Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar manusia Tentang Kebutuhan Oksigenasi Oleh

21
Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar manusia Tentang Kebutuhan Oksigenasi Oleh: Moh. Syukran Azim 20100320061 PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Transcript of Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar manusia Tentang Kebutuhan Oksigenasi Oleh

Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar

manusia

Tentang Kebutuhan Oksigenasi

Oleh:

Moh. Syukran Azim

20100320061

PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi

1. Pengertian

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang

paling mendasar.Keberadaan oksigen merupakan salah satu

komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan

untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel

tubuh ( Andarmoyo, sulistyo, 2012). Oksigen adalah salah

satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme

untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.

Oksigen akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP

(Adenosin Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel

tubuh agar berfungsi secara optimal. Terapi oksigen

merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan

oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk

memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil

menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada

miokardium( Potter & Perry, 2006).

2. Anatomi Pernapasan

a. Hidung

Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di

belakang hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari

tulang kartilago sebelah bawah dan tulang hidung di

sebelah atas ditutupi bagian luarnya dengan kulit dan

pada bagian dalamnya dengan membran mukosa.Rongga hidung

memanjang memanjang dari nostril pada bagian depan ke

apertura posterior hidng, yang keluar ke nasofaring

bagian belakang.Septum nasalis memisahkan kedua rongga

hidung. Septum nasalis merupakan struktur tipis yang

terdiri dari tulang kartigo, biasanya membengkok ke satu

sisi atau salah satu sisi yang lain, dan keduanya

dilapisi oleh membran mukosa. Dinding Lateral dari rongga

hidung sebagian dibentuk oleh maksila, palatum dan os

sphenoid.Konka superior, Inferior dan media (turbinasi

hidung) merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut

melekat pada dinding lateral dan menonjol ke dalam rongga

hidung. Ketiga tulang tersebut tertutup oleh membran

mukosa. Sinus paranasal merupakan ruang pada tulang

kranial yang berhubungan melalui ostium ke dalam rongga

hidung. Sinus tersebut ditutupi oleh membran mukosa yang

berlanjut dengan rongga hidung. Ostium ke dalam rongga

hidung. Lubang hidung, sinus sphenoid, diatas konkha

superior.

b. Faring,

Faring atau tenggorok merupakan struktur sperti tuba yang

menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Adenoid

atau tonsil faring terletk dalam langit-langit nasofaring

. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada

traktus respiration dan digestif (Brunner & Suddarth.

2002)

c. Laring

Laring merupakan pangkal tenggorok merupakan jalinan

tulang rawan yamg dilengkapi dengan otot, membrane,

jaringan ikat, dan ligamentum . Sebelah atas pintu masuk

laring membentuk tepi epiglottis, lipatan dari epiglottis

ariteroid dan piat intararitenoid, dan sebelah tepi bawah

kartilago krikoid. Fugsi laring sebagai vokalalisasi yang

menilabtaknsistem pernapasan yang meliputi pusat khusus

pengaturan bicara dalam kortek serebri, pusat respirasi

di dalam batang otak, artikulasi serta resonansi dari

mulut dan rongga hidung

d. Trakea

Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang

dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh

selaput, terletak di antara vertebrae servikalis VI

sampai ke tepi bawah ketilago krikoidea vertebra

torakalis V. Panjangnya kira-kira 13 cm dan diameter 2,5

cm dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding

fibroealitis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang

mempertahankan trakea tetap terbuka.

e. Bronkus

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat

pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus

mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh

sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan ke bawah

kearah tumpuk paru. Bagian bawah trakea mempunyai cabang

2, kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis pembatas.

f. Pulmo (Paru-paru)

Pulmo atau paru merupakan salah satu organ pernapasan

yang berada didalam kantong yang dibentuk oleh pleura

parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak,

elastic, dan berada dalam rongga torak. Sifatnya ringan

dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru keabu-abuan

dan berbintik-bintik karena partikel-partikel debu yang

masuk termakan oleh fagosit. Fungsi utama paru-paru

adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer dan

darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat

sebuah pompa mekanik yang berfungsi ganda, yakni

menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan

mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi).

