Case kecil dr luluk PPOK rich

61
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS Nama Mahasiswa : Richard Antonius NIM : 11 2013 071 Tanda Tangan Pembimbing: Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Luluk Adipratikto, Sp. P BAB I PENDAHULUAN PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dapat dirawat dengan karakteristik yaitu pembatasan aliran udara yang persisten yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi kronis oleh udara dan partikel atau gas iritan. Kekambuhan dan faktor komorbid berkontribusi pada tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Asap rokok bukan merupakan satu-satunya penyebab PPOK, tetapi banyak partikel polusi udara yang dapat menjadi penyebab PPOK. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.

Transcript of Case kecil dr luluk PPOK rich

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Nama Mahasiswa : Richard Antonius

NIM : 11 2013 071 Tanda Tangan

Pembimbing:Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Luluk

Adipratikto, Sp. P

BAB I

PENDAHULUAN

PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit

yang dapat dicegah dan dapat dirawat dengan karakteristik yaitu

pembatasan aliran udara yang persisten yang biasanya progresif dan

berhubungan dengan respons inflamasi kronis oleh udara dan partikel

atau gas iritan. Kekambuhan dan faktor komorbid berkontribusi pada

tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.

Asap rokok bukan merupakan satu-satunya penyebab PPOK, tetapi

banyak partikel polusi udara yang dapat menjadi penyebab PPOK.

Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi

alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari

protease serin.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2014, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK

ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4

(PPOK sangat berat).

Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak

nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko

(+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan

baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit

yang dapat dicegah dan dapat dirawat dengan karakteristik yaitu

pembatasan aliran udara yang persisten yang biasanya progresif dan

berhubungan dengan respons inflamasi kronis oleh udara dan partikel

atau gas iritan. Kekambuhan dan faktor komorbid berkontribusi pada

tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.

Gejala PPOK meliputi:

Dispnea

Batuk kronis

Produksi sputum kronis1

Spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis klinis PPOK.

Kehadiran dari hasil post-bronkodilator FEV/FVC <0,70 dapat

memastikan adanya keterbatasan aliran udara yang persisten dan

PPOK.

FAKTOR RESIKO

Di seluruh dunia, faktor risiko yang paling sering ditemui untuk

PPOK adalah merokok. Udara tempat kerja, polusi udara lingkungan

luar dan udara dalam ruangan. – Polusi udara yang dihasilkan dari

pembakaran bahan bakar biomassa juga merupakan faktor risiko PPOK

utama lainnya. dengan kata lain orang yang tidak merokok juga dapat

terkena PPOK.

Risiko PPOK terkait dengan total beban partikel yang terhirup

seseorang selama hidupnya:

• Asap tembakau, termasuk rokok pipa, cerutu, dan jenis-jenis

rokok tembakau populer di banyak negara,

• Polusi udara dalam ruangan dari bahan bakar biomassa yang

digunakan untuk memasak dan pemanas di rumah-rumah yang

sirkulasi udaranya tidak baik merupakan faktor risiko yang

terutama mempengaruhi perempuan di negara-negara berkembang

• Debu dan bahan kimia (uap, iritasi, dan asap) di tempat kerja

ketika terpapar dalam kondisi cukup intens atau dalam waktu

yang berkepanjangan

• Polusi udara terbuka juga memberikan kontribusi terhadap

partikel yang terhirup kedalam paru-paru, meskipun tampaknya

memiliki efek yang relatif kecil dalam menyebabkan PPOK

Selain itu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru selama

masa kehamilan dan masa kanak-kanak (berat badan lahir rendah,

infeksi pernapasan, dll) memiliki potensi untuk meningkatkan

risiko seseorang terkena PPOK.1

PATOLOGI

Asap rokok yang terhirup dan partikel iritan gas lainnya

menyebabkan inflamasi di paru yang dimana merupakan suatu respons

yang normal pada pasien yang berkembang menjadi PPOK. Inflamasi

kronis ini dapat menginduksi perusakan jaringan parenkim

(menyebabkan emfisema) dan mengganggu perbaikan normal dan

mekanisme pertahanan (menghasilkan fibrosis di jalan nafas kecil).

Perubahan patologis ini membawa pada terjebaknya udara dan

pembatasan aliran udara yang progresif. Secara singkat, patologi

dari perubahan menuju PPOK adalah jaringan selular dan mekanisme

molekular dan bagaimana ketidaknormalan fisiologi dan karakteristik

gejala dari penyakit ini.

Perubahan patologis pada PPOK ditemukan pada jalan nafas,

parenkim paru dan vaskular pulmonal. Perubahan patologis termasuk

inflamasi kronis, dengan peningkatan jumlah tipe sel inflamasi yang

spesifik dalam bagian paru yang berbeda dan perubahan struktur

hasil dari luka berulang dan perbaikannya. Secara umum, inflamasi

dan perubahan struktural pada jalan nafas meningkat seiring dengan

keparahan penyakit dan banyaknya jumlah merokok.

Beberapa faktor yang dapat berperan pada timbulnya penyakit

PPOK adalah :

Oxidative stress

Protease-Antiprotease imbalance

Sel inflamasi

Mediator inflamasi

PATOFISIOLOGI

Saat ini ada sebuah pemahaman yang baik tentang bagaimana penyakit

yang menyertai proses terjadinya PPOK menghasilkan karateristik

fisiologi yang abnormal dan gejalanya. Contohnya adalah inflamasi

dan penyempitan dari jalan nafas perifer menghasilkan berkurangnya

FEV1. Kerusakan parenkim akibat emfisema juga berperan pada

terbatasnya aliran udara dan menghasilkan penurunan pengiriman

udara.

Airflow Limitation and Air Trapping.

Kelanjutan dari inflamasi, fibrosis dan eksudat di saluran nafas

kecil berhubungan dengan berkurangnya FEV1 dan ratio FEV1/FVC dan

kemungkinan dengan karateristik cepatnya penurunan FEV1 pada PPOK.

