Makalah Ekologi Cnidaria

27
MAKALAH EKOLOGI HEWAN Ekologi Cnidaria(Aurelia aurita) Kelompok 2: Suci Aulia Putri 14177051 Dosen Pembimbing Dr. Abdul Razak, M.Si.

Transcript of Makalah Ekologi Cnidaria

MAKALAH EKOLOGI HEWAN

Ekologi Cnidaria(Aurelia aurita)

Kelompok 2:

Suci Aulia Putri 14177051

Dosen PembimbingDr. Abdul Razak, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT atas rahmat

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Ekologi

Hewan Cnidaria (Aurelia aurita)”. Penulisan makalah ini

disusun untuk menambah wawasan penulis mengenai ekologi

Aurelia aurita dan untuk memenuhi tugas mata kuliah

ekologi di Program Studi Pascaserjana Pendidikan

Biologi Universitas Negeri Padang.

Dalam penulisan makalah ini penulis banyak

mendapatkan bimbingan, bantuan, masukan, arahan dan

dorongan dari berbagai pihak karena itu penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Abdul Razak., M.Si. sebagai Pembimbing I.

2. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan

sumbangan pemikiran dalam diskusi mengenai penulisan

makalah ini.

3. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan

penulisan makalah ini.

Semoga bimbingan, bantuan dan dorongan serta

sumbangan yang telah Bapak dan rekan-rekan berikan

mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini

bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai

sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan

khususnya Pendidikan Biologi.

Padang, September 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................

i

DAFTAR ISI........................................

ii

i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...........................

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ciri Umum Cnidaria........................

3

B. Ekologi dan Sebaran A. aurita................ 4

C. Interaksi A. auritadengan komponen abiotik... 5

1. Kecepatan arus air laut................. 5

2. Suhu dan Intensitas Cahaya Matahari.....

5

3. Salinitas (Kadar Garam).................

6

4. Derajat Keasaman (pH)...................

6

D. Interaksi A. auritadengan Organisme Lain..... 7

E. Cara A. auritamendapatkan makanan............

9

F. Peranan A. aurita..................................................................

11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................12

B. Saran ....................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................

13

ii

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia

yang mempunyai perairanpantai yang cukup luas.Perairan

Indonesia memiliki luas lebih dari 81.000 km. Secara

umum perairan Indonesia dihuni oleh tiga ekosistem

yaitu ekosistem bakau, lamun dan terumbu karang

(Sunarto, 2006). Sebagian besarmerupakan perairan

dangkal yang sangat potensial bagi berbagai jenis

porifera yang hidup didalamnya.

Cnidaria adalah filum hewan yang memiliki tubuh

sangat sederhana. Kata cnidaria berasal dari kata cnido

yang berarti penyengat, karena sesuai dengan cirinya

yang memiliki sel penyengat. Sel penyengat terletak

pada tantakel yang terdapat disekitar mulutnya.Terdapat

10.000 spesies coelenterata yang sebagian besar hidup

di laut.

Sebagian Cnidaria hidup secara soliter, sedangkan

sebagian yang lain hidup berkoloni. Tubuhnya simetri

radial. Jika di potong tubuhnya melalui sumbu tubuh

maka akan mendapatkan beberapa bagian yang sama.

Ekosistem laut terdiri dari berbagai kompenen

biotik dan abiotiknya.Aurelia auritasebagai salah satu

komponen biotik pada ekosistem laut membentuk suatu

interaksi atau hubungan dengan kompenen abiotik,

seperti : suhu, arus air, pH, dll.Maka nya peneliti

tertarik mengkaji hubungan antara kompenen biotik,

khusunya Aurelia aurita dengan komponen

abiotik.Berdasarkan uraian diatas, maka penulis

tertarik mengkaji mengenai “Ekologi Hewan Cnidaria

(Aurelia aurita)”

1

BAB II

CNIDARIA

A. Ciri Umum Cnidaria

Cnidaria adalah filum hewan yang memiliki tubuh

sangat sederhana.Kata cnidaria berasal dari kata cnido

yang berarti penyengat, karena sesuai dengan cirinya

yang memiliki sel penyengat.Sel penyengat terletak pada

tantakel yang terdapat disekitar mulutnya.Terdapat

10.000 spesies coelenterata yang sebagian besar hidup

di laut.

