Makalah Ekologi Al Qur'an

25
MAKALAH BIOLOGI UMUM (AKKC 421) Kekhalifahan Manusia, Kerusakan Alam Serta Pengaruhnya Terhadap Ekosistem Didalam Al Qur’an Dosen Pembimbing: Dra. St. Wahidah Arsyad, M.Pd Disusun Oleh: Nama: Een Irawati NIM: A1C413014 Kelas: Fisika B Kelompok Dasar-Dasar Ekologi PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Transcript of Makalah Ekologi Al Qur'an

MAKALAH

BIOLOGI UMUM(AKKC 421)

Kekhalifahan Manusia, Kerusakan AlamSerta Pengaruhnya Terhadap Ekosistem

Didalam Al Qur’an

Dosen Pembimbing:Dra. St. Wahidah Arsyad, M.Pd

Disusun Oleh:Nama: Een Irawati

NIM: A1C413014

Kelas: Fisika B

Kelompok Dasar-Dasar Ekologi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2013/2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama bagi seluruh ummat dan alam,

yang disebut “Rahmatan lil ‘Alamin”. Islam tidak hanya

mengatur hubungan antar manusia dengan Allah, tapi juga

tentang hubungan manusia dengan alam. Konsep ekologi

dalam Islam sangat berkaitan dengan konsep kepemimpinan

universal, yaitu kepemimpinan yang berlandaskan nilai-

nilai etika yang terdapat dalam Alquran.

Ekologi menunjukkan hubungan antara organisme

dengan lingkungannya atau fenomena-fenomena yang

berkaitan dengan masalah lingkungan. Ekologi dan

komponennya perlu dijaga dan diawasi keseimbangannya

oleh manusia sebagai khalifah di bumi, karena bumi

diciptakan dalam kondisi seimbang atau ideal. Hal ini

sesuai dengan QS. Al hajj ayat 63, Ayat ini menjelaskan

bahwa alam diciptakan dalam kondisi hijau, namun

sekarang mengalami kerusakan. Sesuai dengan QS.Al-an’am

ayat 6 yang membahas mengenai kerusakan di darat dan

dilaut karena ulah manusia yang serakah. Bencana alam

akhir-akhir ini sering terjadi karena aktivitas-

aktivitas manusia yang merusak lingkungan.

Allah melarang manusia untuk berbuat kerusakan di

muka bumi karena dapat berimbas negatif bagi kehidupan

manusia sendiri. Pesan-pesan Al-Qur’an mengenai

lingkungan sangat jelas. Ada beberapa tentang

lingkungan dalam Al-Qur’an, antara lain: tanggung jawab

manusia untuk memelihara lingkungan hidup, lingkungan

sebagai suatu sistem, larangan merusak lingkungan,

sumber daya vital dan problemnya, peringatan mengenai

kerusakan lingkungan hidup yang terjadi karena ulah

tangan manusia dan pengelolaan yang mengabaikan

petunjuk Allah, serta solusi pengelolaan lingkungan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Saja Permasalahan Ekologi?

2. Apa Saja Ayat-ayat Mengenai Ekologi?

3. Bagaimana Piramida Ekologi Islam?

4. Bagaiman Relasi Manusia dengan Lingkungan dalam

Pandangan Islam?

C. Tujuan

1. Menjelaskan Permasalahan Ekologi.

2. Menjelaskan Ayat-ayat Mengenai Ekologi.

3. Menjelaskan Piramida Ekologi Islam.

4. Menjelaskan Relasi Manusia dengan Lingkungan dalam

Pandangan Islam.

