MAKALAH PEND TERINTEGRASI
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of MAKALAH PEND TERINTEGRASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat
yang di lakukan oleh Akbar (2000), ternyata kesuksesan seseorang
tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri
dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan,
kesuksesan hanya ditentukan sekitar dua puluh persen oleh hard skill
dan sisanya delapan puluh persen oleh soft skill. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik
sangat penting untuk ditingkatkan (Kemendiknas, 2010).
Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno menegaskan”
Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan
karakter (character building). Karena character building inilah yang akan
membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya
serta bermartabat. (Samani. M, 2012). Dari uraian diatas
menggambarkan bahwa betapa pentingnya pendidikan karakter sebagai
bentuk penanaman nilai-nilai pada putra-putri bangsa sebagai
pedoman untuk membangun bangsa yang bermoral dan bermartabat,
serta menciptakan integrasi sosial yang nantinya berimplikasi
terhadap masa depan bangsa Indonesia sendiri.
Sistem Pendidikan yang berlaku di Indonesia memilki tujuan
yang mulia yakni tercermin dalam UU No.20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa,
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab, diharapkan mampu
meningkatkan kualitas moral bangsa Indonesia. Namun pada
kenyataannya tujuan yang diharapkan dan diinginkan oleh Undang-
Undang tersebut belum sepenuhnya terwujud. Hal ini ditandai
dengan banyaknya manusia yang cerdas namun tidak disertai dengan
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tidak
berakhlak mulia, tidak jujur dan tidak bertanggungjawab, sehingga
dengan kepintarannya tersebut ia gunakan untuk hal-hal yang
kurang bermanfaat. Kondisi bangsa Indonesia saat ini cukup
memprihatinkan, sehingga membawa bangsa ini semakin terpuruk
dalam kemiskinan dan krisis moral yang berkepanjangan.
Penurunan kualitas moral generasi bangsa ini, disebabkan
oleh kurangnya perhatian dalam usaha etika dan moral dalam
pelaksanaan pendidikan di negeri ini. Tidak ada pembentukan
program pendidikan karakter sejak dini, sehingga karakter yang
terbentuk dari sebagian pelajar Indonesia bukanlah karakter yang
mencerminkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan fenomena di atas, diperlukan sebuah solusi dalam
dunia pendidikan untuk menerapkan pendidikan karakter guna
membentuk karakter positif para pelajar, sehingga menghasilkan
manusia yang cerdas, kreatif, serta bermoral dan bermartabat
dalam rangka membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan berkarakter?
2. Apakah hubungan antara pendidikan karakter dengan
pembentukan moral yang baik?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan berkarakter di Sekolah?
4. Apa saja hambatan penerapan pendidikan karakter di Sekolah?
5. Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter di Indonesia?
6. Bagaimana potensi pendidikan karakter diintegrasikan dalam
kurikulum pendidikan di Indonesia?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Menjelaskan definisi pendidikan karakter.
2. Menjelaskan hubungan antara pendidikan karakter dengan
pembentukan moral yang baik
3. Menjelaskan pelaksanaan pendidikan berkarakter di Sekolah.
4. Menjelaskan hambatan penerapan pendidikan karakter di
Sekolah.
5. Mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter di
Indonesia?
6. Mendeskripsikan potensi pendidikan karakter diintegrasikan
dalam kurikulum pendidikan diIndonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi dan Makna Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistim penanaman nilai-
nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan
sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan (Lubis, 2010). Megawangi (2007) menyatakan
bahwa pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui
proses knowing the good, loving the good, and acting the good.
Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif,
emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi
habit of the mind, heart, and hands. Pengembangan karakter bangsa
dapat dilakukan melalui perkembangan karakter individu seseorang.
Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan
budaya tertentu, maka perkembangan karakter individu seseorang
hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang
bersangkutan. Artinya, perkembangan budaya dan karakter dapat
dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan
peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat, dan
budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah
Pancasila, jadi pendidikan budaya dan karakter adalah
mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peseta didik
melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia
yang tak pernah ditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua hal
asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia.
