, rasional, bukan common sense dan
sekaligus tetap menjunjung tinggi pemikiran serta nilai – nilai
luhur tradisi yang member kebijaksanaan.
4) Masalah Sosial dan Pendekatan Ilmu Sosial Budaya Dasar
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial selama dihadapkan
kepada masalah sosial yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan.
Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dan hubungannya dengan
sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah sosial
ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat
lainnya karena adanya perbedaan dalam tingkat perkrmbangan
kebudayaannya, sifat kependudukannya, dan keadaan lingkungan
alamnya.
Disiplin – disiplin ilmu pengetahuan yang tergolong ke dalam
ilmu sosial telah mempelajari hakikat masyarakat dengan
perspektif yang berbeda – beda, maka terhadap keanekaragaman
dalam melihat dan mempelajarinya. Masalah – masalah sosial
merupakan hambatan dalam usaha untuk mencapai sesuatu yang
diinginkan. Pemecahannya menggunakan cara yang diketahuinya dan
yang berlaku, tetapi aplikasinya menghadapi kenyataan, hal yang
biasanya berlaku telah berubah, atau terhambat pelaksanaanya.
Masalah – masalah tersebut dapat terwujud sebagai masalah sosial,
masalah moral, masalah politik, masalah ekonomi, masalah agama,
atau masalah – masalah lainnya.
Yang membedakan masalah sosial dengan masalah lainnya adalah
bahwa masalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai
– nilai moral dan pranata – pranata sosial, serta ada kaitannya
dengan hubungan – hubungan manusia itu terwujud ( nisbet, 1961 ).
Pengertian masalah sosial memiliki dua pendenefisian, yang
pertama itu adalah menurut umum atau warga masyarakat, segala
sesuatu yang menyangkut kepentingan umum adalah masalah soial,
dan yang kedua yaitu menurut para ahli masalah sosial adalah
suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat
yang berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat
menimbulakan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara
keseluruhan.
Salah satu contoh yang kami ambil d buku masalah seorang
pedagang kaki lima. Menurut defenisi umum pedagang kaki lima
bukan masalah sosial karena merupakan upaya mencari nafkah untuk
kelangsungan hidupnya, dan pelayanan bag warga masyarakat pada
taraf ekonomi tertentu sebaliknya para ahli perencanaan kota
masyarakat pedagang kaki lima sebagai sumber kekacauan lalu
lintas dan peluang kejahatan.
Sehingga ada beberapa pakar ilmu yang mengemukakan
pendapatnya diantaranya oleh Leslie ( 1949 ) dan Cohen ( 1964 ),
a. Menurut Leslie ( 1949 ), bahwa masalah – masalah sosial adalah
suatu kondisi yang mempunyai pengaruh kepada kehidupan sebagian
besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak di inginkan
atau tidak di sukai, oleh karena itu dirasakan perlunya untuk
diatasi atau diperbaiki. Batasan masalah sosial sebenarnya agak
rumit, mengingat maslah sosial berkaitan dengan system nilai yang
berlaku di masyarakat yang bersangkutan.
b. Menurut Cohen ( 1964 ), bahwa masalah sosial adalah terbatas
pada masalah keluarga, kelompok, atau tingkah laku individual
yang menuntut adanya campur tangan dari masyarakat yang teratur
agar masyarakat dapat meneruskan fungsinya.jadi masalah sosial
adalah suatau cara bertingkah laku yang dapat dipandang sebagai
tingkah laku yang menentang norma – norma yang telah disepakati
bersama oleh warga masyarakat. Batasan ini, masih mengandung
aspek obyektif dan subyektif. Tetapi yang jelas, tidak ad satupun
tingkah laku manusia yang dapat dianggap sebaga suatu masalah
sosial, apabila tdak dianggap suatu penyimpangan secara moral
dari norma – norma yang telah diterima secara umum.
Masalah dan kenyataan sosial yang beraneka ragam itu, maka
untuk memahami dan mendalami masalahnya perlu ditelusuri dengan
berbagai pendekatan yaitu : pendekatan antar bidang ( interdicipline
approach ) dan pendekatan beragam ( multidicipline approach ) hal
seperti in disebabkan oleh keanekaragaman golongan dan kesatuan
sosial yang ada di dalam masyarakat yang masing – masing
mempunayai kepentingan, kebutuhan, pola pemikiran dan tingkah
laku yang berbeda – beda. Tetapi di balik itu tetap ada
persamaan, tetapi tidak kurang menimbulkan pertentangan dan
hubungan kesetiakawanan.
BAB III
PENUTUP
1) Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan mengenai pengantar ilmu sosial
budaya dasar kelompok kami menyimpulkan bahwa manusia itu tidak
dapat hidup sendiri manusia adalah zoon politicon yang berarti di
dalam berkembang kita harus saling melengkapi saling tolong
menolong dan tidak dapat hidup sendiri butuh kerja sama
bersosialisasi di ruang lingkup masyarakat, manusai juga sebagai
makhluk yang berbudaya atau homo humanis yaitu manusia diciptakan
memiliki ratio dan sense, manusia juga dapat mengembangkan budaya
yang iya miliki dengan cara berbaur atau bergaul dengan suatu
kelompok atau di dalam kehidupan berkeluarga.