Obstruksi jalan nafas perifer ini secara bertahap menahan udara

saat expirasi, yang akhirnya menjadi hiperinflasi. Walaupun

emfisema lebih berhubungan dengan abnormalitas pertukaran gas

daripada berkurangnya FEV1, namun tetap berkontribusi kepada

penahan udara saat expirasi. Hal ini khususnya karena hubungan

alveoli dengan saluran nafas kecil rusak saat keparahan penyakit

meningkat. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi sehingga FRC

meningkat, terutama saat aktivitas (dynamic hyperinflation),

menghasilkan peningkatan dispnea dan pembatasan aktivitas. Faktor

ini berkontribusi pada kontraktilitas dari otot pernafasan yang

menghasilkan meningkatnya regulasi dari inflamasi sitokin.

Bronkodilator bekerja pada saluran nafas perifer untuk mengurangi

udara yang terperangkap, oleh karena itu mengurangi volume paru-

paru dan memperbaiki gejala dan kapasitas aktivitas.

Gas Exchange Abnormalities

Keabnormalan pertukaran gas berakibat terjadinya hipoksemia dan

hiperkapnea, dan memiliki beberapa mekanisme dalam PPOK. Secara

umum, pertukaran udara untuk oxigen dan karbondioksida menjadi

buruk seiringi bertambah parahnya penyakit. Berkurangnya ventilasi

juga dapat terjadi karena berkurangnya aliran ventilasi. Hal ini

dapat menyebabkan retensi karbon dioksida saat terajdi bersama

dengan berkurangnya ventilasi akibat kerja keras proses pernafasan

karena obstruksi yang parah dan hiperinflasi serta terganggunya

otot ventilasi.

Mucus Hypersecretion

Hipersekresi mukus berakibat pada batuk kronik yang produktif yang

manjdi tanda dari bronkitis kronik dan tidak terlalu dihubungkan

dengan pembatasan aliran udara. Jadi, tidak semua pasien PPOK

memiliki gejala hipersekresi mukus. Ketika ada, itu karena

peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa

yang berespon pada iritasi kronik saluran nafas oleh asap rokok dan

gas iritan lainnya. beberapa mediator dan protease menstimulasi

hipersekresi mukus dan banyak dari mereka berefek melalui aktivasi

EGFR (epidermal growth faktor receptor).

Pulmonary Hypertension

Hipertensi pulmonal dapat terlambat terbentuknya pada kasus PPOK

dan biasanya akibat vasokonstriksi hipoksik dari arteri pulmonal

kecil dan berakibat pada perubahan struktural termasuk hiperplasia

intima dan hipertrofi/hiperplasia otot polos.

Exacerbations

Eksaserbasi dari gejala pernafasan sering muncul pada pasien dengan

PPOK, dan dicetuskan oleh infeksi bakteri atau virus, polutan

lingkungan, atau faktor lainnya yang tidak diketahui. Pasien dengan

episode bakteri atau viral memiliki respons karakteristik berupa

peningkatan inflamasi. Saat eksaserbasi, terdapat peningkatan

hiperinflasi dan udara yang terjebak, dengan aliran expirasi yang

berkurang, dan meningkatnya dispnea. Kondisi lain seperti

pneumonia, thromboembolisme dan gagal jantung akut dapat terjadi

mirip seperti eksaserbasi PPOK.

Systemic Features

Sudah banyak disadari bahwa banyak pasien dengan PPOK memiliki

komorbid yang memiliki dampak mayor pada kualitas hidup dan

survival. Pembatasan aliran udara dan hiperinflasi mempengaruhi

fungsi kardiak dan pertukaran gas. Mediator inflamasi pada

sirkulasi dapat berkontribusi pada penyia-nyian otot skeletal dan

kakexia, dan dapat memperburuk komorbid seperti iskemik heart

disease, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik, diabetes,

sindrom metabolik dan depresi.

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis PPOK harus dipertimbangkan pada setiap pasien

yang memiliki dyspnea, batuk kronis atau produksi sputum yang

berlebih, dan riwayat paparan terhadap faktor risiko untuk penyakit

PPOK

Indikator Kunci untuk Mengingat Diagnosis PPOK

Pikirkan diagnosa PPOK, dan lakukan spirometri, jika ada

indikator ini hadir dalam individu di atas usia 40. Indikator-

indikator ini tidak diagnostik sendiri, tetapi adanya beberapa

indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri

diperlukan untuk menetapkan diagnosis PPOK. Gejala yang dapat

ditemukan :

Dispnea yang : Progresif (memburuk dari waktu ke waktu)

Khas memburuk dengan aktivitas

Persisten

Batuk kronis

Sering merupakan gejala pertama dari PPOK. Batuknya

mungkin intermiten kemudian lama-lama menjadi setiap hari dan

sering menjadi sepanjang hari. Batuk pada PPOK mungkin tidak

produktif.

Produksi sputum kronik :

Setiap pola produksi sputum kronis dapat menggambarkan

PPOK. Produksi reguler sputum selama 3 bulan atau lebih dalam

2 tahun berturut-turut adalah definisi untuk bronkitis kronis,

tetapi ini tidak dapat menggambarkan rentang produksi sputum

pada pasien PPOK. Produksi sputum sering sulit untuk di

evaluasi karena pasien dapat menelan sputumnya daripada

mengeluarkan. Pasien yang memproduksi sputum dalam jumlah

banyak dapat memiliki bronkiektasis yang menyertai. Keberadaan

sputum yang purulen menggambarkan peningkatan mediator

inflamasi dan perkembangannya dapat mengidentifkasi onset dari

eksaserbasi bakterialis.

Riwayat paparan faktor risiko :

Asap tembakau

Asap saat memasak

Debu hasil pekerjaan dan bahan kimia

Riwayat keluarga PPOK1

Spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis klinis PPOK.

Kehadiran dari hasil post-bronkodilator FEV/FVC <0,70 dapat

memastikan adanya keterbatasan aliran udara yang persisten dan

PPOK.

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa

gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak

ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.

