LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKOLOSIS PARU

54
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKOLOSIS PARU Oleh : Kadek Suwartana PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKOLOSIS PARU

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN TUBERKOLOSIS PARU

Oleh :

Kadek Suwartana

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

2013

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.Anatomi Sistem Pernafasan

Respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan

oksigen, kemudian oksigen yang berada diluar tubuh dihirup

(inspirasi) melalui organ-organ pernafasan, dan pada keadaan

tertentu bila tubuh kelebihan karbon dioksida maka tubuh

berusaha untuk mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara

menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu

keseimbangan antar oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh

(Syaifudin, 2009).

Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke

permukaan dalam paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem

pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot. Trakea dapat

melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembapkan udara

yang masuk, melindungi permukaan organ yang lembut. Hantaran

tekanan menghasilkan, mengatur udara dan mengubah permukaan

saluran napas bawah (Syaifudin, 2011).

Guna pernafasaan yaitu mengambil oksigen dari luar masuk

ke dalam tubuh, beredar dalam darah, selanjutnya terjadi

proses pembakaran dalam sel atau jaringan, mengeluarkan

karbondioksida yang terjadi dari sisa-sisa hasil pembakaran

dibawa oleh darah yang berasal dari sel (jaringan).

Selanjutnya dikeluarkan melaluiorgan pernafasan Untuk

melindungi sistem permukaan dari kekurangan cairan dan

mengubah suhu tubuh, melindungi sistem pernafasan dari

jaringan lain terhadap serangan patogenik, untuk pembentukan

komunikasi seperti berbicara, bernyanyi, berteriak dan

menghasilkan suara (Syaifudin, 2011).

a. Hidung

Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi

sebagai alat pernafasan (respirasi) dan indra penciuman

(pembau). Yang mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dipisahkan

oleh sekat hidung (septum nasi). Dalam keadaan normal,

udara masuk dalam sistem pernafasan, melalui rongga

hidung. Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut

halus. Epitel vestibulum berisi rambut-rambut halus yang

berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk

ke dalam lubang hidung. (Syaifudin, 2002).

Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang

berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka

nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis

inferior (bagian bawah), konka nasalis media ( bagian

tengah), konka nasalis superior ( bagian atas). Diantara

konka terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior

(lekukan bagian atas), meatus medialis ( lekukan bagian

tengah ), meatus inferior ( lekukan bagian bawah ). Meatus

ini dilewati oleh udara pernapasan, sebelah dalam terdapat

lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang disebut

koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang

rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan

beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu

sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis

pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang

baji, dan sinus ethmoidalis pada rongga tulang tapis.

(Syaifudin, 2002).

Pada hidung dibagian mukosa terdapat serabut-serabut

saraf atau reseptor-reseptor dari saraf penciuman disebut

nervus olfaktorius. Disebelah belakang konka bagian kiri

kanan dan sebelah atas langit-langit terdapat satu lubang

pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga

pendengaran tengah saluran ini desebut tuba auditiva

eustaki, yang menghubungkan telinga tengah dengan faring

dan laring. (Syaifudin, 2009).

b. Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan

dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, di

belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang

leher. Hubungan dengan rongga lain yaitu, ke atas

berhubungan dengan rongga hidung dengan perantara lubang

koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut bernama

istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang, ke depan

lubang laring, ke belakang lubang esofagus. Dibawah

selaput lendir terdapat jarngan ikan dan kumpulan getah

bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat 2

tonsil. Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang

berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan

(Syaifudin, 2011).

c. Laring

Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai

pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai

ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea

di bawahnya. Pangal tenggorokan yang disebut epiglotis,

yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsu pada

waktu kita menelan makanan menutupi laring. Laring

dilapisi oleh selaput lendir,kecuali pita suara dan bagian

epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita

suara berjumlah 2 bah, di atas pita suara palsudan tidak

mengeluarkan suara disebut ventrikularis. Di bawah pita

suara sejati yang membentuk suara disebut vokalis

(Syaifudin, 2009).

d. Trakea

Trakea terbentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri

tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C.

Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari

jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel

bersilia berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang

masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang

memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut

karina ( Syaifudin, 2002).

e. Bronkus

Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari

trakea. Bronkus terdapat pada ketinggian vertebrae

torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan

trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan

trakea dan berjalan kebawah ke arah tampuk paru. Bronkus

kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri,

terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri

lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri

dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-

cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).

Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujing

bronkioli terdapat gelembung paru yang disebut alveoli

(Syaifudin, 2002).

f. Pulmo

Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya

menghadap ke tengah rongga dadakavum mediatinum. Pada

bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau hilus.

Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru

dibungkus oleh selaput bernama pleura. Pleura terbagi 2

yaitu viseral dan parietal. Pulmo (paru) adalah sebuah

alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung

alveoli. Banyaknya gelembung paru kurang lebih 700.000.000

buah (paru kiri dan kanan). Paru-paru kanan terdiri dari 3

lobus yaitu lobus superior, media, inferior. Paru-paru

kiri terdiri 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior.

Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Diantara lobulus satu

dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang

berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-

saraf (Syaifudin, 2002).

2.Fisiologis SistemPernafasana. Pernafasan paru-paru

Merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang

terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau

pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan

hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui

trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam

kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah,

oksigen menembus membran, diambi oleh sel darah merah

dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh

tubuh. Didalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil

buangan menembus membran alveoli, dari kapiler darah

dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada

mulut dan hidung. Proses pertukaran oksigen dan

karbondioksida, konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan

merangsang pusat pernafasan terdapat  dalam otak untuk

memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi

pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida lebih

banyak. (Syaifudin, 2002).

b. Pernafasan jaringan

Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung

oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan

akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke

dalam jaringan, mengambil karbon dioksida untuk dibawa ke

paru-paru dan di paru-paru terjadi pernafasan eksterna.

(Syaifudin, 2002).

c. Daya muat paru-paru

Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml-

5.000 ml (4,5-5 liter). Udaha yang diproses dalam paru-

paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%, ± 500 ml disebut

juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan

yang dihembuskan pada pernafasan biasa. (Syaifudin, 2009).

d. Pengendalian pernafasan

Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2

faktor utama yaitu kimiawi dan pengendalian saraf. Adanya

faktor tertentu, merangsang pusat pernafasan yang terletak

di dalam medula oblongata, kalau dirangsang mengeluarkan

implus yang disalurkan melalui saraf spinalis ke otot

pernafasan (otot diagfragma atau interkostalis).

Penegndalian oleh saraf. Pusat otomatik dalam medula

oblongata mengantarkan implus eferen ke otot pernafasan,

melalui radik saraf servikalis diantarkan ke diagfragma

oleh saraf prenikus. Implus ini menimbulkan kotraksi

ritmik pada otot diagfragma dan interkostalis yang

kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit. Pengendalian

secara kimia. Pengendalian dan pengaturan secara kimia

meliputi: frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan

pernafasan, pusat pernafasan dalam sumsum sangat peka,

sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan,

karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan

bahan kimia yang asam ini merangsang pusat pernafasan

untuk mengirim keluar implus saraf yang bekerja atas otot

pernafasan. (Syaifudin, 2002).

e. Kecepatan pernafasan

Pada wanita lebih tinggi dari pada pria, pernafasan

secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan

kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik,

inspirasi istirahat-ekspirasi,disebut juga pernafasan

terbalik. (Syaifudin, 2002).

f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen

Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan,

manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya kalau

tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan

mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat

diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian, kalau penyediaan

oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan

anoreksia serebralis misalnya orang bekerja pada ruangan

yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap dan lain-

lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah

merahnya hilang berganti kebiruan misalnya yang terjadi

pada bibir, telinga, lengan dan kaki disebut sianosis.

(Syaifudin, 2009).

g. Dinamika pernafasan

Tekanan udara mendesak melalui saluran pernafasan

menekan paru-paru ke arah dinding torak, tekanan dalam

ruang pleura mencegah paru-paru menyusut dari dinding

toraks dan memaksa paru-paru untuk mengikuti pergerakan

pernafasan dinding toraks dan diagfragma, tekanan ini

meningkat pada waktu inspirasi dan gerakan pernafasan ini

dihasilkan oleh otot pernafasan. Waktu ekspirasi serat

otot diagfragma yang relaksasi muncul tinggi menuji

diagfragma membebaskan ruang pelengkap diantara

diagfragma  dan dinding toraks. (Syaifudin, 2002).

3.DefinisiTuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama

menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan

ke bagian lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang,

dannoduslimfe.(Suzanne &Smelzher, 2001, hal 584).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh

bakteri mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan

melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang, dan

mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elizabeth, 2000,

hal. 414).

Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang

sangatbervariasi. (Mansjoer, Arif,2001)

Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius yang

terutama menyerang parenkim paru. Dapat juga ditularkan ke

bagian tubuh lain. Termasuk meningen, ginjal, tulang dan

nodus limfe, agen infeksius terutama adalah batang aerobic

tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap

panas dan sinar ultraviolet. (Brunnner&Suddarth, 2001).

Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil

mikobakterium tuberkulosa tipe humanus( jarang oleh tipe M.

Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran

napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut

masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet

infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon).

Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan

terbentuklah primer kompleks (ranke). Tb paru adalah

penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium

tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Muhammad

Amin,2001)

Jadi dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis Paru adalah

penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru karena

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosisyang biasa ditularkan

melalui inhalasi percikan ludah, orang ke orang, dan

mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus.

4.Etiologi

Agen infeksius utama dari TB paru adalah Mycobacterium

tuberculosis, batang aerobik tahan asam (BTA) yang tumbuh

dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar

ultraviolet. Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang

oleh transmisi melalui udara.Spesies lain kuman ini yang

dapat memberikan infeksi pada manusia adalah

Mycobacteriumbovis,MycobacteriumKansasii, Mycobacterium Intracellulare,

sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak(lipid)inilah

yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dam lebih tahan

terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup

pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam

jaringan kuman hidup sebagai parasit intrasellular, yakni

dalam sitoplasma magrofak. Sifat lain kuman ini adalah

aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi

jaringan yang tinggi kandungan oksigennya ( Mansjoer ,

2000).

Pada patogenesis tuberculosis adalah mengenali bahwa M.

Tuberculosis mengandung banyak zat imunoreaktif. Lipid

permukaan pada mikobakterium dan komponen peptidoglikan

dinding sel yang larut air merupakan tambahan yang penting

yang dapat menimbulkan efeknya melalui kerja primernya pada

makrofag penjamu. Mikobakterium mengandung suatu kesatuan

antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik

spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop

yang luas di seluruh genus. Hipersensitivitas yang

diperantarai sel khas untuk tuberkulosis dan merupakan

determinan yang penting pada patogenesis penyakit.

(Harrison, 2002).

5.Epidemiologi

Penyakit TB Paru adalah suatu infeksi yang disebabkan

oleh kuman TB. Basil tuberkulosis menginfeksi seseorang

melalui saluran pernapasan. Penyakit ini telah menginfeksi

sepertiga penduduk dunia. Menurut WHO sekitar 8 juta

penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta per tahun

(WHO, 1993).

Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya

(98%) terjadi dinegara-negara berkembang. Indonesia itu

sendiri merupakan negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi

di dunia setelah China dan India.Diantara mereka 75% berada

pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Alasan utama yang

muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini disebabkan :

a. Kemiskinan pada berbagai penduduk

b. Meningkatnya penduduk dunia

c. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi

d. Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB

e. Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan.

6.PatofisiologiIndvidu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan

menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas

ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk

memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem

limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal,

tulangm korteks serebri), dan area pari lainnya (lobus

atas).

Sistem imuntubuh berespons dengan melakukan reaksi

inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak

bakteri;limfosit spesifik-tuberkulosis melisis

(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jarigan

ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,

menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi

2-10 minggu setelah pemajanan.

Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang

merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah

mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding

protektof. Ganulomas diubah menjadi massa jaringan fibrisa,

bagian sentral dari masa fibrosaini disebut Tuberkel Ghon.

Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nektrotik, membentuk

masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami klasifikasi,

membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa

perkembangan penyakit aktif.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat

mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang

inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif juga

dapatterjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bekteri

dorman. Dalam kasus ini, Tuberkel Ghon memecah, melepaskan

bahan seperti keju ke dalam kronki. Bakteri kemudian menjadi

tersebar diudara, mengakibatkasn penyebaran penyakit lebih

jauh. Tuberkel yan memecah menyembuh, membentuk jaringan

parut. Paru yang terinfeksi menjadi membengkak,

mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut,

pembengkakakn tuberkel, dan selanjutnya.

Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya

dengan lambat mengarah kebawah hilum paru-paru kemudian

melus kelobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan

dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan,

hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang

diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya

terinfeksi mengalami penyakit aktif.

Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempat tersebut dan

mempagosit, namun tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya

leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang

mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut.

Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses

ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau

berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui

kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi

menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel

tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit

(membutuhkan waktu 10-20 hari). Nekrosis bagian sentral lesi

memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju

(nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan

jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan

fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan

granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan

ahirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tuberkel.