Di dalam kehidupan juga kita tidak luput dari sebuah
permasalahan yang ada di mulai dari masalah sosial, masalah
keluarga, masalah budaya,masalah tingkah laku itu semua
disebabkan akibat tingkah laku seseorang sendiri,sementara
masalah sosial disebabkan karena adanya perbedaan dalam tingkat
perkembangan kebudayaan, sifat kependudukannya dan keadaan
lingkungan sekitarnya sehngga kita harus menempatkan diri dengan
sebaik – baiknya berbaur dengan yang bak agar dapat berfikir dan
mengarjakan sesuatu denga cara positif.
2) Saran – saran
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan
gambaran dan menambah wawasan kita tentang Ilmu Sosial Budaya
Dasar serta perkembangannya dari waktu ke waktu, lebih jauhnya
penyusun berharap dengan memahami kebudayaan kita semua dapat
menyikapi segala kemajuan dan perkembangannya sehingga dapat
berdampak positif bagi kehidupan kita semua .
DAFTAR PUSTAKA
Leslie, White. 1949. The Science of Culture. Strauss: Penerbit Farrar.
Cohen, 1964. Social Work and Social Problem. New York: Penerbit NSW.
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Al-Attas, S.M, Al-Naquib. 1981. Islam dan Sukalarisme. Bandung:
Pustaka.
masyarakat.html 17
Makalah Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kesehatan
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanau
Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Judul makalah ilmiah ini yang penulis ambil adalah “Pengaruh
Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kesehatan”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah
satu metode pembelajaran bagi Mahasiswa/i (Universitas Negeri
Riau) dalam memenuhi tugas (Mata Kuliah Ilmu Alamiah Dasar
Semester II). Ucapan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas karya tulis ilmiah ini, diantaranya :
1. Muh. Amiruddien Saliem. selaku dosen pengampu.
2. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga
tersusun makalah ini.
Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini yang namanya penulis tidak dapat
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini, sehingga akan menjadi suatu
kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan dan
saran yang membangun agar karya tulis ilmiah ini sehingga
selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif.
Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ilmiah ini
bermanfaat bagi semua pihak dan sebagai media pembelajaran budaya
khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu
budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan
datang.
Riau, 10 April 2013
PenulisSITI ROHMI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang
banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam
hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam
bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang
berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan
penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda
bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami
suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan
budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya,
sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana
dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan
tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan
dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting
bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan,
tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu
penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang
dianut hubungannya dengan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesehatan?
2. Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional?
3. Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat?
4. Apa faktor pendorong dan penghambat?
5. Bagaimana solusi peranan pengobatan tradisional dalam
pelayanan kesehatan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan.
2. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan
tradisional.
3. Untuk mengetahui Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut
budaya masyarakat.
4. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat.
5. Untuk mengetahui Bagaimana Solusi Peranan pengobatan
tradisional dalam pelayanan kesehatan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan
bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk
membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green
dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah
kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah
adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan.
Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen
rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari
lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti
Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap
'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari
golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan
kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam
manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa
kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan
kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam
pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan
yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
B. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk
penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu
kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman,
kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat
mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional,
tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis.
Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib,
sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan
menyebabkan sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul
akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi
dukun untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia
memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang
terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda
masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka
menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk
menyembuhkan anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika
anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan
melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka
dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh
serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan
itu berhenti.
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat
disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang
terkena dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa
disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman
akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.1[1]
C. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan
universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis
yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua
pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya
dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,
kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba
memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau
dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit
1
merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau
ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara
biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita
penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang
menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun
seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin,
pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan
kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.2[2]
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan
resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah
maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi
penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat
yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being ,
merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua
dihubungkan dengan ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi,
distribusi penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku
merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap
tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku
2
sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh
faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara
klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan
pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan
kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan
penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat
harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari
berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu
keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan
social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna
jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang
sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-
aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia,
terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang
sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan
penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena
penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat
menjalankan peran normalnya secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan
kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai
masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut:
sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya
seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja,
sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya
tiduran atau istirahat saja.3[3]
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari
kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut.
Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan
sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu
generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria,
yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua
(Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang
tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari
mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut
beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat
menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah
pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit
dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit
tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa
hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan
untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam
beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan
dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya
3
penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara
busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian
penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati
dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi
ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang
disegani digunakan sebagai obat malaria.
D. Faktor Pendorong Dan Penghambat
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam
Masyarakat
Perilaku yang dinyatakan di atas adalah berkaitan dengan upaya
atau tindakan individu ketika sedang sakit atau kecelakaan.
Tindakan atau perilaku ini bisa melalui dengan cara mengobati
sendiri sehingga mencari pengobatan ke luar negeri.
Menurut Blum(1974) yang dipetik dari Notoadmodjo(2007), faktor
lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kesehatan
individu, kelompok, atau masyarakat manakala faktor perilaku pula
merupakan faktor yang kedua terbesar. Disebabkan oleh teori ini,
maka kebanyakan intervensi yang dilakukan untuk membina dan
meningkatkan lagi kesehatan masyarakat melibatkan kedua faktor
ini. Menurut Notoadmodjo juga mengatakan mengikut teori
Green(1980), perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai
yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat contohnya
fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh
yang dipandang tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat
dan tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas yang sering
berinteraksi dengan masyarakat termasuk petugas kesehatan.
