Laporan Praktikum Silase

46
LAPORAN PRAKTIKUM RANSUM RUMINANSIA SILASE OLEH: KELOMPOK III Ekadara Larasati I111 12 276 Ibrahim I111 12 278 Ayu Angga Reny I111 12 280 Miswar Yakub I111 12 282 Kasmita I111 12 284 M. Asfar Syafar I111 12 286 Setiawan Halim I111 12 288 Muh. Arman DB I111 12 290 Nopi Pertiwi I111 12 292 Nirwana I111 12 294 Irene F Pasino I111 12 296 Kurniawan Akbar I111 12 298 Muh Fajriansyah I111 12 300 Rudi Nal Adiatma I111 12 304 Vina Nur Isra I111 12 306 Irmayanti I111 12 308 Rafidah I111 12 310 St. Nurfadillah S I111 12 312

Transcript of Laporan Praktikum Silase

LAPORAN PRAKTIKUMRANSUM RUMINANSIA

SILASE

OLEH:KELOMPOK III

Ekadara Larasati I111 12 276Ibrahim I111 12 278Ayu Angga Reny I111 12 280Miswar Yakub I111 12 282Kasmita I111 12 284M. Asfar Syafar I111 12 286Setiawan Halim I111 12 288Muh. Arman DB I111 12 290Nopi Pertiwi I111 12 292Nirwana I111 12 294

Irene F Pasino I111 12 296Kurniawan Akbar I111 12 298Muh Fajriansyah I111 12 300Rudi Nal Adiatma I111 12 304Vina Nur Isra I111 12 306Irmayanti I111 12 308Rafidah I111 12 310St. Nurfadillah S I111 12 312

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kekurangan hijauan segar sebagai pakan ternak sudah

lama dirasakan oleh peternak di Indonesia. Seringkali

peternak menanggulanginya dengan cara memberikan pakan

seadanya yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan di

sekitarnya. Pemberian pakan ternak yang seadanya sangat

mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat dari lambatnya

pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB)

bahkan sampai mengalami sakit. Pembuatan silase merupakan

salah satu cara yang sangat berguna untuk tetap

menggunakan materi tanaman dengan kualitas nutrisi yang

tinggi sebagai pakan ternak di sepanjang waktu, tidak

hanya untuk musim kemarau (Syamsu, 2003).

Pengawetan hijauan segar atau yang disebut silase

diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan

segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat

memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak

merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan kualitasnya.

Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di

antaranya suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah.

Faktor tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan hijauan

pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang tahun

(Syamsu, 2003).

Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan

optimal apabila pada saat proses ensilase diberi

penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum

bakteri asam laktat ataupun karbohidrat mudah larut.

Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk

menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air

silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat

proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk

dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan untuk

meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Komar, 1984).

Hal inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Praktikum

Ilmu Ransum Ruminansia mengenai Pembuatan Silase.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilaksanakannya praktikum mengenai pembuatan

silase adalah untuk mengetahui proses pembuatan silase,

dan melakukan uji bau, warna, tekstur, pH dan ada tidaknya

jamur untuk menilai kualitas silase yang dibuat.

Kegunaaan dilaksanakannya praktikum mengenai

pembuatan silase adalah agar praktikan dapat membuat

silase yang baik dan benar.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Jerami Padi

Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup

besar untuk dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Karakteristik limbah tanaman pangan secara umum dengan

kualitas nutrisi yang rendah sehingga memiliki

keterbatasan dalam penggunaannya sebagai pakan ternak

(Shanahan et al. 2004).

Jerami padi merupakan salah satu limbah tanaman

pangan yang terdapat dalam jumlah melimpah dan mudah

diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai makanan ternak.

Karakteristik jerami padi ditandai dengan tingginya

kandungan serat kasar dan rendah kandungan nitrogen,

kalsium serta fosfor. Hal ini mengakibatkan daya cerna

jerami padi rendah dan konsumsi menjadi terbatas, akan

tetapi masih potensial digunakan sebagai sumber energi

(Leng 1980).

Upaya meningkatkan nilai manfaat jerami padi sebagai

pakan telah dilaporkan beberapa peneliti. Ternak sapi yang

mendapat pakan dengan perlakuan jerami padi ditambahkan

urea 4% menunjukkan pertambahan berat badan dan konversi

ransum nyata lebih baik dibandingkan dengan pakan jerami

dengan penambahan kombinasi 2% urea dan 3% kapur (Xuan et

al. 2001).

Teknologi peningkatan nilai nutrisi jerami padi

dengan perlakuan penambahan urea sebagai pakan ternak sapi

pada kondisi peternakan rakyat dapat meningkatkan

produktivitas ternak dengan tingkat konsumsi dan

pertambahan berat badan yang lebih baik dibandingkan

dengan jerami padi tanpa penambahan urea. Tingkat adopsi

peternak dan penerapan teknologi tersebut dipengaruhi oleh

aspek sosial ekonomi seperti pola pikir dan perilaku

peternak, selain itu pemahaman terhadap manfaat yang dapat

diperoleh dengan menerapkan teknologi tersebut. Pola pikir

peternak terkait penggunaan urea sebagai pakan ternak

perlu diperbaiki sehingga teknologi ini dapat lebih banyak

lagi diadopsi oleh peternak (Xuan, 2004).

Penelitian penggunaan jerami padi sebagai pakan

ternak ruminansia dilaporkan Bestari et al. (1999), bahwa

pemberian pakan hijauan silase jerami padi yang

ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan

ongole jantan yang sedang tumbuh dapat memberikan nilai

gizi dan nilai manfaat ransum yang lebih baik daripada

jerami padi tanpa pengolahan, dan setara dengan pakan

hijauan rumput gajah. Pemberian pakan silase jerami padi

yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan

ongole jantan yang sedang tumbuh memberikan pengaruh yang

terbaik terhadap nilai kecernaan bahan kering, bahan

organik, protein kasar dan NDF bila dibandingkan dengan

pakan hijauan rumput gajah maupun jerami padi.

Pengolahan jerami padi yang difermentasi dengan

starbio menunjukkan komposisi nutrien jerami padi

mengalami peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang

tidak difermentasi. Dibanding dengan jerami padi tanpa

fermentasi, jerami padi yang difermentasi dengan probiotik

starbio mengalami peningkatan kandungan protein kasar.

Komposisi serat jerami padi tanpa fermentasi nyata lebih

tinggi dibanding dengan jerami padi yang difermentasi

dengan starbio (Syamsu 2001a).