Pertama, bisa dianggap sebagai sebuah proses yang terjadi secara
tidak disengaja atau berjalan secara alamiah. Pendidikan bukanlah
proses yang diorganisasi secara teratur, terencana, dan
mengunakan metode-metode yang dipelajari serta berdasarkan
aturan-aturan yang telah disepakati mekanisme penyelenggaraannya
oleh suatu komunitas masyarakat (Negara), melainkan lebih
merupakan bagian dari kehiupan yang memang telah berjalan sejak
manusia itu ada. Pengertian ini menunjuk bahwa pada dasarnya
manusia secara alamiah merupakan mahkluk yang belajar dari
peristiwa alam dan gejala-gejala kehidupan yang ada untuk
mengembangkan kehidupannya. Kedua, pendidikan dianggap sebagai
proses yang terjadi secara sengaja, disengaja, dan diorganisasi
berdasarkan aturan yang berlaku, terutama perundang-undangan yang
dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.
Pendidikan sebagai sebuah kegiatan dan proses aktivitas yang
disengaja ini merupakan gejala masyarakat ketika sudah mulai
disadari pentingnya upaya untuk membentuk, mengarahkan, dan
mengatur manusia sebagaimana dicita-citakan masyarakat terutama
cita-cita orang yang mendapatkan kekuasaan. Cara mengatur manusia
dalam pendidikan ini tentunya berkaitan dengan bagaimana
masyarakat akan diatur. Artinya, tujuan dan pengorganisasian
pendidikan mengikuti arah perkembangan sosio-ekonomi yang
berjalan. Jadi, ada aspek material yang menjelaskan bagaimana
arah pendidikan didesain berdasarkan siapa yang paling berkuasa
dalam masyarakat tersebut. Karakter merupakan perpaduan antara
moral, etika, dan akhlak. Moral lebih menitikberatkan pada
kualitas perbuatan, tindakan atau perilaku manusia atau apakah
perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, atau benar atau
salah. Sebaliknya, etika memberikan penilaian tentang baik dan
buruk, berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
tertentu, sedangkan akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada
hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam keyakinan di
mana ke duanya (baik dan buruk) itu ada. Karenanya, pendidikan
karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
bai-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan
itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
2. Hubungan Antara Pendidikan Karakter dengan Pembentukan Moral
yang Baik
Moral berasal dari bahasa latin mores, yang artinya adat
istiadat, kebiasaan atau cara hidup (Gunarsa, 1981; Martini,
1995). Moral merupakan suatu standar salah atau benar bagi
seseorang. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib hati nurani yang
membimbing tingkah laku batin dalam hidup. Moralitas merupakan
apa yang diketahui dan dipikirkan seseorang mengenai baik dan
buruk atau benar dan salah (Nashori, 1995). Banar atau salah
tidak muncul begitu saja, tetapi diperlukan proses berpikir dan
berbagai pertimbangan, ini disebut sebagai penalaran moral (moral
reasoning) (Woolfolk, 2009). Penalaran moral kemudian memberikan
pemahaman dan kesadaran terhadap nilai-nilai moral.
Pendidikan moral bukan semata-mata masalah pengetahuan,
tetapi harus diajarkan melalui perilaku dan kebiasaan (Habit).
Suasana sekolah dan aturan-aturan yang berlaku harus mampu
menjadi supporting system bagi penanaman nilai-nilai moral dan
membentuk perilaku yang baik. Melihat fakta yang ada di
Indonesia, semangat untuk membangun moralitas pelajar ini masih
sangat rendah. Institusi sekolah yang diharapkan menjadi
penanggung jawab pengganti utama generasi penerus, secara nyata
belum banyak mendidik penalaran moral. (Nashori, 1995). Hal ini
juga sangat dipengaruhi karena tolok ukur pendidikan kita adalah
prestasi akademik. Sistem pendidikan kita semakin hari justru
lebih mengedepankan prestasi daripada moralitas atau budi pekerti
(Riyono, 2009). Penelititian menunjukkan bahwa tanpa
spiritualitas, maka moralitas akan bersifat relatif dan
situasional (Hui dan Graen, 1997, Ditimaso dan Hooijberg, 1996;
dalam Riyono, 2009). Nilai-nilai budaya lokal yang syarat akan
moralitas sudah mulai ditinggalkan demi mengejar tuntutan global.