Klasifikasi PPOK (GOLD Guideline 2015)

Derajat Karakteristik

0: Ber-Resiko Normal spirometry

gejala menahun batuk berdahak

I: Ringan FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 80% predicted

dengan atau tanpa gejala menahun batuk berdahak

II: Sedang FEV1/FVC < 70%; 50% ≤ FEV1 < 80% predicted

dengan atau tanpa gejala menahun batuk berdahak,

sesak

III: Berat FEV1/FVC < 70%; 30% ≤ FEV1 < 50% predicted

dengan atau tanpa gejala menahun batuk berdahak,

sesak

IV: Sangat Berat FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% predicted or FEV1

Diagnosis PPOK dapat ditegakkan berdasarkan :

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

- Keluhan

- Riwayat penyakit

- Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisik

B. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

b. Pemeriksaan khusus 2

A. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya

berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas

berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

• Inspeksi

- Pursed- lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrelchest (diameter antero – posterior dan transversal

sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut

vena jugular isi leher dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

• Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

• Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

• Auskultasi

- Suara napas vesikuler normal, atau melemah

- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa

atau pada ekspirasi paksa

- Ekspirasi memanjang

- Bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit

kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk

sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal

paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed- lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan

ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai

mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi

pada gagal napas kronik.2

B. Pemeriksaan Penunjang

a. COPD Assesment Test (CAT)

COPD Assesment Test adalah sebuah ukuran 8-item undimensional

tentang status kesehatan pada pasien PPOK. Tes ini

dikembangkan agar dapat digunakan di seluruh dunia dan

beberapa terjemahan yang telah di validasi tersedia dalam

banyak bahasa. Skor dari test ini dalam rentang 0 – 40,

berkorelasi secara dekat dengan SGRQ, dan telah di

dokumentasi di banyak penerbitan.

b. COPD Control Questionnaire (CCQ)

COPD control questionnaire adalah sebuah questionnaire 10 item

self-administered yang dikembangkan untuk mengukur kontrol

klinis pada pasien dengan PPOK. Walaupun konsep dari

terkontrol pada PPOK masih kontroversial, CCQ sangat simpel

dan mudah untuk dikerjakan.

c. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

• Spirometri (VEP1,VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan

atau VEP1/KVP (% ).

Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1pred) <80% VEP1% (VEP1/KVP)

< 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai

untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan

penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin

dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat

dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas

harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

Tabel di atas memperlihatkan hasil spirometri antara

pasien normal dan PPOK. Pasien dengan PPOK

menunjukkan penurunan pada FEV1 dan FVC.

• Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak

ada gunakan APE meter.

Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8

hisapan, 15-20 menit kemudian.

- Dilihat perubahan nilai VEP1atau APE, perubahan VEP1

atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah

rutin

Hb,Ht,

leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan

penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum /teardrop/eyedrop

appearance)

Pada bronkitis kronik :

• Normal

• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus

d. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian

kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan.

2. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian

kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon)

sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2 minggu yaitu

peningkatan VEP1 pasca bronkodilator > 20 % dan minimal 250

ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru

setelah pemberian kortikosteroid.

3. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

4. Radiologi

CT-Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta

derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh

foto toraks polos.

Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

5. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh

Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

6. Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur

resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk

memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas

berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada

penderita PPOK di Indonesia.

7. Kadar alfa-1antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter

(emfisema padausia muda), defisiensi antitripsin alfa-1

jarang ditemukan di Indonesia.2

Assesment of Exacerbations

Eksaserbasi dari PPOK didefinisikan sebagai serangan akut yang

memperburuk pernafasan pasien melebihi variasi normal sehari-hari

dan membawa pada perubahan pengobatan. Kemungkinan timbulnya

eksaserbasi sangat berbeda tiap pasiennya. Hal yang dapat

memprediksi kemungkinan seringnya timbul eksaserbasi adalah riwayat

pengobatan sebelumnya. Sebagai tambahan, perburukan aliran nafas

berhubungan dengan meningkatnya prevalensi eksaserbasi dan berujung

pada buruknya prognosis dan mningkatnya resiko kematian.

Combined Assesment of COPD

Symptoms :

Gejala ringan (mMRC 0-1 or CAT < 10) : pasien adalah (A)

atau (C)

Gejala berat (mMRC ≥ 2 or CAT ≥ 10) : pasien adalah (B)

atau (D)

Airflow Limitation :

Low risk (GOLD 1 or 2) : pasien adalah (A) atau (B)

High risk (GOLD 3 or 4) : pasien adalah (C) atau (D)

Exacerbations :

Low risk : ≤ 1 per tahun dan tidak dirawat saat eksaserbasi :

pasien adalah (A) atau (B)

High risk : ≥ 2 per tahun atau ≥ 1 dengan dirawat di RS :

pasien adalah (C) atau (D)

Diagnosis Banding

Pada beberapa pasien dengan asma kronis, perbedaan yang jelas

dengan PPOK tidak dapat ditemukan dengan gambaran sekarang dan

dengan teknik pemeriksaan fisik, dan pada pasien-pasien ini di

asumsikan terdapat keduanya yaitu asma dan PPOK. Pada kasus seperti

ini, tatalaksana saat ini akan termasuk penggunaan obat anti-

inflamasi dan tatalaksana lain yang perlu diperhatikan per orang

nya. Diagnosis lain yang potensial umumnya lebih mudah untuk

dibedakan dari PPOK.

PPOK dan Diagnosis BandingPPOK Onset pada mid-life

Gejala timbul perlahan-lahan

Riwayat merokok atau terpapar asap lain Asma Onset pada masa kecil

Gejala bervariasi setiap harinya

Gejala memberat pada malam/pagi hari

Alergi, Rhinitis, dan/atau eczema dapat menyertai

Riwayat asma pada keluargaC H F Roentgen dada menunjukan dilatasi jantung, edema

pulmonal

Tes fungsi paru-paru menunjukan restriksi volume, bukan

airflow limitation.Bronkietasis Sputum purulen dalam volume yang besar

Biasanya berhubungan dengan infeksi bakterial

Roentgen dada/ CT scan menunjukan dilatasi bronkial,

penebalan dinding bronkialTuberculosis Onset pada semua umur

Roentgen dada menunjukan infiltrasi paru-paru

Konfirmasi secara mikrobiologis

Daerah prevalensi tinggi TBC

PENATALAKSANAAN

A. Therapeutic Options

1. Kebiasaan Merokok merupakan hal yang paling penting

dalam menimbulkan riwayat penyakit PPOK. Semua tenaga medis

harus memotivasi pasien untuk berhenti merokok.

