laporan pendahuluan PPOK

34
LAPORAN PENDAHULUAN PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atauCHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD) A. DEFINISI PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD , 2009). PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005) PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001) PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002). PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).

Transcript of laporan pendahuluan PPOK

LAPORAN PENDAHULUAN

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atauCHRONIC OBSTRUCTIVE

PULMONARY DISEASE (COPD)

A.    DEFINISI

PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya

hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta

adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas

yang berbahaya (GOLD , 2009).

PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan

istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru

yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran

patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)

PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan

ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara

sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit

yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan

COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru

dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)

PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan

dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan

keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).

PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif

dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik,

emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).

B.    KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi

kronik adalah sebagai berikut:

1.   Bronchitis Kronis

a.   Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai

dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan

termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk

sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun

berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:

1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus,

haemophilus influenzae.

2) Alergi

3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok

dll

c.  Manifestasi klinis

1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada

bronchi besar, yang mana akanmeningkatkan produksi

mukus.

2) Mukus lebih kental

3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan

mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu,

"mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan

dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang

infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar

mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga

produksi mukus akan meningkat.

4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali

sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu

aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan

produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa

aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara

besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya

pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran

nafas akan terkena.

5) Mukus yang kental dan pembesaran

bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama

selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan

udara terperangkap pada bagian distal dari paru-

paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi

alveolar, hypoxia dan asidosis.

6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio

ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi

penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga

meningkatkan nilai PaCO2.

7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari

hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi

eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi

sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi

pulmonary.

8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan

peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut

tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang

akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

2.   Emfisema

a.   Definisi

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran

dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding

alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

1)      Faktor tidak diketahui

2)      Predisposisi genetic

3)      Merokok

4)      Polusi udara

c.    Manifestasi klinis

1)      Dispnea

2)      Takipnea

3)      Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu

pernapasan

4)      Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada

seluruh bidang paru

5)      Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi,

perpanjangan ekspirasi

6)      Hipoksemia

7)      Hiperkapnia

8)      Anoreksia

9)      Penurunan BB

10)  Kelemahan

3.   Asthma Bronchiale

a.   Definisi

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang

meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam

rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas

yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari

saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

1)      Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)

2)      Infeksi saluran  nafas

3)      Stress

4)      Olahraga (kegiatan jasmani berat)

5)      Obat-obatan

6)      Polusi udara

7)      Lingkungan kerja

8)      Lain-lain (iklim, bahan pengawet)

c.    Manifestasi Klinis

1)      Dispnea

2)      Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi

dada (dada terasa berat),

3)      wheezing,

4)      batuk non produktif

5)      takikardi

6)      takipnea

C.     ETIOLOGI

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari

jumlah partikel gas yang dihirup  oleh seorang individu selama

hidupnya. Partikel gas ini termasuk :

1.   asap rokok 

a.    perokok aktif 

b.   perokok pasif 

2.   polusi udara

a.    polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor

b.   polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor-

debu jalanan

3.    polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas

beracun)

4.    infeksi saluran nafas bawah berulang

D.    PATOFISIOLOGI

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu

pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan

pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.

Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi

dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara

dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara

alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah

distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi

terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan

paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara

di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat

gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan

untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi

paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa

detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP)

(Sherwood, 2001).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-

komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel

penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi

bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta

metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus

dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan

menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan

sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai

tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi

sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema

jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi

terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang

memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan

adanya peradangan (GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya

peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan

secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di

paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya

alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps

terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat

pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah

inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak

terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam

paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan

berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran

napas pada PPOK predominan dimediasi oleh

neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk

melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang

tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi

kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut,

terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya

ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi

berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,

bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi

berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol

(Chojnowski, 2003).

E.     MANIFESTASI KLINIS

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada

pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya

hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang

hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya

sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen

seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.

Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung

lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak

pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya

obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang

biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak

dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat

mengalami eksaserbasi akut.

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

1)      Batuk bertambah berat

2)      Produksi sputum bertambah

3)      Sputum berubah warna

4)      Sesak nafas bertambah berat

5)      Bertambahnya keterbatasan aktifitas

6)      Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis

7)      Penurunan kesadaran

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1.  Pemeriksaan radiologi

a.  Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan:

1)  Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan

garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks

paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang

menebal.

