Makalah empirisme hamdi

21
PAHAM EMPIRISME A. PENDAHULUAN Sumber pengetahuan dalam diri manusia itu banyak sekali. Salah satu paham yang memaparkan tentang sumber pengetahuan adalah paham empirisme. Empirisme merupakan paham yang mencoba memaparkan dan menjelaskan bahwa sumber pengetahuan manusia itu adalah pengalaman. Ilmu-ilmu empiris ini memperoleh bahan-bahan untuk sesuatu yang dinyatakan sebagai hasil atau fakta dari sesuatu yang dapat diamati dengan berbagai cara. Bahan-bahan ini terlebih dahulu harus disaring, diselidiki, dikumpulkan, diawasi, diverifikasi, diidentifikasi, didaftar, dan diklasifikasikan secara ilmiah. Paham empirisme telah banyak didiskusikan oleh orang-orang di bangku perkuiahan. Banyak yang menyatakan bahwa suatu penelitian itu harus didasarkan atas data empiris, namun menurut penulis dengan data empiris saja penelitian tidak cukup dan harus juga berdasarkan rasionalisme logis. Tuhan telah menciptakan akal bagi manusia sehingga membedakannya dengan makhluk-makhluk yang lain. Akal harus difungsikan dalam suatu penelitian agar pembaca memiliki gambaran yang kuat untuk menerima 1

Transcript of Makalah empirisme hamdi

PAHAM EMPIRISME

A. PENDAHULUAN

Sumber pengetahuan dalam diri manusia itu banyak

sekali. Salah satu paham yang memaparkan tentang

sumber pengetahuan adalah paham empirisme. Empirisme

merupakan paham yang mencoba memaparkan dan

menjelaskan bahwa sumber pengetahuan manusia itu

adalah pengalaman.

Ilmu-ilmu empiris ini memperoleh bahan-bahan

untuk sesuatu yang dinyatakan sebagai hasil atau

fakta dari sesuatu yang dapat diamati dengan

berbagai cara. Bahan-bahan ini terlebih dahulu harus

disaring, diselidiki, dikumpulkan, diawasi,

diverifikasi, diidentifikasi, didaftar, dan

diklasifikasikan secara ilmiah.

Paham empirisme telah banyak didiskusikan oleh

orang-orang di bangku perkuiahan. Banyak yang

menyatakan bahwa suatu penelitian itu harus

didasarkan atas data empiris, namun menurut penulis

dengan data empiris saja penelitian tidak cukup dan

harus juga berdasarkan rasionalisme logis. Tuhan

telah menciptakan akal bagi manusia sehingga

membedakannya dengan makhluk-makhluk yang lain. Akal

harus difungsikan dalam suatu penelitian agar

pembaca memiliki gambaran yang kuat untuk menerima

1

hasil kajian ilmiah dari peneliti yang akan

dijadikan sebagai pengetahuan.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis ingin

menyampaikan bahwa data empiris mempunyai banyak

kekurangan untuk mengkaji berbagai informasi dan

pengetahuan tanpa disandingkan dengan paham-paham

yang lainnya. Dan pada kesempatan ini penulis akan

memadukan paham empirisme dengan beberapa paham

untuk mendapatkan data yang valid dan akuntabel

sebagai ilmu pengetahuan.

Adapun tokoh-tokoh pakar filsafat yang

mengembangkan paham empirisme diantaranya Francis

Bacon, Thomas Hobbes, John Locke, George Berkeley,

dan David Hume.

Paham empirisme banyak juga menuai sanggahan

dari orang-orang rasionalis karena mengesampingkan

akal dalam penelitian. Sehingga dapat dikatakan

bahwa paham rasionalisme ini merupakan lawan dari

paham empirisme.

2

B. PENGERTIAN EMPIRISME

Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani

empiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.

3

Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan

rasionalisme.1

Kata empirisme menurut Amsal Bakhtiar berasal

dari kata Yunani empereikos yang berarti pengalaman.

Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan

dari pengalaman inderawi. Hal ini dapat dilihat bila

memperhatikan pertanyaan seperti: “Bagaimana orang

mengetahui es itu dingin?” Seorang empiris akan

mengatakan, “Karena saya merasakan hal itu dan

karena seorang ilmuan telah merasakan seperti itu”.

Dalam pernyataan tersebut ada tiga unsur yang perlu,

yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui

(objek), dan cara dia mengetahui bahwa es itu

dingin. Bagaimana dia mengetahui es itu dingin?

Dengan menyentuh langsung lewat alat peraba.dengan

kata lain, seorang empiris akan mengatakan bahwa

pengetahuan itu diperoleh lewat pengalaman-

pengalaman inderawi yang sesuai.2

Dalam Juhaya juga menyatakan hal yang sama

dengan Amsal Bakhtiar bahwa pengetahuan itu

diperoleh dari pengalaman-pengalaman inderawi yang

sesuai dan pengalaman dapat dijadikan sebagai sumber

pengetahuan bukan rasio.

1 Fuad Ihsan. Filsafat Ilmu. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010) hal 1632 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 98

4

Oleh sebab itu, empirisme dinisabatkan kepada

faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama

pengetahuan yang dimaksudkan dengannya ialah baik

pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun

pengalaman batiniyah yang menyangkut pribadi

manusia.3

Sedangkan menurut Sutarjo menyatakan bahwa

empirisme merupakan aliran yang mengakui bahwa

pengetahuan itu pada hakikatnya didasarkan atas

pengalaman atau empiri melalui alat indra (empiri).

Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata

didasarkan akal, karena dapat dipandang sebagai

spekulasi belaka dan tidak berdasarkan realitas

sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan.

Pengetahuan sejati harus didasarkan pada kenyataan

sejati, yaitu realitas.4

Berbeda dengan Rasionalisme yang mengatakan bahwa

akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan.

Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur

dengan akal pula. Dicari dengan akal artinya dicari

dengan berfikir logis. Diukur dengan akal artinya

diuji apakah temuan itu logis atau tidak.bila logis

berarti benar, bila tidak logis berarti salah. Jadi

3 Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Kencana, 2005). hal.1054 Sutardjo, Pengantar Filsafat Edisi Revisi,(Bandung: Refika Aditama,2009), hal. 117

5

sumber pengetahuan bagi paham Rasionalisme adalah

akal yang logis.5

Dari beberapa uraian di atas tentang empirisme

dan rasionalisme penulis mengatakan bahwa keduanya

memiliki kekurangan. Empiris (pengalaman) belumlah

menjadi sebuah pengetahuan, karena masih merupakan

bahan yang belum berbentuk. Pengalaman itu menjadi

sebuah pengetahuan setelah diolah, dibentuk oleh

akal kita. Pandangan ini juga selaras dengan

pandangan Kant yang menyebut dirinya sebagai aliran

Kritisme.6 Begitupula dengan akal (rasio) belum juga

dapat menjadi sebuah pengetahuan, karena manusia

memiliki akal yang terbatas. Sehingga terkadang

orang menafsirkan sesuatu dengan akalnya sama-sama

logis padahal sesuatu itu tidak sama, seperti ayam

dan telur. Tanpa melibatkan konsep penciptaan tidak

dapat ditemukan mana dari keduanya yang pertama kali

ada. Adanya telur karena ayam, adanya ayam juga

karena telur. Karena tidak pernah ditemukan ayam

melahirkan seorang anak ayam sebelum telur. Oleh

karena itu pengetahuan perlu ditinjau dari

kemungkinan sumber lain.

Adapun kekurangan empirisme menurut positivisme

bahwa empirisme belum terukur. Empirisme hanya

sampai pada konsep-konsep umum, seperti kelereng ini5 Ahmad tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosdakarya, 2006), hal. 306 Op. Cit. Sutardjo, hal. 117

6

kecil, bulan lebih besar, bumi lebih besar lagi,

matahari sangat besar, demikianlah seterusnya.

Konsep ini belum operasional, karena belum terukur.

Jadi, masih perlu alat-alat lain seperti paham

positivisme.