D. Manfaat

1. Dapat menjelaskan Permasalahan Ekologi.

2. Dapat menjelaskan Ayat-ayat Mengenai Ekologi.

3. Dapat menjelaskan Piramida Ekologi Islam.

4. Dapat menjelaskan Relasi Manusia dengan Lingkungan

dalam Pandangan Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Beberapa Permasalahan Ekologis

Alam diciptakan Allah SWT adalah sebagai sebuah

sistem. Sistem alam terdiri dari elemen-elemen yang

memiliki posisi dan fungsi masing-masing, serta saling

berkaitan satu sama lain. Berbeda dengan mahluk

lainnya, manusia dianugerahi akal sehingga dapat

memanfaatkan segala potensi yang ada demi kelangsungan

hidupnya. Akal adalah anugerah paling istimewa dari

Allah untuk mahluknya. Karena dengan kepemilikannya

akan akal, manusia diturunkan ke bumi untuk menjadi

pemimpin.

1. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:

“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”

mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi

itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan

darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui

apa yang tidak kamu ketahui.” (al Baqarah:30).

2. “Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan

bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan

dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke

bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al Hajj:65).

Khalifah secara sederhana dapat diartikan sebagai

setiap umat yang dikaruniai bagian kekuasaan di suatu

tempat di atas bumi ini, atas izin Allah dan dengan

akalnya manusia dapat mengolah bagian-bagiannya masing-

masing untuk memenuhi segala kepentingannya. Pada

prosesnya manusia memiliki kehendak dan caranya masing-

masing. Kebebasan dan pertolongan yang diberikan Allah

ini adalah tantangan bagi manusia untuk menguji tingkat

ketaatan manusia. Firman Allah: Kemudian Kami jadikan kamu

pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya

Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus:14).

Ternyata dengan kebebasan yang diberikan kepada

manusia ini kemudian menimbulkan masalah karena manusia

cenderung untuk melakukan kerusakan. Seiring dengan

menyebarnya industrialisasi di berbagai belahan dunia,

permasalahan-permasalahan lingkungan sebagai residu

proses industrialisasi semakin mencapai titik kritis.

Di Indonesia, menurut catatan, setiap tahun Indonesia

kehilangan 1,6 s.d 3,5 juta ha hutan. Degradasi luas

hutan yang tajam ini berdampak pada  menurunnya

kapasitas ketersediaan air tanah sehingga menyebabkan

kekeringan di musim kemarau. Pembabatan hutan juga

dapat menyebabkan banjir karena air hujan tidak

terserap ke dalam tanah secara maksimal. Gundulnya

hutan juga dapat menyebaban tanah longsor, karena tidak

ada yang menjaga kerekatan tanah saat turun hujan

secara terus-menerus. Gundulnya hutan juga menyebabkan

naiknya permukaan air laut. Bahkan dengan fakta

kerusakan seperti di atas, naiknya permukaan air laut

berjalan lebih cepat dari yang diperkirakan oleh para

ahli. Semua fakta kerusakan alam di atas merupakan

gambaran tentang sifat manusia yang agresif dan haus

akan kekuasaan.

B. Ayat-Ayat Ekologis

Islam adalah agama yang sangat memperdulikan

kelestarian lingkungan. Di dalam Al  Quran banyak

ditemukan ayat-ayat yang berkaitan dengan deskripsi

penciptaan alam, aktivitas alamiah alam dan perintah

untuk mengambil pelajaran darinya serta untuk menjaga

keberlangsungannya. Berikut merupakan beberapa ayat

yang berkaitan dengan hal tersebut.

1. Dia yang memiliki sifat-sifat yag demikian itu ialah Allah Tuhan kamu;

tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah

dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu. (al An’am:102).

2. Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya

gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut

ukuran. (al Hijr:19)

3. Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian

mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya

bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-

celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit,

(yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka

ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-

Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat

awan itu Hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (an Nur:43).

4. Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.

Kamukah yang menurunkannya atau kamikah yang menurunkannya?

Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan Dia asin, Maka Mengapakah

kamu tidak bersyukur? (al Waqiah:68-70).

5. “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,

dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji

siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata

(kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan

sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak

lain hanyalah sihir yang nyata". (Huud:7).

6. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang

di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada

yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)

bagi kaum yang berfikir. (al Jatsiyah: 30).

