MAKALAH IMUN 1 1

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sipilis merupakan penyakit menular berbahaya. Penyebabnya kuman Treponema Palledum. Penyebaran paling banyak melalui hubungan seksual. Perkembangan penyakit di dalam tubuh melalui beberapa tahapan: Sipilis Primer (berlangsung antara 4-6 minggu) Sipilis Sekunder Sipilis Laten, biasanya tanpa gejala. Penderita biasanya merasakan bahwa tubuhnya sudah sehat/sembuh. Padahal kuman masih ada dalam darah Sipilis Stadium Lanjut (setelah bertahun-tahun) Sifilis yang mempunyai nama lain Great pox, lues venereum, dan morbus gallicus merupakan suatu penyakit kronik dan bersifat sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dapat ditularkan melalui kontak seksual dan dari ibu ke janin. Penyakit ini juga mempunyai stadium remisi dan eksaserbasi. Di Indonesia insidensinya 0,61% dengan penderita terbanyak adalah stadium laten, disusul stadium 1 yang jarang, dan yang langka adalah sifilis stadium II. Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan akuisita (dapatan). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum 2 tahun), lanjut (setelah 2 1

Transcript of MAKALAH IMUN 1 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sipilis merupakan penyakit menular berbahaya. Penyebabnya

kuman Treponema Palledum. Penyebaran paling banyak melalui

hubungan seksual. Perkembangan penyakit di dalam tubuh melalui

beberapa tahapan:

            Sipilis Primer (berlangsung antara 4-6 minggu)

            Sipilis Sekunder

            Sipilis Laten, biasanya tanpa gejala. Penderita

biasanya merasakan bahwa tubuhnya sudah sehat/sembuh.

Padahal kuman masih ada dalam darah

            Sipilis Stadium Lanjut (setelah bertahun-tahun)

Sifilis yang mempunyai nama lain Great pox, lues venereum,

dan morbus gallicus merupakan suatu penyakit kronik dan

bersifat sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Pada

perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat

menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dapat

ditularkan melalui kontak seksual dan dari ibu ke janin.

Penyakit ini juga mempunyai stadium remisi dan eksaserbasi. Di

Indonesia insidensinya 0,61% dengan penderita terbanyak adalah

stadium laten, disusul stadium 1 yang jarang, dan yang langka

adalah sifilis stadium II. Sifilis dibagi menjadi sifilis

kongenital dan akuisita (dapatan). Sifilis kongenital dibagi

menjadi sifilis dini (sebelum 2 tahun), lanjut (setelah 2

1

tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut 2

cara, yaitu secara klinis dan epidemiologik.

Menurut klinis sifilis dibagi menjadi 3 stadium: Stadium I,

stadium II, dan stadium III. Secara epidemiologik menurut WHO

dibagi menjadi: Stadium dini menular (dalam dua tahun sejak

infeksi), terdiri atas stadium I (9-90 hari), stadium II (6

minggu-6 bulan atau 4-6 bulan setelah muncul lesi primer, dan

stadium laten dini (dalam 2 tahun infeksi). Stadium lanjut tak

menular (setelah dua tahun sejak infeksi), terdiri atas

stadium laten lanjut (lebih dari 2 tahun), dan stadium III (3-

20 tahun).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu penyakit Sifilis ?

2. Bagaimana penyebaran penyakit Sifilis itu ?

3. Apa saja tanda-tanda dan gejala dari penyakit

Sifilis ?

4. Apa saja klasifikasi penyakit Sifilis ?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit Sifilis

?

6. Apa perbedaan VDRL dan TPHA ?

1.3. Manfaat

a. Dapat mengetahui apa penyakit Sifilis itu

2

b. Dapat mengetahui bagaimana cara penyebaran

penyakit Sifilis

c. Dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala

penyakit Sifilis

d. Dapat mengetahui klasifikasi penyakit Sifilis

e. Dapat mengetahui jenis pemeriksaan penunjang yang

digunakan

f. Dapat mengetahui perbedaan VDRL dan TPHA

BAB II

PEMBAHASAN

3

2.1ETIOLOGI SIFILIS

Definisi

Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular

seksual (PMS). Lesi sifilis bias

terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan

lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan

seksual.

Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual

dengan wanita lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang

ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini bisa

menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan

sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema

pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh

organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan

melalui plasenta.

Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada

lamanya infeksi tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika

segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya

dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera

diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan

bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis

kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4

kehamilan.

Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta

memberi perlindungan terhadap janin sehingga bayi dapat

dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi

sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan

4

dengan segera, sehingga kemungkinan infeksi pada janin dapat

dicegah.

2.2 PENYEBARAN

PENYAKIT                                                     

    

2.2.1 Etiologi

 Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum.

Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta.

Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang

sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema

pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema

pallidum endemicum.

           Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta

yang bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak

seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di

antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan

sifilis. ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental

selama masa-masa akhir kehamilan.

Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema

pallidum pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk

bergerak di dalam medium kental seperti lender (mucus). Dengan

demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem

peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan

membran mucosa.

2.2.2      Patofisiologi        

5

Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat

sistemik. Hampir semua alat tubuh dapat diserang, termasuk

sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang

menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin

sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan

kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi

dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika.

Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase

selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat

kelamin.

2.2.3 Tanda dan gejala

           Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13

minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa

menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan

jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh

Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:

1. Fase Primer.         

Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada

tempat yang terinfeksi; yang tersering adalah pada penis,

vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus,

rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari

tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita hanya

memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa

6

ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil

yang dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka

terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak

mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan

cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening

terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.

Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga

seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu

3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara

keseluruhan.

2. Fase Sekunder.

        

 Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit,

yang muncul dalam waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam

ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa

bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang.

Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam

yang baru.

Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50%

penderita memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh

tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan

mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi

pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.

Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan

sendi yang disertai nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan

7

bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa

menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita

mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik

akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.

           Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta

di daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk daerah yang

menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius

(menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink

kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola

tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti

digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan

(malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan

anemia.

3. Fase Laten.     

 Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit

akan memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama

sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau

berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita.

Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali muncul .

4. Fase Tersier.

Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya.

Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini

terbagi menjadi 3 kelompok utama :

8

1) Sifilis tersier jinak

          Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang

disebut gumma muncul di berbagai organ; tumbuhnya perlahan,

menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut.

Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh,

tetapi yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut,

batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga

bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang

biasanya semakin memburuk di malam hari.

2) Sifilis kardiovaskuler.

           Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal.

Bisa terjadi aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal

ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.

3) Neurosifilis.

         Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5%

penderita yang tidak diobati.

3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis

meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis

tabetik.

9

a. Neurosifilis meningovaskuler.

         Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang

terjadi tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak

saja atau otak dengan medulla spinalis:

- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala,

pusing, konsentrasi yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga,

sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental,

kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil,

gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak pada

separuh badan.

- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa

kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan

dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang

otot (paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan

kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla spinalis

yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih

serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam

keadaan kendur (paralisa flasid).

b. Neurosifilis paretik.

          Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila.

Berawal secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia

40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia.

Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan

separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung,

10

kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit

kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam

kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana

hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan

kebesaran dan penurunan persepsi.

c. Neurosifilis tabetik.

          Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu

penyakit medulla spinalis yang progresif, yang timbul secara

bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat

hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur.

Penderita berjalan dengan goyah, terutama dalam keadaan gelap

dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang

sambil mengentakkan kakinya.

Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh

sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering

mengalami infeksi saluran kemih.

Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh

penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak

terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan

wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di

berbagai bagian tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa

menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum,

kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita

berkurang, sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya.

Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai

11

ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka

sendi penderita bisa mengalami cedera.

2.2.4 Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)

a. Kelainan kongenital dini

• Makulopapular pada kulit

• Retinitis

• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa

• Hepatosplenomegali

• Ikterus

• Limfadenopati

• Osteokondrosis

• Kordioretinitis

• Kelainan pada iris mata

b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)

• Gigi hutchinnson

• Gambaran mulberry pada gigi molar

• Keratitis intertinal

• Retaldasi mental

• Hidrosefalus

2.2.5 Klasifikasi

          Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu

primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan

memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ

tubuh yang berbeda-beda pula.

12

a. Stadium Dini atau I (Primer)

          Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat

masuknya Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu.

Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang

erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih,

merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada

pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari,

erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus,

sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini

dikenal sebagai ulkus durum.

Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke

kelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut

membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal

dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini

disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi

umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir,

lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan,

lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau

lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi

b.  Stadium II (Sekunder)

         Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul,

sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II

umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa

transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium

13

II.

Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal.

Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia,

nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-

kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit

yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan

kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II

seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin

Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali

kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat

mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh

tubuh.

C.  Sifilis Stadium III

          Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7

tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel,

ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma

dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang

rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan

pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru,

testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit,

kemerahan dan nyeri.

D. Sifilis Tersier

14

          Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis

kardiovaskuler dan neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya

timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10%

penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang

kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis

terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis

ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum.

Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3

kali (selama 3 hari berturut-turut).

Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif

pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS

(tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non

treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan

ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen

Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam

3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan

untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik,

sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya

Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI.

Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik

akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih

bermakna dalam membantu diagnosis.

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus

dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa:

15

1.    a  pemeriksaan lapangan gelap (dark field).

Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl

fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi

dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa

dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi.T

pall berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Harus

hati-hati membedakannya denganTreponema lain yang ada di

daerah genitalia. Karena di dalam mulut banyak

dijumpaiTreponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga

mulut tidak dapat digunakan.

b.      Mikroskop fluoresensi

Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi

dengan aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel

fluorescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi.

Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi

hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan

pemeriksaan lapangan gelap.

2.      Penentuan antibodi di dalam serum.

Pada waktu terjadi infeksiTreponema, baik yang menyebabkan

sifilis, frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai

variasi antibodi. Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang

mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan

reaksi dengan IgM dan juga IgG, ialah :

16

a.       Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.

b.      Tes Wasserman 

c.       Tes Kahn  

d.      Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)

2.4 PERBEDAAN VDRL DAN TPHA

Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) / Serum atau

Cerebrospinal Fluid (RPR) merupakan satu-satunya pemeriksaan

laboratorium untuk neunurosipilis yang disetujui oleh Centers

for Disease Control. Pemeriksaan VDRL serum bisa memberikan

hasil negatif palsu pada tahap late sipilis dan kurang

sensitif dari RPR. Penyakit Pemeriksaan VDRL merupakan

pemeriksaan penyaring atau Skrining Test, dimana apabila VDRL

positif maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA

(Trophonema  Phalidum Heamaglutinasi). Hasil uji serologi

tergantung pada stadium penyakit misalnya pada infeksi primer

hasil pemeriksaan serologi biasanya menunnjukkan hasil non

reaktif. Troponema palidum dapan ditemukan pada chancre. Hasil

serologi akan menunjukan positif 1-4 minggu setelah timbulnya

chancre. Dan pada infeksi sekunder hasil serelogi akan selalu

pisitif dengan titer yang terus meningkat. Pasien yang

terinfeksi bakteri treponema akan membentuk antibody yang

terjadi sebagai reaksi bahan-bahan yang dilepaskan karena

kerusakan sel-sel. Andibody tersebut disebut regain.

17

BAB III

METODELOGI

3.1 Pemeriksaan VDRL

A. Tujuan pemeiksaan

18

Untuk mendeteksi adanya antibody nontreponema atau

Reagin.

B. Meode pemeriksaan

Slide

C. Prinsip pemeriksaan

Adanya antibody pada serum pasien akan bereaksi dengan

antigen yang menempel pada eritrosit ayam kalkun atau domba

membentuk flokulasi ( gumpalan) atau aglutinasi

D. Spesimen pemriksaan

Serum atau cairan otak

E. Alat dan bahan pemeriksaan

1.       Slide pemeriksaan berlatar belakan putih

2.       Mikroskop

3.       Mikropipet

4.       Tip kuning

5.       Rotator

6.       Timer

7.       Batang pengaduk

E. Cara kerja

1.       Kualitatif

a.       Siapkan alat dan bahan yad dibutuhkan

b.      Ke dalam lingkaran slide dipipet 50 ul serum

c.      Tambahkan 50 ul atau 1 tetes antigen (reagen VDRL )

19

d.      Homogenkan dengan batang pengaduk

e.      Putar pada rotator kecepatan 100 rpm selama 4-8

menit

f.        Amati ada tidaknya flokulasi

2.       Kuantitatif

a.       Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

b.  Lakukan pengenceran berseri pada slide dengan cara 50 ul

serum + 50 ul saline dihomogenkan kemudian hari campuran

tersebut dipipet 50 ul dan diletakkan pada lingkaran ke dua

pada slide yang sama kemudian tambahkan 50 ul salin dan

homogenkan kembali lalu lakukan hal yang sam seperti pada

lingkaran pertama sampai lingkaran terakhir dima pada

pengenceran terakhir hasil pengenceran dibuang sebanyak 50

ul. Maka hasil pengenceran adalah 1/2 , 1/4 , 1/8, 1/16,

1/32, 1/64, 1/128.

c.       Kepada masing-masing pengenceran tambahkan 1 tetes

( 50 ul ) antigen VDRL ( reagen)

d.      Kemudian dihomogenkan dan diputar dengan rotator

kecepatan 100 rpm selam 5-8 menit

e.      Amati ada tidaknya  flokulasi  setiap pengenceran

dan tentukan titer pemeriksaannya ( yaitu pengenceran

trerakhir yang masih menunjukkan flokulasi )

F. Interpretasi hasil

1.       Kualitatif

20

Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif,

reaktif lemah atau reaktif

a.       REAKTIF               :  Bila tampak gumpalan

sedang atau besar

b.      REAKTIF LEMAH:   Bila tampak gumpalan kecil-kecil

c.       NON REAKTIF     :  Bila tidak tampak

flokulasi/gumpalan

2.       Kuantitatif

Tentukan titernya ( amati pngenceran trakhir yang masih

menunjukkan flokulasi  )

misalnya  1/64                                      

                                                

                 `

G.        Hal-hal yang perlu diperhatikan

1.  Apabila specimen yang diterima adalah cairan otak maka

specimen tersebut harus disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm

salam 5-10 menit

2.     Apabila serumnya lipemik baiknya disentrifuge pada

kecepatan tinggi yaitu 10000 rpm selama 10 menit

3.      Serum yang lipemik dan lisis tidak boleh diperiksa

21

Treponema Pallidum Hemagglutination (TPHA) merupakan suatu

pemeriksaan serologi untuk sipilis dan kurang sensitif bila

digunakan sebagai skrining (tahap awal/primer) sipiliS.