2)  Corak paru yang bertambah

b.  Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto

dada yaitu:

1)  Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi,

pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering

terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

2)  Corakan paru yang bertambah.

3)  Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun,

VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru

terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum

ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow

rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau

normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,

sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran

napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas

difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi

berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,

timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan

penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang

pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan

polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia

menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise

jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi

aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan

aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6

rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

G.    KOMPLIKASI

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang

dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada

awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan

konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai

PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri

kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan

produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial

dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan

kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit

paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea

berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan

bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga

dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek

obat atau asidosis respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma

bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam

kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi

yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan

distensi vena leher seringkali terlihat.

H.    PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak

hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan

aktivitas harian.

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya

dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera

menghentikan merokok, menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan

berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada

infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian

antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi

yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.

Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi

(bronkospasme) masih kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus

diberikan dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran

secret bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa

melakukan pernapasan yang paling efektif.

3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan

untuk memulihkan kesegaran jasmani.

4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap

penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan

polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

a.   Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai

infeksi Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza

dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x

0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin

(amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman

penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis

yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti

kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien

yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat

penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow

rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode

eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-

tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

b.   Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan

pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas

terhadap CO2

c.    Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum

dengan baik.

d.   Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas,

termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti

kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan

atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan

nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

3.   Terapi jangka panjang di lakukan :

a.    Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang,

ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian

eksaserbasi akut.

b.   Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas

obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian

obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal

paru.

c.    Fisioterapi

4.   Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas

fisik

5.   Mukolitik dan ekspektoran

6.   Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami

gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja,

merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan

sosialisasi agar terhindar dari depresi.

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

1.  Aktivitas dan Istirahat

Gejala :

·    Keletihan, kelelahan, malaise,Ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari karena

sulit bernafas

·    Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi

duduk tinggi

·    Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap

aktivitas atau latihan

Tanda :

·    Keletihan

·    Gelisah, insomnia

·    Kelemahan umum/kehilangan massa otot

2.  Sirkulasi

Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda :

· Peningkatan tekanan darah

· Peningkatan frekuensi jantung

· Distensi vena leher 

· Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit

jantung

· Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan

peningkatan diameterAPdada)

·  Warna

kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku

tabuh dansianosis perifer 

·  Pucat dapat menunjukkan anemia.

3.      Integritas Ego

Gejala :

·         Peningkatan factor resiko

·         Perubahan pola hidup

Tanda :

·         Ansietas, ketakutan, peka rangsang

4.      Makanan/ cairan

Gejala :

·         Mual/muntah

·          Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)

·         ketidakmampuan untuk makankarena distress

pernafasan

·          penurunan berat badan menetap (emfisema),

peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronchitis)

Tanda :

·         Turgor kulit buruk 

·         Edema dependen

·         Berkeringat

5.      Hyegene

Gejala :

·         Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan

bantuan melakukan aktivitassehari-hari

Tanda :

·         Kebersihan buruk, bau badan

6.      Pernafasan

Gejala :

·         Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan

dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema)

khususnya pada kerja; cuaca atau episode

berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada

tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma)

· Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari

(terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan

berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi

sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat

banyak sekali(bronchitis kronis)

· Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi

pada tahap dinimeskipun dapat menjadi produktif

(emfisema)

· Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi

kimia/iritan pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok

sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami

katun, serbuk gergaji

· Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda :

·  Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi

memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)

·  Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan

bahu, melebarkan hidung.

·  Dada: gerakan diafragma minimal.

·  Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi

(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar

(bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada

ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut

sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)

·   Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan

udara denganemfisema); bunyi pekak pada area paru

(mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)

·   Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata

sekaligus.

·   Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku;

abbu-abukeseluruhan; warna merah (bronchitis kronis,

“biru mengembung”). Pasiendengan emfisema sedang sering

disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun

pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasancepat.

·   Tabuh pada jari-jari (emfisema)

7.  Keamanan

Gejala :

·  Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap

zat/faktor lingkungan

·  Adanya/berulang infeksi

·  Kemerahan/berkeringat (asma)

8. Seksualitas

Gejala :

·         penurunan libido

9. Interaksi Sosial

Gejala :

·         Hubungan ketergantungan Kurang sistem

penndukung

·         Kegagalan dukungan dari/terhadap

pasangan/orang dekat

·         Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda :

·         Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan

suara karena distress pernafasan

·         Keterbatasan mobilitas fisik 

·         Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak

efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi

bronkopulmonal.