7. Dan Apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah

banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-

tumbuhan yang baik?  Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

benar terdapat suatu tanda kekuasaan Allah. dan kebanyakan mereka

tidak beriman. (as Syu’ara:7-8).

Ayat-ayat di atas menantang manusia untuk memahami

proses-proses alam. Ayat-ayat tersebut merupakan sumber

ilmu pengetahuan yang seharusnya diperdalam oleh setiap

manusia untuk kemudian dijadikan untuk meningkatkan

keimanan. Ayat-ayat di atas juga  merupakan bukti akan

kebenaran Islam sebagai satu-satunya agama yang

diridhoi oleh Allah SWT. Pendidikan lingkungan juga

telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para

sahabatnya, Rasul mengajarkan tentang pentingnya

bercocok tanam dan menanam pepohonan serta pentingnya

usaha mengubah tanah yang tandus menjadi kebun yang

subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang

besar di sisi Allah SWT dan bekerja untuk memakmurkan

bumi adalah termasuk ibadah kepada Allah SWT.

Allah memberikan keleluasaan kepada manusia untuk

menentukan cara memanfaatkan alam.  Kebebasan ini namun

demikian bukan berarti Allah melalaikan pengawasan

terhadap segala aktivitas ekologis manusia. Allah

bermaksud untuk memberikan kesempatan manusia untuk

menjadi yang terpilih menjadi ahli kebahagiaan di dunia

dan di akhirat. Posisi manusia sebagai pemimpin di muka

bumi merupakan ujian untuk menentukan posisisnya kelak

di hadapan Allah SWT.

Namun kenyataannya sekarang kerusakan alam telah

banyak terjadi, data kerusakan alam menjadi bukti bahwa

manusia cenderung untuk serakah. Dengan semua kerusakan

itu berarti manusia telah gagal menjalankan tugasnya

sebagai pemimpin dunia. Kerusakan yang disebabkan oleh

ulah manusia itu akan berdampak negatif pada manusia

itu sendiri. Pemanasan global yang melahirkan banyak

bencana seperti iklim tidak menentu, gagal panen,

kekeringan, banjir, longsor dan kebakaran hutan adalah

konsekuensi yang harus ditanggung oleh manusia sendiri.

Dan Allah SWT menjelaskannya di dalam Al Qur’an:

1. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena

perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka

sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke

jalan yang benar). Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan

perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu.

kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan

(Allah)." (ar Rum:41-42).

2. “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah

(Allah) memperbaikinya dan Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut

(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya

rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al

A’raf:56).

Sebagai teladan umat, Rasulullah SAW pun melarang

dengan tegas umatnya melakukan aktivitas-aktivitas yang

merusak lingkungan. Rasulullah SAW bersabda, ”Setiap orang

yang membunuh burung pipit atau binatang yang lebih besar dari

burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan dimintai

pertanggungjawabannya oleh Allah.” Ditanyakan kepada Nabi:  “Wahai

Rasulullah, apa kepentingan itu?” Rasulullah menjawab: “Apabila burung

itu disembelih untuk dimakan, dan tidak memotong kepalanya kemudian

dilempar begitu saja.”

Islam adalah agama yang sempurna. Ia mengatur

segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan

sesama, dengan Tuhan dan dengan alam. Dengan segala

kelebihan yang dimiliki dibandingkan dengan mahluk-

mahluk lain, manusia layak memimpin dunia. Manusia

adalah alam, dan alam adalah manusia itu sendiri. Alam

adalah bukan objek pelampiasan nafsu materialistis

manusia, namun dia adalah partner. Allah berfirman

dalam Q.S. AL-Baqarah ayat 30, yang salah satu maknanya

adalah tentang kedudukan manusia dimuka bumi ini adalah

sebagai khalifah Allah atau pengganti Allah, yang

diberi tugas untuk memelihara dan melestarikan alam,

mengambil manfaat, serta mengelola kekayaan alamnya

sehingga terwujud kedamaian dan kesejahteraan segenap

manusia.

