Makalah Ekologi Al Qur'an
Transcript of Makalah Ekologi Al Qur'an
MAKALAH
BIOLOGI UMUM(AKKC 421)
Kekhalifahan Manusia, Kerusakan AlamSerta Pengaruhnya Terhadap Ekosistem
Didalam Al Qur’an
Dosen Pembimbing:Dra. St. Wahidah Arsyad, M.Pd
Disusun Oleh:Nama: Een Irawati
NIM: A1C413014
Kelas: Fisika B
Kelompok Dasar-Dasar Ekologi
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama bagi seluruh ummat dan alam,
yang disebut “Rahmatan lil ‘Alamin”. Islam tidak hanya
mengatur hubungan antar manusia dengan Allah, tapi juga
tentang hubungan manusia dengan alam. Konsep ekologi
dalam Islam sangat berkaitan dengan konsep kepemimpinan
universal, yaitu kepemimpinan yang berlandaskan nilai-
nilai etika yang terdapat dalam Alquran.
Ekologi menunjukkan hubungan antara organisme
dengan lingkungannya atau fenomena-fenomena yang
berkaitan dengan masalah lingkungan. Ekologi dan
komponennya perlu dijaga dan diawasi keseimbangannya
oleh manusia sebagai khalifah di bumi, karena bumi
diciptakan dalam kondisi seimbang atau ideal. Hal ini
sesuai dengan QS. Al hajj ayat 63, Ayat ini menjelaskan
bahwa alam diciptakan dalam kondisi hijau, namun
sekarang mengalami kerusakan. Sesuai dengan QS.Al-an’am
ayat 6 yang membahas mengenai kerusakan di darat dan
dilaut karena ulah manusia yang serakah. Bencana alam
akhir-akhir ini sering terjadi karena aktivitas-
aktivitas manusia yang merusak lingkungan.
Allah melarang manusia untuk berbuat kerusakan di
muka bumi karena dapat berimbas negatif bagi kehidupan
manusia sendiri. Pesan-pesan Al-Qur’an mengenai
lingkungan sangat jelas. Ada beberapa tentang
lingkungan dalam Al-Qur’an, antara lain: tanggung jawab
manusia untuk memelihara lingkungan hidup, lingkungan
sebagai suatu sistem, larangan merusak lingkungan,
sumber daya vital dan problemnya, peringatan mengenai
kerusakan lingkungan hidup yang terjadi karena ulah
tangan manusia dan pengelolaan yang mengabaikan
petunjuk Allah, serta solusi pengelolaan lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Permasalahan Ekologi?
2. Apa Saja Ayat-ayat Mengenai Ekologi?
3. Bagaimana Piramida Ekologi Islam?
4. Bagaiman Relasi Manusia dengan Lingkungan dalam
Pandangan Islam?
C. Tujuan
1. Menjelaskan Permasalahan Ekologi.
2. Menjelaskan Ayat-ayat Mengenai Ekologi.
3. Menjelaskan Piramida Ekologi Islam.
4. Menjelaskan Relasi Manusia dengan Lingkungan dalam
Pandangan Islam.
D. Manfaat
1. Dapat menjelaskan Permasalahan Ekologi.
2. Dapat menjelaskan Ayat-ayat Mengenai Ekologi.
3. Dapat menjelaskan Piramida Ekologi Islam.
4. Dapat menjelaskan Relasi Manusia dengan Lingkungan
dalam Pandangan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Beberapa Permasalahan Ekologis
Alam diciptakan Allah SWT adalah sebagai sebuah
sistem. Sistem alam terdiri dari elemen-elemen yang
memiliki posisi dan fungsi masing-masing, serta saling
berkaitan satu sama lain. Berbeda dengan mahluk
lainnya, manusia dianugerahi akal sehingga dapat
memanfaatkan segala potensi yang ada demi kelangsungan
hidupnya. Akal adalah anugerah paling istimewa dari
Allah untuk mahluknya. Karena dengan kepemilikannya
akan akal, manusia diturunkan ke bumi untuk menjadi
pemimpin.
1. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.” (al Baqarah:30).
2. “Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan
bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan
dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke
bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al Hajj:65).