2.   Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek,

mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

3.   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan

ventilasi perfusi

4.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.

5.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum

dan anoreksia, mual muntah.

6.   Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan

sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi

ventilasi dan oksigenasi.

C.    RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC1. Bersihan jalan napas

tidak efektif b.d

bronkokontriksi,

peningkatan produksi

sputum, batuk tidak

efektif,

kelelahan/berkurangn

ya tenaga dan

infeksi

bronkopulmonal.

NOC :

v  Respiratory status :

Ventilation

v  Respiratory status :

Airway patency

v  Aspiration Control

Kriteria Hasil :

v Mendemonstrasikan batuk

efektif dan suara nafas

yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu

(mampu mengeluarkan

sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada

pursed lips)

v Menunjukkan jalan nafas

1.      Beri pasien 6

sampai 8 gelas cairan/hari

kecuali terdapat kor

pulmonal.

2.      Ajarkan dan berikan

dorongan penggunaan teknik

pernapasan diafragmatik dan

batuk.

3.      Bantu dalam

pemberian tindakan

nebuliser, inhaler dosis

terukur

4.      Lakukan drainage

postural dengan perkusi dan

vibrasi pada pagi hari dan

malam hari sesuai yang

yang paten (klien tidak

merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang

normal, tidak ada suara

nafas abnormal)

v Mampu

mengidentifikasikan dan

mencegah factor yang

dapat menghambat jalan

nafas

diharuskan.

5.      Instruksikan pasien

untuk menghindari iritan

seperti asap rokok,

aerosol, suhu yang ekstrim,

dan asap.

6.      Ajarkan tentang

tanda-tanda dini infeksi

yang harus dilaporkan pada

dokter dengan segera:

peningkatan sputum,

perubahan warna sputum,

kekentalan sputum,

peningkatan napas pendek,

rasa sesak didada,

keletihan.

7.      Berikan antibiotik

sesuai yang diharuskan.

8.      Berikan dorongan

pada pasien untuk melakukan

imunisasi terhadap

influenzae dan

streptococcus pneumoniae.2. Pola napas tidak

efektifberhubungan

dengan napas pendek,

mukus,

bronkokontriksi dan

iritan jalan napas

NOC :

v Respiratory status :

Ventilation

NOC

v  Respiratory status :

Airway patency

v  Vital sign Status

Kriteria Hasil :

v Mendemonstrasikan batuk

efektif dan suara nafas

yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu

(mampu mengeluarkan

1.       Ajarkan klien

latihan bernapas

diafragmatik dan pernapasan

bibir dirapatkan.

2.       Berikan dorongan

untuk menyelingi aktivitas

dengan periode istirahat.

3.       Biarkan pasien

membuat keputusan tentang

perawatannya berdasarkan

tingkat toleransi pasien.

4.       Berikan dorongan

penggunaan latihan otot-

sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada

pursed lips)

v Menunjukkan jalan nafas

yang paten (klien tidak

merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang

normal, tidak ada suara

nafas abnormal)

v Tanda Tanda vital dalam

rentang normal (tekanan

darah (sistole 110-

130mmHg dan diastole 70-

90mmHg), nad

(60-100x/menit)i,

pernafasan

(18-24x/menit))

otot pernapasan jika

diharuskan.

3. Gangguan pertukaran

gasberhubungan

dengan ketidaksamaan

ventilasi perfusi

v Respiratory status :

Ventilation

Kriteria Hasil :

v  Frkuensi nafas normal

(16-24x/menit)

v  Itmia

v  Tidak terdapat

disritmia

v  Melaporkan penurunan

dispnea

v  Menunjukkan perbaikan

dalam laju aliran

ekspirasi

1.      Deteksi

bronkospasme saatauskultasi

.

2.      Pantau klien

terhadap dispnea dan

hipoksia.

3.      Berikan obat-obatan

bronkodialtor dan

kortikosteroid dengan tepat

dan waspada kemungkinan

efek sampingnya.

4.      Berikan terapi

aerosol sebelum waktu

makan, untuk membantu

mengencerkan sekresi

sehingga ventilasi paru

mengalami perbaikan.