Dalam aplikasi di lapangan pada peternakan rakyat

menunjukkan rata-rata konsumsi bahan kering pakan terdapat

perbedaan nyata antara jerami padi fermentasi (4.41

kg/ekor/hari) dengan jerami padi tanpa fermentasi (3.35

kg/ekor/hari) pada ternak sapi Bali. Hal ini menunjukkan

bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probiotik

mempunyai palatabilitas yang lebih tinggi dibanding dengan

jerami padi tanpa fermentasi. Pertambahan berat badan sapi

dipengaruhi oleh faktor kualitas pakan, serta kemampuan

ternak untuk memanfaatkan pakan tersebut. Rataan

pertambahan berat badan harian menunjukkan bahwa sapi Bali

yang diberi jerami padi fermentasi memberikan respon

pertambahan berat badan harian yang lebih tinggi (0.37 kg)

dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi (0.25 kg).

Pertambahan berat badan yang lebih tinggi pada jerami

fermentasi dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang juga

tinggi (Syamsu et al. 2003).

Teknologi fermentasi jerami padi dengan litter ayam

dapat meningkatkan kualitas protein kasar jerami padi,

konsumsi bahan kering dan pertambahan berat badan ternak

sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi

yang difermentasi dengan urea (Quoc dan Duc, 2001). Dilain

pihak, Syamsu (2001b) menyatakan bahwa penambahan manure

ayam memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein

kasar jerami padi. Kadar protein kasar antara tanpa

penambahan manure ayam dan 10% manure ayam tidak

menunjukkan perbedaan, tetapi kedua perlakuan tersebut

lebih rendah dibanding dengan penambahan manure ayam 20

dan 30 %. Protein kasar jerami padi dapat meningkat dengan

penambahan manure ayam sebagai starter (Suryani, 1994).

Perlakuan biologis dapat menyebabkan ikatan lignoselulose

dan lignohemiselulose pada jerami padi merenggang dan

akhirnya putus (Komar, 1984) dan putusnya ikatan tersebut

disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada manure

ayam (Laconi, 1992).

Haryanto et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan

nilai nutrisi jerami padi dapat dilakukan melalui

bioproses fermentasi menggunakan probiotik sebagai pemacu

pemecahan komponen lignosellulosa di dalam jerami padi

tersebut. Pemberian jerami padi fermentasi dengan probion

sebagai pakan domba dapat meningkatkan produktivitas domba

dibandingkan dengan pemberian pakan secara tradisional.

Dilain pihak, Martawidjaja dan Budiarsana (2004)

melaporkan bahwa jerami padi yang difermentasi dengan

probion dapat menggantikan rumput raja sebagai pakan dasar

untuk ternak kambing PE betina fase pertumbuhan. Pemberian

jerami padi fermentasi secara terpisah dari konsentrat

menghasilkan respon pertumbuhan dan konversi pakan yang

lebih baik dibandingkan dengan bentuk ransum komplit.

Teknologi pengolahan jerami padi dapat dilakukan

dengan pengolahan secara fisik, kimiawi dan biologis.

Secara umum teknologi pengolahan limbah pertanian

khususnya jerami padi dilakukan dengan tujuan untuk : a).

memperbaiki nilai nutrisi dan kecernaan, serta

meningkatkan fermentasi ruminal dengan menambahkan elemen

yang kurang, b). mengoreksi defisiensi jerami dengan

menambahkan nitrogen atau mineral, c). meningkatkan

konsumsi dengan cara memperbaiki palatabilitas, d).

meningkatkan ketersediaan energi, serta e). mengurangi

sifat amba dari jerami padi. Peningkatan produksi ternak

ruminansia memerlukan penyediaan pakan dalam jumlah yang

besar, terutama sumber serat yang murah. Salah satu sumber

pakan ternak ruminansia yang potensial adalah limbah hasil

pertanian. Umumnya jerami/limbah pertanian mempunyai

kualitas yang kurang baik, dengan kandungan lignoselulosa

yang tinggi. Upaya peningkatan kualitas limbah pertanian

baik secara fisik, kimia dan biologis telah banyak

direkomendasikan salah satunya adalah teknologi amoniasi

jerami padi (Komar,1984).

Jerami padi adalah bagian batang tubuh tanaman padi

yang telah dipanen bulir-bulir buah bersama atau tidak

dengan tangkainya dikurangi akar dan bagian yang

tertinggal setelah disabit (Komar, 1984). Karakteristik

jerami padi ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen

dan mineral esensial, sedang serat kasarnya yang tinggi

sehingga kecernaannya hanya mencapai 37 %. Dengan

pengolahan, daya cerna jerami padi dapat ditingkatkan

hingga 70 % dan kandungan proteinnya dapat mencapai 5 - 8

% (Djajanegara, 1983).

Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak di

Indonesia baru mencapai 31 - 39 %, sedangkan yang dibakar

atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 36 - 62 %, dan

sekitar 7 - 16 % digunakan untuk keperluan industri

(Komar, 1984). Faktor penghambat utama dalam penggunaan

jerami sebagai makanan ternak adalah rendahnya koefisien

cerna dan nilai gizinya. Hal ini disebabkan karena ikatan

intermolekuler hidrogen, terjadinya kristalisasi daripada

lignin dan silika (Friss, 1982).

Menurut Hann (1978) nilai gizi jerami tergantung dari

ketersediaan zat makanan dan juga sifat-sifat kimia

jerami. Sifat kimia tersebut meliputi lignifikasi,

silifikasi dan kristalisasi selulosa. Akibatnya daya cerna

jerami padi menjadi rendah, hanya 30 %.

Dinyatakan pula oleh Jackson (1978) bahwa serat

jerami padi mengandung silika dalam gugus organik sebanyak

12 - 16 % dari bahan kering. Sutrisno (1983) menguraikan

bahwa silika merupakan kristal yang terdapat dalam dinding

sel yang mengisi ruang antar sel. Kristal silika ini tidak

larut dalam cairan rumen, dengan demikian merupakan

hambatan bagi mikroba rumen dan enzim yang dihasilkan

untuk mencerna jerami padi. Kemampuan ruminansia dalam

memanfaatkan jerami padi tergantung mikroba rumen untuk

mensuplai enzim yang mampu mencerna serat kasar dalam

jerami padi (Shiere dan Ibrahim, 1989).