Pendekatan dengan konseling oleh tenaga medis telah

mengurangi jumlah perokok yang berhenti karena keinginan

sendiri secara signifikan. Bahkan konseling secara

singkat selama 3 menit dapat membuat perokok berhenti

merokok sekitar 5-10%.

Terapi pengganti nikotin (nikotin gum, inhaler, nasal

spray, transdermal patch, tablet sublingual) dapat juga

dengan farmakoterapi dengan varenicline, bupropion, atau

nortriptiline meningkatkan penghentian merokok jangka

panjang dan terapi ini lebih efektif daripada placebo.

2. Larangan Merokok : menggalakan peraturan larangan merokok

dengan program yang jelas, konsisten dan berlanjut terus.

Bekerja sama dengan pemerintah untuk mengontrol tempat-

tempat yang dilarang untuk merokok dan memotivasi pasien

untuk tidak merokok di rumah.

3. Polusi Udara Indoor dan Outdoor :

Anjurkan untuk menghindari polusi udara dalam ruangan

dari proses memasak dan memanaskan dalam ruangan yang

berventilasi buruk. Anjurkan pasien untuk memonitor

pengumuman umum tentang kualitas udara dan tergantung

keparahan penyakit pasien, hindari kegiatan luar rumah

atau berada dalam rumah saat ada polusi.

4. Aktivitas Fisik : semua pasien PPOK diuntungkan dari

aktivitas fisik reguler dan dapat diulangi untuk tetap

aktif.

B. Terapi Farmakologi untuk PPOK Stabil

Terapi farmakologi digunakan untuk mengurangi gejala,

mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi dan

meningkatkan status kesehatan dan toleransi aktivitas. Setiap

regimen terapi ditujukan spesifik per pasien dikarenakan

hubungan antara keparahan gejala dan keparahan dari

keterbatasan aliran udara dipengaruhi faktor lain seperti

frekuensi dan keparahan eksaserbasi, kehadiran gagal nafas,

faktor komorbid dan status kesehatan umum. Pemilihan obat yang

diberikan tergantung dari respon pasien dan ketersediaan obat.

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualitas hidup penderita

Farmakologi

Non Farmakologi

Patien

t

Group

Essential Recommended Depending on local

guidelines

A Smoking cessation (can

include pharmacologic

treatment)

Physical

Activity

Flu vaccination

Pneumococcal

vaccinationB, C,

D

Smoking cessation (can

include pharmacologic

treatment)

Pulmonary

rehabilitation

Physical

Activity

Flu vaccination

Pneumococcal

vaccination

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi

Sebuah eksaserbasi dari PPOK didefinisikan sebagai

sebuah serangan akut dengan ciri memburuknya gejala

pernapasan pasien yang melampaui variasi hari-hari normal dan

membawa pada perubahan pengobatan. Penyebab paling sering

adalah infeksi saluran nafas oleh virus atau bakteri.

Bagaimana mengetahui Derajat Keparahan Eksaserbasi?

• Pengukuran gas darah arteri (di RS) : PaO2 < 8.0 kPa (60

mmHg) dengan atau tanpa PaCO2 > 6.7 kPa, (50 mmHg) ketika

bernafas di dalam ruangan mengindikasikan kegagalan

pernafasan.

• Radiografi dada berguna untuk menyingkirkan diagnosa

banding

• EKG dapat membandingkan dengan diagnosa untuk masalah

jantung

Eksaserbasi PPOK terbagi menjadi derajat ringan, sedang

dan berat. Penatalaksanaan derajat ringan diatasi di

poliklinik rawat jalan. Derajat sedang dapat diberikan obat-

obatan per injeksi kemudian dilanjutkan dengan peroral.

Sedangkan pada eksaserbasi derajat berat obat-obatan

diberikan per infus untuk kemudian bila memungkinkan dirujuk

kerumah sakit yang lebih memadai setelah kondisis darurat

teratasi.

Pilihan Terapi :

Oksigen: Pemberian oksigen harus diberikan untuk memperbaiki

saturasi oksigen pasien hipoksemia dengan target saturasi 88-

92%.

Bronkodilator: beta2-agonis inhalasi kerja pendek dengan atau

tanpa antikolinergik kerja-pendek merupakan pilihan terapi

bronkodilator untuk serangan eksaserbasi. Penambahan dosis

bronkodilator dan frekuensi pemberiannya. Bila terjadi

eksaserbasi berat obat diberikan secara injeksi, subkutan,

intravena atau per drip, misal :

- Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali

setiap 1 jam dan dapat dilanjutkan dengan pemberian per

drip 3 ampul per 24 jam

- Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan hati-hati

- Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran)

dilanjutkan dengan per drip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam

- Pemberian aminofilin drip dan terbutalin dapat bersama-

sama dalam 1 botol cairan infuse yang dipergunakan adalah

Dektrose 5%, NaCl 0,9% atau Ringer laktat.

Kortikosteroid sistemik: kortikosteroid sistemik memperpendek

masa pemulihan, meningkatkan fungsi paru (FEV1) dan arterial

hipoksemia (PaO2) dan mengurangi resiko kekambuhan dini,

kegegalan terapi, dan masa rawat di Rumah Sakit. Dosis 40 mg

prednison per hari selama 5 hari sangat di rekomendasikan.

Antibiotik: Antibiotik harus diberikan pada pasien :

- Dengan tiga gejala kardinal : peningkatan dispnea,

peningkatan volume sputum, peningkatan purulensi sputum

- Dengan peningkatan purulensi sputum dan satu gejala

kardinal lainnya

- Yang memerlukan ventilasi mekanik

Antibiotik diberikan dengan dosis dan lama pemberian yang

adekuat (minimal 10 hari dapat sampai 2 minggu), dengan

kombinasi dari obat yang tersedia. Pemilihan jenis antibiotic

disesuaikan dengan efek obat terhadap kuman Gram negative dan

Gram positif serta kuman atipik.

Adjunct Therapies : tergantung dari kondisi klinis pasien,

pengaturan cairan yang baik dengan perhatian khusus pada

diuretik, antikoagulan, penanganan komorbid, dan aspek nutrisi

harus dipertimbangkan. Dalam setiap waktu, tenaga medis harus

membantu meyakinkan pasien untuk berhenti PPOK. Pasien yang

dirawat di RS karena eksaserbasi PPOK meningkatkan resiko deep

vein trombosis dan emboli pulmonal.