Selain itu, faktor undang-undang dan peraturan-peraturan yang
terkait dengan kesehatan juga termasuk dalam faktor ini.4[4]
Aspek sosial (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berkaitan
dengan kesehatan anak :
1. Dukun sebagai penyembuh
Masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang
mengalami kejang-kejang disebabkan karena kemasukan roh halus,
dan dipercaya hanya dukun yang dapat menyembuhkannya.
2. Timbulnya penyakit sebagai pertanda
Contoh Demam atau diare yang terjadi pada bayi dianggap pertanda
bahwa bayi tersebut akan bertambah kepandaiannya, seperti sudah
bisa untuk berjalan.
3. Kesehatan anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial.
Dimana hingga kini masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan
masih menjalankan kepercayaan tersebut. Hal tersebut disebabkan
karena kebiasaan yang telah turun temurun terjadi .
4
Tetapi ada baiknya jika masyarakat juga mempertimbangkan dengan
pemahaman menurut para medis karena para medis lebih memahami
tentang mana yang baik dalam tumbuh kembang kesehatan anak.
b. Faktor Penghambat Pengobatan Dalam Masyarakat
Belum...............................................
E. Solusi Peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan
kesehatan.
Kebijakan peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system
pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka
peningkatan peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan
primer.
2. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan
sebagai warisan budaya bangsa, namun perlu membatasi praktek-
praktek yang membahayakan kesehatan.
3. Dalam rangka peningkatan peran pengobatan tradisional, perlu
dilakukan penelitian, pengujian dan pengembangan obat-obatan dan
car-cara pengobatan tradisional.
4. Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak
memerlukan izin, namun perlu pendataan untuk kemungkinan
pembinaan dan pengawasannya. Masalah pendaftaran masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.
5. Pengobatan tradisional yang berlandaskan pada cara-cara
organobiologik, setelah diteliti, diuji dan diseleksi dapat
diusahakan untuk menjadi bagian program pelayanan kesehatan
primer. Contoh : dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang.
Sedangkan cara-cara psikologik dan supranatural perlu diteliti
lebih lanjut, sebelum dapat dimanfaatkan dalam program.
6. Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus
dan menjadi tokoh masyarakat dapat dilibatkan dalam upaya
kesehatan masyarakat, khususnya sebagai komunikator antara
pemerintah dan masyarakat.5[5]
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk menyimpulkan pandangan-pandangan mengenai pengobatan
tradisional, saya yakin bahwa jika di nilai dari banyak fungsi
yang di harapkan dapat memenuhi oleh pengobatan dan keterbatasan-
keterbatasan yang ada pada penelitian medis yang sistematik dalam
masyarakat-masyarakat tersebut, maka system-sistem medis
tradisional, yang di lihat sebagai sarana adaptif, telah berhasil
dengan baik. Mereka telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu,
telah memberikan harapan dan penyembuhan kepada yang sakit,
mereka menangani juga penyakit-penyakit sosial, dan mereka telah
memberikan sumbangan terhadap penambahan populasi dunia secara
lambat.
Saya juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik dari
aspek-aspek preventif dan , klinisnya, serta semua kekurangan
dalm perawatan kesehatannya maka pengobatan tradisional adalah
cara kurang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dari
penduduk masa kini. Hal ini bukanlah merupakan penilaian kami
saja melainkan keputusan para penilai utama, konsumen-konsumen
tradisional yang semakin meningkat dalam memilih antara
pengobatanya sendiri dengan pengobatanya ilmiah lain.
B. Saran
Saya para penulis dapat berharap kepada para pembaca,
setelah membaca makalah ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa
keperawatan dapat mengaplikasikanya nanti. dapat mengetahui
bagaiman system medis tradisional ,apalagi sisi positif dan
negatif dari pengobatan system tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Uciha Itachi , 2013 Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap
Keshatan, 2012 http://macrofag.blogspot.com/
Robertha Natalia Gracia, 2010 Hubungan Aspek Sosial Terhadap
Pembangunan Kesehatan, http://roberthanatalia.blogspot.com/
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003.
Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan
Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam Indonesia, Volume 2 Nomor4.
Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati, Winarsih,
Sarjaini Jamal, M.J Herman. 1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penggunaan Obat dan Obat Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di
Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan
Litbangkes.
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003.
Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan
Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam Indonesia, Volume 2.