Untuk membantu kegiatan mikroba rumen mencerna jerami

padi dilakukan berbagai cara seperti dikemukakan oleh

Ibrahim (1983), yaitu : 1) pra perlakuan secara fisik ;

dipotong-potong, digiling, direndam, direbus, dibuat

pellet dan gamma irradiasi. Perlakuan ini akan memecahkan

lapisan kulit seperti lignin dan memperluas permukaan

partikel makanan sehingga mikroorganisme dapat langsung

mencerna selulosa. Dengan demikian kecepatan fermentasi

akan meningkat, waktu retensi makanan akan menurun dan

konsumsi pakan meningkat, 2) pra perlakuan secara kimia,

menggunakan bahan kimia antara lain NaOH, Ca(OH)2, amonium

hidroksida atau anhidrat amonia, urea amonia, sodium

karbonat, sodium klorida, gas klor, sulfur dioksida.

Larutan basa dapat mengurangi ikatan hidrogen antar

molekul selulosa, 3) pra perlakuan fisik-kimia ; melakukan

gabungan kedua cara di atas seperti pemotongan dengan

NaOH, dibuat pellet dan NaOH, dan sebagainya, 4) pra

perlakuan biologi ; dilakukan dengan penambahan enzim,

menumbuhkan jamur dan bakteri, fermentasi anaerob.

Perlakuan terhadap jerami sebelum diberikan ke ternak

bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dengan jalan

meningkatkan tingkat kelarutan lignin atau mengurangi

ikatan hidrogen antara lignin atau komponen fenolik dan

fraksi dinding sel jerami padi terutama selulosa.

Selanjutnya ikatan tersebut akan terurai pada derajat

keasaman yang ekstrim, yaitu kurang dari 8.0 atau lebih,

dengan demikian tingkat kelarutan fraksi tersebut

meningkat yang akhirnya meningkatkan nilai gizi (Ibrahim,

1983).

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa mengingat

karakteristik jerami padi, maka untuk tujuan meningkatkan

nilai manfaat jerami padi diperlukan upaya yang diarahkan

untuk memperkecil faktor pembatas pemanfaatannya, sehingga

potensinya yang besar sebagai pakan ternak dapat

ditingkatkan, sehingga perlu adanya sentuhan teknologi

dalam pengolahan jerami padi. Teknologi yang diterapkan

haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut mudah dan

praktis serta ekonomis, jerami padi yang telah diolah

harus lebih murah atau minimal tidak lebih mahal dengan

pakan lain dengan nilai gizi yang setara, peralatan yang

digunakan tidak mahal ataupun yang telah dimiliki oleh

peternak, serta bahan yang digunakan harganya tidak mahal

(Komar, 1984).

Gambaran Umum Daun Murbei

Murbei (Morus sp) adalah sebuah genus yang terdiri

dari 10–16 spesies pohon tertentu yang asli berasal dari

daerah panas sedang dan subtropis di Asia, Afrika dan

Amerika. Mayoritas spesies asli murbei berasal dari Asia.

Salah satu daerah di Indonesia yang terkenal adalah di

desa Andaleh, kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar,

Sumatera Barat. Usia murbei di sana telah mencapai lebih

dari 120 tahun. Murbei tumbuh cukup cepat pada saat masih

muda, namun kemudian tumbuh melambat dan tingginya jarang

ada yang melebihi 10-15 m. Daun murbei merupakan daun

sederhana berbentuk cuping dan menggergaji di bagian tepi.

Buah murbei merupakan buah majemuk dengan panjang 2-3 cm,

berwarna merah bila masih mudah dan ungu tua bila matang,

dan dapat dimakan.murbei terutama terkenal karena

dedaunannya digunakan sebagai makanan ulat sutra. Selain

itu, andalas (Morus macroura), adalah salah satu spesies

murbei,yang kayunya sering digunakan untuk bahan pembuat

lantai rumah atau mebel karena kuat dan keras (Anonima,

2011).

Informasi potensi produksi tanaman murbei telah

banyak dilaporkan namun informasi tersebut terkait dengan

kebutuhan daun murbei sebagai pakan ulat sutra. Penelitian

pemanfaatan murbei sebagai pakan ternak baru dijumpai

sebagian kecil di India, Jepang dan Korea. Percobaan

pemanfaatan daun murbei sebagai pengganti konsentrat

unggas di Jepang telah dilaporkan oleh Machii et al. (2002),

sedangkan untuk bahan pakan ternak ruminansia penelitian

telah dilakukan oleh Singh dan Makkar (2002), yang

melakukan pengujian secara in vitro.

Tanaman Murbei dapat di perbanyak dengan biji, stek

dan okulasi. Perbanyakan dengan biji relatif lebih mahal,

tetapi menghasilkan tanaman yang lebih baik dibandingkan

dengan perbanyakan melalui stek. Perbanyakan tanaman

dengan stek membutuhkan 75.000 sampai 120.000 stek/ha,

sedangkan perbanyakan dengan okulasi membutuhkan 4000

tanaman/hektar. Tekhnik perbanyakan tanaman dengan okulasi

secara eksklusif dilakukan di Jepang (Machii el al., 2002).

Tanaman murbei mempunyai potensi sebagai bahan pakan

yang berkualitas karena potensi produksi, kandungan

nutrien dan daya adaptasi tumbuhnya yang baik (Singh dan

Makkar, 2002). Produksi daun murbei sangat bervariasi

tergantung pada varietas, lahan, ketersediaan air dan

pemupukan. Martin et al., (2002), melaporkan produksi

biomassa murbei dengan interval defoliasi 90 hari akan

mencapai 25 ton BK/ha/thn dan produksi daun sebesar 16 ton

BK/ha/thn sedangkan Boschini (2002) melaporkan produksi

daun sebesar 19 ton BK/ha/thn. Potensi produksi tersebut

lebih tinggi dibanding dengan leguminosa lain seperti

gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9

ton BK/ha/tahun (Horne et al. 1995).

Kandungan nutrien daun murbei meliputi 22-23% PK, 8-

10% total gula, 12-18% mineral, 35% ADF, 45,6% NDF, 10-40%

hemiselulosa, 21,8% selulosa (Datta et al.2002). Kandungan

nutrien daun beberapa varietas murbei disajikan pada tabel

1 . Kualitas daun murbei yang tinggi juga ditandai oleh

kandungan asam aminonya yang lengkap. Rata-rata komposisi

asam amino daun murbei yang di analisis dari 119 varietas

murbei disajikan pada tabel 3 (Machii et al.2002). Tanaman

murbei juga teridentifikasi mengandung asam askorbat,

karoteinase, vitamin B1, asam folat dan provitamin D

(Singh, 2002).