5.      Pantau pemberian

oksigen4. Intoleransi

aktivitasberhubungan

dengan

ketidakseimbangan

antara suplai dengan

kebutuhan oksigen

NOC :

v  Energy conservation

v  Self Care : ADLs

Kriteria Hasil :

v  Berpartisipasi dalam

aktivitas fisik tanpa

disertai peningkatan

tekanan darah, nadi dan

RR

v  Mampu melakukan

aktivitas sehari hari

(ADLs) secara mandiri

1.      Kaji respon

individu terhadap

aktivitas; nadi, tekanan

darah, pernapasan

2.      Ukur tanda-tanda

vital segera setelah

aktivitas, istirahatkan

klien selama 3 menit

kemudian ukur lagi tanda-

tanda vital.

3.      Dukung pasien dalam

menegakkan latihan teratur

dengan menggunakan

treadmill dan exercycle,

berjalan atau latihan

lainnya yang sesuai,

seperti berjalan perlahan.

4.      Kaji tingkat fungsi

pasien yang terakhir dan

kembangkan rencana latihan

berdasarkan pada status

fungsi dasar.

5.      Sarankan konsultasi

dengan ahli terapi fisik

untuk menentukan program

latihan spesifik terhadap

kemampuan pasien.

6.      Sediakan oksigen

sebagaiman diperlukan

sebelum dan selama

menjalankan aktivitas untuk

berjaga-jaga.

7.      Tingkatkan

aktivitas secara bertahap;

klien yang sedang atau

tirah baring lama mulai

melakukan rentang gerak

sedikitnya 2 kali sehari.

8.      Tingkatkan

toleransi terhadap

aktivitas dengan mendorong

klien melakukan aktivitas

lebih lambat, atau waktu

yang lebih singkat, dengan

istirahat yang lebih banyak

atau dengan banyak bantuan.

9.      Secara bertahap

tingkatkan toleransi

latihan dengan meningkatkan

waktu diluar tempat tidur

sampai 15 menit tiap hari

sebanyak 3 kali sehari.5. Perubahan nutrisi NOC : 1.      Kaji kebiasaan

kurang dari

kebutuhan

tubuhberhubungan

dengan dispnea,

kelamahan, efek

samping obat,

produksi sputum dan

anoreksia, mual

muntah.

v  Nutritional Status :

food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :

v  Adanya peningkatan

berat badan sesuai dengan

tujuan

v  Berat badan ideal

sesuai dengan tinggi

badan

v  Mampu mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi

v  Tidak ada tanda tanda

malnutrisi

Tidak terjadi penurunan

berat badan yang berarti

diet, masukan makanan saat

ini. Catat derajat

kesulitan makan. Evaluasi

berat badan dan ukuran

tubuh.

2.      Auskultasi bunyi

usus

3.      Berikan perawatan

oral sering, buang sekret.

4.      Dorong periode

istirahat I jam sebelum dan

sesudah makan.

5.      Pesankan diet

lunak, porsi kecil sering,

tidak perlu dikunyah lama.

6.      Hindari makanan

yang diperkirakan dapat

menghasilkan gas.

7.      Timbang berat badan

tiap hari sesuai indikasi.6. Kurang perawatan

diriberhubungan

dengan keletihan

sekunder akibat

peningkatan upaya

pernapasan dan

insufisiensi

ventilasi dan

oksigenasi

NOC :

v  Self care : Activity

of Daily Living (ADLs)

Kriteria Hasil :

v  Klien terbebas dari

bau badan

v  Menyatakan kenyamanan

terhadap kemampuan untuk

melakukan ADLs

v  Dapat melakukan ADLS

dengan bantuan

1.      Ajarkan

mengkoordinasikan

pernapasan diafragmatik

dengan aktivitas seperti

berjalan, mandi,

membungkuk, atau menaiki

tangga

2.      Dorong klien untuk

mandi, berpakaian, dan

berjalan dalam jarak dekat,

istirahat sesuai kebutuhan

untuk menghindari keletihan

dan dispnea berlebihan.

Bahas tindakan penghematan

energi.

3.      Ajarkan tentang

postural drainage bila

memungkinkan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

edisi 8 volume 2. Jakarta, EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa

Keperawatan. Jakarta: EGC

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification

(NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions

Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention

Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan

Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah,

Brunner and Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.