Paham positivisme mengajarkan bahwa kebenaran itu

ialah yang logis, ada bukti empirisnya, dan

terukur.”Terukur” inilah yang menjadi sumbangan

penting positivisme. Positivisme akan mengatakan bahwa

air kopi ini panasnya 80 derajat celcius, air

mendidih ini 100 derajat celcius, ini panjangnya

satu meter, dan lainnya.

Oleh karena itu, filsafat empirisme tentang

teori makna amat berdekatan dengan aliran positivisme

logis. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu

harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Kalau

kaum rasionalis berpendapat bahwa manusia sejak

lahir di karuniai idea oleh Tuhan yang dinamakan

“idea innatae” ( idea terang benderang atau idea

bawaan) , maka pendapat impiris berlawanan mereka

mengatakan bahwa waktu lahir jiwa manusia adalah

putih bersih ( tabula rasa), tidak ada bekal dari

siapapun yang merupakan “idea innatae”.

Meskipun demikian positivisme telah memberi

sumbangan terhadap paham empirisme yang dapat

mengajukan logikanya, menunjukkan bukti empirisnya

7

yang terukur, namun keduanya masih pula memiliki

kekurangan. Kekurangannya menimbulkan pertanyaan “

Bagaimana caranya?”oleh karena itu masih diperlukan

alat-alat lain seperti Metode Ilmiah. Metode ilmiah

mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang benar

dilakukan langkah berikut: logico – hypothetico – verificartif.

Maksudnya, buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan

hipotesis berdasarkan logika itu, kemudian lakukan

pembuktian hipotesis itu secara empiris.7

C. TOKOH-TOKOH ALIRAN EMPIRISME

Sebagai aliran filsafat, empirisme merupakan

salah satu dari dua cabang filsafat modern yang

lahir pada zaman pencerahan. Bertentangan dengan

rivalnya, rasionalisme, yang menempatkan rasio

sebagai sumber utama pengetahuan, empirisme justru

memilih pengalaman sebagi sumber utama pengetahuan

baik lahiriah maupun batiniah.

Aliran ini bertanah air di Inggris. Francis

Bacon (1561-1626) bisa dikatakan sebagai peletak

dasar lahirnya empirisme yang untuk kali pertama

menyatakan pengalaman sebagai sumber kebenaran yang

paling terpercaya. Kemudian paham ini diikuti dan

dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), Jhon

Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753) dan

7 Ibid. Hal. 32-33

8

mencapai puncaknya dalam filsafat David Hume (1711-

1776).8

1. Francis Bacon (1561-1626 M)

Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang

sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang

melalui persentuhan indrawi dengan dunia fakta.

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati.

Kata Bacon selanjutnya, kita sudah terlalu lama

dpengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma

diambil kesimpulan, itu tidak benar, haruslah

kita sekarang memperhatikan yang konkret

mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.

2. Thomas Hobbes (1588-1679 M)

Ia seorang ahli pikir Inggris lahir di

Malmesbury. Pada usia 15 tahun ia pergi ke Oxford

untuk belajar logika Skolastik dan Fisika, yang

ternyata gagal, karena ia tidak berminat sebab

gurunya beraliran Aristotelien. Sumbangan yang

besar sebagai ahli pikir adalah suatu sistem

materialistis yang besar, termasuk juga kehidupan

organis dan rohaniah. Dalam bidang kenegaraan ia

mengemukakan teori teori Kontrak Sosial.9

8 Zubaedi dkk. Filsafat Barat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007). hal. 319 Asmoro Achmadi. Filsafat Umum. (Jakarta: Rajawali Press,2003) hal 112