Khalifah secara sederhana dapat diartikan sebagai
setiap umat yang dikaruniai bagian kekuasaan di suatu
tempat di atas bumi ini, atas izin Allah dan dengan
akalnya manusia dapat mengolah bagian-bagiannya masing-
masing untuk memenuhi segala kepentingannya. Pada
prosesnya manusia memiliki kehendak dan caranya masing-
masing. Kebebasan dan pertolongan yang diberikan Allah
ini adalah tantangan bagi manusia untuk menguji tingkat
ketaatan manusia. Firman Allah: Kemudian Kami jadikan kamu
pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya
Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus:14).
Ternyata dengan kebebasan yang diberikan kepada
manusia ini kemudian menimbulkan masalah karena manusia
cenderung untuk melakukan kerusakan. Seiring dengan
menyebarnya industrialisasi di berbagai belahan dunia,
permasalahan-permasalahan lingkungan sebagai residu
proses industrialisasi semakin mencapai titik kritis.
Di Indonesia, menurut catatan, setiap tahun Indonesia
kehilangan 1,6 s.d 3,5 juta ha hutan. Degradasi luas
hutan yang tajam ini berdampak pada menurunnya
kapasitas ketersediaan air tanah sehingga menyebabkan
kekeringan di musim kemarau. Pembabatan hutan juga
dapat menyebabkan banjir karena air hujan tidak
terserap ke dalam tanah secara maksimal. Gundulnya
hutan juga dapat menyebaban tanah longsor, karena tidak
ada yang menjaga kerekatan tanah saat turun hujan
secara terus-menerus. Gundulnya hutan juga menyebabkan
naiknya permukaan air laut. Bahkan dengan fakta
kerusakan seperti di atas, naiknya permukaan air laut
berjalan lebih cepat dari yang diperkirakan oleh para
ahli. Semua fakta kerusakan alam di atas merupakan
gambaran tentang sifat manusia yang agresif dan haus
akan kekuasaan.
B. Ayat-Ayat Ekologis
Islam adalah agama yang sangat memperdulikan
kelestarian lingkungan. Di dalam Al Quran banyak
ditemukan ayat-ayat yang berkaitan dengan deskripsi
penciptaan alam, aktivitas alamiah alam dan perintah
untuk mengambil pelajaran darinya serta untuk menjaga
keberlangsungannya. Berikut merupakan beberapa ayat
yang berkaitan dengan hal tersebut.
1. Dia yang memiliki sifat-sifat yag demikian itu ialah Allah Tuhan kamu;
tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah
dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu. (al An’am:102).
2. Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut
ukuran. (al Hijr:19)
3. Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian
mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya
bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-
celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit,
(yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka
ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-
Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat
awan itu Hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (an Nur:43).
4. Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
Kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang menurunkannya?
Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan Dia asin, Maka Mengapakah
kamu tidak bersyukur? (al Waqiah:68-70).
5. “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji
siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata
(kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan
sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak
lain hanyalah sihir yang nyata". (Huud:7).
6. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang berfikir. (al Jatsiyah: 30).
7. Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah
banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang baik? Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat suatu tanda kekuasaan Allah. dan kebanyakan mereka
tidak beriman. (as Syu’ara:7-8).
Ayat-ayat di atas menantang manusia untuk memahami
proses-proses alam. Ayat-ayat tersebut merupakan sumber
ilmu pengetahuan yang seharusnya diperdalam oleh setiap
manusia untuk kemudian dijadikan untuk meningkatkan
keimanan. Ayat-ayat di atas juga merupakan bukti akan
kebenaran Islam sebagai satu-satunya agama yang
diridhoi oleh Allah SWT. Pendidikan lingkungan juga
telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para
sahabatnya, Rasul mengajarkan tentang pentingnya
bercocok tanam dan menanam pepohonan serta pentingnya
usaha mengubah tanah yang tandus menjadi kebun yang
subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang
besar di sisi Allah SWT dan bekerja untuk memakmurkan
bumi adalah termasuk ibadah kepada Allah SWT.
Allah memberikan keleluasaan kepada manusia untuk
menentukan cara memanfaatkan alam. Kebebasan ini namun
demikian bukan berarti Allah melalaikan pengawasan
terhadap segala aktivitas ekologis manusia. Allah
bermaksud untuk memberikan kesempatan manusia untuk
menjadi yang terpilih menjadi ahli kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Posisi manusia sebagai pemimpin di muka
bumi merupakan ujian untuk menentukan posisisnya kelak
di hadapan Allah SWT.