Tabel 1. Komposisi nutrien daun murbei

KomposisiNutrien

Varietas Murbei

MorusAlba

MorusNigra

MorusMulticau

lus

MorusCathaya

na

MorusAustral

isAir (%)Potein Kasar(%)Serat Kasar(%)Lemak Kasar(%)Abu (%)

82.2720.1513.273.6210.58

83.1720.0616.193.6310.77

77.1115.5112.553.6410.97

79.5518.5312.893.6914.84

83.8919.4412.824.1010.63

Sumber : Samsijah (1992)

Komposisi nutrien yang lengkap serta produksi daun

yang tinggi, menjadikan tanaman murbei potensial dijadikan

bahan pakan ternak, menggantikan konsentrat khususnya

untuk ternak ruminansia (Doran et al, 2006). Sedangkan

menurut Sancez (2002), melaporkan bahwa di Indonesia,

tanaman murbei baru digunakan sebagai pakan ulat sutra,

sedangkan penelitian atau pemanfaatan murbei sebagai pakan

ternak belum dijumpai. Kondisi yang berbeda terjadi di

negara-negara bagian Amerika, dimana daun murbei telah

digunakan sebagai bahan pakan ternak. Di Indonesia dikenal

beberapa spesies murbei yang potensial untuk pakan ulat

sutera atau sumber bahan baku pakan ayam, antara lain

Morus alba, Morus nigra, Morus multicaulis, Morus astralis, Morus cathayana,

Morus mierovra, Morus alba var. Macrophylla, dan Morus bombycis

Atmosoedarjo et al. (2000). Doran et al. (2006), menyatakan

daun murbei potensial menjadi sumber pakan di wililayah

tropis.

Gambaran Umum Konsentrat

Konsentrat adalah pakan ternak yang mengandung serat

kasar rendah energi dan BETN yang tinggi serta mudah

dicerna oleh ternak (Tillman et al., 1998). Konsentrat dapat

pula diartikan sebagai bahan pakan penguat yang

dipergunakan bersama bahan pakan lain, untuk meningkatkan

gizi dan dimasukan untuk disatukan dan dicampur sebagai

suplemen atau pakan pelengkap (Hartadi et al., 1997).

Konsentrat meliputi biji-bijian (jenis padi-padian,

kacang-kacangan) hasil ikutan dari penggilingan dan biji-

bijian antara lain dedak padi, dedak jagung, dedak gandum

dan lain-lain. Konsentrat dikelompokan menjadi 2 yaitu

Proteinaceous concentrate dan Carbonaceous concentrate. Carbonaceous

concentrate adalah konsentrat yang mengandung energi tinggi,

sedangkan Proteinaceous concentrate adalah konsentrat yang kaya

protein (Lubis, 1992).

Konsentrat sumber energi disebut juga Carbonaseous

yaitu pakan yang berenergi tinggi, proteinya rendah,

contohnya yaitu bebijian, dan hasil ikutannya. Secara umum

berenergi tinggi yaitu kandungan TDN atau NE berserat

rebdah (< 18%) kualitas protein bervariasi biasanya rendah

(<20%). Untuk mineralnya P cukup tinggi dan Ca rendah

sreta untuk vitamin; vitamin D rendah, vitamin B1 dan

Niacin tinggi, Riboflavin, vitamin B12, dan Pantotanik

rendah dan untuk vitamin E juga rendah (Utomo, 1999).

Konsentrat sumber protein atau disebut juga

proteinaseous, kualitas proteinya bervariasi ditentukan oleh

jumlah dan ratio asam amino sanagat berpengaruh pada

ruminansia karena sanagat membutuhkan asam amino dari

bahan pakan, non protein nitrogen pada ruminansia dapat

dimanfaatkan. Protein suplemen dapat berasal dari: tanaman

beruap biji legum dan legum, dan dari hewan serta ikan.

Selain itu konsentrat dapat berasal dari limbah hasil

proses industri bahan pangan seperti jagung giling,

tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa,

tetes (molasses) dan umbi (Utomo dan Soejono, 1999).

Bahan pakan konsentrat mempunyai karakteristik umum

yaitu : 1) Carbonaceus concentrat adalah bahan pakan yang

berenergi tinggi, terdapat pada biji-bijian yang hasil

ikutannya berserat rendah kurang dari 18 % . Kualitas

protein bervariasi tetapi biasanya rendah kurang dari 20 %

mengandung phosfor cukup tinggi tetapi kalsium dan vitamin

D rendah, namun vitamin B tinggi. 2) Proteinaceous adalah

protein yang bervariasi ditentukan oleh jumlah dan rasio

asam amino esensial yang berada dalam pakan., 3)

Proteinaceous Roughages adalah pada umumnya berupa legum dengan

karakteristik dapat memproduksi pakan yang palatable dalam

jumlah banyak per hektar. Kandungan protein dan kalsium

tinggi. Kandungan phosphor tinggi , kandungan vitamin A

tinggi , dapat menaikkan kesuburan tanah dan dapat

dikombinasikan dengan rumput, 4) Carbonaceous Roughages ,

termasuk bahan ini adalah corn dan sorgum silages, sorgum

pasture, corn cabs, corn slover, cain stalk dan straw atau

jerami dan 5) adalah aditif material yaitu nutrien yang

terdiri antibiotik hormon (Kamal, 1994).

Gambaran Umum Urea

Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari

unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus

CO(NH2)2. Urea juga dikenal dengan nama carbamide yang

terutama digunakan di kawasan Eropa. Nama lain yang juga

sering dipakai adalah carbamide resin, isourea, carbonyl

diamide dan carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa

organik sintesis pertama yang berhasil dibuat dari senyawa

anorganik, yang akhirnya meruntuhkan konsep vitalisme.

Strategi untuk meningkatkan konsumsi pakan oleh ternak

pada kondisi pemeliharaan tradisional ialah dengan

memberikan suplemen yang tersusun dari kombinasi bahan

ilmiah sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu

yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan,

perkembangan dan kegiatan mikroba secara efisien didalam

rumen. Selanjutnya produktivitas hewan dapat ditingkatkan

dengan memberikan sumber N protein dan/ atau non protein

serta mineral tertentu. Suplementasi secara keseluruhan

diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik melalui

peningkatan protein mikrobial, peningkatan daya cerna dan

peningkatan konsumsi pakan hingga diperoleh keseimbangan

yang lebih baik antara amino dan energi di dalam zat-zat

makanan yang terserap (Van Soest, 2006).