9

Materialisme yang dianut Hobbes yaitu segala

yang bersifat bendawi. Juga diajarkan bahwa

segala kejadian adalah gerak yang berlangsung

secara keharusan. Bedasarkan pandangan yang

demikian manusia tidak lebih dari satu bagian

alam bendawi yang mengelilinginya. Manusia hidup

selama jantungnya tetap bergerak memompa

darahnya. Dan hidup manusia merupakan gerak

anggota-anggota tubuhnya. Menurutnya pula akal

bukanlah pembawaan melainkan hasil perkembangan

karena kerajinan. Ikhtiar merupakan suatu awal

gerak yang kecil yang jikalau diarahkan menuju

kepada sesuatu yang disebut keinginan, dan jika

diarahkan untuk meninggalkan sesuatu disebut

keengganan atau keseganan. Menurutnya pula

pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas

pengamatan, yang disimpan didalam ingatan dan

digabungkan dengan suatu pengamatan, yang disipan

dalam ingatan dan digabungkan dengan suatu

pengharapan akan masa depan sesuai dengan apa

yang telah diamati pada masa yang lampau.10

Pendapatnya tentang ilmu filsafat yaitu suatu

ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Karena

filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang

akibat-akibat atau tentang gejala-gejala yang10 Harun Hadiwidodo. Sari Sejarah Filsafat Barat, (yogyakarta : Kanikus 2005) hal 31

10

diperoleh dari sebab-sebabnya. Sasaran filsafat

adalah fakta yaitu untuk mencari sebab-sebabnya.

Segala yang ada ditentukan oleh sebab, sedangkan

prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti/ilmu

alam.

Menurut Thomas Hobbles berpendapat bahwa

pengalaman indrawi sebagai permulaan segala

pengetahuan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh

dengan indralah yang merupakan kebenaran.

Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain

hanyalah merupakan pengabungan data-data indrawi

belaka.

3. Jhon Locke (1632-1704 M)

John Locke lahir tanggal 29 Agustus 1632 di

Wrington/Somersetshire dan meninggal di

Oates/Essex tanggal 28 Oktober 1704. Ia

dilahirkan dari keluarga yang memihak parlemen.

Sikap puritan ayahnya sedikit banyak menularkan

kepada anaknya sebuah sikap tidak suka pada

aristokrasi.11

Menurutnya segala pengetahuan datang dari

pengalaman, sedangkan akal tidak melahirkan

pengetahuan dari dirinya sendiri. Seluruh

pengetahuan kita peroleh dengan jalan menggunakan

11 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai Nietzsche, Cet. 2, (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 2007), Hal.74

11

dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh

dari pengindraan dan refleksi. Akal manusia hanya

merupakan tempat penampungan yang secara pasif

menerima hasil penginderaan kita. Sedangkan obyek

pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau idea-

idea, yang timbulnya karena pengalaman lahiriyah

(sensation) dan pengalaman batiniah (reflection)

dalam upaya mencari kebenaran atas pengetahuan.12

Reflection itu pengenalan intuitif serta memberi

pengetahuan apakah kepada manusia lebih baik

lebih penuh dari pada sensation. Sensation

merupakan suatu yang memiliki hubungan dengan

dunia luar tetapi tak dapat meraihnya dan tak

dapat mengerti sesungguhnya. Tetapi tanpa

sensations manusia tak dapat juga suatu

pengetahuan. Tiap-tiap pengetahuan itu terjadi

dari kerja sama antara sensation dan reflections.

Tetapi haruslah ia mulai dengan sensation sebab

jiwa manusia itu waktu dilahirkan merupakan yang

putih bersih; tabula rasa, tak ada bekal dari

siapa pun yang merupakan ide bawaan.13

Fokus filsafat Locke adalah antitesis

pemikiran Descrates. Ia menyarankan bahwa akal

12 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. 20, (Yogyakarta; Kanisius, 2007), hal. 36 13 I.R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, hal. 105

12

budi dan spekulasi abstrak agar kita harus

menaruh perhatian dan kepercayaan pada pengalaman

dalam menangkap fenomena alam melalui

pancaindera. Pengenalan manusia terhadap seluruh

pengalaman yang dilaluinya seperti mencium,

merasa, mengecap dan mendengar menjadi dasar bagi

hadirnya gagasan-gagasan dan pikiran sederhana.