Namun kenyataannya sekarang kerusakan alam telah
banyak terjadi, data kerusakan alam menjadi bukti bahwa
manusia cenderung untuk serakah. Dengan semua kerusakan
itu berarti manusia telah gagal menjalankan tugasnya
sebagai pemimpin dunia. Kerusakan yang disebabkan oleh
ulah manusia itu akan berdampak negatif pada manusia
itu sendiri. Pemanasan global yang melahirkan banyak
bencana seperti iklim tidak menentu, gagal panen,
kekeringan, banjir, longsor dan kebakaran hutan adalah
konsekuensi yang harus ditanggung oleh manusia sendiri.
Dan Allah SWT menjelaskannya di dalam Al Qur’an:
1. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar). Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu.
kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan
(Allah)." (ar Rum:41-42).
2. “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya
rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al
A’raf:56).
Sebagai teladan umat, Rasulullah SAW pun melarang
dengan tegas umatnya melakukan aktivitas-aktivitas yang
merusak lingkungan. Rasulullah SAW bersabda, ”Setiap orang
yang membunuh burung pipit atau binatang yang lebih besar dari
burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Allah.” Ditanyakan kepada Nabi: “Wahai
Rasulullah, apa kepentingan itu?” Rasulullah menjawab: “Apabila burung
itu disembelih untuk dimakan, dan tidak memotong kepalanya kemudian
dilempar begitu saja.”
Islam adalah agama yang sempurna. Ia mengatur
segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan
sesama, dengan Tuhan dan dengan alam. Dengan segala
kelebihan yang dimiliki dibandingkan dengan mahluk-
mahluk lain, manusia layak memimpin dunia. Manusia
adalah alam, dan alam adalah manusia itu sendiri. Alam
adalah bukan objek pelampiasan nafsu materialistis
manusia, namun dia adalah partner. Allah berfirman
dalam Q.S. AL-Baqarah ayat 30, yang salah satu maknanya
adalah tentang kedudukan manusia dimuka bumi ini adalah
sebagai khalifah Allah atau pengganti Allah, yang
diberi tugas untuk memelihara dan melestarikan alam,
mengambil manfaat, serta mengelola kekayaan alamnya
sehingga terwujud kedamaian dan kesejahteraan segenap
manusia.
C. Piramida Ekologi Islam
Dalam ilmu ekologi standar, terdapat model
piramida makanan yang terdiri atas alas dekomposer,
produsen, konsumen satu, konsumen dua hingga top
konsumen. Yang menghubungkan antara tangga satu dengan
tangga berikutnya sebenarnya adalah ‘sedekah’, setiap
mahluk di muka bumi ini berkontribusi untuk
keseimbangan ekologis. Sedangkan pada ekologi umum
hanya memandangnya sebagai aliran material semata.
Misalnya, dekomposer (bakteri) punya peranan sangat
penting. Ia bertugas untuk memakan sampah. Bisa
dibayangkan bagaimana jadinya jika bakteri malas
memakan sampah? Mungkin sampah sudah bertumpuk dan
membawa polusi udara dengan bau busuk tak terkira.
Untung bakteri menunaikan tanggung jawabnya untuk
keberlanjutan ekologis dengan mengonsumsi sampah,
apalagi dengan bantuan enzim dalam dirinya, yang
mempercepat penghancuran sampah (dekomposisi) dari
bahan majemuk (kompleks) ke bahan sederhana.
D. Relasi Manusia dengan Lingkungan Menurut Pandangan
Islam
Paling tidak ada dua konsep yang dapat digunakan
untuk mengkaji relasi manusia dengan lingkungan atau
alam semesta, ketika yang dimaksud adalah dalam
pandangan al-Qur’an. Dua konsep itu adalah tujuan
penciptaan alam semesta; dan tujuan penciptaan manusia.
Implikasi dari pemahaman dua konsep tersebut akan dapat
digunakan untuk merumuskan konsep relasi manusia dengan
lingkungan dalam pandangan Islam.
1. Tujuan Penciptaan Alam Semesta
Tujuan alam semesta diciptakan adalah: (1)
tanda kekuasaan Allah bagi yang berakal (Q.S. Ali
‘Imran [3]: 190), yang mengetahui (Q.S. al-Rum [30]:
22), bertaqwa (Q.S. Yunus [10]: 6), yang mau
mendengarkan pelajaran (Q.S. al-Nahl [16]: 65), dan
yang berpikir (Q.S. al-Ra‘d [13]: 3); (2) untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia (Q.S. al-Baqarah [2]:
29); (3) sebagai rahmat dari Allah (Q.S. al-Jatsiyah
[45]:1 3); (4) untuk kepentingan manusia (Q.S. Luqman
[31]: 20); (5) untuk menyempurnakan nikmat dan ujian
bagi semua manusia (Q.S. Hûd [11]: 7); dan untuk
menguji siapa yang amalannya lebih baik (Q.S. al-Mulk
[67]: 2).