Adat timur yang dimiliki Indonesia seharusnya dapat menjadi bekal
dalam penanaman moralitas terhadap anak bangsa.
Menurut T. Ramli (dalam panduan pendidikan karakter, 2011)
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Dalam karakter manusia
terdapat tiga komponen. Yang pertama pengetahuan moral (moral
knowing). Dalam komponen pengetahuan moral tercakup penalaran
moral dan strategi kognitif yang digunakan untuk mengambil
keputusan secara sistematis. Melalui komponen ini individu dapat
membayangkan konskuensi yang akan terjadi di kemudian hari dari
keputusan yang di ambil dan siap bagaimana menghadapi konskuensi
tersebut. Kedua, perasaan moral (moral affect), yang mencakup
identitas moral, ketertarikan terhadap kebaikan, komitmen, hati
nurani, dan empati yang semuanya merupakan sisi afektif dari
moral pada diri individu, perasaan moral juga berfungsi sebagai
jembatan antara pengetahuan moral dan tindakan moral. Ketiga,
tindakan moral (moral action) yang memiliki tiga komponen yaitu
kehendak, kompetensi, dan kebiasaan.
Koehler dan Royer (dalam lestari, 2009) merinci ciri-ciri
karakter adalah sebagai berikut;
a) Memiliki kepedulian terhadap orang lain dan terbuka terhadap
pengalaman dari luar
b) Secara konsisten mampu mengelola emosi
c) Memiliki kesadaran terhadap tanggung jawab sosial dan
menerima tanpa pamrih
d) Melakukan tindakan yang benar meskipun tidak ada orang lain
yang melihat
e) Memiliki kekuatan dari dalam unuk mengupayakan keharmonisan
dengan lingkungan sekitar
f) Mengembangkan standar pribadi yang tepat dan berperilaku
yang konsisten dengan standar tersebut.
3. Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah
Menurut Sartono (2011), karakter yang dimaksud dalam
pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila antara lain Beriman dan Bertakwa, Jujur dan
Bersih, Santun dan Cerdas, Bertanggung jawab dan Kerja Keras,
Disiplin dan Kreatif, Peduli dan Suka menolong. Maka dengan
Pendidikan karakter diharapkan agar pendidikan karakter
terintegrasi dalam setiap mata pelajaran sehingga dengan adanya
pendidikan karakter diharapkan masa depan Indonesia lebih baik.
Strategi pelaksanaan pendidikan karakter dibuat mulai dari
pemerintah pusat sampai ke tataran keluarga. Ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan pendidikan karakter harus mendapatkan dukungan
dari semua pihak.
Marzuki (2012, hal. 42) dalam hasil penelitiannya menyatakan
bahwa pendidikan karakter di sekolah merupakan bagian dari
reformasi pendidikan, maka reformasi pendidikan karakter bisa
diibaratkan sebagai pohon yang memiliki empat bagian penting,
yaitu akar, batang, cabang, dan daun. Akar reformasi adalah
landasan filosofis (pijakan) pelaksanaan pendidikan karakter
harus jelas dan dipahami oleh masyarakat. Pengintegrasian
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di Sekolah penyelenggara
dan pelaku pendidikan. Batang reformasi berupa mandat dari
pemerintah selaku penanggung jawab penyelenggara pendidikan
nasional. Dalam hal ini standar dan tujuan dilaksanakannya
pendidikan karakter harus jelas, transparan, dan akuntabel.
Cabang reformasi berupa manajemen pengelolaan pendidikan
karakter, pemberdayaan guru, dan pengelola pendidikan harus
ditingkatkan. Sedang daun reformasi adalah adanya keterlibatan
orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pelaksanaan
pendidikan karakter yang didukung pula dengan budaya dan
kebiasaan hidup masyarakat yang kondusif yang sekaligus menjadi
teladan bagi peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sehari-
hari.
Keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan
pendidikan/sekolah dapat tercapai dengan keterlibatan semua warga
sekolah, keluarga, dan anggota masyarakat. Bahkan Wening (2012)
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa Pendidikan nilai merupakan
implementasi pendidikan karakter yang diperoleh dari lingkungan
keluarga, sekolah, teman sebaya, dan media massa. Keluarga
merupakan lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter yang
pertama yang harus terlebih dahulu diberdayakan, sedangkan
pendidikan karakter di sekolah ditekankan pada penanaman moral,
nilai-nilai estetika, budi pekerti yang luhur. Di samping itu
lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter
atau watak seseorang. Mengingat keberhasilan pendidikan karakter
sangat dipengaruhi oleh keluarga, sekolah, dan lingkungan
masyarakat, keberadaan contoh (role model) sangat berarti.
Misalnya orang tua, guru, dan para public figur harus menjadi
contoh langsung bagi anak atau peserta didik.
Peran guru sebagai role model di sekolah sangat berpengaruh
terhadap efektifitas penerapan pendidikan karakter. Pendidik yang
berkarakter kuat dan cerdas diperlukan dalam situasi dan kondisi
bangsa yang masih dilanda krisis multidimensi. Sehingga kehadiran
pendidik sebagai key actor in the learning process, yang
profesional serta memiliki karakter kuat dan cerdas, karena
melalui pendidik yang memiliki karakter kuat dan cerdas akan
tercipta sumber daya manusia yang merupakan pencerminan bangsa
yang berkarakter kuat dan cerdas, serta bermoral luhur.
Pelaksanaan pendidikan karakter tidak semudah mendesain
pendidikan karakter itu sendiri. Sebagai contoh, pendidikan
karakter di sekolah menanamkan nilai-nilai disiplin, jujur, dan
toleran sehingga pendidikan karakter menjadi salah satu solusi
kultural untuk mengurangi korupsi, namun di luar sekolah, stuktur
masyarakat menampilkan sosok pemimpin yang korup, tidak jujur,
terjadi ketidakadilan. Di sinilah letak tidak efektifnya
pendidikan budaya dan karakter yang ditanamkan kepada anak.
4. Kendala Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah
Belum membudayanya pendidikan karakter di Indonesia menjadi
tantangan tersendiri bagi upaya pengembangannya. Hal ini
menyebabkan baik pendidik maupun peserta didik belum terbiasa
dengan model pendidikan karakter. Dibutuhkan komitmen yang kuat
untuk bisa merancang dan melaksanakan program ini dengan
efektif. Selain itu, sumber-sumber informasi yang tersedia lebih
banyak mengacu model di negara lain yang budaya dan kebutuhannya
relatif berbeda dengan Indonesia.
Di indonesia, pembangunan karakter bangsa talah diupayakan
melalui pendidikan karakter baik di sekolah/madarasah maupun
diperguruan tinggi. Namun, penulis memandang belum optimal
implementasi pendidikan karakter, implementasinya hanya berkutat
pada ranah knowing saja belum pada ranah aplikasi secara
menyeluruh (suri tauladan dari pendidik). Sependapat dengan Siti
Hasanah ( jurnal Media Pendidikan Islam, Vol XVII: 2012)
menyatakan pendidikan karakter di Indonesia belum berjalan
sebagaimana mestinya, bahkan cenderung tidak menyentuh aspek-
aspek karakter dan keperibadian yang substansial sehingga
terancam terjebak pada bentuk pengajaran perilaku yang siafatnya
formal kognitif dan simbolis yang hanya mengulang persoalan yang
sama sejak zaman kolonial. Pendidikan yang baik itu haruslah “Ing
ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”
akan tetapi pendidikan sekarang jauh dari apa yang dikandung dari
pesan bapak pendidikan kita ini. yang terjadi sekarang justru
guru-guru yang seharusnya menjadi contoh dalam pendidikan,
mereka malah memberikan contoh sebaliknya. Pejabat-pejabat publik
yang seharusnya menjadi panutan, mereka malah berbuat seolah tak
mengenal Tuhan. Inilah yang membuat implementasi pendidikan
karakter dewasa ini belum memberikan dampak yang signifikan.