C. Piramida Ekologi Islam

Dalam ilmu ekologi standar, terdapat model

piramida makanan yang terdiri atas alas dekomposer,

produsen, konsumen satu, konsumen dua hingga top

konsumen. Yang menghubungkan antara tangga satu dengan

tangga berikutnya sebenarnya adalah ‘sedekah’, setiap

mahluk di muka bumi ini berkontribusi untuk

keseimbangan ekologis. Sedangkan pada ekologi umum

hanya memandangnya sebagai aliran material semata.

Misalnya, dekomposer (bakteri) punya peranan sangat

penting. Ia bertugas untuk memakan sampah. Bisa

dibayangkan bagaimana jadinya jika bakteri malas

memakan sampah? Mungkin sampah sudah bertumpuk dan

membawa polusi udara dengan bau busuk tak terkira.

Untung bakteri menunaikan tanggung jawabnya untuk

keberlanjutan ekologis dengan mengonsumsi sampah,

apalagi dengan bantuan enzim dalam dirinya, yang

mempercepat penghancuran sampah (dekomposisi) dari

bahan majemuk (kompleks) ke bahan sederhana.

D. Relasi Manusia dengan Lingkungan Menurut Pandangan

Islam

Paling tidak ada dua konsep yang dapat digunakan

untuk mengkaji relasi manusia dengan lingkungan atau

alam semesta, ketika yang dimaksud adalah dalam

pandangan al-Qur’an. Dua konsep itu adalah tujuan

penciptaan alam semesta; dan tujuan penciptaan manusia.

Implikasi dari pemahaman dua konsep tersebut akan dapat

digunakan untuk merumuskan konsep relasi manusia dengan

lingkungan dalam pandangan Islam.

1. Tujuan Penciptaan Alam Semesta

            Tujuan alam semesta diciptakan adalah: (1)

tanda kekuasaan Allah bagi yang berakal (Q.S. Ali

‘Imran [3]: 190), yang mengetahui (Q.S. al-Rum [30]:

22), bertaqwa (Q.S. Yunus [10]: 6), yang mau

mendengarkan pelajaran (Q.S. al-Nahl [16]: 65), dan

yang berpikir (Q.S. al-Ra‘d [13]: 3); (2) untuk

memenuhi kebutuhan hidup manusia (Q.S. al-Baqarah [2]:

29); (3) sebagai rahmat dari Allah (Q.S. al-Jatsiyah

[45]:1 3); (4) untuk kepentingan manusia (Q.S. Luqman

[31]: 20); (5) untuk menyempurnakan nikmat dan ujian

bagi semua manusia (Q.S. Hûd [11]: 7); dan untuk

menguji siapa yang amalannya lebih baik (Q.S. al-Mulk

[67]: 2).

Tentang alam semesta sebagai tanda kekuasaan Allah,

telah disimpulkan bahwa “setiap makhluk atau segala

sesuatu di dunia ini memiliki eksistensi ontologis

sebagai tanda kekuasaan Tuhan…” Kesimpulan lainnya

adalah bahwa: “Tuhan mengungkapkan dan memanifestasikan

diri-Nya melalui ciptaan-Nya…” Ayat-ayat yang mendukung

kesimpulan tersebut cukup banyak dijumpai dalam al-

Qur’an. Contohnya Q.S. Ali ‘Imran [3]: 190-191; Thaha

[20]: 50; al-Anbiya’ [21]: 16-17; al-Mu’minun [23]:

115.

            Imam Tajuddin H. Alhilaly, seorang mufti di

Australia, menyebutkan beberapa fungsi alam. Pertama,

alam diciptakan sebagai pendamping (partner) bagi

keberadaan manusia. Kedua, alam ini diciptakan untuk

kehidupan manusia. Manusia mustahil bisa muncul di bumi

dan hidup tanpa dukungan alam ini. Fungsi alam ini

diimbangi dengan berbagai batasan dan tugas manusia

untuk memelihara lingkungan. Kesimpulan ini didukung

hadits-hadits Nabi saw dan beberapa ayat al-Qur’an,

seperti Q.S. al-Anbiya’ [21]: 30; al-Waqi‘ah [56]: 68-

69 dan 63-64; ‘Abasa [80]: 24-32; dan al-An‘am [6]: 99.