Tentang alam semesta sebagai tanda kekuasaan Allah,
telah disimpulkan bahwa “setiap makhluk atau segala
sesuatu di dunia ini memiliki eksistensi ontologis
sebagai tanda kekuasaan Tuhan…” Kesimpulan lainnya
adalah bahwa: “Tuhan mengungkapkan dan memanifestasikan
diri-Nya melalui ciptaan-Nya…” Ayat-ayat yang mendukung
kesimpulan tersebut cukup banyak dijumpai dalam al-
Qur’an. Contohnya Q.S. Ali ‘Imran [3]: 190-191; Thaha
[20]: 50; al-Anbiya’ [21]: 16-17; al-Mu’minun [23]:
115.
Imam Tajuddin H. Alhilaly, seorang mufti di
Australia, menyebutkan beberapa fungsi alam. Pertama,
alam diciptakan sebagai pendamping (partner) bagi
keberadaan manusia. Kedua, alam ini diciptakan untuk
kehidupan manusia. Manusia mustahil bisa muncul di bumi
dan hidup tanpa dukungan alam ini. Fungsi alam ini
diimbangi dengan berbagai batasan dan tugas manusia
untuk memelihara lingkungan. Kesimpulan ini didukung
hadits-hadits Nabi saw dan beberapa ayat al-Qur’an,
seperti Q.S. al-Anbiya’ [21]: 30; al-Waqi‘ah [56]: 68-
69 dan 63-64; ‘Abasa [80]: 24-32; dan al-An‘am [6]: 99.
Dalam membahas etika lingkungan Islam,
Hamid menyebutkan beberapa fungsi alam semesta ini
diciptakan Allah. Fungsi yang paling utama adalah untuk
beribadah kepada Penciptanya. Pemujaan, pujian, dan
bersujudnya segenap makhluk, merupakan bagian dari
keselarasan hukum alam yang dikehendaki Sang Khalik
(Q.S. al-Isra’ [17]: 44; al-Hajj [22]: 18; dan al-Nahl
[16]: 49-50).[
Fungsi lainnya adalah dalam rangka
menjalankan peran masing-masing (fungsi ekologis) demi
menjaga keberlangsungan dan kelestarian alam. Allah
menciptakan alam semesta ini dengan proporsi yang tepat
dan seimbang (Q.S. al-Mulk [67]: 3-4; al-Qamar [54]:
59; al-Rahman [55]: 7). Dalam surat al-Mu’min [40]
ayat 57, Allah menjelaskan bahwa penciptaan langit dan
bumi sesungguhnya jauh lebih besar ketimbang penciptaan
manusia. Di samping itu, bumi dan seisinya ini
diciptakan tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk
seluruh makhluk (Q.S. al-Hijr [15]: 19-20; al-An‘am
[6]: 38; dan al-Nur [24]: 45).
Fungsi ketiga, menurut Abd al-Hamid, adalah
berkaitan dengan keberadaan manusia. Beberapa ayat
memang menunjukkan bahwa segenap makhluk ciptaan Allah
dimaksudkan untuk melayani manusia (Q.S. al-Jatsiyah
[45]: 13; Luqman [31]: 20; al-Mu’min [40]: 64). Tumbuh-
tumbuhan, binatang, bumi, dan langit ditundukkan Allah
untuk melayani dan memenuhi kebutuhan manusia yang
telah dibekali otak dan kecerdasan (Q.S. Yâsin [36]:71;
al-Mu’min [40]: 79; Ibrahim [14]: 33). Meskipun
demikian, ketundukan makhluk non-manusia kepada manusia
bukan berarti manusia memiliki hak untuk untuk
mendominasi dan mengeruk alam. Alam juga tidak hanya
dilihat dari sisi kemanfaatannya. Sebaliknya, jagat
raya ini bisa menjadi sarana bagi manusia untuk
berefleksi dan perenungan, dan juga sumber keindahan
dan kepuasan hati (Q.S. Yunus [10]: 6; al-Thur [52]:
20; al-Jatsiyah [45]: 4; al-Nahl [16]: 13; al-Kahfi
[18]: 7).