( Syafudin, 2011)

3. Fisiologi Pernafasan

Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni :

ventilasi, perfusi dan difusi( Potter & Perry, 2006).

a. Ventilasi

Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas

kedalam dan keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan

koordinasi otot paru dan throak yang elastic dan

persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang utama adalah

diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah proses

keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya

sekitar 500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi

kare.na adanya perbedaan tekanan antara intrapleural

lebih negative (752 mmHg) daripada tekanan atmofer (760

mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.

1. Kerja Pernapasan

Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk

mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja

pernafasan ditentkan oleh tingkat kompliansi paru,

tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi yang aktif,

dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan.

Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema

pulmonar, interstisial, fibrosis pleura, dan kelainan

struktur traumatic, atau congenital seperti kifosis

atau fraktur iga.

Tahanan jalan nafas dapat mengalami peningkatan akibat

obstruksi jalan nafas, penyakit di jalan nafas kecil

(seperti asma), dan edema trakeal. Jika tahanan

meningkat, jumlah udara, jumlah udara yang melalui

jalan nafas anatomis menurun. Ekspirasi merupakan

proses pasif normal yang bergantung pada property

recoil elastic dan membutuhkan sedikit kerja otot atau

tidak sama sekaliVolume Paru

Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi

pulmonary. Spirometer mengukur volume paru yang

memasuki atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi

volume paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan,

seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau

kondisi paru yang obstruktif. Jumlah surfaktan,

tingkat kompliansi, dan kekuatan otot bantu pernafasan

mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.

2. Tekanan

Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada

perubahan tekanan. Tekanan intrapleura bersifat

negative atau kurang dari tekanan atmosfer yakni 760

mmHg pada permukaan laut. Supaya udara mengalir ke

dalam paru-paru, maka tekanan intrapleura harus lebih

negative dengan gradient tekanan antara atmosfer dan

alveoli

b. Perfusi

Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati

sirkulasi paru untuk dioksigenasi, di mana pada sirkulasi

paru adalah darah dioksigenasi yang mengalir dalam arteri

pulmonaris dri ventrikel kanan jantung. Darah ini

memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam

proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler

dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah

jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat

mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga

dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan

volume atau tekanan darah sistemik.

c. Difusi

Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah

dengan konsentrasi yang lebih tinggi kedaerah degan

konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernafasan

terjadi di membrane kapiler alveolar dan kecepatan

difusi dapat dipegaruhi oleh ketebalan membrane(Potter &

Perry, 2006).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi

Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi, dan transport gas

– gas pernapasan kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe

factor :

a. Faktor fisiologis

Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi

(Potter & Perry, 2006)

PROSES PENGARUH PADA OKSIGENASI

Anemia Menurunkan kapasitas darah

yang membawa oksigen

Racun inhalasi Menurunkan kapasitas darah

yang membawa oksigen

Obstruksi jalan nafas Membatasi pengiriman oksigen

yang diinspirasi ke alveoli

Dataran tinggi Menurunkan konsentrasi

oksigen inspirator karena

konsentasi oksigen atmosfer

yang lebih rendah.

Demam Meningkatkan frekuensi

metabolism dan kebutuhan

oksigen di jaringan.

Penurunan pergerakan

dinding dada (kerusakan

muskulo)

Mencegah penurunan diafragma

dan menurunkan diameter

anteroposterior thoraks pada

saat inspirasi, menurunkan

volume udara yang

diinspirasi.

Adapun kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada :

1. Kehamilan

Ketika fetus mengalami perkembangan selama kehamilan,

maka uterus maka uterus yanb berukuran besar akan

mendorong isi abdomen ke atas diagfragma.

2. Obesitas

Klien yang obese mengalami penurunan volume paru. Hal

ini dikarenakan thorak dan abdomen bagian bawah yang

berat.

3. Kelainan musculoskeletal

Kerusakan muskulosetal di region thorak menyebabkan

penurunan oksigenasi.

4. Konfigurasi structural yang abnormal

5. Trauma

6. Penyakit otot

7. Penyakit system persarafan

8. Perubahan system saraf pusat

9. Pengaruh penyakit kronis.

10. Faktor Perkembangan

1. Bayi Prematur

Bayi premature : berisiko terkena penyakit

membrane hialin, yang diduga disebabkan defisiensi

surfaktan.