Pengolahan bahan pakan dengan penambahan urea

merupakan proses pengolahan yang umum dilakukan terhadap

bahan pakan berserat kasar tinggi, seperti jerami padi dan

jerami jangung. Urea sering digunakan untuk meningkatkan

kecernaan pakan berserat melalui proses amoniasi (Van

Soest, 2006). Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak

digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah

diperoleh, harganya murah dan sedikit efek keracunan yang

diakibatkannya dibandingkan dengan biuret. Secara fisik

urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan

higroskopis. Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti

mempunyai pengaruh yang baik terhadap pakan. Setelah

terurai menjadi NH3 dan CO2, dengan adanya molekul air, NH3

akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH-. Gugus OH

dapat memutus ikatan hidrogen antara oksigen pada karbon

nomor 2 molekul glukosa satu dengan oksigen karbon nomor 6

molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa,

lignoselulosa dan lignohemiselulosa. Dengan demikian pakan

akan memuai dan lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen

(Van Soest, 2006).

Proses amoniasi dengan menggunakan urea lebih mudah,

murah dan lebih aman dibandingkan proses alkali lainnya

dan dapat meningkatkan kadar N (nitrogen) untuk mensuplai

kebutuhan bagi mikroba rumen (Van Soest, 2006). Hasil-

hasil pengolahan bahan pakan berserat kasar tinggi melalui

proses amoniasi terhadap peningkatan kadar protein (PK)

disajikan pada Tabel 2.

Selain untuk pengolahan bahan pakan, urea sering

ditambahkan dalam ransum sebagai suplemen. Urea mampu

meningkatkan PK ransum karena urea mengandung sekitar 45%

N atau equivalen dengan 284% PK. Seperti yang pernah

dilaporkan bahwa penambahan urea sebanyak 0,99% dalam

ransum mampu meningkatkan kadar PK ransum dari 15,99%

menjadi 17,85% (Puastuti dan Mathius, 2008) dan penambahan

urea sebanyak 0,4 – 1% dalam ransum meningkatkan kadar PK

ransum dari 15,0% menjadi 17,9 – 18,4% (Puastuti et al.,

2009). Penggunaan urea dalam ransum sapi sebanyak 0,88 –

1,96% dari bahan kering meningkatkan kadar PK dari 8,87%

menjadi 11,11 – 14,13% (Shain et al., 1998).

Tabel 2. Hasil-hasil pengolahan bahan pakan melalui

proses amoniasi

PenambahanEfek terhadap PK(%)

Bahan pakan Bahan lain PustakaTanpa Ditambahureaurea urea

Jerami padi 5% - 3,4 7,5 Wanapat (2001)

Jerami jagung 80 g/100 kg - 3,9 8,5Sharma et al. (2004)

Jerami padi 80 g/100 kg - 4,3 8,1Sharma et al. (2004)

Jerami padi2,5 kg/ton

BK2,5 kgprobion 3,5 7,0 Haryanto (2003)

Tongkol jagung 3% - 2,6 4,6 Oji et al. (2007)Tongkol jagung 3% - 2,9 8,9 Yulistiani et al.

(2009)Kulit buah kakao 1,5% - 6,79 10,01

Puastuti et al. (2009)

Gambaran Umum Molases

Molases adalah hasil ikutan dari limbah perkebunan

tebu yang berwarna hitam kecoklatan kandungan gizi yang

cukup baik didalamnya sangat baik digunakan sebagai bahan

tambahan pakan ternak, selain itu molases juga mengandung

vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi

ternak seperti kobalt, boron, jodium, tembaga, mangan dan

seng, namun molases memiliki kelemahan yakni kadar

kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare bila

dikonsumsi terlalu banyak. Keuntungan penggunaan molases

untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60%

sebagai gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak

(Yudith, 2010).

Tabel 3. Kandungan zat gizi molases

Kandungan Zat Nilai giziBahan kering 67.50Protein Kasar 3.40Serat kasar 0.38Lemak kasar 0.08Kalsium 1.50Fosfor 0.02TDN 56.70

Sumber : Parulian 2009.

Menurut Parakkasi (1999) bila sapi mula-mula

diberikan molases, pada umumnya menyukainya namun bila

diberikan secara ad libitum, konsumsinya akan menurun menjadi

sekitar 1-1,5 kg/ekor/hari. Tetes juga akan menyebabkan

kehausan pada ternak jika diberikan dalam jumlah banyak

sehingga ternak banyak minum namun, pemberian ½-1

kg/ekor/hari peningkatan konsumsi air dapat diatasi. Lebih

lanjut penelitian Lofgreen dan Otogaki (1960) dalam

Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa hewan yang mendapat 10%

tetes, pertambahan bobot badannya lebih cepat 10% dari

perlakuan kontrol.

Gambaran Umum Silase

Silase merupakan pengawetan bahan pakan melalui

fermentasi yang menghasilkan kadar air yang tinggi yang

biasa digunakan pada hijauan sebagai pakan ruminansia atau

pakan yang berasal dari tanaman serealia yang

penggunaannya sebagai biofuel. Bahan untuk pembuatan

silase adalah segala macam   hijauan   dan  bahan dari

tumbuhan  lainnya yang disukai oleh ternak ruminansia,

seperti rumput, sorghum, jagung, biji - bijian  kecil,

tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu,

batang nanas dan jerami  padi dan lain-lain. Silase adalah

pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan baku

yang berupa tanaman hijauan, limbah industri pertanian,

serta bahan pakan alami lainya, dengan kandungan air

pada tingkat tertentu kemudian di masukan dalam sebuah

tempat yang tertutup rapat kedap udara, yang biasa disebut

dengan Silo, selama sekitar tiga minggu. Didalam silo

tersebut tersebut akan terjadi beberapa tahap proses

anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana bakteri asam

laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan

baku, sehingga terjadilah proses fermentasi. Silase yang

terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan

untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi

kandungan nutrisi dari bahan bakunya (Anonimb, 2011).

Silase yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri

teksturnya tidak berubah, tidak menggumpal, berwarna hijau

seperti daun direbus dan berbau asam. Silase merupakan

hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam

kondisi kadar air yang tinggi (40-80%) . Keunggulan pakan

yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak

memerlukan proses pengeringan, meminimalkan kerusakan zat

makanan/gizi akibat pemanasan serta mengandung asam-asam

organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi

mikroorganisme pada rumen (perut) sapi. Pembuatan silase

perlu ditambahkan bahan pengawet agar terbentuk suasana

asam dengan derajat keasaman optimal. Bau asam dapat

dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan

proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase

harus dalam suasana asam dan secara anaerob

(Febrisiantosa, 2007).