Sugeng, Dwi. (2007). Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media
Abadi
Antropologi dan Konsep Kebudayaan
BAB I
PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA DI INDONESIA AbstrakKebudayaan mempunyai banyak pengertian, tidak terkecuali para ahli sosial juga berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan. Namun dari pengertian itu masih kurang memuaskan,dan ada dua aliran yang mengartikan kebudayaan itusendiri yaitu aliran idiasional dan aliran behaviorisme atau materialisme. Kebudayaan itu sendiri tersusun dari beberapa komponen yaitu komponen yang bersifat kognitif, normatif, dan material. Dalam perubahan kebudayaan meninjau dari nilai-nilai sosial dan budaya,yang disebut dengan proses modernisasi.Dalam perubahan kebudayaan terdapat beberapa faktor pendorong. Antara manusia dan kebudayaan juga terdapat hubungan yangsangat erat, bahkan semua yang dilakukan oleh manusia adalah kebudayaan.Namun yang bersifat nalurial bukan termasuk kebudayaan, dan manusia mempunyai kebudayaan tetap yaitu: penganut kebudayaan,pembawa kebudayaan,manipulator kebudayaan, dan pencipta kebudayaan. Semuanya lazim menyadarkan atau menampilkan nilai-nilai keteladanan, baik dalam aspek gagasan, aspek pengorganisasian dan kegiatan sosial, maupun dalam aspek-aspek kebendaan. Aspek-aspek ini senantiasa dimuati oleh nilai-nilai kearifan dan kebijakan yang memberikan acuan bagaimana orang
mesti berfikir, berasa, berkarsa dan berkarya dalam upaya bertanggung jawab pada dirinya, pada sesamanya, dan pada lingkungannya, serta pada Sang Khalik Yang Maha Murbeng Alam ini.Perubahan sosial adalah menunjukkan suatu proses dari serangkaianupaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional yang disebut proses modernisasi kebudayaan. Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global pada saat kini dan mendatang. Perubahan keebudayaan juga dapat menimbulkan konflik, terutama di negara Indonesia, namun di Indonesia semakin berkembangnya kebudayaan semakin kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan lokal. Semakin menonjolnya budaya luar, bahkan perkembangan kebudayaan sebagian besar dari budaya luar, bakanya budaya lokal yang di sempurnakan oleh budaya luar namun budaya luar yang sedikit di selipkan budaya lokal. Itulah perkembaangan budaya di indonesia. Konflik-konflik yang terjadi di indonesia antara lain adalah: pembrontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan Darul Islam (DI/TII) di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh, dan Pemberontakan PRRI/Permesta. Kata Kunci : kebudayaan, sosial, budaya, modrnisasi.
A. PENDAHULUANKebudayaan sering kali dipahami dengan pengertian yang tidak tepat. Beberapa ahli ilmu sosial telah berusaha merumuskan berbagai definisi tentang kebudayaan dalam rangka memberikan pengertian yang benar tentang apa yang dimaksud dengan kebudayaantersebut. Kebudayaan sebagai sebuah tradisi lama, peninggalan nenekmoyang berupa kesenian, yang diwariskan secara turun menuru sampai anak cucu, bahkan sampai sekarang. Dapat diartikan pula sebuah kesenian pada suatu wilayah atau pada suatu perkumpulan masyarakat, yang berbeda dengan kesenian yang lain. Dapa pula diartikan kebiasaan yang turun temurun dilakukan seperti kegiatanada.Akan tetapi ternyata definisi-definisi tersebut tetap saja kurang
memuaskan. Terdapat dua aliran pemikiran yang berusaha memberikankerangka bagi pemahaman tentang pengertian kebudayaan ini, yaitu aliran ideasional dan aliran behaviorisme atau materialisme. Dariberbagai definisi yang telah dibuat tersebut, Koentjaraningrat berusaha merangkum pengertian kebudayaan dalam tiga wujudnya, yaitu kebudayaan sebagai wujud cultural system, social system, dan artifact. ( By windynovita) Kebudayaan sendiri disusun atas beberapa komponen yaitu komponen yang bersifat kognitif, normatif, dan material. Dalam memandang kebudayaan, orang sering kali terjebak dalam sifat chauvinisme yaitu membanggakan kebudayaannya sendiri dan menganggap rendah kebudayaan lain. Seharusnya dalam memahami kebudayaan kita berpegangan pada sifat-sifat kebudayaan yang variatif, relatif, universal, dan counterculture.( By windynovita) Sifat chauvinisme pada saat ini suda terasa berkureang dengan banyaknya kebudayaan yang dikenal, dan banyaknya kebudayaan yang bercampur, bahkan ada pula kebudayaan yang terhimpit oleh kebudayaan lain yanag menyebabkan kebudayaan tersebut kurang menonjol dikalangan masyarakat bahkah mendekati kepunahan. Namun semua itu dapat di atasi, sesua dengan perkembangan zaman dan makin banyak budaya luar yang masuk kedalam masyarakat, yaitu dapat diatasi dengan modernisasi kebudayaan. Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses perubahan yang direncanakan, melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial dan kebudayaan secar pengklasifikasian yaitu suatu nilai yang akan diambil terlebih dahulu di sejajarkan dengan kondisi dan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang ada, bila ada yang sesuai dan dapat meningkatkan nilai sosial dan kebudayaan, bahkan dapat memperbaharuinya, namun jika ada yang kuran sesuaiu, diabaikan atau tidak terpakai, dapan pula disimpulkan kebudayaan lain diambil dan dipilah-pilah dan diambil yang positif dan yang negatif dibuang, dan tanpa merubah dasar dari kebudayan kita sendiri. Atas dasar ini, semua pihak, tokoh masyaraka, dan anggota masyarakat seharusnya memahami dan menyadari, apabila salah satu aspek atau unsur sosial atau kebudayaan mengalami perubahan, maka unsur-unsur lainnya pasti akan mengondisi dengan unsur-unsur lain yang telah berubah terlebih dulu.( Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra) Oleh karena itu perlu memahami dan menyadari bahwa sistem nilai
yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan ada yang berkualifikasi . Di mana norma tersebut tergantung pada aspek waktu, ruang (tempat, dan kelompok sosial yang bersangkutan) sedangkan nilai skala keberlakuannya lebih universal (aspek yang mencakup lebih luas). Dalam tatanan masyarakat yang maju atau modern, maka nilai-nilai sosial dan budaya yang bersifat universal dan mengisi semua aspek kehidupan masyarakat yang bersangkutan.( Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra)Setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan denganlingkungannya secara aktif. Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia. Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasikelompok sosial terhadap lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.
Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat,sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu prosesinternalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.
Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai:1. penganut kebudayaan,2. pembawa kebudayaan,3. manipulator kebudayaan, dan4. pencipta kebudayaan. Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara.Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku.( By windynovita)B. PEMBAHASANPerubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakanpenyebab dari perubahan.Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.Ada pula beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakatlain; perkembangan IPTEK yang lambat; sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat dalam masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru; rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bilaterjadi perubahan; hambatan ideologis; dan pengaruh adat atau kebiasaan. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya
Terjadinya sebuah perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapatfaktor yang mendorong sehingga mendukung perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak berjalan sesuai yang diharapkan.Faktor pendorong perubahanFaktor pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu:
a. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing, dan bahkanhasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.b. Sistem pendidikan formal yang maju.Pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkatkemajuan sebuah masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan objektif. Hal iniakan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah kebudayaanmasyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah perubahan atau tidak.c. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.Sebuah hasil karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Orang yang berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri.d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu, toleransi dapat diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang kreatif.e. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.Open stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya geraksosial vertikal atau horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Hal ini membuka
kesempatan kepada para individu untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya.f. Penduduk yang heterogen.Masyarakat heterogen dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan demikian merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam masyarakat untuk mencapai keselarasan sosial.g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentuRasa tidak puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan,dan berbagai gerakan revolusi untuk mengubahnya.h. Orientasi ke masa depanKondisi yang senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesusikan dengan perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasike masa depan akan membuat masyarakat selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.i. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Usaha-usaha ini merupakan faktor terjadinya perubahan.( MF Modifier di 19.20 | Jumat, 10 Desember 2010)
2. Modernisasi Sebagai Kasus Perubahan Sosial dan KebudayaanModernisasi, menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi. Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity (modernitas), yang diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuandalam aspek ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan dengan konsep modern adalah tradisi, yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend on) ruang (tempat), waktu,
dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut nilai atau value ini. Namun, pakaian model apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan lebih cenderung beraneka ragam.Spesifikasi norma-norma dan tradisi bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah sebagai berikut:a. ada norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi,b. ada pula sejumlah norma atau tradisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dilakukan pencerahan, atau dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses modernisasi,c. ada pula yang betul-betul memiliki konsistensi dan relevansi dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi masyarakat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu bahwa masyarakat atau orang yang tergolong modern (maju) adalah mereka yang terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep modernisasi digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan masyarakat yang bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial tertentu.Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-globalpada saat kini dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan kehidupan manusia, suatu masyarakat
tertentu (misalnya masyarakat Indonesia) tidaklah sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongan semata, tetapi diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya. Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah: a. nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berorientasi kemasa depan dan dengan cermat mencoba merencanakan masa depannya,b. nilai budaya atau sikap mental yang senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini, memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dariiptek produk asing, namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit daripada mengembangkan iptek baru,c. nilai budaya atau sikap mental yang siap menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi status sosial, karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang bernuansa gengsi pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya bisa didasarkan pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland (Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented,d. nilai budaya atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang mampu meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.Tanpa harus suatu masyarakat berubah seperti orang Barat, dan tanpa harus bergaya hidup seperti orang Barat, namun unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya untuk ditiru, diambil alih, diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini telah dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap mental yang telah ditampilkan telah dimiliki oleh suatu masyarakat tersebut. Khusus untuk masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, dan kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia seperti Indiadan Cina, yang diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, seperti Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak membuktikan bahwa orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian dan pengadaptasian nilai-nilai
kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India atau Cina.Proses modernisasi sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi pusat-pusat modernisasi yang diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah perkotaan sebagai daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi pendorong kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan memadati setiap sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang disebut urbanisasi. Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi salah satu sumber permasalahan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupanmasyarakat perkotaan. Sampai dengan saat sekarang ini masalah perkotaan ini masih menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.( Prof. Dr. Awan Mutakin, M.Pd) 3. Orientasi PerubahanYang dimaksudkan orientasi atau arah perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain:a. perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah,b. perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru,c. suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarangsuatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namundemikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadianatau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat.Tidaklah jarang, bahwa tokoh-tokoh dan ungkapan-ungkapan yang bernuansa seni sastra pada masa lampau, baik suatu fenomena yang bernuansa imajinasi, yang ditampilkan oleh berbagai bentuk
ceritera rakyat atau folklore. Semuanya lazim menyadarkan atau menampilkan nilai-nilai keteladanan, baik dalam aspek gagasan, aspek pengorganisasian dan kegiatan sosial, maupun dalam aspek-aspek kebendaan. Aspek-aspek ini senantiasa dimuati oleh nilai-nilai kearifan dan kebijakan yang memberikan acuan bagaimana orang mesti berfikir, berasa, berkarsa dan berkarya dalam upaya bertanggung jawab pada dirinya, pada sesamanya, dan pada lingkungannya, serta pada Sang Khalik Yang Maha Murbeng Alam ini.Nilai-nilai seperti inilah yang menjadi nuansa-nuansa dalam membagun kepribadian atau jatidiri sebagian besar masyarakat atausuatu kelompok bangsa dimanapun mereka berada.Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut.:a. suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besaratau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri. b. adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangandari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant, makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas,c. mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek,d. adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan danpelatihan yang memiliki spesifikasi dan kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang membutuhkannya.