DEFINISI PNEUMONIA

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus

terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertain

infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara

klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru

yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,

parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan, dan

lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru yang

disebabkan oleh penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi,

obat-obatan, dan lain-lain) lazimnya disebut pneumonitis.

Berdasarkan asal penyakit, pneumonia dibagi menjadi dua

jenis, yaitu Pneumonia yang berkembang di luar rumah sakit

disebut dengan Community Acquired Pneumonia (CAP atau Pneumonia

Komunitas), dan pneumonia yang terjadi 72 jam atau lebih

setelah perawatan di rumah sakit adalah nosokomial, atau

Hospital Acquired Pneumonia (HAP atau Pneumonia Nosokomial) dan

penggunaan ventilator yaitu Ventilator Associated Pneumonia

(VAP) (2).

PNEUMONIA KOMUNITAS

Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di

masyarakat atau terjadi pada infeksi diluar RS. Pneumonia

komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan

angka kematian tinggi di dunia.

Untuk mengetahui tentang pneumonia komunitas, pertama harus

dapat mengerti dahulu definisi dan gejala yang timbul oleh

penyakit ini. Definisi klinis dari pneumonia komunitas telah

digunakan secara luas tetapi memiliki kompleks gejala dan

tanda dari saluran pernafasan dan keadaan umum kesehatan

pasien. Tanda seperti demam (>38˚C), nyeri dada, sesak dan

takipneu dan gejala dari pemeriksaan fisik dari dada sangat

bermakna ketika dibandingkan dengan cara gold standar dengan

radiologi untuk mendiagnosa pneumonia komunitas.

Pneumonia komunitas dapat di definisikan sebagai :

- Gejala dari penyakit akut saluran napas bawah (batuk

dan setidaknya 1 gejala saluran napas bawah lain)

- Pada pemeriksaan didapatkan tanda fokal dada baru

- Setidaknya satu gejala sistemik (gejala sistemik

seperti berkeringat, demam, menggigil, nyeri dan sakit

dan temperatur lebih dari 38˚C)

- Tidak ada penjelasan lain untuk penyakitnya, yang di

tatalaksana sebagai pneumonia komunitas dengan

antibiotik.

ETIOLOGI

Etiologi dari CAP dapat bersumber dari berbagai macam

bakteri, virus, dan bahkan jamur. Tabel dibawah menunjukkan

penyebab umum CAP. S.pneumoniae adalah patogen yang paling

sering ditemukan. Bakteri penyebab dibagi menjadi bakteri

rawat jalan dan rawat inap.

Penyebab lain berupa Hemophilus influenza dan Moraxella

catarrhalis, pada pasien

dengan penyakit bronkopulmonar, dan S.aureus terutama

selama outbreak influenza. Risiko infeksi oleh spesies

Enterobakteri dan P.aeruginosa sebagai etiologi CAP karena

pemberian steroid oral kronik atau penyakit penyerta

bronkopulmonar, alkoholisme, dan jumlah terapi antibiotik.

Penyebab yang paling jarang pneumoniae contohnya Sterptococcus

pyogenes, Neisseria meningitidis, Pasteurella multocida, dan

H. Influenza type b. Organisme atipikal, tidak dapat dideteksi

oleh gram dan kultur termasuk M.pneumoniae, C.pneumoniae,

Legionella species, dan virus respirasi. Legionella merupakan

mikroorganisme tersering pneumonia.

Selain bakteri, ada juga virus sebagai etiologi CAP, contoh

virusnya berupa RSV, adenovirus, dan parainfluenza virus,

begitu pula penyebab yang paling jarang termasuk

metapneumovirus, herpes simpleks virus, varicella-zoster

virus, SARS-assosiated coronavirus, dan measles virus. Pasien

dewasa imunokompetens 18% etiologi adalah virus. Penyebab lain

yang berumlah hanya 2-3% ditentukan secara epidemiologi

seperti M.tuberculosis, Chlamydophila psittaci (psittacosis),

Coxiella burnetti (Q fever), Francisella tularensis

(tularemia), Bordetella pertussis (whooping cough), dan fungi

endemis (Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,

Cryptococcus neoformans, dan Blastomyces hominis).

Diagnosis

Anamnesis

• Demam sampai menggigil 400C>

• Batuk dengan dahak mukoid,purulent kadang ada darah

• Sesak napas

• Nyeri dada

Pemeriksaan fisik

• Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S.pneumoniae,

Streptococcus spp, Staphylococcus.

• Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk

kering nonproduktif.

• Awitan lebih samar dan ringan pada orang tua/imunitas menurun

akibat kuman yang kurang patogen misalnya Klebsiella,

Pseudomonas, Enterobacter, anaerob, dan jamur.

• Tanda-tanda fisik pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan

berupa demam, sesak napas,

• Tanda-tanda konsolidasi paru seperti inspeksi dada

tertinggal, fokal fremitus lebih kuat, perkusi paru yang

redup / pekak, dan auskultasi ronki nyaring, suara pernapasan

bronkial.

Pemeriksaan penunjang

a.Gambaran radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang

utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat

berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "airbroncogram",

penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti.

Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab

pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi,

misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh

Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan

infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan

Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi

pada lobus atas kanan.

b. Pemeriksaan labolatorium

Kultur darah. Kultur darah sebelum pengobatan menunjukkan

hasil positif untuk patogen tertentu pada 5%-14% pada pasien

yang dirawat karena CAP. Penyebab yang paling banyak ditemukan

adalah S.pneumoniae. Hasil false positif berhubungan dengan

lama dirawat di RS, perubahan tatalaksana karena kokus gram

positif, dan koagulase negative streptococcus sehingga banyak

penggunaan vankomisin secara sembarangan. Kultur darah

dilakukan sebelum pemberian antibiotika. Indikasi kultur darah

hanya pada CAP berat karena bisa terinfeksi selain oleh

S.pneumoniae yaitu S.aureus, P.aeruginosa, dan basil gram

negatif lainnya dan tidak mempan terhadap antibiotik empirik

dan potensi resistensi yang besar. Kultur darah juga

diindikasikan untuk pasien dengan asplenia dan leukopenia

karena defek menangani bakteremia.