Ciri-ciri umum Cnidaria diantaranya :habitat di

laut, kecuali sejenis hydra hidup di air

tawar.Merupakan Hewan bersel banyak

(multiseluler).Sruktur tubuh nya terdiri dari : radial

simetris, dipoblastik terdiri ektoderm dan endoderm dan

terdapat rongga (mesoglea) antara lapisan ektoderm dan

endoderm.Bentuk tubuh ada yang menyerupai tabung

(polip) dan menyerupai  mangkok (medusa). Di atas tubuh

terdapat mulut dan tentakel untuk menangkap mangsa dan

bergerak. Pada lapisan luar ektodermis tentakel

terdapat sel racun (knidoblast) atau sel penyengat

(nematosis).

Cnidaria mempunyai rongga gastrovaskuler untuk

pencernaan.Sistem pernapasan dengan cara difusi

(seluruh permukaan tubuh), kecuali Anthozoa dan

Sifonoglia. Sistem saraf nya melalui proses difusi

(baur). Cnidaria Mengalami siklus hidup

(metagenesis).Dalam siklus hidupnya pada umumnya

Coelentarata mempunyai dua bentuk tubuh, yaitu Polip dan

Medusa.Polip adalah bentuk  Coelentarata yang menempel

pada tempat hidupnya. Tubuh berbentuk silindris, bagian

proximal melekat dan bagian distal mempunyai mulut yang

dikelilingi tentakel.Polip yang membentuk koloni

memiliki beberapa macam bentuk (polimorfisme).Misalnya :

polip untuk pembiakan yang menghasilkan medusa

(gonozoid) dan polip untuk makan yakni gastrozoid.

Medusa adalah bentuk ubur-ubur seperti payung/parasut

atau seperti lonceng yang dapat berenang bebas. 

B. Ekologi dan Sebaran Aurelia aurita

Aurelia aurita merupakan salah satu anggota terbesar

dari hewan Cnidaria dan paling mencolok di daerah

pelagis (Tahera and Kazmi, 2006).A.aurita berenang dengan

jalan mengemtiang dan mengempiskan payungnya secara

berirama dan dengan interval yang teratur.

Frekuensi berenang tergantung pada ukuran tubuh,

kontraksi payung biasanya 20-30 kali per menit. Mereka

berenang pada siang hari, posisi paying tegak, bergerak

mendatar dekat permukaan laut, bahkan sampai kedalaman

kurang lebih 2 meter kemudian secara perlahan muncul

lagi ke permukaan (Passano, 1973).

Aurelia auritamempunyai pengaruh yang kuat dan

signifikan pada struktur komunitas plankton.Menurut

penelitian Kiel Bight, Moller (1980) menyampaikan bahwa

A. aurita adalah predator utama dan pemakan ikan-ikan

yang berukuran kecil (larval fish) (Niels Jorn, 1994).

A.aurita ditemukan diperairan dangkal didaerah

perairan tropic dan perairan hangat seperti di perairan

Yunani, Mediterania, dan Indonesia (Hale, 1999 ;

Frangou et al 2006 dalam Dian Saptarini).

C. Interaksi Aurelia aurita dengan komponen abiotik

1. Kecepatan Arus Air Laut

Perbedaan penyusun komposisi di kedua tipe perairan

(dekat garis pantai dan jauh garis pantai) diduga

berkaitan dengan adanya perbedaan kecepatan arus di

perairan titik sampling jauh garis pantai dengan

kecepatan arus di titik sampling dekat garis pantai.

Kecepatan arus akan mempengaruhi pergerakan horizontal

Aurelia aurita, yakni disaat arus besar maka A. auritaakan

cenderungbergerak kearah pantai (Ario dkk, 1997).

2. Suhu dan Intensitas Cahaya Matahari

A. aurita cenderung tidak menyukai intensitas cahaya

matahari yang terlalu tinggi atausebaliknya yang

gelap.Mereka muncul ke permukaan pada waktu pagi atau

sore hari, pada waktu siang atau malam gelap mereka

menghilang ke tempat yang lebih dalam.Bila langit

berawan mereka lebih banyak di jumpai di permukaan.