            Dalam membahas etika lingkungan Islam,

Hamid menyebutkan beberapa fungsi alam semesta ini

diciptakan Allah. Fungsi yang paling utama adalah untuk

beribadah kepada Penciptanya. Pemujaan, pujian, dan

bersujudnya segenap makhluk, merupakan bagian dari

keselarasan hukum alam yang dikehendaki Sang Khalik

(Q.S. al-Isra’ [17]: 44; al-Hajj [22]: 18; dan al-Nahl

[16]: 49-50).[

            Fungsi lainnya adalah dalam rangka

menjalankan peran masing-masing (fungsi ekologis) demi

menjaga keberlangsungan dan kelestarian alam. Allah

menciptakan alam semesta ini dengan proporsi yang tepat

dan seimbang (Q.S. al-Mulk [67]: 3-4; al-Qamar [54]:

59; al-Rahman [55]: 7). Dalam surat  al-Mu’min [40]

ayat 57, Allah menjelaskan bahwa penciptaan langit dan

bumi sesungguhnya jauh lebih besar ketimbang penciptaan

manusia. Di samping itu, bumi dan seisinya ini

diciptakan tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk

seluruh makhluk (Q.S. al-Hijr [15]: 19-20; al-An‘am

[6]: 38; dan al-Nur [24]: 45).

Fungsi ketiga, menurut Abd al-Hamid, adalah

berkaitan dengan keberadaan manusia. Beberapa ayat

memang menunjukkan bahwa segenap makhluk ciptaan Allah

dimaksudkan untuk melayani manusia (Q.S. al-Jatsiyah

[45]: 13; Luqman [31]: 20; al-Mu’min [40]: 64). Tumbuh-

tumbuhan, binatang, bumi, dan langit ditundukkan Allah

untuk melayani dan memenuhi kebutuhan manusia yang

telah dibekali otak dan kecerdasan (Q.S. Yâsin [36]:71;

al-Mu’min [40]: 79; Ibrahim [14]: 33). Meskipun

demikian, ketundukan makhluk non-manusia kepada manusia

bukan berarti manusia memiliki hak untuk untuk

mendominasi dan mengeruk alam. Alam juga tidak hanya

dilihat dari sisi kemanfaatannya. Sebaliknya, jagat

raya ini bisa menjadi sarana bagi manusia untuk

berefleksi dan perenungan, dan juga sumber keindahan

dan kepuasan hati (Q.S. Yunus [10]: 6; al-Thur [52]:

20; al-Jatsiyah [45]: 4; al-Nahl [16]: 13; al-Kahfi

[18]: 7).

2. Tujuan Penciptaan Manusia

Dalam al-Qur’an, manusia sering dipuji sebagai

makhluk paling sempurna (Q.S. al-Tien [95]: 5) dan

dimuliakan dibanding makhluk-makhluk lain di bumi (Q.S.

Al-Isra’ [17]: 70). Meskipun demikian, manusia juga

disebutkan karena sifat-sifat jeleknya (Q.S. Ibrahim

[14]: 34; al-Kahfi [18]: 54; al-Ma‘arij [70]: 19).

Beberapa tujuan manusia diciptakan, sebagaimana disebut

al-Qur’an sebagai berikut: (1) bukan untuk main-main

(Q.S. Al-Mu’minun [23]: 115), tetapi untuk mengemban

amanah atau tugas keagamaan dan beribadah (Q.S. Al-

Ahzab [33]: 72; al-Dzariyat [51]: 56); (2) sebagai

khalifah atau pengelola bumi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30);

(3) untuk al-amr bi al-ma‘ruf wa al-nahi ‘an al-munkar (Q.S. Ali

‘Imran [3]: 110; al-Rahman [55]: 31) dan akan dimintai

tanggung jawabnya (Q.S. Al-Qiyamah [75]: 36); (4) untuk

beribadah (Q.S. Al-Dzariyat [51]: 56; Shad [38]: 26);

dan (5) membangun peradaban di bumi (Q.S. Huud [11]:

61).