Pendidikan karakter merupakan program baru yang
diprioritaskan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai
program baru masih menghadapi banyak kendala. Kendala-kendala
tersebut adalah:
1) Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah belum
terjabarkan dalam indikator yang representatif. Indikator
yang tidak representatif dan baik tersebut menyebabkan
kesulitan dalam mengungukur ketercapaiannya.
2) Sekolah belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai
dengan visinya. Jumlah nilai-nilai karakter demikian banyak,
baik yang diberikan oleh Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, maupun dari sumber-sumber lain. Umumnya sekolah
menghadapi kesulitan memilih nilai karakter mana yang sesuai
dengan visi sekolahnya. Hal itu berdampak pada gerakan
membangun karakter di sekolah menjadi kurang terarah dan
fokus, sehingga tidak jelas pula monitoring dn penilaiannya.
3) Pemahaman guru tentang konsep pendidikan karakter yang masih
belum menyeluruh. Jumlah guru di Indonesia yang lebih 2 juta
merupakan sasaran program yang sangat besar. Program
pendidikan karakter belum dapat disosialisaikan pada semua
guru dengan baik sehingga mereka belum memahaminya.
4) Guru belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai
dengan mata pelajaran yang diampunya. Selain nilai-nilai
karakter umum, dalam mata pelajaran juga terdapat nilai-
nilai karakter yang perlu dikembangkan guru pegampu. Nilai-
nilai karakter mata pelajaran tersebut belum dapat digali
dengan baik untuk dikembangkan dalam proses pembelajaran.
5) Guru belum memiliki kompetensi yang memadai untuk
mengintegrasikan nilai-niai karakter pada mata pelajaran
yang diampunya. Program sudah dijalankan, sementara
pelatihan masih sangat terbatas diikuti guru menyebabkan
keterbatasan mereka dalam mengintegrasikan nilai karakter
pada mata pelajaran yang diampunya.
6) Guru belum dapat menjadi teladan atas nilai-nilai karakter
yang dipilihnya. Permasalahan yang paling berat adalah peran
guru untuk menjadi teladan dalam mewujudkan nilai-nilai
karakter secara khusus sesuai dengan nilai karakter mata
pelajaran dan nilai-nilai karakter umum di sekolah.
5. Implementasi Pendidikan Karakter di Indonesia
Sebelum pada implementasi di Indonesia, sebaiknya kita
mengetahui hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa. Hal ini yang selanjutnya menghasilkan sebuah
Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa yang dinyatakan sebgai berikut:
1) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian
integral yang tidak terpisahkan dari pendidikan nasional
secara utuh.
2) Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan
secara komperhensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena
itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu
diwadahi secara utuh.
3) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan
orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya
dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
4) Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter
bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat
kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kemudian bagaimana implementasi pendidikan karakter di
Indonesia. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan
karakter harus meliputi dan berlangsung pada:
1). Pendidikan Formal
Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung
pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAK dan
Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler
dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan
pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pendidikan formal ialah
peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan.
2). Pendidikan Nonformal
Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter
berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan,
pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain
melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-
kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.
3). Pendidikan Informal
Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung
dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa
di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi tanggung
jawabnya. .
6. Pengintegrasian Pendidikan Karakter ke dalam Kurikulum
Pendidikan
Di Indonesia ada sebuah lembaga yang bernama Indonesia
Heritage Foundation (IHF) yang telah mengembangkan sebuah model
Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, yang memfokuskan pada
pembentukan seluruh aspek dimensi manusia, sehingga dapat menjadi
manusia yang berkarakter. Kurikulum Holistik Berbasis Karakter
ini disusun berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan
diterapkan dengan menggunakan pendekatan Student Active Learning,
Integrated Learning, Developmentally Appropriate Practices,
Contextual Learning, Collaborative Learning, dan Multiple
Intelligences yang semuanya dapat menciptakan suasana belajar
yang efektif dan menyenangkan, serta dapat mengembangkan seluruh
aspek dimensi manusia secara holistik.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran
pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu
dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter
tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik
sehari-hari di masyarakat. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama
ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang
potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik
peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan
berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab
sosial, serta potensidanprestasipesertadidik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan
manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud
adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan,
dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah
secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-
nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran,
penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait
lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu
media yang efektif dalam pendidikankarakterdisekolah.