2. Tujuan Penciptaan Manusia
Dalam al-Qur’an, manusia sering dipuji sebagai
makhluk paling sempurna (Q.S. al-Tien [95]: 5) dan
dimuliakan dibanding makhluk-makhluk lain di bumi (Q.S.
Al-Isra’ [17]: 70). Meskipun demikian, manusia juga
disebutkan karena sifat-sifat jeleknya (Q.S. Ibrahim
[14]: 34; al-Kahfi [18]: 54; al-Ma‘arij [70]: 19).
Beberapa tujuan manusia diciptakan, sebagaimana disebut
al-Qur’an sebagai berikut: (1) bukan untuk main-main
(Q.S. Al-Mu’minun [23]: 115), tetapi untuk mengemban
amanah atau tugas keagamaan dan beribadah (Q.S. Al-
Ahzab [33]: 72; al-Dzariyat [51]: 56); (2) sebagai
khalifah atau pengelola bumi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30);
(3) untuk al-amr bi al-ma‘ruf wa al-nahi ‘an al-munkar (Q.S. Ali
‘Imran [3]: 110; al-Rahman [55]: 31) dan akan dimintai
tanggung jawabnya (Q.S. Al-Qiyamah [75]: 36); (4) untuk
beribadah (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56; Shad [38]: 26);
dan (5) membangun peradaban di bumi (Q.S. Huud [11]:
61).
Hasil perumusan lain, yakni manusia selaku
khalifah, dirinci sebagai tugas dan tanggung jawab
manusia, yaitu: (1) untuk menegakkan agama (Q.S. Al-
Hajj [22]: 41; al-Nur [24]: 55; al-An‘am [6]: 163-165);
dan (2) mengatur urusan dunia (Q.S. Ali ‘Imran [3]:
159; al-Syura [42]: 38; dan al-Nisa’ [4]: 59). Rumusan
terakhir menyangkut kemungkinan manusia sebagai
penyebab kerusakan lingkungan, yakni: (1) merusak (Q.S.
al-A‘raf [7]: 56,74); (2) curang (Q.S. Huud [11]: 85);
(3) disorientasi atau ketidakseimbangan dan berlebihan
(Q.S. Al-Isra’ [17]: 25-26; al-An‘am [6]: 141; al-A‘raf
[7]: 31; al-Rahman [55]: 7-9; al-Furqan [25]: 67); (4)
mengurangi atau mengubah (Q.S. al-Nisa’ [4]: 118-119);
dan (5) dorongan hawa nafsu (Q.S. Muhammad [47]: 22;
al-An‘am [6]: 123; dan al-Isra’ [17]: 16).
Manusia sebagai penguasa (khalifah) di muka bumi,
diatur oleh empat prinsip utama berdasarkan al-Qur’an:
tauhid, fitrah, mizan, dan khilafah. Tauhid merupakan prinsip
utama tentang keesaan Tuhan dan kesatuan semua ciptaan-
Nya (Q.S. al-Ikhlas [112]: 1-2; al-Furqan [25]: 2).
Seluruh makhluk berasal dari sumber yang sama dan
diciptakan untuk bekerja dan berfungsi sebagai satu
kesatuan (Q.S. al-Baqarah [2]: 255). Fitrah merupakan
konsep Islam tentang sifat asal dari ciptaan Tuhan di
mana manusia termasuk di dalamnya (Q.S. al-Rum [30]:
30). Alam semesta berjalan sebagaimana hukum-hukum
kekal Allah. Apabila manusia dengan potensi dan
kehendak bebasnya mengubah ciptaan, melalui intervensi
mereka terhadap bumi, maka mereka berarti juga
menghancurkan dirinya. Manusia telah memicu reaksi
berantai bagi diri mereka sendiri, dan tidak mampu
bagaimana menghentikannya.