Pada keadaan cuaca buruk seperti angin dan ombak besar,

mereka akan menyelam menjauhi permukaan walaupun pada

saat itu keadaan cahaya matahari memungkinkan mereka

bergerak di permukaan seperti biasanya.

Toleransi terhadap temperatur berkisar antara –

0,6° C – 31° C dengan temperatur optimum 9° C – 19° C.

Perubahan temperatur mempengaruhi kontraksi payung dan

juga konsumsi oksigen. Konsumsi oksigen tergantung pada

berat badan masing-masing jenis. Dalam keadaan normal

Oksigen yang dikonsumsi untuk respirasi 0,07 cc per

jam untuk specimen dengan berat 27,5 gr sedangkan berat

87 gr mengkonsumsi 0,17 cc per jam. Aktitas respirasi

akan menurun bila kandungan oksigen berkurang

(Passano,1973).

Suhu air mempunyai pengaruh langsung terhadap

reaksi gerak biokimia di anggota subfillum

invertebrate, dengan mengaktifkan sebuah papan spectrum

dari metabolism sel untuk aktifitas organisme tersebut

(Kinne, 1970, Marsum et al 1972 dalam Lars Johan

Hansson).

Pengaruh suhu untuk gelatin zooplankton ini

memberikan informasi penting tentang perbedaan spesies

dengan respect respiration, frekuensi berenang dan cara

menangkap mangsa/ penangkapan mangsa. Suhu mempunyai

pengaruh terhadap pertumbuhan A. aurita pada keadaan yang

berbeda. Di Skagerrat dan Baltik Selatan, pertumbuhan

A. aurita terbagi kedalam 3 fase : 1) A. aurita

berhabitat di laut dalam sebagai ephyraetanpa jaring

pertumbuhan untuk beberapa bulan. 2) Pada musim semi,

pertumbuhan eksponensial dimulai dan medusa terus

berkembang. 3) Pertumbuhan optimal terjadi pada musim

panas dan rata-rata ukuran akhir medusa tercapai

(Moller, 1980). Daerah pesisir sebelah utara, ditandai

dengan fluktuasi musiman yang besar pada suhu air

permukaan sekitar 00C dimusim dingin, sampai sekitar

200 dimusim panas.

Moller (1980) mengemukakan bahwa awal pertumbuhan

mungkin tergantung suhu air pada musim semi.Karena suhu

mempengaruhi peningkatan copepoda, dan berimbas pada

pertumbuhan medusa.Dengan demikian terjadi perubahan

yang berlangsung dari tahun ke tahun dalam menanggapi

variasi suhu antar tahun.Berdasarkan pengamatan

lapangan terhadap A. aurita oleh Kiel Bight, Schneider &

Behrends, 1994) menjelaskan kelimpahan medusa dan

kompetisi untuk mendapatkan makanan menjadi faktor

utama yang mengatur ukuran akhir dari medusa dan suhu

mempengaruhi beberapa variasi.Namun tidak banyak

penelitian yang menjelaskan pengaruh suhu terhadap fase

pertumbuhan A. aurita.

3. Salinitas (Kadar Garam)

Bertambah atau berkurangnya kadar garam juga

berpengaruh terhadap respirasi, atau konsumsi oksigen.

Medusa dapat mengontrol jumlah garam yang masuk ke

dalam dan keluar dari tubuhnya bersama air laut,

sehingga kadar garam yang masuk seimbang dengan kadar

garam perairan di sekitarnya, walaupun komposisi

senyawanya berbeda. Macallum (dalam Hyman 1940)

menemukan jumlah kalium, magnesium dan natrium di dalam

tubuh Aureliaaurita,dimana jumlah kalium lebih tinggi dan

natrium serta magnesium lebih rendah dari yang

terkandung dalam air laut di sekitarnya. Dengan

demikian ia berkesimpulan bahwa senyawa kimia tersebut

telah ada dari mulanya didalam tubuh medusa, dan tidak

terpengaruh oleh perubahan salinitas air laut.