Gagasan yang datang dari indra tadi diolah dengan

cara berpikir, bernalar, memercayai dan

meragukannya dan inilah akhirnya disebut bagian

aktivitas merenung dan perenungan.14

4. George Berkeley (1685-1753)

George Berkeley lahir pada tanggal 12 Maret

1685 di Dysert Castle Irlandia dan meninggal

tanggal 14 Januari 1753 di Oxford.15 Sebagai

penganut empirisme mencanangkan teori yang

dinamakan immaterialisme atas dasar prinsip-

prinsip empirisme. Ia bertolak belakang dengan

pendapat John Locke yang masih menerima substansi

dari luar. Berkeley berpendapat sama sekali tidak

ada substansi-substansi material dan yang ada

hanya pengalaman ruh saja karena dalam dunia

material sama dengan ide-ide. Berkeley

mengilustrasikan dengan gambar film yang ada

14 Ali Maksum, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, (Jogjakarta; Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 133

15 Op. Cit, Budi Hardiman, hal. 83

13

dalam layar putih sebagai benda yang riil dan

hidup. Pengakuannya bahwa “aku” merupakan suatu

substansi rohani. Tuhan adalah asal-usul ide itu

ada yang menunjukkan ide-ide pada kita dan

Tuhanlah yang memutarkan film pada batin kita.16

Pandangan Berkeley ini sekilas seperti

rasionalisme karena memutlakkan subjek. Jika

diperhatikan lebih lanjut padangan ini termasuk

empirisme, sebab pengetahuan subjek itu diperoleh

lewat pengalaman, bukan prinsip-prinsip dalam

rasio, meskipun pengalaman itu adalah pengalaman

batin. Selanjutnya, dengan menegaskan tentang

adanya sesuatu yang sama dengan pengertiannya

dalam diri subjek dan juga ia beranggapan bahwa

dunia adalah idea-idea kita.17

5. David Hume (1711-1776)

Hume lahir pada tanggal 7 Mei 1711 di

Edinburgh Inggris dan meninggal pada tanggal 25

Agustus 1776.18 Empirisme mendasarkan pengetahuan

bersumber pada pengalaman, bukan rasio. Hume

memilih pengalaman sebagai sumber pengetahuan.

Pengalaman itu bersifat lahiriyah (yang

menyangkut dunia) dan dapat pula bersifat

16 Op. Cit, Juhaya S. Praja, hal. 111-11217 Op. Cit, Budi Hardiman, hal. 8518 Ibid, hal. 86

14

batiniah (yang menyangkut pribadi manusia).19 Hume

mengkritik tentang pengertian subtansi dan

kausalitas (hubungan sebab akibat).20 Ia tidak

menerima subtansi, sebab yang dialami manusia

hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang

selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul

gagasan. Kesan adalah hasil pengindraan langsung

atas realitas lahiriah, sedang gagasan adalah

ingatan akan kesan-kesan.

Hume membagi kesan menjadi dua: kesan sensasi

dan kesan refleksi. Kesan sensasi adalah kesan-

kesan yang masuk ke dalam jiwa yang tidak

diketahui sebab-musababnya. Misalnya (kita

melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat

di depan adalah meja. Kesan refleksi adalah hasil

dari gagasan. Gagasan jika muncul kembali ke

dalam jiwa akan membentuk kesan-kesan baru. Kesan

baru hasil pencerminan dari ide sebelumnya inilah

yang disebut dengan kesan refleksi. Misalnya,

(kita melihat sebuah meja dari besi): itu meja

besi. Kita dapat menentukan bahwa itu meja

walaupun terbuat dari bahan yang berbeda, karena

sebelumnya kita sudah ada kesan sensasi terhadap

meja kayu.