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk

melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan , saluran

pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi

kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara

penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari

orang yang terinfeksi sebelumnya .( Sylvia.A.Price.1995.hal

754 )

Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC

membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara

dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah

ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu

diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan

jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup

oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta

berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )

Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa

kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen

yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh

darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar

getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang

dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil

tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya

di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil.

Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini

terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas

lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi

peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama

ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang

mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala

pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah

bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga

makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih

panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel

epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut

membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru

yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan

kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini

juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan

menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain

yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana

bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan

kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian

selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke

laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754)

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya

pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa.

Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan

tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan

bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga

tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga

kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan

lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak

menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi

hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

(Syilvia.A Price:1995;754).

7.Pathway

Mycobacterium

Masuk ke Sal. Pernapasan mll

Menuju Alveoli

Memperbanyak Diri

Menginfeksi Paru

Tuberkulosis (TBC)

RistiPenyebaran

Bronkus Alveoli

Infeksi olehbakteri M.

Infeksi olehbakteri M.

Sistem imun Kerusakan

KerusakanReaksi

Fagosit menelan Daerahpertukaran O2

Gangguanpertukaran CO2

CO2 dan PO2

Reaksi Anaerobmeningkat

Peningkatan

Peningkatan

Pelepasan

MencetuskanHipotalamus

Peningkatan Suhu

Hiperter

GangguanPertukanran Gas

Dyspnea

Hipoventi

PolaNafas

Proasam

Nyeri

Limfosit normalmelisis basil dan

Penumpukan eksudat di Sal.

Reaksi antibodi

Sputum di Sal.

Aktivasi sensori

Ke medula oblongata

Batuk

Obstruksi jalannafas oleh

Ketidakefektifan

Penekanan pada

HCL meningkat

Mual, muntah

Anoreksia

KebutuhanNutrisi KurangDari Kebutuhan

Pembentukan ATP

Intoleran

8.Manifestasi KlinisTuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien

menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia,

penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan

batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif,

tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum

mukopurulen dengan hemoptosis.

Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada

lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status

mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. Basil TB

dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.

(Smeltzer, Suzanne C,2001)

Biasanya orang yang mengidap penyakit tuberkulosis

menunjukkan gejala-gejala atau tanda-tanda sebagai berikut:

a. Batuk-batuk berdahak lebih dari 4 minggu.

b. Batuk mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah

c. Dada terasa sakit atau nyeri

d. Terasa sesak waktu bernafas

e. Suhu badan meningkat

f. Nafsu makan berkurang

g. Badan mengurus. (Kusuma, Hardy,2012)

Keluhan yang dirasakanpasientuberkolosisdapatbermacam-

macamataumalahbanyakpasien TB

parutanpakeluhansamasekalidalampemeriksaankesehatan. Keluhan

yang terbanyak adalah :

a. Demam

Biasanya sufebril menyerupai demam influensa.Tetapi

kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410 C.

Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi

kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya

hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien

merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam

influensa. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman

tuberkulosis yang masuk.

b. Batuk / Batuk Darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya

irritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk

membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya

bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan

paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan

peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batukkering

(non produktif) kemudian setelah timbul peradangan

menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang

lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh

darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada

tuberkulusis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga

terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak Nafas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan

sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit

yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi

setengah bagian paru-paru.

d. Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila

infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura

sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

e. Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun.

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, BB

menurun, sakitkepala, meriang, nyeriotot, keringatmalam,

dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan

terjadi hilang timbul secara teratur.

9.Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan

cara yang praktis yang praktis untuk menemukan lesi

tuberkulosis. Pemerikasaan ini memang membutuhkan biaya

lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam

beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pda

tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada

kedua hal diatas diagnosis dapat diperoleh melalui

pemeriksaan radiologis dada sedangkan pemeriksaan sputum

hampir selalu negatif.Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di

daerah apeks paru ( segmen apikal lobus atas atu segemen

apikal lobus bawah) tetapi dapt pula mengenai lobus bawah

(bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupi tumor

paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).Pada awal

penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang

pneumonia, gambara radiologi berupa bercak-bercak seperti

awandan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi

sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat

berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal

sebagai tuberkuloma.Gambaran tuberkulosis milier terlihat

berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata

pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang

sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan

pleura (pleuritis), masa cairan di bagian bawah paru

(efusi pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di

pinggir paru atau pleura (pneumothoraks).Pada suatu foto

dada sering didapatkan bemacam-macam bayangan sekaligus

(pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat,

garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik

maupun sklerotik) maupun antelekstasis dan empisema.

Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan

adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus

atau paru yang disebabkan oleh tuberkolosis. Pemeriksaan

ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani

pembedahan paru.Pemeriksaan radiologis dada yang lebih

canggih saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit

rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan).

Pemeriksaan ini lebih superior dibanding radiologis

biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas

dan sayatan dapat dibuat transversal.

Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah

Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini

tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-

proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan

dada-perut. Sayatan bila dibuat transversal, sagital dan

koronal.

b. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena

hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak

sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat

tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah

leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis

pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah

normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit

mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah

limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke

arah normal lagi.Hasil pemeriksaan darah lain

didapatkan juga : anemia ringan dengan gambaran

normokrom dan normositer, gama globulin meningkat,

kadar natrium darah menurun pemeriksaan tersebut di

atas nilainya juga tidak spesifik.

2. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan

ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah

dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang

sudah dapat diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah

sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas).

Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum,

terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non

produktiv. Dalam hal ini dianjurkan dalam satu hari

sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum air

sebanyak ±2ltr dan diajarkan melakukan refleks batuk.

Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat

mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan

garam hipertonik selama 20 – 30 menit. Bila masih sulit

, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi di

ambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (

broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga di

dapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering

dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit

mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di periksa

hendaknya sesegar mungkin.

Bila sputum sudah di dapat, kuman BTA pun kadang-

kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila

bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka

keluar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah

keluar. Diperkiran di Indonesia ditemukan pasien BTA

positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan di dalam

sputum mereka.Kriteria sputum BTA positif adalah bila

sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada

satu sediaan. Dengan kata lain 5000 kuman dalam 1mL

sputum.

Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan

Thiam Hok yang merupakan muldifikasi gabungan cara

pulasan Kinyoun dan Gabbet.Cara pemeriksaan sediaan

sputum yang dilakukan adalah :

a) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa

b) Pemeriksaan sediiaan langsung dengan mikroskop

fluoresens (pewarnaan khusus)

c) Pemeriksaan dengan biakan ( kultur )

d) Pemeriksaan terhadap resistensi obat

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan

sputum BTA dengan cara Bactec (Bactec 400 Radiometric

System), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10

hari. Disamping itu dengan teknik Polymerase Chain

Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu

yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosae yang

tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan

biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi

obat dan identifikasi kuman.Kadang-kadang dari hasil

pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA

(positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini

terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable

bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat

antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan

kuman BTA dalam waktu pendek.Untuk pemeriksaan BTA

sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-

bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan

bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan

lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin

dan tinja.

3. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu

menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-

anak (balita). Biasanaya dipakai test Mantoux yakni

dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D. (Purfied

Protein Derivative) intrcutan berkekuatan 5 T.U.

(intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat

dengan 5 T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first

strength. Kadang-kadang bila denga 5 T.U. masih

memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 T.U.

(second sterngth). Bila dengan 250 T.U. masih

memberikan hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat

disingkirkan. Umumnya tes mantuox dengan 5 T.U. saja

sudah cukup berarti.Setelah 48-72 jam setelah

tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa

indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit

yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan

antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi

persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin

amat dipegaruhi oleh antibodi humoral, makin besar

pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang

ditimbulkan.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil test mantoux

ini dibagi dalam:

a) Indurasi 0-5mm (diameternya) : Mantoux negatif=

golongan non sensitivy. Disini peranan antibodi

humoral apaling menonjol.

b) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan= golongan low

grade sensitivy. Disini peran antibodi humoral masih

menonjol.

c) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif= golonagan

normal sensitivy. Disini peran kedua antibodi

seimbang.

d) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat=

golongan hypersensitivy. Disini peran antibodi

selular paling menonjol.

e) Untuk pasien dengan HIV positif, Test Mantoux ± 5

mm, dinilai positif.

10. KomplikasiPenyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar

akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas

komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,

laringitis, usus, Poncet’sarthropathy

b. Komplikasi lanjut :obstruksi jalan nafas (SOPT—Sindrom

Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat,

fibrosis paru, korpulmonal, amiloidosis, sinrom gagal

nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada milier dan

kavitas TB.