Dalam prinsip mizan, alam semesta dan seisinya
termasuk manusia tanpa kecuali berada dalam kepatuhan
terhadap Penciptanya. Melalui hukum alam-Nya, mereka
memiliki tatanan dan tujuan tertentu (Q.S. al-Rahman
[55]: 1-12). Sementara, prinsip khilafah (peran
pengelola) mengatakan bahwa manusia diberi kedudukan
khusus oleh Tuhan, yakni sebagai wakil Tuhan di muka
bumi (Q.S. al-An‘am [6]: 165). Meskipun begitu, manusia
juga menjadi hamba-Nya yang harus taat. Sedangkan
hubungannya dengan alam, manusia bukanlah penguasa
ataupun pemilik alam, tetapi setara. Bersama
kekhalifahannya, manusia bertanggung jawab terhadap apa
yang ia perbuat terhadap alam.
Mustafa Abu Sway memakai dua kategori untuk
membahas hubungan antara manusia dan lingkungan,
penguasaan (khilafah) dan penundukan (taskhir). Kategori
pertama memandang bahwa manusia adalah wakil Tuhan di
muka bumi. Kekhalifahannya telah dinyatakan sebelum
penciptaan manusia pertama (Q.S. al-Baqarah [2]: 30-
31). Dengan kedudukan ini, manusia dilimpahi tanggung
jawab untuk memelihara dan menjaga alam sekitarnya,
yang juga diiringi dengan ganjaran dan hukuman. Pada
posisi ini, kekhalifahan juga bisa menjadi ujian
baginya bagaimana ia memerlakukan lingkungannya (Q.S.
al-An‘am [6]: 165), apakah ia akan menjalankan tugasnya
sesuai aturan Tuhan atau malah merusak. Apabila suatu
golongan atau kaum berbuat kerusakan, bisa jadi tugas
ini akan dilimpahkan ke generasi yang lain (Q.S. al-
A‘raf [7]: 69 dan 74). Tugas lain manusia selaku
khalifah adalah untuk mengamati alam semesta (Q.S.
Yunus [10]: 14) dalam rangka pengembangan ilmu
pengatahuan yang memungkinkan mereka untuk memelihara
lingkungan tempat mereka hidup.
Berdasarkan kajian tematisnya terhadap
istilah khalifah dalam al-Qur’an, Dapat disimpulkan tiga
makna khalifah. Pertama, khalifah yang berarti Adam as.
Sebagai simbol manusia pertama, manusia adalah penguasa
di muka bumi (Q.S. al-Baqarah [2]:30; al-An‘am [6]:
165; Yunus [10]: 13-14. Kedua, khalifah berarti generasi
penerus atau pengganti, sehingga fungsi khalifah
diamanatkan secara kolektif kepada suatu generasi (Q.S.
al-A‘raf [7]: 69, 74, 142, dan 169; Yunus [10]: 73).
Dan terakhir, khalifah berarti kepala negara atau raja
suatu kaum (Q.S. Yunus [10]: 73; Shad [38]: 26).
Kategori lain yang bisa digunakan untuk memahami
relasi manusia dengan lingkungannya adalah al-amanah.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menerima
tawaran dari Allah untuk mengemban amanat (Q.S. Al-
Ahzab [33]: 72). Dengan begitu, kebebasannya sebagai
penguasa bumi (khalifah fi al-ard) juga diimbangi dengan
amanat. Kekhalifahan manusia juga merupakan ujian
baginya untuk bagaimana ia memperlakukan apa yang
diamanatkan oleh Allah (Q.S. Al-Anfal [8]: 27-28; al-
An‘am [6]: 165).
Hubungan manusia dengan alam dalam al-
Qur’an di mana manusia berkedudukan sebagai khalifah,
harus juga dilihat dari segi penundukan (taskhir) dan
kehambaan (al-‘ubudiyyah). Manusia selaku khalifah di bumi
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 30) dilengkapi dengan kemampuan
mengembangkan pengetahuan (Q.S. Al-Baqarah [2]: 31) dan
ditundukkannya alam semesta dan seisinya untuk manusia.
Allah lah yang menundukkan langit dan bumi dan seisinya
(Q.S. Al-Jatsiyah [45]: 12-13), bukan manusia. Oleh
karena itu, meskipun manusia sebagai khalifah diberi
kuasa untuk mengelola dan memelihara alam, kedudukan
manusia dengan alam semesta adalah setara di hadapan
Allah. Sebagai hamba Allah, manusia bertindak pasif dan
hanya menerima karunia yang diberikan Allah kepadanya.
Di sisi lain, sebagai khalifah, ia harus aktif menjaga
kelestarian alam dan mengelolanya bagi kemanfaatan
semua makhluk. Di samping relasi antara manusia dan
alam semesta, ada dua relasi yang lain, yaitu relasi
manusia dan Tuhan dan relasi alam semesta dan Tuhan.