19 Op. Cit, Ali Maksum, hal. 135 20 Op. Cit, Juhaya, hal. 112

15

Sedangkan ia menolak tentang kausalitas dan

menurutnya bahwa pengalaman hanya memberi kita

urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada

kita urutan sebab-akibat. Hume lebih suka

menyebut urutan kejadian. Jika kita bicara

tentang hukum alam atau sebab akibat, sebenarnya

kita membicarakan apa yang kita harapkan, yang

merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte

oleh kebiasaan atau perasaan kita saja.21

Pengalaman lebih memberi keyakinan

dibandingkan kesimpulan logika atau kemestian

sebab akibat. Hukum sebab akibat tidak lain hanya

hubungan saling berurutan saja dan secara konstan

terjadi seperti api membuat air mendidih. Dalam

api tidak bisa diamati adanya "daya aktif" yang

mendidihkan air. Daya aktif yang disebut hukum

kausalitas itu tidak bisa diamati. Dengan

demikian kausalitas tidak bisa digunakan untuk

menetapkan suatu peristiwa yang akan datang

berdasarkan peristiwa terdahulu.22

21 Op. Cit, Ali Maksum, hal. 136-13722 Op. Cit, Amsal Bahtiar, hal. 100-101

16

D. KESIMPULAN

Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria

yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai

doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme.

Pandangan ini menurut Fuad Ihsan. Berbeda dengan Amsal

Bakhtiar menyatakan bahwa empirisme berasal dari kata

empereikos yang berarti penngalaman.

Dalam paham empirisme ini, memilih pengalaman

sebagai sumber utama pengetahuan, baik pengalaman

lahiriyah yang menyangkut dunia maupun pengalaman

batiniyah yang menyangkut pribadi manusia. Pengalaman

yang dimaksud adalah pengalaman atau empiri melalui

alat indera. Paham empirisme ini dipertentangkan

dengan paham rasionalisme yang mengatakan akal (rasio)

sebagai sumber pengetahuan.

Kedua paham ini menurut Kant memiliki kekurangan,

sehingga selain harus dipadukan antara keduanya juga

harus ditinjau dari kemungkinan sumber lain,agar

menghasilkan pengetahuan yang benar dan tidak

meragukan. Seperti contoh yang ditambahkan oleh paham

positivisme menambahkan selain logis, empiris, juga

harus terukur. Selain itu juga diperlukan alat-alat

lain agar tidak menimbulkan pertanyaan cara melakukan

penelitian. Alat-alat yang dimaksud adalah Metode

Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan untuk memperoleh

pengetahuan yang benar dilakukan langkah berikut: logico

17

– hypothetico – verificartif. Maksudnya, buktikan bahwa itu

logis, kemudian ajukan hipotesis berdasarkan logika

itu, kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara

empiris.

Adapunt tokoh-tokoh empirisme adalah Francis Bacon

yang dikatakan sebagai peletak dasar lahirnya

empirisme yang kemudian diikuti dan dikembangkan oleh

Thomas Hobbes, Jhon Locke, George Berkeley, dan

mencapai puncaknya dalam filsafat David Hume.

DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN.................................. 1

B. PENGERTIAN EMPIRISME......................... 3

C. TOKOH-TOKOH EMPIRISME........................ 5

1. Francis Bacon............................. 6

2. Thomas Hobbes............................. 6

3. John Locke................................ 7

4. George Berkeley........................... 8

5. David Hume................................ 9

D. KESIMPULAN................................... 11

18

MAKALAH

PAHAM EMPIRISME

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Filsafat Ilmu

19

Oleh:

Nama : MUHAMMAD HAMDI

NIM : 13760034

Kelas/Semester : B/I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

DAFTAR PUSTAKA

Ihsan Fuad. Filsafat Ilmu. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010)

20

Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2012)

S. Praja Juhaya, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta:

Kencana, 2005)

Sutardjo, Pengantar Filsafat Edisi Revisi,(Bandung: Refika

Aditama,2009)

Tafsir Ahmad, Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosdakarya, 2006)

Zubaedi dkk. Filsafat Barat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

2007)

Achmadi Asmoro. Filsafat Umum. (Jakarta: Rajawali

Press,2003)

Harun Hadiwidodo. Sari Sejarah Filsafat Barat, (yogyakarta :

Kanikus 2005)

Hardiman F. Budi, Filsafat Modern: Dari Machiavelli Sampai

Nietzsche, Cet. 2, (Jakarta; Gramedia Pustaka

Utama, 2007)

Hadiwijono Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. 20,

(Yogyakarta; Kanisius, 2007)

I.R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat,

(Jakarta: Rineka Cipta, 1990)

Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga

Postmodernisme, (Jogjakarta; Ar-Ruzz Media, 2008)

21