Precedent dari suatu proses perubahan sosial tidak mesti diorientasikan pada isu kemajuan atau progress semata, sebab tidaklah mustahil bahwa proses perubahan sosial itu justru mengarah ke isu kemunduran atau kearah suatu regress, atau mungkin mengarah pada suatu degradasi pada sejumlah aspek atau nilai kehidupan dalam masyarakat yang bersangkutan. Suatu proses regresi atau kemunduran dan degradasi (luntur atau berkurangnya
suatu derajat atau kualifikasi bentuk-bentuk atau niali-nilai dalam masyarakat), tidak hanya suatu arah atau orientasi perubahan secara linier, tetapi tidak jarang terjadi karena justru sebagai dampak sampingan dari keberhasilan suatu proses perubahan. Sebagai contoh perubahan aspek iptek, dari iptek yang bersahaja ke iptek yang modern (maju), mungkin menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada unsur-unsur atau nilai-nilai yang tengah berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, yang sering disebut sebagai culture-shock atau kejutan-kejutan budaya yang terjadi pada tatanan kehidupan suatu masyarakat yang tengah menghadapi berbagai perubahan.( Prof. Dr. Awan Mutakin, M.Pd)4. MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIADinamika sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia, walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakatdan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi. Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya (culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka . Betapapun cepat atau lambatnya perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi sosial terutama dalam masyarakat
majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.( Senin, 10-12-200715:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra)5. PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INIMasyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini. a. Penerapan teknologi majuPenerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modalyang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu jugamemerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation). Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanyahanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.b. Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar
keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahalharganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam,demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran. Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupunpolitik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat. Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak. Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk. (Senin, 10-12-2007 15:28:51 oleh: sekar ramadhania wahyu & hanna merliandra)6. DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL BUDAYAFenomena perubahan sosial budaya yang terjadi sangat tergantung dari kemampuan masyarakat dalam mengarungi perubahan itu termasukkesiapan dalam melakukan perubahan. Perubahan secara cepat dapat terjadi apabila ada keinginan umum untuk mendorong terjadinya
perubahan itu, ada pemimpin, tujuan yang pasti, dan waktu yang tepat untuk melaksanakan perubahan yang cepat tersebut.Berdasarkan tingkat perubahan yang terjadi, adakalanya perubahan tersebut memiliki pengaruh yang besar dan mendasar, tetapi ada juga yang pengaruhnya tidak begitu besar dan tidak mendasar. Sebagai contoh, perkembangan mode pada fashion bersifat siklis dan pengaruhnya tidak begitu mendasar karena hanya bersifat sementara, jangka waktu perubahan relatif cepat. Contoh perubahanyang amat mendasar dan memerlukan waktu yang panjang adalah perubahan dari masyarakat agraris be masyarakat industri.Adakalanya perubahan itu memang direncanakan data tahapan-tahapantertentu. Data sejarah pembangunan Indonesia, kita mengenal adanya tahapan-tahapan data pembangunan (PELITA), sehingga perubahan itu pada suatu saat tertentu akan memperoleh hasil yangdiharapkan.Apa dan bagaimana perubahan sosial budaya dapat terjadi? Kalau kita pikirkan sebenarnya yang selalu abadi dalam perjalanan kehidupan manusia adalah “perubahan” itu sendiri. Namun, secara garis besar, kita dapat membedakan sebab terjadinya perubahan tersebut berasal dari faktor internal dan faktor eksternal.Perilaku masyarakat akibat perubahan sosial dapat berupa pemberontakan, aksi pastes, demonstrasi, data tindakan kriminal. Berikut beberapa contoh perubahan sosial budaya di indonesia:1.Pemberontakana.Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) terjadi ketika sebagian kecil kelompok masyarakat Ambon yang dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil, bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Titnur (NIT) tidak puas dengan terjadinya proses kembali ke negara kesatuan setelah Konfe-rensi Meja Bandar (KMB).Pemberontakan ini menggunakan unsur KNIL yang merasa tidak pasti tentang status mereka setelah KMB. Pemberontakan ini berlangsung sekitar 4 balms dan berakhir setelah pemimpin mereka, dr. Soumokil, ditangkap. Sebagian dari yang berhasil lolos dari kejaran tentara RI melarikan diri ke Belanda data bergabung dengan mereka yang telah bermigrasi lebih awal serta membentuk RMS di pengasingan. Di sini jelas bahwa pemberontakan yang merekalakukan karena adanya perubahan sosial-budaya khususnya status mereka anggota KNIL setelah KMB.