            Hasil perumusan lain, yakni manusia selaku

khalifah, dirinci sebagai tugas dan tanggung jawab

manusia, yaitu: (1) untuk menegakkan agama (Q.S. Al-

Hajj [22]: 41; al-Nur [24]: 55; al-An‘am [6]: 163-165);

dan (2) mengatur urusan dunia (Q.S. Ali ‘Imran [3]:

159; al-Syura [42]: 38; dan al-Nisa’ [4]: 59). Rumusan

terakhir menyangkut kemungkinan manusia sebagai

penyebab kerusakan lingkungan, yakni: (1) merusak (Q.S.

al-A‘raf [7]: 56,74); (2) curang (Q.S. Huud [11]: 85);

(3) disorientasi atau ketidakseimbangan dan berlebihan

(Q.S. Al-Isra’ [17]: 25-26; al-An‘am [6]: 141; al-A‘raf

[7]: 31; al-Rahman [55]: 7-9; al-Furqan [25]: 67); (4)

mengurangi atau mengubah (Q.S. al-Nisa’ [4]: 118-119);

dan (5) dorongan hawa nafsu (Q.S. Muhammad [47]: 22;

al-An‘am [6]: 123; dan al-Isra’ [17]: 16).

Manusia sebagai penguasa (khalifah) di muka bumi,

diatur oleh empat prinsip utama berdasarkan al-Qur’an:

tauhid, fitrah, mizan, dan khilafah. Tauhid merupakan prinsip

utama tentang keesaan Tuhan dan kesatuan semua ciptaan-

Nya (Q.S. al-Ikhlas [112]: 1-2; al-Furqan [25]: 2).

Seluruh makhluk berasal dari sumber yang sama dan

diciptakan untuk bekerja dan berfungsi sebagai satu

kesatuan (Q.S. al-Baqarah [2]: 255). Fitrah merupakan

konsep Islam tentang sifat asal dari ciptaan Tuhan di

mana manusia termasuk di dalamnya (Q.S. al-Rum [30]:

30). Alam semesta berjalan sebagaimana hukum-hukum

kekal Allah. Apabila manusia dengan potensi dan

kehendak bebasnya mengubah ciptaan, melalui intervensi

mereka terhadap bumi, maka mereka berarti juga

menghancurkan dirinya. Manusia telah memicu reaksi

berantai bagi diri mereka sendiri, dan tidak mampu

bagaimana menghentikannya.

Dalam prinsip mizan, alam semesta dan seisinya

termasuk manusia tanpa kecuali berada dalam kepatuhan

terhadap Penciptanya. Melalui hukum alam-Nya, mereka

memiliki tatanan dan tujuan tertentu (Q.S. al-Rahman

[55]: 1-12). Sementara, prinsip khilafah (peran

pengelola) mengatakan bahwa manusia diberi kedudukan

khusus oleh Tuhan, yakni sebagai wakil Tuhan di  muka

bumi (Q.S. al-An‘am [6]: 165). Meskipun begitu, manusia

juga menjadi hamba-Nya yang harus taat. Sedangkan

hubungannya dengan alam, manusia bukanlah penguasa

ataupun pemilik alam, tetapi setara. Bersama

kekhalifahannya, manusia bertanggung jawab terhadap apa

yang ia perbuat terhadap alam.