Kultur sputum spesimen dan gram saluran nafas. Kultur

sputum memiliki 2 keuntungan, yaitu menunjukkan bakteri

spesifik sehingga penggunaan antibiotika yang tidak sesuai

tidak diperlukan, dan kedua dapat menghitung jumlah hasil

kultur dahak. Kultur sputum juga hanya dilakukan pada pasien

dengan CAP berat karena perbedaan kuman pada pasien dengan

infeksi primer dan infeksi nosokomial.

Penilaian derajat Keparahan penyakit

Tujuan dilakukan penilaian derajat keparahan penyakit

adalah untuk menetukan apakah pasien perlu dirawat inap atau

tidak. Penilaian menurut British Thoracic Society menggunakan

CRB65 pada pasien dalam komunitas atau CRUB65 pada pasien di

rumah sakit dalam pedoman tingkat keparahan penyakit.

Pasien dengan CRB65 skor 0, tidak memerlukan rawat inap

dengan resiko kematian rendah. Pasien dengan CRB65 skor 1-2

perlu dipertimbangkan apakah perlu untuk dirujuk untuk rawat

inap. Pasien dengan skor CRB65 3 - 4 memerlukan penanganan

segera di rumah sakit karena angka mortalitas tinggi dan juga

perlu antibiotik empirik jika mengancam nyawa.

Penilaian dengan CURB65 harus memenuhi syarat yaitu foto

thoraks dada terdapat konsolidasi dan pada pasien didapatkan

gejala pneumonia komunitas. Barulah dapat digunakan kriteria

CURB65 untuk menentukan derajat keparahan. Pasien dengan

CURB65 skor 0-1 memiliki kemungkinan kematian yang rendah

yaitu < 3%. Pasien dapat dirawat jalan. Untuk pasien dengan

skor 2, sebaiknya dirawat di Rumah Sakit. Dan pasien dengan

skor CURB65 3 atau lebih memiliki resiko kematian yang besar

sekitar 15-40%. Pasien harus segera dirawat di Rumah Sakit

untuk dapat diterapi. Jika skor pasien 4-5, sebaiknya pasien

dirawat di ruang ICU.

CRB65 Severity Score :1 Poin untuk setiap tanda yang ada :

• Confusion• Pernafasan >30/mnt• Tekanan darah (Sistol <90,

Diastol < 60 mmHg)• Umur > 65 tahun

CURB65 Severity Score :1 Poin untuk setiap tanda yang ada :

• Confusion• Urea > 7 mmol/l• Pernafasan >30/mnt• Tekanan darah (Sistol <90,

Diastol < 60 mmHg)• Umur > 65 tahun

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu

atau lebih kriteria di bawah ini.

Kriteria minor:

a. Frekuensi napas > 30/menit

b. Pa O2/Fi O2 kurang dari 250 mmHg

c. Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

d. Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

e. Tekanan sistolik < 90 mmHg

f. Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :

a. Membutuhkan ventilasi mekanik

b. Infiltrat bertambah > 50%

c. Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

d. Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada

penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang

membutuhkan dialisis.

Berdasarkan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk

indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :

1. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu

dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah

ini :

a. Frekuensi napas > 30/menit

b. Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

c. Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

d. Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

e. Tekanan sistolik < 90 mmHg

f. Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Penatalaksanaan

Menurut British Thoracic Society guideline, terapi ditentukan

dengan :

Saat etiologi spesifik dari CAP telah teridentifikasi secara

mikrobiologi yang terbukti, pemberian obat antimikroba diberikan

pada patogen khusus tersebut.

Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri

penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :

PENCEGAHAN

a) Pola hidup sehat termasuk tidak merokok.

b) Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai

saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang

efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk

golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut (>= 50 tahun),

risiko influenza, penyakit kronik, diabetes, penyakit

jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang

direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi

yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang

terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.

PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor

penderita, bakteri penyeab, dan penggunaan antibiotik yang tepat

serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat

mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.

Angka kematian pada pasien rawat jalan pneumonia komuniti adalah

kurang dari 5%. Sedangkan yang di rawat di Rumah Sakit menjadi

20%.

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap: Tn. G Pekerjaan : PetaniJenis kelamin : Laki-laki Pendidikan terakhir : SDSuku bangsa : Jawa Status perkawinan : KawinTanggal lahir : 1 Juli 1937

(77 thn)Nomor RM : 402396

Alamat : Genengmulyo RT.02

RW.06 Juwato, PatiTanggal masuk : 30 Januari 2015

Agama : Islam Dirawat di ruang : Betani B

A. ANAMNESIS

Diambil dari alloanamnesis : Tanggal 31 Januari 2015 Pukul

09:00 WIB

Keluhan Utama : Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang :

2 minggu SMRS keluarga os mengatakan os mulai mengeluh

batuk dan sesak napas yang hilang timbul dan memberat bila

os beraktifitas. Selain batuk dan sesak, juga terdapat

keluhan demam yang disertai menggigil. Keluhan tidak

dipengaruhi oleh cuaca dingin. Sesak berkurang jika os

beristirahat.

3 hari SMRS keluarga os mengaku keluhan sesak napas

dirasakan semakin memberat. Keluhan sesak napas kali ini

tidak dipengaruhi aktifitas. Sesak napas dirasakan berkurang

ketika pasien tiduran. Os mengatakan setiap sesak napas

disertai batuk berdahak berwarna putih dan tidak disertai

darah. Keluarga pasien juga mengaku os adalah seorang

perokok berat sejak masih muda. Os juga sering memiliki

keluhan batuk yang disertai produksi dahak setiap tahun

minimal dua kali. Dan akhir-akhir ini os tidak nafsu makan

dan sering merasa lemas.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Os memiliki riwayat hipertensi dan rutin minum obat anti-

hipertensi.