Udara (oksigen) dapat masuk, populasi yeast dan jamur

akan meningkat dan menyebabkan panas dalam silase karena

proses respirasi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemadatan

bahan baku silase terkait dengan ketersediaan oksigen di

dalam silo, semakin padat bahan, kadar oksigen semakin

rendah sehingga proses respirasi semakin pendek. Kualitas

silase dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal atau

jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan

sebelum pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase

pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan,

dan kepadatan hijauan dalam silo (Regan, 1997).

Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk

memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat

pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di

disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di

berikan sebagai pakan bagi ternak, sehingga dapat

mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada

musim kemarau. Sayangnya fermentasi yang terjadi didalam

silo (tempat pembuatan silase), sangat tidak terkontrol

prosesnya, akibatnya kandungan nutrisi pada bahan yang di

awetkan menjadi berkurang jumlahnya.. Maka untuk

memperbaiki berkurangnya nutrisi tersebut, beberapa jenis

zat tambahan (additive) harus digunakan agar kandungan

nutrisi dalam silase tidak berkurang secara drastis,

bahkan bisa meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi

ternak yang memakannya. Pembuatan silase dapat juga

menggunakan bahan tambahan, yang kegunaannya tergantung

dari bahan tambahan yang akan di pergunakan. Adapun

penggunaan bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan

hasil yang ingin dicapai (Anonim, 2011c).

Menurut Cullison (1975) dan Utomo (1999), bahwa

karakteristik silase yang baik adalah :

1. Warna silase, silase yang baik umumnya berwarna hijau

kekuningan atau kecoklatan. Sedangkan warna yang kurang

baik adalah coklat tua atau kehitaman.

2. Bau, sebaiknya bau silase agak asam atau tidak tajam.

Bebas dari bau manis, bau amonia dan bau H2S.

3. Tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas. Tidak

menggumpal, tidak lembek dan tidak berlendir.

4. Keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5

atau lebih rendah dan bebas jamur.

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil pembuatan silase yang telah

dilaksanakan, dapat diperoleh hasil seperti pada tabel

berikut :

Tabel 4. Hasil Uji Kualitas Silase

Bau Warna Tekstur pH Jamur

Khas KuningKecoklatan

Lembut danUtuh Asam Ada

Sumber: Data Hasil Praktikum Ilmu Ransum Ruminansia,

2014.

Pembahasan

Berdasarkan hasil uji kualitas silase pada parameter

bau dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan memiliki

bau yang khas berupa bau amoniak yang cukup tajam. Bau

amoniak yang muncul pada hasil akhir pembuatan silase

disebabkan karena adanya penambahan urea pada jerami yang

dibuat silase. Dimana urea akan dimanfaatkan oleh mikroba

dalam proses fermentasi yang akan menghasilkan gas

amoniak. Hal ini sesuai

dengan pendapat Van Soest (2006) bahwa pengolahan bahan

pakan dengan penambahan urea merupakan proses pengolahan

yang umum dilakukan terhadap bahan pakan berserat kasar

tinggi, seperti jerami padi dan jerami jagung. Urea sering

digunakan untuk meningkatkan kecernaan pakan berserat

melalui proses amoniasi, urea merupakan bahan padat yang

disintesis dengan menggabungkan amoniak dan CO2. Urea

mengandung enzim urease yang dapat diuraikan menjadi

amoniak dan CO2.

Berdasarkan hasil uji kualitas silase dengan

parameter warna dapat dilihat bahwa silase yang dihasilkan

berwarna kuning kecoklatan. Hal ini dipengaruhi oleh warna

dari bahan dasar yang yang digunakan dalam pembuatan

silase yaitu jerami padi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Cullinson (1975) menyatakan  bahwa silase yang baik

memiliki warna yang tidak jauh berbeda dengan warna bahan

dasar itu sendiri, memiliki pH rendah dan baunya asam.

Berdasarkan hasil uji kualitas silase pada parameter

tekstur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan

memiliki tekstur yang lembut dan masih utuh. Dari segi

tekstur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan

tergolong berkualitas baik karena pada saat dibuka silase

tersebut masih utuh, remah dan lembut namun apabila

melihat parameter lainnya maka secara keseluruhan kualitas

silase yang dihasilkan tidak begitu baik. Hal ini sesuai

dengan Cullison (1975) yang menyatakan bahwa silase yang

berkualitas baik mempunyai ciri-ciri tekstur, kelihatan

tetap dan masih jelas, tidak menggumpal, tidak lembek dan

tidak berlendir.

Berdasarkan hasil uji kualitas silase pada parameter

pH dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan memiliki

pH yang asam. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi keasaman

pada silase yang dibuat telah tercapai, yang mana silase

yang baik harus dalam suasana atau kondisi asam akibat

terjadinya proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Anonimb (2011) yang menyatakan bahwa pada

pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar

terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal.

Rasa asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat

keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan

proses ensilase harus dalam suasana asam. Ditambahkan oleh

Utomo (1999) bahwa salah satu ciri-ciri silase yang baik

yaitu memiliki tingkat keasaman pada pH 4,5 atau lebih

rendah dan bebas jamur.

Berdasarkan hasil uji kualitas silase pada ada

tidaknya jamur dapat diketahui bahwa silase yang

dihasilkan ditumbuhi oleh jamur. Hal ini menunjukkan bahwa

silase yang telah dibuat memiliki kualitas rendah,

pertumbuhan jamur pada silase ini dapat disebabkan karena

kondisi lingkungan yang mempunyai kelembapan tinggi,

adanya aliran udara didalam silo, maupun kadar air hijauan

yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Regan (1997)

yang menyatakan bahwa apabila udara (oksigen) masuk maka

populasi yeast dan jamur akan meningkat dan menyebabkan

panas dalam silase karena proses respirasi. Dijelaskan

lebih lanjut bahwa pemadatan bahan baku silase terkait

dengan ketersediaan oksigen di dalam silo, semakin padat

bahan kadar oksigen semakin rendah sehingga proses

respirasi semakin pendek. Kadar air hijauan berpengaruh

besar pada kualitas silae yang dihasilkan. Kadar air yang

berlebihan dapat menyebabkan tumbuhnya jamur dan

menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam

butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi

lebih tinggi sehingga akan dihasilkan tekstur yang kasar

dan keras.