2. Bayi dan Todler

Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi

saluran pernafasan atas (ISPA) hasil pemaparan dari

anak-anak lain dan pemaparan asap dari rokok. Selain

itu, selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi

berkembang kongesti nasal yang memungkinkan

pertumbuhan bakteri dan meningkatkan potensi

terjadinya ISPA. ISPA yang sering doalami adalah

nasofaringitis, faringitis, influenza, dan

tonsillitis.

3. Anak usia sekolah dan remaja

Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi

pernapasan dan factor-faktor resiko pernafasan,

misalnya asap rokok dan merokok.

4. Dewasa muda dan dewasa pertengahan

Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda

terpapar pada banyak factor resiko kerdiopulmonar

seperti diet yang tidak sehat, kurang latihan fisik,

obat-obatan.

5. Lansia

Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia

yang berhubungan dengan osteoporosis dan kalsifikasi

tulang rawan kosta. Otot – otot pernapasan melemah

dan sirkulsi pemubuluh darah pulmonar menurun.

b. Faktor Perilaku

1. Nutrisi

Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam

beberapa cara. Klien yang mengalami kekurangan gizi

mengalami kelemahan otot pernafasan. Kondisi ini

menyebabkan kekekuatan otot dan kerja pernapasan

menurun.

2. Latihan Fisik

Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh

dan kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman

pernapasan meningkat, memampukan individu untuk

mengatasi lebih banyak oksigen dan mengeluarkan

kelebihan karbondoksida.

3. Merokok

Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit

jantung, penyakit paru obstrukti kronis, dan kanker

paru.

4. Penyalahgunaan Substansi

Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan

akan menggganggu oksigenasi jaringan. Kondisi ini

sering kali memiliki asupan nutrisi yang buruk.Kondisi

ini menyebabkan penurunan asupan makanan kaya gizi yang

kemudian menyebabkan penurunan prosuksi hemoglobin.

c. Faktor Lingkungan

Abestosis merupakan penyakit paru yang memperoleh di

tempat kerja dan berkembang setelah individu terpapar

asbestosis.

a. Ansietas

Keadaan yang terus-menerus pada insietas beat akan

meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan

oksigen akan meningkat(Potter & Perry, 2006).

5. Patofisologi

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora

yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang

oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah

menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal

ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis

sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel

vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua

eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin

menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit

ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin.

Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem

saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis,

(3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf

simpatis. Setalah pelapasan toksik yang mengakibatkan

regitasi otot rangka, sehingga menurunkan ekspansi dada yang

mengakibatkan peningkatan RR sehingga terjadi gangguan

oksigenasi.

Trauma pada tulang rangka yang multiple yang menyebabkan

hail chest sehingga menyebabkan pernapsan paradoksal terjadi

gangguan oksigenasi jika tidak terasai maka akan terjadi

hipoksia tubuh mengonpensasi dengan perpasan yang dalam dan

freakuensi yang cepat serta dipnea

Trauma

Fraktur tulang rangkamutiple

Fail Chest

Px mengalamipernapasanparadoksal

Gangguan Oksigenasi

Penurunan kadaroksigen yangdiinspirasi,

penurunan kadarhemoglobin dan

Peningkatan Frekuensi dan kedalaman pernapasan

Dipsnea

Invasi Clostridium Tetani

Pelepasan tetanuspasmik dan

Rigiditas otot

Penurunan ekspansi dada

RR meningkat, ,penggunaan otot

bantupernafasan

Hipoksia

6. Perubahan Fungsi Pernapasan

Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan

kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventelasi dan transport

oksigen.

a. Hiperventilasi

Hiperventilasi meerupakan suatu kondisi ventilasi yang

berlebihan yang dibutuhkan untuk mengeleminasi

kerbondioksida normal di vena yang diproduksi melalui

metabolism seluler. Hieprventilasi bisa disebabkan oleh

ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam-

basadan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau

syok. Hiperventilasi juag dapat ketika tubuh berusaha

mengompensasi asidosis metabolic dengan memproduksi

alkalosis repiratorik. Tanda dan gejala hiperventilasi

adlaah takikardi, nafas pendek, nyeri dada, pusing,

disorientasi, tinnitus dan penglihatan yang kabur.