4. Derajat Keasaman (pH)

Perubahan derajat keasaman (pH) dapat ditolerir

oleh medusa, pH air laut berkisar antara 8,0–8,2.

Bertambah atau berkurangnya keasaman air laut mula-mula

dapat mempercepat kontraksi payung. Tetapi lama

kelamaan kontraksinya akan melemah dan akhirnya akan

berhenti sama sekali. Thill (dalam Hyman1940)

mengatakan bahwa melemahnya kontraksi terjadi bila pH

kurang dari7,2 atau lebih dari 9,5.

D. Interaksi Aurelia aurita dengan Organisme Lain.

Interaksi A. aurita dengan organisme laut lainnya

terjadi begitu alami, namun saat terjadi peningkatan

jumlah Aurelia auritamenyebabkan terjadinya invasi A.

aurita.Invasi adalah peningkatan jumlah populasi A.

auritayang disebabkan oleh beberapa faktor.

Meningkatnya populasi ubur-ubur di wilayah

Mediterania dan Laut Hitam menyusutkan populasi ikan,

memicu ketidakseimbangan ekosistem.Hal ini diakibatkan

oleh eksploitasi sumber daya perikanan.Data ini

terungkap dalam laporan terbarulembaga Perserikatan

Bangsa-Bangsa.Eksploitasi sumber daya perikanan –

menurut laporan Komisi Perikanan FAO – telah

menyusutkan jumlah predator alami dalam rantai makanan

sehingga memicu merebaknya populasi ubur-ubur di Laut

Hitam dan wilayah Mediterania.

Peneliti biasanya menganalisis dampak aktivitas

manusia dalam tata kelola perikanan yang

berkelanjutan.Dalam laporan berjudul “Review of

Jellyfish Blooms in the Mediterranean and Black Sea”

mereka menguak peran ubur-ubur dalam ekosistem

kelautan.Menurut tim peneliti, peningkatan jumlah ubur-

ubur telah menciptakan “lingkaran setan” dalam

ekosistem kelautan. Ubur-ubur memangsa telur dan larva

ikan.Mereka juga berkompetisi dengan ikan-ikan lain

dalam mencari makanan yang jumlahnya terus menipis.Jika

tren ini terus berlanjut, menurut peneliti FAO, ubur-

ubur bisa menggantikan posisi ikan di samudra-samudra

dunia.

Selain faktor eksploitasi perikanan (overfishing)

laporan ini juga menyebutkan pengaruh pemanasan global

di daerah tropis dan pembangunan pondasi atau dinding-

dinding di pantai – untuk mencegah erosi air laut –

terhadap meluasnya populasi ubur-ubur.Dinding-dinding

pencegah erosi ini adalah lokasi ideal bagi

perkembangbiakan mereka.

Menurut berita PBB, laporan terbaru mengenai bahaya

invasi ubur-ubur ini terjadi pada November 2007.

Kumpulan ubur-ubur seluas 26 km2 memusnahkan 100.000

ikan salmon yang tengah dibudidayakan di Irlandia Utara

menimbulkan kerugian sebesar $1,5 juta.Sejumlah negara

telah menerapkan strategi guna menekan pertumbuhan

populasi ubur-ubur ini. Seperti di China yang

menciptakan produk makanan dan obat-obatan berbahan

baku ubur-ubur.

Disisi lain, adanya aktifitas manusia berupa

overfishing, pencemaran akibat eutrofikasi ataupun limbah

industri dan juga aktifitas penyebrangan di pesisir

timur Surabaya dapat mempengaruhi kelimpahan

Scyphomedusae (Purcell et al, 2007). Pantai Timur

Surabaya yang merupakan bagian besar dari daerah

sampling pada penelitian ini diketahui telah tercemar

logam berat merkuri (Hg) dan Tembaga (Cu) (Arisandi,

2002).Toksisitas pada cemaran tersebut dapat

mengakibatkan penghambatan pertumbuhan hingga kematian

pada organisme pesisir, termasuk scyphomedusae

(Matthiesen & Law, 2002).