Untuk skirining penyakit sipilis biasanya menggunakan

pemeriksaan VDRL atau RPR apabila hasil reaktif kemudian

dilanjutkan dengan pemeriksaan TPHA sebagai konfirmasi.

3.2 Pemeriksaan TPHA

A.     METODE

Hemaaglutinasi tidak langsung (indirek

hemaaglutinasi) untuk mendeteksi antibodi spesifik

terhadap T.pallidum.

B.     PRINSIP

Adanya antibody Treponema Palidum akan breaksi dengan

antigen treponema yang menempel pada eritrosit ayam

kalkun/ domba sehingga terbentuk aglutinasi dari

eritrosit-eritrosit tersebut.

C.     SPESIMEN

Serum atau cairan otak

D.      ALAT DAN BAHAN

1.      Mikroplate tipe U

2.      Mikropipet 25 ul dan 100 ul

3.      Automati vibrator

4.      Reagen kit TPHA

22

E.      LANGKAH KERJA

1.      Prosedur Kualitatif

a.       Teteskan masing-masing 1 tetes  (25 ul) serum

diluent ke lubang 1, 3, 4 dan 5 dan untuk  lubang ke-2

tambahkan r tetes ( 100 ul).

b.      Teteskan  25 serum pada lobang 1 dan lakukan

pengenceran sampai lubang ke-5 dengan cara ambil 25 ul

dari lobang pertama dan taruh ke lubang kedua.

Dihomogenkan lalu ambil masing-masing 25 ul  dan di taroh

di lobang ke tiga dank e empat.  Dari lobang ke empat

diambil 25 ul dan di taruh ke dalam lobang ke lima. Paka

akan didapat pengenceran 1/2, 1/10, 1/20, 1/20 dan 1/40.

c.       Tambahkan 75 ul sel control  ke lobang tiga dan 73

un sel tes ke lobang 4 dan 5 , maka pengenceran

terakhir  1/2 , 1/10,1/80, 1/80,1/160

d.      Homogenkan pada mixer dan inkubasi pada suhu kamar

selama 45-60 menit

e.       Amati aglutinasi pada masing-masing lobang.

2.      Prosedur Kuantitatif

Prosedurnya sama dengan prosedur kualitatif,  hanya pada

prosedur kuantitatif pada pengenceran sampel di lobang ke

lima dilanjutkan lagi sampai lubang ke Sembilan, sehingga

pengenceran akhir yang didapa setelah masing-masing

ditambah 75 ul sel tes menjadi 1/160, 1/1320, 1/640,

1/1280, 1/2560. Hasil dibaca sampai pengenceran tertinggi

yang masih aglutinasi.

23

                                                             

                      

F.     INTERPRETASI

HASIL                                                      

   

a.       Lobang 1 dan 2 merupakan hasil tes yang

menunjukkan positif

b.      Lobang 3 merupakan control cell (sel yang tidak

dilapisi denganantigen treponema

c.       Lobang 4 merupakan tes sel ( sel yang dilapisi

dengan antigen treponema)

G.     HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI PEMERIKSAAN

a.       Jangan menggunakan serum yang hemolysis karena

dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan

b.      Jika menggunakan cairan otak, harus disentrifuge

dulu

c.       Uji TPHA menunjukkan hasi rektif setelah 1-4

minggu setelah terbentuknya chancre.

24

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Sipilis merupakan penyakit menular berbahaya.

Penyebabnya kuman Treponema Palledum.

Penyebaran paling banyak melalui hubungan seksual.

Perkembangan penyakit di dalam tubuh melalui beberapa

tahapan.

Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum.

Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri

spirochaeta.Bakteri ini berbentuk spiral.

Terdapat empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu

Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum

pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema

pallidum endemicum.

25

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu

setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa

menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan

kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian.

Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4

tahapan.

Pemeriksaan penunjang :

a. pemeriksaan lapangan gelap (dark field).

b. Penentuan antibodi di dalam serum.

DAFTAR PUSTAKA

artiasofftiyani.blogspot.com/2013/10/makalah-sifilis.html

http://armantonnynasution.blogspot.com/2013/02/cara-diagnosa-

sifilis-metode-vdrl.html

http://maiabekti.blogspot.com/2011/11/makalah-sifilis.html

https://nillaaprianinaim.wordpress.com/2011/09/28/uji-tpha-

uji-treponemal/

26

27