Untuk memahami salah satu dari tiga relasi tersebut,
relasi manusia dan alam misalnya, dua relasi yang lain
akan sangat membantu untuk memahaminya. Masing-masing
dari ketiga relasi di atas memiliki elemen penting yang
membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan. Relasi
antara alam semesta dan Tuhan dihubungkan dengan konsep
penundukan (taskhir); relasi antara manusia dan Tuhan
dihubungkan dengan konsep kehambaan (‘abd); sementara,
relasi antara manusia dan alam semesta adalah relasi
khalifah dan amanah.
Kita dapat membangun pandangan keagamaan terhadap
ekologi (eco-teology). Tiga relasi di atas, menurut
penulis, adalah sebuah sistem yang terstruktur, yang
tidak bisa dipisah-pisahkan. Tiga relasi di atas
menunjukan betapa zat yang paling memiliki kekuasaan
adalah Tuhan, sehingga semua ciptaanya akan tunduk
terhadapnya, termasuk manusia. Inilah yang kemudian
menjadi konsep ‘abd. Apabila memakai konsep ‘abd, maka
hal itu bisa dijelaskan bahwa manusia dianugerahi
potensi sebagai khalifah dan dibekali dengan penundukan
(taskhir) alam semesta baginya. Akan tetapi kemampuan dan
penundukan tersebut harus diimbangi dengan tanggung
jawab melalui elemen amanah dan ‘abd. Jika dilihat dalam
kerangka pandangan agama dan lingkungan di atas, maka
konsep ini akan lebih sesuai dengan konsep kekerabatan
manusia dengan semua makhluk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua ini sudah terformat dalam tiap komponen
ekologis. Mulai dari dekomposer hingga konsumen atas
telah mengakui kekhalifahan. Semua mahluk di alam
semesta bertasbih pada tuhan, sehingga, binatang pun
pada dasarnya dapat berfikir. Kita tidak bisa
menempatkan carnivor ke posisi dekomposer, karena akan
sangat berbahaya sebab akan mempengaruhi keseimbangan
ekologis. Ini menunjukkan bahwa terdapat hirarki dalam
rantai ekologis. Begitu pula dalam spritualitas,
terdapat jenjang atau maqam yang sesuai dengan
katakwaan pada Allah. Alam semesta adalah sistem yang
di dalamnya terdiri dari komponen-komponen yang saling
berkaitan satu sama lain, memiliki posisi dan fungsinya
masing-masing. Manusia adalah salah satu dari komponen-
komponen itu. Antara manusia dengan komponen-komponen
alam lainnya adalah sejajar. Allah SWT menciptakan
manusia sebagai khalifah yang bertugas memimpin bumi.
Apabila salah satu komponen alam tersebut berjalan
tidak semestinya, maka akan terjadi kerusakan pada
sistem secara keseluruhan. Allah memberikan kebebasan
kepada manusia untuk memanfaatkan alam dengan caranya
masing-masing. Islam juga memberikan penjelasan
mengenai hal-hal apa saja yang tidak patut dilakukan
karena dapat mengurangi kualitas lingkungan. Ada empat
konsep penting yang harus dipahami untuk membangun
pemahaman agama (Islam) terhadap ekologi atau
lingkungan: taskhir, ‘abd, khalifah dan amanah. Keempatnya
berasal dari konsep tujuan penciptaan alam semesta dan
tujuan penciptaan manusia. Pandangan yang komprehensif
terhadap empat konsep di atas dengan seimbang akan
memberikan pandangan yang baik mengenai relasi manusia
dan lingkungan dalam kaitannya dengan keseimbangan alam
dan lingkungan.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan
pembacadapat mengetahui dan memahami ekologi serta
dapat memberikan kritik dan saran nya agar makalah ini
dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian
saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa
manfaat bagi semua pembaca.
AL-QUR’AN DIGITAL
AL-QUR’AN TERJEMAH KHUSUS WANITA
Abdurrahman, Deden. 2008. Buku Pelajaran Biologi Kelompok
Pertanian dan Kesehatan untuk Kelas XI SMK. Bandung:
Grafindo Media Pratama.
Anshori, Djoko Martono. 2009. BIOLOGI untuk Sekolah
Menengah Atas (SMA)-
Madrasah Aliah (MA) Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen
Pendidikan Nasional.