Masukan nutrien dari aliran sungai, limbah pupuk

dari tambak dan juga hasil penguraian bahan organik

dari mangrove ke dalam perairan pesisir timur Surabaya

dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi

menyebabkan perubahan yang komplek pada jarring

operculumnematocystcnidocytenucleus

Gambar 1. Nematosista pada Aurelia auritaSumber : Pachenik, Jan A. 2005. Biology Of The Invertebrates: Fifth Edition.McGraw Hill: New York

makanan terkait dengan penurunan ukuran tubuh

zooplanlton akibat eutrrofikasi sehingga kemudian

mempengaruhi organisme pada tingkat tropik diatasnya,

yakni scyphomedusae (Purcell et al, 2007).

E. Cara Aurelia aurita Mendapatkan Makanan

Aurelia aurita berperan sebagai tactile predator, yakni

organisme yang memangsa dengan menggunakan nematosit

untuk merasakan keberadaan mangsanya ketika disentuh

(Albert, 2011), scyphomedusae yang tidak bersimbiosisi

dengan zooxhantellae tidak bergantung terhadap cahaya

untuk mencari mangsa (Arai, 1997 dalam Hale, 1999).

Kebanyakan Cnidaria adalah karnivora. Jenis

makanannya adalah crustacea dan ikan kecil. Cara

mendapatkan makanannya adalah menggunakan tentakel

biasanya dengan nematosista. Bila bahan makanan

ditangkap, tentakel memindahkannya ke mulut. Kemudian

makanan masuk ke dalam rongga gastrovaskular.

Gambar 1. Nematosista pada Aurelia auritaSumber : Pachenik, Jan A. 2005. Biology Of The Invertebrates: Fifth Edition.McGraw Hill: New York

Pencernaan dilakukan secara ekstraseluler dengan

mensekresi enzim semacam tripsin untuk mencerna protein

oleh sel kelenjar enzim pada gastrodermis. Makanan akan

hancur menjadi partikel-partikel kecil seperti bubur

dan dengan gerakan flagela diaduk secara merata. Sel

otot pencerna mempunyai pseudopodia untuk menangkap dan

menelan partikel makanan, dan pencernaan dilanjutkan

secara intraseluler. Hasil pencernaan didistribusikan

ke seluruh tubuh secara difusi. Cadangan makanan berupa

lemak dan glikogen.

F. Peranan Aurelia auritaMenurut Anna E.W Manuputty (1988: 55), marga A.

aurita berperan sebagai konsumen pada perairan dengan

memakan plankton kecil seperi larva moluska, krustasea,

tunikata, kopepoda, rotifer, nematode, poliphaeta,

protozoa, diatom, dan telur-telur. Mangsa-mangsa ini

dikumpulkan di bawah permukaan exumrella, dilapisi

dengan lender yang dihasilkan oleh exumbrella dan

dengan bantuan flagella dan lengan mulut akan dibawa ke

tepi payung. Massa makanan tadi akan terkumpul pada

tiap-tiap lappet, dengan bantuan lengan-lengan mulut

makanan akan diteruskan ke mulut untuk selanjutnya

ditampung dalam kantong mulut.

Salah satu jenis ubur-ubur yang bisa dikonsumsi

adalah Rhopilema esculentum, yang kini nilai bisnisnya

mencapai jutaan dolar. Sementara Turritopsis nutricula,

spesies ubur-ubur abadi atau “immortal jellyfish” mampu

membalikkan proses penuaan memberikan harapan bagi

terciptanya obat awet muda bagi manusia.

A aurita diduga memiliki kandungan nilai gizi yang

cukup tinggi, yaitu meliputi protein, asam amino, asam

lemak, vitamin dan mineral. A aurita yang terdapat di

beberapa lokasi penangkapan ikan di Indonesia masih

menjadi komoditas by catch sehingga diperlukan adanya

penelitian lebih lanjut agar dapat menjadi bahan pangan

bermanfaat. Salah satu kandungan gizi yang khas pada

ubur-ubur adalah asam lemak (Imre dan Saghk 1997).

BAB III

PENUTUP

1.   Kesimpulan

a. Aurelia aurita mempunyai pengaruh yang kuat dan

signifikan pada struktur komunitas plankton.