            Mustafa Abu Sway memakai dua kategori untuk

membahas hubungan antara manusia dan lingkungan,

penguasaan (khilafah) dan penundukan (taskhir). Kategori

pertama memandang bahwa manusia adalah wakil Tuhan di

muka bumi. Kekhalifahannya telah dinyatakan sebelum

penciptaan manusia pertama (Q.S. al-Baqarah [2]: 30-

31). Dengan kedudukan ini, manusia dilimpahi tanggung

jawab untuk memelihara dan menjaga alam sekitarnya,

yang juga diiringi dengan ganjaran dan hukuman. Pada

posisi ini, kekhalifahan juga bisa menjadi ujian

baginya bagaimana ia memerlakukan lingkungannya (Q.S.

al-An‘am [6]: 165), apakah ia akan menjalankan tugasnya

sesuai aturan Tuhan atau malah merusak. Apabila suatu

golongan atau kaum berbuat kerusakan, bisa jadi tugas

ini akan dilimpahkan ke generasi yang lain (Q.S. al-

A‘raf [7]: 69 dan 74). Tugas lain manusia selaku

khalifah adalah untuk mengamati alam semesta (Q.S.

Yunus [10]: 14) dalam rangka pengembangan ilmu

pengatahuan yang memungkinkan mereka untuk memelihara

lingkungan tempat mereka hidup.

            Berdasarkan kajian tematisnya terhadap

istilah khalifah dalam al-Qur’an, Dapat disimpulkan tiga

makna khalifah. Pertama, khalifah yang berarti Adam as.

Sebagai simbol manusia pertama, manusia adalah penguasa

di muka bumi (Q.S. al-Baqarah [2]:30; al-An‘am [6]:

165; Yunus [10]: 13-14. Kedua, khalifah berarti generasi

penerus atau pengganti, sehingga fungsi khalifah

diamanatkan secara kolektif kepada suatu generasi (Q.S.

al-A‘raf [7]: 69, 74, 142, dan 169; Yunus [10]: 73).

Dan terakhir, khalifah berarti kepala negara atau raja

suatu kaum (Q.S. Yunus [10]: 73; Shad [38]: 26).

Kategori lain yang bisa digunakan untuk memahami

relasi manusia dengan lingkungannya adalah al-amanah.

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menerima

tawaran dari Allah untuk mengemban amanat (Q.S. Al-

Ahzab [33]: 72). Dengan begitu, kebebasannya sebagai

penguasa bumi (khalifah fi al-ard) juga diimbangi dengan

amanat. Kekhalifahan manusia juga merupakan ujian

baginya untuk bagaimana ia memperlakukan apa yang

diamanatkan oleh Allah (Q.S. Al-Anfal [8]: 27-28; al-

An‘am [6]: 165).

            Hubungan manusia dengan alam dalam al-

Qur’an di mana manusia berkedudukan sebagai khalifah,

harus juga dilihat dari segi penundukan (taskhir) dan

kehambaan (al-‘ubudiyyah). Manusia selaku khalifah di bumi

(Q.S. Al-Baqarah [2]: 30) dilengkapi dengan kemampuan

mengembangkan pengetahuan (Q.S. Al-Baqarah [2]: 31) dan

ditundukkannya alam semesta dan seisinya untuk manusia.

Allah lah yang menundukkan langit dan bumi dan seisinya

(Q.S. Al-Jatsiyah [45]: 12-13), bukan manusia. Oleh

karena itu, meskipun manusia sebagai khalifah diberi

kuasa untuk mengelola dan memelihara alam, kedudukan

manusia dengan alam semesta adalah setara di hadapan

Allah. Sebagai hamba Allah, manusia bertindak pasif dan

hanya menerima karunia yang diberikan Allah kepadanya.

Di sisi lain, sebagai khalifah, ia harus aktif menjaga

kelestarian alam dan mengelolanya bagi kemanfaatan

semua makhluk. Di samping relasi antara manusia dan

alam semesta, ada dua relasi yang lain, yaitu relasi

manusia dan Tuhan dan relasi alam semesta dan Tuhan.

Untuk memahami salah satu dari tiga relasi tersebut,

relasi manusia dan alam misalnya, dua relasi yang lain

akan sangat membantu untuk memahaminya. Masing-masing

dari ketiga relasi di atas memiliki elemen penting yang

membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan. Relasi

antara alam semesta dan Tuhan dihubungkan dengan konsep

penundukan (taskhir); relasi antara manusia dan Tuhan

dihubungkan dengan konsep kehambaan (‘abd); sementara,

relasi antara manusia dan alam semesta adalah relasi

khalifah dan amanah.