Riwayat TB disangkal

Riwayat asma disangkal

penyakit jantung disangkal

penyakit ginjal disangkal

kencing manis disangkal

alergi disangkal

Riwayat Keluarga :

Riwayat penyakit dikeluarga dengan keluhan yang sama

disangkal

B. PEMERIKSAAN JASMANI

a. Pemeriksan umum

Keadaan umum : tampak sesak

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital :

Tekanan darah: 140/100 mmHg

Nadi : 124 kali/menit (regular, isi dan tegangan

cukup)

Frekuensi napas: 32 kali/menit

Suhu aksila : 37,1o C

Berat badan : ±40 kg

Tinggi badan : ±165 cm

BMI : 14,7 kg/m2

b. Pemeriksaan Fisik

Rambut : putih , tidak merata, tampak alopesia.

Kulit : sawo matang, ikterik (-), pucat (-), lesi (-),

ptechiae(-).

Kepala : normocephali, turgor dahi cukup.

Mata : edem palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat

(+/+), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor diameter 2 mm, refleks cahaya

langsung dan tak langsung

(+/+).

Hidung : pernafasan cuping hidung (-), sekret (-),

epistaksis (-), septum deviasi (-)

Mulut : bibir sianosis (-), pursed lips breathing (+),

ulkus (-), T1-T1 tenang,

faring hiperemis (-), atrofi papil lidah (-),

perdarahan gusi (-)

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan

kelenjar tiroid, tidak ada benjolan, deviasi

trakea (-), JVP 5-2cm H20.

Thorax

Inspeksi : bentuk thorax normal, sela iga melebar,

pergerakan dinding dada simetris saat statis dan

dinamis, tipe pernafasan torakoabdominal

menggunakan otot bantu tambahan, retraksi sela

iga (+),benjolan (-)

Pulmo

Anterior PosteriorInspeksi Pergerakan dinding

dada simetris saat

statis dan dinamis,

jejas trauma (-).

Pergerakan dinding

dada simetris saat

statis dan dinamis.

Palpasi Sela iga melebar,

fremitus taktil

simetris, nyeri

tekan (-).

Sela iga normal,

fremitus taktil

simetris, nyeri

tekan (-).Perkusi Hipersonor di lapang

paru kanan dan kiri,

batas paru hati: ICS

VI, batas peranjakan

hati: 2 cm

Hipersonor di lapang

paru kanan dan kiri.

Auskultasi Suara nafas dasar

bronkial, ekspirasi

memanjang suara

nafas tambahan:

rhonki basah halus

(-/+) di basal paru

Suara nafas dasar

bronkial, ekspirasi

memanjang, suara

nafas tambahan:

rhonki basah halus

(-/+) di basal paru

kiri, suara paru

basal kanan melemah.

wheezing (-/-).

kiri, basal paru

kanan melemah,

wheezing (-/-).

Cor

Inspeksi : ictus cordis terlihat.

Palpasi : ictus cordis teraba di 1 cm lateral linea

midclavicula sinistra ICS V.

Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea

parasternal dextra.

Batas atas : ICS III linea sternal

sinistra.

Batas kiri : ICS V linea midclavicula

sinistra.

Auskultasi : BJ I-II murni regular, gallop (-), murmur

(-).

Abdomen

Inspeksi : cekung, caput medusa (-), tidak tampak luka

bekas operasi, striae (-),

massa (-), spider nevi (-).

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Perkusi : shifting dullness (-), area traube timpani,

nyeri ketok CVA(-),

Palpasi : supel, tidak teraba massa,nyeri tekan (-),

undulasi (-)

Hati : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : ballotemen tidak teraba

Genital : tidak dilakukan

Ekstremitas :

Superior InferiorSianosis -/- -/-Edema -/- -/-Akral hangat +/+ +/+Clubbing

finger

-/- -/-

Palmar

eritem

-/- -/-Ekstremitas Dextra SinistraSuperior Otot Normotonus NormotonusSendi Normal Normal Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatasKekuatan +5 +5Edema - -InferiorOtot : tonus Normotonus Normotonus Sendi Normal Normal Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatasKekuatan +5 +5Edema - -

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Foto Rontgen

X- Foto Torak Tanggal 30 Januari 2015

Cor : batas kanan jantung sulit dinilai tertutup

perselubungan

Pulmo : Tampak kesuraman pada lapangan tengah-bawah paru

kiri dan kanan

Corakan bronkovesikuler meningkat

Kesan :

= Gambaran TB paru aktif (severe lesions) dengan efusi pleura

kanan dan suspek reaksi pleura kiri.

Elektrokardiografi Tanggal 30 J anuari 2015

KESAN: Sinus Takikardi dan RBBB inkomplit

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 30 Januari 2015

Hematologi lengkap

Hemoglobin 10,8 g/dl 13.2-17.3

Leukosit 12.69 ribu 3.8-10.6

Eosinofil 0.10% 1-3%

Basofil 0.20% 0-1%

Neutrofil 91.50% 50-70%

Limfosit 2.70% 25-40%

Luc 1 % 1-4

Monosit 8.10% 2-8%

MCV 89 fL 80-100

MCH 28 pg 26-34

MCHC 31 g/dL 32-36

Hematokrit 34.30 % 40-52

Trombosit 437 ribu/uL 150-440

Eritrosit 3,9 juta/uL 4.4-5.9

Gula Darah

Sewaktu136 mg/dl 75-110

C. DAFTAR ABNORMALITAS

Anamnesis

1. Sesak napas

2. Batuk disertai dahak berwarna putih

3. Sputum berlebih

4. Riwayat demam menggigil

Pemeriksaan fisik

5. Inspeksi tubuh tampak gambaran “pink puffer”

6. Thorax : inspeksi : sela iga melebar, menggunakan otot

bantu nafas tambahan,

7. Perkusi : hipersonor, diafragma rendah

8. Auskultasi : Suara nafas dasar bronkial, ekspirasi

memanjang suara nafas tambahan: rhonki

basah halus (-/+) di basal paru kiri, suara paru basal

kanan melemah.

X-foto Thorax : Gambaran TB paru aktif (severe lesions) dengan

efusi pleura kanan dan suspek reaksi pleura kiri.