Menurut penelitian Kiel Bight, Moller (1980)

menyampaikan bahwa A. aurita adalah predator utama

dan pemakan ikan-ikan yang berukuran kecil (larval

fish) (Niels Jorn, 1994).

b. Adanya interaksi antara A. aurita dengan komponen

abiotic, diantaranya :

i. Kecepatan arus air

ii. Suhu dan intensitas cahaya matahari

iii. Salinitas (kadar garam)

iv. Derajat keasaman (pH)

c. Adanya interaksi A. aurita dengan organisme laut

lainnya yang terjadi begitu alami, namun saat

terjadi peningkatan jumlah Aurelia auritamenyebabkan

terjadinya invasi A. aurita. Invasi adalah

peningkatan jumlah populasi A. auritayang

disebabkan oleh beberapa faktor.

d. Aurelia aurita berperan sebagai tactile predator, yakni

organisme yang memangsa dengan menggunakan

nematosit untuk merasakan keberadaan mangsanya

ketika disentuh (Albert, 2011), scyphomedusae

yang tidak bersimbiosisi dengan zooxhantellae tidak

bergantung terhadap cahaya untuk mencari mangsa

(Arai, 1997 dalam Hale, 1999).

e. A aurita diduga memiliki kandungan nilai gizi yang

cukup tinggi, yaitu meliputi protein, asam

amino, asam lemak, vitamin dan mineral.

2. Saran

Makalah yang disusun masih kurang lengkap,karena

keterbatasan informasi yang penulis dapatkan. Oleh

karena itu, bagi penulisberikutnya yang ingin

menulis tentang A. auritaagar dapat melengkapinya,

baik dari materi maupun gambarnya, sehingga

informasi tentang hewan invertebrate A. auritadapat

lebih lengkap lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Albert, David J. 2011. Whats on The Mind of a

Jellyfish? A Review of Behavioural Observation on

Aurelia sp. Jellyfish.Neuroscience and

BehavioralReviews 35: 474- 482

Ario, Raden, Ali Djunaedi dan Wisnu Wardana. 1997.

Kajian EkologisMedusa Ubur-ubur (Jellyfish)

DiPerairan Jepara. Majalah Ilmu Kelautan Vol. 2(1):

13-16

Arisandi, Prigi. 2002. Air, Udara, Dan Tanah Surabaya

Tercemar, Dibutuhkan Sawunggaling Environmental

Sense. http://www.terranet.or.id/tulisandeti

Dian Saptarini. 2011. “Komposisi, Kelimpahan, dan

Distribusi Ubur-ubur (Scyphozoa) di Pesisir Timur

Surabaya”.

Johan, Lars Hansson. 1997. “Effect of temperature on

growth rate of Aurelia aurita (Cnidaria,

Scyphozoa) from Gullmarsfjorden, Sweden”. Marine

Ecology Progress Series, Vol. 161, No. 145-153: 1997.

Jorn, Niels Olesen. 1994. “Population dynamics, growth,

and energenetic of jellyfish Aurelia aurita in a

shallow fjord”. Marine Ecology Progress Series, Vol.

105, No. 9-18: 1994.

Moller, H. (1980a) Population dynamics of Aurelia

aurita medusae in Kiel Bight, Germany (FRG). Mar.

Biol. 60: 123-128

Moller, H. (1980b).Scyphomedusae as predators and food

competitors of larval fish. Meeresforsch. 28: 90-

10

Pachenik, Jan A. 2005. Biology Of The Invertebrates:

Fifth Edition.McGraw Hill: New York

Purcell, Jennifer E., Shin-ichi Uye and WenTseng Lo.

2007. Anthropogenic Causes of Jellyfish Blooms and

Their Direct Consequences for Humans: a Review.

Marine Ecology ProgressSeries Vol.350: 153-174

Tahera, Qaseem and Kazmi, Quddusi B.. 2006. New record

of Two Jellyfish Medusae (Cnidaria:Scyphozoa:

Catostylidae: Cubozoa: Chiropidae) from Pakistani

Waters. JMBA2 -Biodiversity Records Published onLine