BAB IVPENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum pembuatan silase dapat

disimpulkan bahwa dalam pembuatan silase dengan

perbandingan jerami plus dan konsentrat 60:40 diperlukan

2,04 kg jerami plus dan 0,96 kg konsentrat. Berdasarkan

hasil uji kualitas silase yang telah dibuat diketahui

bahwa silase memiliki bau yang khas berupa aroma amoniak,

dengan warna yang kuning kecoklatan, sedangkan dari segi

tekstur silase yang telah dibuat bertekstur lembut dan

utuh, dengan pH asam namun ditumbuhi jamur. Berdasarkan

hasil yang didapat secara umum dapat diketahui bahwa dari

segi warna, bau dan tekstur silase menunjukkan kualitas

yang baik, namun akibat ditumbuhi oleh jamur maka secara

umum disimpulkan bahwa silase yang dibuat berkualitas

buruk.

Saran

Sebaiknya dalam pengukuran tingkat keasaman pada

silase digunakan pH meter sehingga dapat diketahui secara

pasti tingkat keasaman pada silase yang dibuat. Selain itu

pengujian hasil silase yang dibuat secara langsung pada

ternak perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat

palatabilitas ternak terhadap silase yang dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011a. Khasiat Buah Murbei.http://lifestyle.infospesial.net/read/

1005/khasiat-buah-murbei.html. Diakses pada tanggal 28Mei 2014.

______, 2011b. Pembuatan Silase.http://www.lestarimandiri.org/id/peternakan/pakan-ternak/155-pembuatan-silase.html. Diakses padatanggal 28 Mei 2014.

______, 2011c. Pengawetan Pakan Dengan pembuatan Silase. http://tonysapi.multiply.com/journal/item/18?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses padatanggal 28 Mei 2014.

Atmosoedarjo S et al. 2000. Sutra Alam Indonesia. Jakarta;Yayasan Sarana Jaya.

Bestari J, Thalib A, Hamid H, Suherman D. 1999. Kecernaanin vivo ransum silase jerami padi dengan penambahanmikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole. JurnalIlmu Ternak dan Veteriner 4 (4) : 237 242.

Boschini CF. 2002. Nutronal quality of mulberrycultivation for ruminant feeding. Di dalam Sanchaz MD,editor Mulberry for Animal Production proceedings of anelectronic conference carried out, May and August 2000.Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147, hal173-182.

Cullison, A. E. 1975. Feed And Feding. University Of GeorgeReston Publishing Company Inc. Virginia.

Datta RK. 2002. Mulberry Cultivation and Utilization inIndia. Di dalam Sanchez MD, editor. Mulberry for Animalproduction. Proceedings of an electronic conferencecarried out, May and August. Roma: FAO AnimalProduction and Health Paper 147, hal 45-62.

Djajanegara, A. 1983. Tinjauan ulang mengenai evaluasisuplemen pada jerami padi. Pros. Seminar pemanfaatanlimbah pangan dan limbah pertanian untuk makananternak. LKN LIPI, Bandung

Doran MP, Laca EA and Sianz RD. 2006. Foliage (MorusAlba), Alfalfa Hay And Oat Hay And Sheep. J Anifeed Sci2006:11.016.

Febrisantosa, S. 2007. Silase Komplit Untuk Pakan Ternak.http://jiwocore. wordpress.com. Diakses pada tanggal28 Mei 2014

Friss, V.K. 1982. Effect of processing on nutrien contentof feed : Alkali treatment. Handbook of nutritive valueof processed feed. Vol. II Animal Feedstuff. CRC Press,Boca Rotan

Hann, Y.W. 1978. Microbial utilization of straw ( AReview). Adv. Appl. Microbial 23 : 144-145

Hartadi H., S. Reksohadiprojo, AD. Tilman. 1997. TabelKomposisi Pakan Untuk Indonesia. Cetakan Keempat,Gadjah Mada Uivesity Press, Yogyakarta.

Haryanto, B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransumdasar ternak ruminansia. Warta Penelitian danPengembangan Pertanian. 25(3): 1 – 2.

Haryanto B, Supriyati, Jarmani SN. 2004. Pemanfaatanprobiotik dalam bioproses untuk meningkatkan nilainutrisi jerami padi untuk pakan domba. ProsidingSeminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.Bogor 4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang PeternakanDepartemen Pertanian. hlm 298-304.

Horne, P.M.,K.R.Pond and L.P.Batubara, 1995. Sheep UnderRubber: Prospects and Research Proirieties inIndonesia.In: Mullan, B.F and H.H Shelton (ed),Integration of Ruminants into Plantation Systems inSoutheast Asia p. 58-64.

Ibrahim, M.N.M. 1983. Physical, chemical, physico-chemicaland biological treatment of crop residues. An OverlineI Workshop AFAR, Los BanosJackson, M.G. 1978. Rice straw as livestock feed inruminant nutrition. Selectet articles from the WorldAnim. Rev. 12 : 34-40

Jackson W. 1978. Microbial utilization of straw ( AReview). Adv. Appl. Microbial 23 : 144-145

Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Laboratorium MakananTernak Jurusan Nutrisi Makanan Ternak. FakultasPeternakan UGM. Yogyakarta.

Komar, A. 1984. Tehnologi pengolahan jerami sebagaimakanan ternak. Yayasan Dian Grahita, Jakarta

Laconi EB. 1992. Pemanfaatan manure ayam sebagai suplemennon protein nitrogen (NPN) dalam pembuatan silasejerami padi untuk ternak kerbau. [tesis]. Bogor:Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Leng RA. 1980. Principles and Practices of FeedingTropical Crops and By-Products to Ruminant. Armidale:Department of Biochemistry and Nutrition, University ofNew England

Lofgreen, G.P. & Otagaki, K.K. 1960. The net energy ofblack-strap molasses for lactating dairy cows. J. DairySci., 43: 200.

Lubis, D.A.1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Kedua. PTPembangunan. Jakarta

Machii H, Koyama A, Yamanouchi H. 2002. Mulberry Breeding,Cultivation and Utilization in Japan. Sanchez MD,editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings ofan electronic conference carried out, May and August2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147.Hlm 63-72.

Martawidjaja M, Budiarsana IGM. 2004. Pengaruh pemberianjerami padi fermentasi dalam ransum terhadap performankambing peranakan etawah betina. Prosiding SeminarNasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 4-5Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan DepartemenPertanian. hlm 407-415.

Martin G, Reyes F, Hernandez I, Milera M. 2002. AgronomicStudies with Mulberry In Cuba. Di dalam sanchez MD,editor. Mulberry for Animal Production. Proceedings ofan electronic conference carried out, May and August2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147.Hlm 103-114.

Oji, U.I., H.E. Etim and F.C. Okoye. 2007. Effects of ureaand aqueous ammonia treatment on the composition andnutritive value of maize residues. Small Rum. Res. 69:232 – 236.