Kita dapat membangun pandangan keagamaan terhadap

ekologi (eco-teology). Tiga relasi di atas, menurut

penulis, adalah sebuah sistem yang terstruktur, yang

tidak bisa dipisah-pisahkan. Tiga relasi di atas

menunjukan betapa zat yang paling memiliki kekuasaan

adalah Tuhan, sehingga semua ciptaanya akan tunduk

terhadapnya, termasuk manusia. Inilah yang kemudian

menjadi konsep ‘abd. Apabila memakai konsep ‘abd, maka

hal itu bisa dijelaskan bahwa manusia dianugerahi

potensi sebagai khalifah dan dibekali dengan penundukan

(taskhir) alam semesta baginya. Akan tetapi kemampuan dan

penundukan tersebut harus diimbangi dengan tanggung

jawab melalui elemen amanah dan ‘abd. Jika dilihat dalam

kerangka pandangan agama dan lingkungan di atas, maka

konsep ini akan lebih sesuai dengan konsep kekerabatan

manusia dengan semua makhluk.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semua ini sudah terformat dalam tiap komponen

ekologis. Mulai dari dekomposer hingga konsumen atas

telah mengakui kekhalifahan. Semua mahluk di alam

semesta bertasbih pada tuhan, sehingga, binatang pun

pada dasarnya dapat berfikir. Kita tidak bisa

menempatkan carnivor ke  posisi dekomposer, karena akan

sangat berbahaya sebab akan mempengaruhi keseimbangan

ekologis. Ini menunjukkan bahwa terdapat hirarki dalam

rantai ekologis. Begitu pula dalam spritualitas,

terdapat jenjang atau maqam yang sesuai dengan

katakwaan pada Allah. Alam semesta adalah sistem yang

di dalamnya terdiri dari komponen-komponen yang saling

berkaitan satu sama lain, memiliki posisi dan fungsinya

masing-masing. Manusia adalah salah satu dari komponen-

komponen itu. Antara manusia dengan komponen-komponen

alam lainnya adalah sejajar. Allah SWT menciptakan

manusia sebagai khalifah yang bertugas memimpin bumi.

Apabila salah satu komponen alam tersebut berjalan

tidak semestinya, maka akan terjadi kerusakan pada

sistem secara keseluruhan. Allah memberikan kebebasan

kepada manusia untuk memanfaatkan alam dengan caranya

masing-masing. Islam juga memberikan penjelasan

mengenai hal-hal apa saja yang tidak patut dilakukan

karena dapat mengurangi kualitas lingkungan. Ada empat

konsep penting yang harus dipahami untuk membangun

pemahaman agama (Islam) terhadap ekologi atau

lingkungan: taskhir, ‘abd, khalifah dan amanah. Keempatnya

berasal dari konsep tujuan penciptaan alam semesta dan

tujuan penciptaan manusia. Pandangan yang komprehensif

terhadap empat konsep di atas dengan seimbang akan

memberikan pandangan yang baik mengenai relasi manusia

dan lingkungan dalam kaitannya dengan keseimbangan alam

dan lingkungan.

B. Saran

Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan

pembacadapat mengetahui dan memahami ekologi serta

dapat memberikan kritik dan saran nya agar makalah ini

dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian

saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa

manfaat bagi semua pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

AL-QUR’AN DIGITAL

AL-QUR’AN TERJEMAH KHUSUS WANITA

Abdurrahman, Deden. 2008. Buku Pelajaran Biologi Kelompok

Pertanian dan Kesehatan untuk Kelas XI SMK. Bandung:

Grafindo Media Pratama.

Anshori, Djoko Martono. 2009. BIOLOGI untuk Sekolah

Menengah Atas (SMA)-

Madrasah Aliah (MA) Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan

Departemen

Pendidikan Nasional.