b.Pemberontakan Darul Islam (DI/TII) di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.Pemberontakan ini merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan membentuk negara Indonesia berazaskan hukum Islam. Pemberontakan di daerah-daerah tersebut pada umumnya terjadi karena ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat yang tidak memberikan penghargaan yang pastas untuk mereka yang telah berjuang membela dan mempertahankan RI. Bentuk ketidakpuasan itu tentu mempunyai latar belakang yang berbeda. Yang pasti pars pemimpin gerakan merasa tidak puas karena adanya perubahan sosial budaya. Di Aceh misalnya Daud Beureh tidak puas akan kedudukannya yang semula sebagai gubemur Daerah istimewa Aceh menjadi salah satu karesidenan Sumatra utara bukan lagi provinsi. Pemerintah RI setelah kembali menjadi negara kesatuan melakukan penyederhanaan administrasi, sehingga status Daud Beureh tidak lagi menjadi gubernur Aceh melainkan hanya seorang residen.c. Pemberontakan PRRI/Permesta.Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) terjadi di Sumatra Barat dan Permesta di Sulawesi Utara. Kedua pemberontakan ini terjadi karena ketidakpuasan terhadap kebijakanekonomi tersentralisir yang dikeluarkan pemerintah pusat yang semula otonomi. Sebab dalam kenyataannya hasil yang diperoleh dari daerah ke pusat tidak dimanfaatkan untuk mensejahterakan penduduk daerah mereka sendiri. Mereka menuntut kembali adanya desentralisasi ekonomi khususnya di bidang ekspor.( GEOGRAFI dan SOSIOLOGI - Yudhistira Ghalia Indonesia)7. DAMPAK PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN TERHADAP BUDAYA GLOBALTak dapat dipungkiri bahwa faktor kemajuan peradaban dunia sebagai indikasi kemajuan berfikir umat manusia, tak salah apabila disebut bahwa umat manusia dewasa ini telah diperhadapkanpada situasi yang serba maju, instant dan pola pemikiran yang kritis. Kemajuan peradaban itu banyak mengakibatkan perubahan di segala aspek kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bernegara maupun berbangsa.Banyak di antara masyarakat itu menerima perubahan peradaban itu sebagai sesuatu yang lumrah sebagai sebuah proses yang harus dijalani, dimaklumi dan kehadirannya senantiasa menimbulkan berbagai perubahan dalam praktiknya. Sehingga memaksa masyarakat budaya, mau tak mau atau sadar atau tidak sadar diperhadapkan
pada situasi yang sulit antara menerima perubahan perdaban itu (karena tidak ingin dianggap kolot) atau menolak perubahan itu kendatipun dianggap primitif, konvensional dan ortodoks.Perselisihan atau tepatnya perbedaan pemikiran seperti itu dapat muncul sebagai reaksi terhadap berbagai tindakan yang bagi sebagian orang bergerak seolah-olah meninggalkan kebudayaannya sedang sebagian orang ingin mempertahankannya sebagai sebuah warisan leluhur bersama (common heritage) yang wajib dijaga dan dilestarikan. Fenomena berikutnya adalah diakibatkan oleh mobilitas tanpa limit, dimana manusia tidak lagi dapat begitu saja dihempang dalam mobilitasnya.Katakan saja, andai seseorang ingin bepergian ke tempat lain (negara Lain) maka tak seorangpun yang dapat menghempangnya apabila ia telah menetapkan bahwa ia harus berangkat. Keadaan inijuga mengakibatkan adanya perpaduan (assimilation) di tempat barudimana ia berpijak, sehingga melahirkan penilaian apa yang diperoleh, diidolakan sebelumnya dengan dimana ia tinggal dan lihat.Penilaian itu dapat saja memicu lahirnya interpretasi bahwa apa yang melekat pada dirinya ketika memutuskan untuk bepergian itu dinilai sebagai sesuatu yang kolot, tradisional dan tertinggal. Ia kemudian mengenakan berbagai atribut yang dianggap sebagai simbolisasi budaya maju seperti kritis, egoisme, dan materialistis. Kondisi lain adalah meningkatnya mobilitas sekolahantara negara dimana juga telah mempengaruhi pengakuan terhadap budaya lokalnya.Keadaan dimana sipelaku diperhadapkan pada situasi dan alternatifyang kritis seperti itu telah menciptakan adanya anggapan bahwa budaya (lokal) tidak mampu menyaingi budaya (global) yang sedang mendunia. Namun demikian, bagi sebahagian orang tidak demikilan, bahwa budaya lokal senantiasa akan bertahan (lestari) apabila sipelaku tidak membiarkan budaya (lokal)-nya itu tidak tertindas,tidak tradisional dan tidak terbelakang apabila terdapat upaya sipelaku memajukan atau melakukan perubahan (innovation) dan penerapan (invention) terhadap apa yang disebut dengan budaya lokalnya itu. Lantas dalam situasi yang demikian ini dimana kemajuan zaman dan pola berfikir manusia tidak lagi dapat dibatasi, serta tingginya faktor komunikasi dan media penyampai, seberapa jauhkah budaya lokal itu dapat bertahan? ( Erond Litno