Pengintegrasian Pendidikan karakter ke dalam kurikulum
pendidikan, tidak hanya cukup dengan diajarkan melalui mata
pelajaran di dalam kelas. Lebih dari itu, sekolah dapat menyusun
indikator pencapaian yang akan diwujudkan dengan menerapkan
pendidikan karakter melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan. Pusat
Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2011) dalam kaitan
pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam kaitan
pengembangan diri, menyarankan empat hal yang meliputi:
a) Kegiatan Rutin
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta didik
secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya,
upacara bendera setiap hari senin dan lainnya yang bersifat
kontinyu.
b) Kegiatan Spontan
Merupakan kegiatan yang bersifat spontan, saat itu juga,
pada waktu terjadi keadaan tertentu. Misalnya, mengumpulkan
sumbangan bagi korban bencana alam dan lain-lain.
c) Keteladanan
Timbulnya sikap dan perilaku peserta didik karena meniru
perilaku atau sikap orang lain seperti dalam lingkungan
sekolah adalah guru dan tenaga kependidikan serta seluruh
warga dewasa sekolah yang lainnya yang berada pada
sekitanya. Sehingga sudah menjadi keharusan bagi guru,
tenaga kependidikan, dan orang dewasa memberi telada sikap
dan perilaku yang baik.
d) Pengondisian
Merupakan usaha menciptakan kondisi yang kondusif untuk
terlaksananya proses pendidikan karakter. Misalnya, kondisi
meja guru dan kepala sekolah yang ditata rapi, dan kondisi
toilet bersih dan tidak bau.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan karakter adalah suatu sistim penanaman nilai-
nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata
tertib hati nurani yang membimbing tingkah laku batin dalam
hidup. Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Pendidikan karakter di
sekolah merupakan bagian dari reformasi pendidikan, maka
reformasi pendidikan karakter bisa diibaratkan sebagai pohon yang
memiliki empat bagian penting, yaitu akar, batang, cabang, dan
daun. Keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan
pendidikan/sekolah dapat tercapai dengan keterlibatan semua warga
sekolah, keluarga, dan anggota masyarakat. Kendala-kendala
dalampenerapan pendidikan karakter di Sekolah adalah:
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah belum
terjabarkan dalam indikator yang representatif.
Sekolah belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai
dengan visinya.
Guru belum memiliki kompetensi yang memadai untuk
mengintegrasikan nilai-niai karakter pada mata pelajaran
yang diampunya.
Guru belum dapat menjadi teladan atas nilai-nilai karakter
yang dipilihnya
Implementasi pendidikan karakter di Indonesia berlangsung pada:
Pendidikan Formal
Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada
lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAK dan
Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler
dan atau ekstra-kurikuler, penciptaan budaya satuan
pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pendidikan formal ialah
peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan.
Pendidikan Nonformal
Dalam pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung
pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan
keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui
pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan atau ekstra-
kurikuler, penciptaan budaya lembaga, dan pembiasaan.
Pendidikan Informal
Dalam pendidikan informal pendidikan karakter berlangsung
dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua dan orang
dewasa di dalam keluarga terhadap anak-anak yang menjadi
tanggung jawabnya. .
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran
pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu
dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki. (2012). Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran diSekolah.Jurnal pendidikan Karakter , 34.
Ihsan. Fuad, 2008, Dasar Dasar Kependidikan, Jakarta: RINEKA CIPTA.
Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun Ke-7
Depdiknas, 2003, Undang-undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, www.depdiknas.go.id
Pendidikan, M. (2012, Desember 3). Pendidik yang Berkarakter Kuat danCerdas. Dipetik November 15, 2012, dari http://www.blog.tp.ac.id.
http://berbagireferensi.blogspot.com/2011/10/pengembangan-pendidikan-dan budaya-dan.html
http://hangeo.wordpress.com/2012/03/15/kendala-kendala-
implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/