EKG : gambaran RBBB inkomplit

D. PROBLEM

1. PPOK eksaserbasi akut

2. Pneumonia komunitas

3. TB paru

4. Anemia

IPDx (Initial Plan Diagnosis) :

Foto rontgen thorax PA

Spirometri

Pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, hitung jenis

leukosit, dan trombosit)

Sputum BTA

Pemeriksaan mikrobiologi kultur darah

IPTx (Initial Plan Therapy) :

O2 inhalasi 3L/24 jam dengan nasal canule

Steroid (Fluticasone inhalasi 2x0,5 ml)

Long acting Beta- agonists

Long acting Muscarinic Agent

Theophylline/ Aminophyline

Ambroxol 30 mg 3 x 1 tab

Tranfusi darah PRC

IPMx (Initial Plan Monitoring):

Pemeriksaan fisik

TTV dan saturasi oksigen

Pemeriksaan darah rutin

IPEx (Initial Plan Education):

Menjelaskan penyakit kepada pasien dan keluarga

pasien

Hindari faktor resiko

Menggunakan masker untuk meminimalisasi paparan

Rutin membersihkan debu di rumah ataupun tempat-

tempat yang berpotensi terjadi penumpukan debu dan

menjadi tempat os beraktivitas lama.

E. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad functionam : dubia

Ad sanationam : dubia

Follow up ( 1 Februari 2015)

S: Os mengeluh sesak, batuk (+)

O: keadaan umum: tampak sesak

Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital: TD: 110/70 mmHg

Nadi: 100 x/menit, isi dan tegangan cukup

RR : 30 x/menit

Suhu: 36,50C (aksila)

Thoraks: Inspeksi : Simestris statis dan dinamis, sela iga

melebar

Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil +/+,

retraksi sela iga (+)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi: Suara napas dasar bronkial, ronkhi +/+,

wheezing -/-

Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), BU (+) normal.

A: PPOK eksaserbasi akut + suspek Pneumonia Komunitas

P: IPDx: -

IPTx: infus RL +aminofilin 12 tpm

O2 inhalasi 3L/24 jam dengan nasal canule

Nebulizer (combivent, pulmicort, bisolvont) 3x1

IPMx: Tanda tanda vital

Saturasi oksigen

Follow up ( 2 Februari 2015)

S: Os mengeluh sesak, batuk (+), dahak (+)

O: keadaan umum: tampak sesak

Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital: TD: 120/80 mmHg

Nadi: 102 x/menit, isi dan tegangan cukup

RR : 32 x/menit

Suhu: 36,30C (aksila)

Thoraks: Inspeksi : Simestris statis dan dinamis, sela iga

melebar

Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil +/+,

retraksi sela iga (+)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi: Suara napas dasar bronkial, ronkhi +/+,

wheezing -/-

Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), BU (+) normal.

A: PPOK eksaserbasi akut + suspek Pneumonia Komunitas

P: IPDx: -

IPTx: infus RL +aminofilin 12 tpm

O2 inhalasi 3L/24 jam dengan nasal canule

Nebulizer (combivent, pulmicort, bisolvont) 3x1

IPMx: Tanda tanda vital

Saturasi oksigen

Follow up ( 3 Februari 2015)

S: Os mengeluh sesak, batuk (+), dahak (+)

O: keadaan umum: tampak sesak

Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital: TD: 120/70 mmHg

Nadi: 96 x/menit, isi dan tegangan cukup

RR : 24 x/menit

Suhu: 36,30C (aksila)

Thoraks: Inspeksi : Simestris statis dan dinamis, sela iga

melebar

Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil +/+,

retraksi sela iga (+)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi: Suara napas dasar bronkial, ronkhi +/+,

wheezing -/-

Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), BU (+) normal.

A: PPOK eksaserbasi akut + suspek Pneumonia Komunitas

P: IPDx: -

IPTx: infus RL +aminofilin 12 tpm

O2 inhalasi 3L/24 jam dengan nasal canule

Nebulizer (combivent, pulmicort, bisolvont) 3x1

IPMx: Tanda tanda vital

Saturasi oksigen

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien menderita PPOK eksaserbasi akut

dimana ditemukan gejala sesak yang dipengaruhi aktifitas

yang dirasakan hilang timbul sejak beberapa tahun yang lalu.

Pasien juga mempunyai riwayat sering terkena infeksi saluran

napas dan sering batuk berdahak. Ditemukan pada anamnesis

adanya sesak napas sejak 2 minggu lalu dan sejak 3 hari SMRS

dirasakan semakin memberat serta didapatkan gejala batuk

yang disertai produksi sputum.

Pasien juga merupakan seorang perokok berat sejak muda.

Pada pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan pursed lips

breating dan tanda “pink puffer”. Pasien juga masih

menggunakan otot nafas tambahan dan terdapat pelebaran sela

iga. Pada palpasi dalam fremitus taktil normal. Dan pada

perkusi didapatkan bunyi hipersonor. Pada auskultasi

didapatkan suara nafas dasar bronkial dimana ekspirasinya

memanjang pada sebagian besar area paru dan bunyi suara

tambahan berupa rhonki basah halus di basal lapang paru

kiri.

Pada pasien ini juga dapat dicurigai adanya pneumonia

komunitas. Hal ini dapat dicurigai atas dasar indikasi

pemenuhan gejala-gejala pneumonia yaitu ada batuk kronis

dengan produksi sputum, sesak napas, dan disertai dengan

riwayat demam menggigil.

Dengan pemeriksaan CRB65 score didapatkan hasil skor 3

untuk pasien ini yang dapat diinterpretasikan bahwa pasien

butuh untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Atas dasar-dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang diatas pasien ini mengarah kepada diagnosa PPOK

eksaserbasi akut dengan pneumonia komunitas. Untuk

memperkuat diagnosa dan menyingkirkan diagnosis lain dengan

keluhan yang mirip dianjurkan pemeriksaan spirometri, darah

rutin, sputum BTA dan kultur darah untuk mengetahui mikroba

spesifik yang menginfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Antonio et all 2014. Global Strategy for the Diagnosis,

Management, and Prevention of Chronic Obstructive

Pulmonary Disease. USA, Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

2. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan PPOK di indonesia

PDPI 2003

3. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan

Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p. 984-5.

4. Lim WS, Baudouin S, George R, et al. The British Thoracic

Society : Guidelines for the management of community

acquired pneumonia in adults. British Thoracic Society

Reports, Vol 1,No. 3, 2009.

5. PDPI, 2003. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia : Jakarta.