Damanik MSi)8. DAMPAK MODERNISASI TERHADAP PERUBAHAN SOSIALTak dapat disangsikan bahwa kemajuan pemikiran manusia yang senantiasa berupaya untuk menghasilkan hal-hal baru dalam hidupnya adalah hal wajar yang dilakukan sebagai makhluk yang berakal. Berangkat dari asumsi bahwa pemikiran manusia akan senantiasa merubah kondisi sosial, maka hal yang demikian itu dapat diterima secara mutlak.Pada dasarnya perubahan itu dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup, peradaban (civilzation) dan kesempurnaan hidupnyayang meskipun pada dasarnya akan senantiasa juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi peradaban itu sendiri. Katakanlah, kebiasaan manusia mengkonsumsi (membeli) makanan yangserba instant, tanpa ada upaya untuk membuatnya, akan melemahkan dan memandulkan kreativitas. Belum lagi hal yang serupa itu diterima dan meresap pada diri anak-anak, maka seumur hidupnya akan menjadi pengkonsumsi utama tanpa adanya niat untuk mencoba membuatnya dengan keinginan sendiri. Alhasil, generasi yang muncul berikutnya adalah generasi yang nirkreativitas.Perubahan sosial, baik yang direncanakan maupun yang tidak dapat dikategorikan ke dalam hal di atas yang pada intinya adalah pengupayaan ke arah yang lebih baik dengan mencoba mereduksi dampak negatif dari social change itu. Siklusnya dapat dicerna melalui adanya rekayasa sosial (social engineering), rekontruksi sosial (social recontruction). Pada tahap ini akan muncul sikap menerima (receive) ataupun berupaya menolaknya (defence). Kemudian, dalam upaya menghindari bentrok budaya (paling tidak dalam paradigma) pemikiran) maka pada saat itu dibutuhkan agen-agen perubahan (social agent) sebagai media penyampai agenda perubahan itu. Apabila, perubahan itu muncul sebagai yang tidak direncanakan, maka peran itu akan digantikan oleh sosok atau figur yang dapat menjembatani perubahan yang sedang terjadi.Dengan begitu, perubahan yang sedang terjadi dan akan terjadi, maupun yang direncanakan ataupun tidak (kurang) direncanakan tidak akan mengalami benturan kebudayaan (peradaban) pada masyarakat kekinian. Justru dengan demikian, yang tengah terjadi adalah pemerkayaan khasanah kebudayaan dan bukan pergeseran. Dengan begitu, hipotesa kebudayaan selanjutnya adalah bahwa tidakakan pernah terjadi pergeseran kebudayaan apalagi upaya
meninggalkan budaya lokal itu yang meskipun pada tataran performaseolah-olah kebudayaan itu telah bergeser atau ditinggalkan. Perubahan yang demikian itu justru harus dimaknai sebagai upaya pemberdayaan dan pemerkayaan kebudayaan itu sendiri sebagai system makna (system of meaning) ( Erond Litno Damanik MSi).
C. PENUTUP1. KesimpulanSebuah peradaban mempunyai kebiasaan tingkah laku dan kesenian yang dapat disebut kebudayaan. Seiring waktu berjalan sebuah kesenian itu akan tersisih oleh waktu dan minat dari masyarakat untuk melestarikanya, begitu juga dengan masuknya atau datangnya sosial budaya luar yang lebih diminati masyaraka, yang seiring waktu akan menyisihkan kebudayaan lokal itusendiri. Untuk mempertahan kan kebudayaan itu sendiri harus melakukan perubahan atau penambahan dari kebudayaan yang telah ada ditambah dengan kebudayaan yang baru. Semua itu membutuhkan sebuah proses untuk memilah-milah kebudayaan luar yang dapat diterima dimasyarakat. Dalam menambah kebudayan atau mencampur kebudayan kita sebaiknya melakukan pengklasifikasdian, karena penambahan kebudayaan akan mempengaruni berubahnya nilai-nilai sosial dan budaya. Semua proses tersebut dapat dinamakan sebagai proses modernisasi kebudayan.Setiap proses pasti terdapat kelemahan atau segi negatif, begitu pula dengan proses modernisasi budaya ini juga terdapat nilai-nilai negatif terutama yang telah terjadi di Indonesia ini, dapatdi contohkan konflik-konflik yang telah terjadi yaitu pembrontakan Republik Maluku Selatan, pembrontakan Darul Islam diJawa Barat,Sulawesi Selatan dan Aceh, dan pembrontakan PRRI/pemersta. Semua itu terjadi dikarenakan perubahan kebudayaanyang signifikan dan merubah nilai-nilai sosial dan budaya dalam waktu yang lebih terasa cepat dari yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://mgmpips.wordpress.com/2007/03/05/proses-perubahan-sosial-budaya/ (Sabtu, 08-01-2011, 09:37 WIB)http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial_budaya (Sabtu, 08-01-2011, 09:53 WIB)http://windynovita.wordpress.com/2010/01/03/artikel-ilmu-budaya-dasar/ (Sabtu, 08-01-2011, 10:21 WIB)http://www.wikimu.com/News/DisplayNewsRemaja.aspx?id=5142 (Sabtu,08-01-2011, 10:44 WIB)http://www.silaban.net/2006/11/26/budaya-lokal-vs-budaya-global-sanggupkah/ (Sabtu, 08-01-2011, 11:00 WIB) P