Parakkasi, A. 1999.  Ilmu Nutrisi dan Makanan TernakRuminant.  UI Press. Jakarta.

Parulian S. T. 2009. Efek Pelepah Daun Sawit dan LimbahIndustrinya Sebagai Pakan Terhadap Pertumbuhan SapiPeranakan Ongole Pada Fase Pertumbuhan. DepartemenPeternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra UtaraMedan.

Puastuti, W. dan I.W. Mathius. 2008. Respon domba jantanmuda pada berbagai tingkat substitusi hidrolisat buluayam dalam ransum. JITV 13(2): 95 – 102.

Puastuti, W., D. Yulistyani. 2009. Ransum berbasis kulitbuah kakao diperkaya mineral: Tinjauan pada kecernaan

dan fermentasi rumen in vitro. Pros. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 442 –448.

Quoc Viet T, Duc Kien D. 2001. Dried rice straw-chickenlitter and urea-treated rice straw as main fodderresources for local cattle in the dry season. LivestockResearch for Rural Development 13 (2).http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/2/trach132.htm.Diakses pada tanggal 28 Mei 2014.

Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ DryTropics for Small Landholder Farmers. Thesis.Facultyof Science, Nothern Territory University, DarwinAustalia.

Samsijah. 1992. Pemilihan Tanaman murbei (morus sp.) yangsesuai dengan daerah Sindang Resmi Sukabumi, JawaBarat. Bul Penelitian Hutan. 547:45-59.

Sanchez MD. 2002. World Distribution And Utilization OfMulberry And Its Potential For Animal Feeding. Didalam: Sanchez MD, editor Mulberry for AnimalProduction. Proceedings of an electronic conferencecarried out, May and Augusts 2000. Roma: FAO AnimalProduction and Health Paper 147, hal 1-11.

Shain, D.H., R.R. Stock, T.J. Klopfenstein and D.W.Herold. 1998. Effect of degradable intake protein levelon finishing cattle performance and ruminal metabolism.J. Anim. Sci. 76: 242 – 248.

Shanahan JF, Smith DH, Stanton TL, Horn BE. 2004. CropResidues for Livestock Feed. Colorado: CSU CooperativeExtension - Agriculture, Colorade State University.http://www.ext.colostate.edu/pubs/ crops/00551.html.Diakses pada tanggal 28 Mei 2014.

Sharma, K. N. Dutta and U. Naulia. 2004. An on-farmappraisal of feeding urea-treated straw to buffaloes

during late pregnancy and lactation in mixed farmingsyatem. Livestock Research for Rural Development.16(11). www.Irrd.org/ Irrd16/11/shar16091.htm. Diaksespada tanggal 28 Mei 2014.

Shiere, J.B and M.N.M. Ibrahim. 1989. Feeding of ureaamonia treated rice straw. Pudoc Wageningen

Singh B, Makkar HPS. 2002. The Potensial of Mulberryfoliage as a feed supplement in India. Di dalam :Sanchez MD. Editor Mulberry for Animal Production.Proceedings of an electronic conference carried out,May and August 2000. FAO Animal Production and HealthPaper 147. Hal 139-156.

Suryani NN. 1994. Pengaruh manure ayam pada wastelagejerami padi dalam ransum terhadap fermentasi rumen[tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor.

Sutrisno, C.I. 1983. Pengaruh minyak nabati dalammengatasi defisiensi Zn pada sapi yang memperolehransum berbahan dasar jerami padi. Disertasi. ProgramPascasarjana IPB, Bogor

Syamsu JA. 2001a. Fermentasi jerami padi dengan probiotiksebagai pakan ternak ruminansia. Jurnal Agrista 5(3) :280-283.

______, 2001b. Kualitas jerami padi yang difermentasidengan manure sebagai pakan ruminansia. Jurnal ProduksiTernak 3(2) : 62-66.

Syamsu, J.A., L.A.Sofyan, K.Mudikdjo dan E.Gumbira Sa'id.2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakanternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13(1) : 30-37

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. PrawiroKusuma, dan S. Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu MakananTernak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. FakultasPeternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Utomo, R dan Soedjono, M. 1999. Bahan Pakan dan FormulasiRansum. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Van Soest, P.J. 2006. Rice straw the role of silica andtreatment to improve quality. J. Anim. Feed Sci. Tech.130: 137 – 171

Wanapat M. 2001. Swamp buffalo rumen ecology and itsmanipulation. Proc. Buffalo Workshop December 2001.http://www.mekarn.org/procbuf/wanafat.htm. Diakses padatanggal 28 Mei 2014.

Xuan Trach N, Magne M, Xuan Dan C. 2001. Effects oftreatment of rice straw with lime and/or urea onresponses of growing cattle. Livestock Research forRural Development 13 (5). http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/5/trach 135.htm. Diakses pada tanggal 28 Mei2014.

Xuan Trach N. 2004. An evaluation of adoptability ofalkali treatment of rice straw as feed for growing beefcattle under smallholders' circumstances. LivestockResearch for Rural Development 16 (7).http://www.cipav.org.co/cipav/pubs/index.htm. Diaksespada tanggal 28 Mei 2014.

Yudith Taringan A., 2010. Pemamfaatan Pelepah sawit danHasil Ikutan Industri Kelapa Sawit TerhadapPertumbuhan Sapi Peranakan Simental Fase Pertumbuhan.Departemen Pendidikan Fakultas Sumatra Utara.

Yulistiani dan Supriyanti. 2009. Ransum berbasis kulitbuah kakao diperkaya mineral: Tinjauan pada kecernaandan fermentasi rumen in vitro. Pros. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13 – 14Agustus 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 442 –448.

LAMPIRAN

Perhitungan

Bahan yang digunakan:

a.Jerami plus : 60 %

b.Konsentrat : 40 %

Kadar Bahan

Bahan Kadar BK Kadar AirJerami Plus 40% 60%Konsentrat 85% 15%

Nilai Keuntungan/ Koefisien Bahan

a. Jerami plus : 50×10040=125

b. Konsentrat : 50×10085=58,8

Σ Koefisien Bahan : 125 + 58,8

: 183,8

Jumlah bahan yang digunakan berdasarkan kondisi

dilapangan

a. Jerami plus : 125183,8

=0,68=68100

×3=2,04kg

b. Konsentrat : 58,8183,8

=0,32=32100

×3=0,96kg

Jadi, untuk membuat silase dengan berat 3 Kg diperlukan

2,04 Kg jerami plus, dan 0.96 Kg konsentrat.