b. Hipoventilaasi

Tertjai ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi

kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon

Ketidakefektipan pola nafas

dioksida secara adekuat. Tanda dan gejala hipoventilasi

adalah pusing, nyeri kepala, letargi, disorientasi, koma

dan henti jantung. Terapi umtuk penanangan hiperventilasi

dan hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang

mendasaro gangguan tersebut, kemudian ditingkatkan

oksigenasi jaringan, perbaikan fungsi ventilasi, dan

upaya keseimbangan asam basa.

c. Hipoksia

Hipoksia adalah oksigenasi yang tidak adekuat pada

tingkat jaringan Kondisi ini terjadi akibat defesiensi

pengahantaran oksigen atau penggunaan oksigen diseluler.

Hipoksia disebabkan oleh penuruanan kadar hemoglobin dan

penuruna kapasitas darah yang membawa oksigen, penuruan

konsentrasi oksigen yang diinspirasi, ketidakmampuan

jaringan untuk mengambil oksigen dari darah seperti

terjadi pada kasus keracunan sianida. Penurunan difusi

oksigen dari alveoli ke darah, seperti terjadi pada pada

kasus

Pneumonia, perfusi darah yang mengandung oksigen jaringan

yang buruk, sperti pada syok dan keruskan vemtilasi.

Tanda dan gejala hipoksia termsuk rasa cemas, gelisah,

tidak mampu berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran,

pusing perubahan prilaku, pucat dan sianosis.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Saat melakukan inspeksi perawat melakukan oservasi dari

ujung kepala sampai kaki klien untuk mengkaji kulit dan

warna membarn mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran,

keadekuatan sirkulasi sistemik, pola pernapasan dan

gerakan dinding dada.

b. Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan

palpasi, jenis dan jumlah kerja thorak, daearah nyeri,

tekan dapat diketahui dan perawat dapat mengidentifikasi

taktil fremitis, getaran dada, angkatan dada dan titik

impuls maksimal.

c. Perkusi

Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk

menentukan adanya udara, cairan, atau benda padat di

jaringan yang berada di bawah objek tersebut.

d. Auskultasi

Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi

bunyi paru dan jantung yang normal maupun yang tidak

normal.

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Elektrokardiogram

Elektrokardiogram ( EKG ) menghasilkan rekaman grfaik

aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls

dan posisi listrik jantung.

b. Pemeriksaan fungsi paru

Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan

pertukaran gas secara efisien.

c. Pemeriksaan gas darah arteri

Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui

membrane kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.

d. Oksimetri

Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler

e. Pemeriksaan sinar x dada

Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan

proses-proses abnormal.

f. Bronkoskopi

Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel

sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.

6. Tindakan Penanganan

a. Penatalaksanaan medis

1. Pemantauan Hemodinamika

2. Pengobatan bronkodilator

3. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi

oleh dokter, misal: nebulizer, kanula nasal, masker

untuk membantu pemberian oksigen jika diperlukan.

4. Penggunaan ventilator mekanik

5. Fisoterapi dada

b.      Penatalaksanaan keperawatan

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

a.   Pembersihan jalan nafas

b. Latihan batuk efektif

c. Pengisafan lender

d. Jalan nafas buatan

2. Pola Nafas Tidak Efektif

a. Atur posisi pasien ( semi fowler )

b. Pemberian oksigen

c. Teknik bernafas dan relaksasi

3. Gangguan Pertukaran Gas

a. Atur posisi pasien ( posisi fowler )

b. Pemberian oksigen

c. Pengisapan lender

7. Komplikasi

a. Penurunan Kesadaran

b. Hipoksia

c. Cemas dan gelisah

8. Diagnosa Keperawatan

a. Diagnosa keperawatan yang muncul

b. Pola napas tidak efektif

c. Gangguan pertukaran gas

d. Bersihan jalan napas tidak efektif

DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. UnitedStates of America : Mosby.

Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing OutcomesClassification. United States of America : Mosby

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. DiagnosisKeperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.

Potter, Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Volume 2.Jakarta :EGC.Brunner & Suddart (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:EGC.Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Munusia( Oksigenasi ).Yogyakarta : Graha IlmuSyaifuddin.2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGCBrunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.Jakarta: EGC