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang

dapat terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :

a. Pleuritis tuberkulosa

Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui

aliran getah bening, sebab lain dapat juga dari robeknya

perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal

pleura, iga atau columna vertebralis.

b. Efusi pleura

Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe

ke dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh

adanya penjelasan material masuk ke rongga pleura.

Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan

reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.

c. Empiema

Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada

cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan oleh

terinfeksinya pleura oleh bakteri mycobacterium

tuberculosis (pleuritis tuberculosis).

d. Laryngitis

Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian

menyebabkan laryngitis tuberculosis.

e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)

Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan

berkumpul di dalam saluran pernapasan akan berkembang

biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah,

dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau kelenjar

getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium

tuberculosis dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti

paru, otak, ginjal, dan saluran pencernaan.

f. Keruskan parenkim paru berat

Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau

menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak ditangani

akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim yang

terinfeksi.

g. Sindrom gagal napas (ARDS)

Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang

meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-

paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

h. Kor pulmonale

Merupakan gagal jantung kongesif karena ada tekanan balik

akibat kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat

destruksi paru yang amat luas. Keadaan ini juga dapat

terjadi sekalipun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif

lagi, tetapi meninggalkan banyak jaringan parut.

Pengobatan dini terhadap penyakit tuberkulosis dengan

jelas dapat mengurangi komplikasi ini.

i. Aspergiloma

Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds

sphrophyte dari genus aspergillus dapat ditemukan di

tanah, air dan tumbuhan yang mengalami pembusukan dan

spesies aspergillus yang sering menyebabkan infeksi pada

manusia yaitu aspergillus fumigatus. Umumnya aspergillus

akan menginfeksi paru-paru, yang menyebabkan empatsindrom,

yakni Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA),

Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA),

aspergiloma dan aspergilosis invasif. Pada pasien yang

imunokompromais aspergilosis juga dapat menyebar ke

berbagai organ menyebabkan endoftalmitis, endokarditis,

dan abses miokardium, ginjal, hepar, limpa, jaringan

lunak, hingga tulang. Aspergiloma merupakan fungus ball

(misetoma) yang terjadi karena terdapat kavitas di

parenkim akibat penyakit paru sebelumnya. Penyakit yang

mendasarinya bisa berupa TB (paling sering) atau proses

infeksi dengan nekrosis, sarkoidosis, fibrosiskistik dan

bula emfisema.

11. PrognosisKematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati. Makin

dini penyakit ini diagnosis dan diobati, makin besar

kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius menetap.

Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin

baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosis

untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya pada 10% - 30%

pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan

tetap. Oleh karena akibat dari penyakit ini sangat fatal

bila tidak terdiagnosis. (Hasanah, 2010).

12. Klasifikasi

Klasifikasi diagnosis TB paru adalah :

a. TB paru :

1) BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan

foto toraks menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB.

2) BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi

kelainan rotgen dan klinis sesuai TB dan memberikan

perbaikan pada pengobatan awal anti TB (initial

therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan

yang adekuat

b. TB paru tersangka

Diagnosis tahap ini bersifat sementara sampai hasil

pemeriksaan BTA didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien

dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil

pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi

kelainan rotgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan

dengan anti TB sudah dapat dimulai.

c. Bekas TB (tidak sakit)

Ada riwayat TB pada pasien di masa lali dengan atau tanpa

pengobatan atau gambaran rotgen noemal atau abnormal

tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-).

Kelompok ini tidak perlu diobati.

Berdasarkan terapi WHO membagi menjadi 4 kategori, yaitu:

a. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan

sputum positif dankasus baru dengan batuk TB

berat.

b. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus

gagal dengansputum BTA positif.

c. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif

dengan kelainanparu yang tidak luas dan kasus TB

ekstra paru selain dariyang disebut dalam

kategori I

d. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik. (Kusuma,

Hardy,2012)

13. Penatalaksanaan MedisZain (2001) membagi penatalaksanaan medis tuberkulosis

paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan

penemuan penderita (active case finding).

a. Pencegahan Tuberkulosis Paru

1) Pemeriksaan kontak

Pemeriksaan kontakyaitu pemeriksaan terhadap individu

yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru

BTA positif. Pemeriksaan meliputi test tuberkulin,

klinis dan radiologis. Bila test tuberkulin positif,

maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6

dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan

BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi

hasil test tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

2) Mass chest x-ray

Mass chest x-ray yaitu pemeriksaan massal terhadap

kelompok-kelompok populasi tertentu.

3) Vaksinasi BCG

Vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG), satu bentuk

strain hidup basil TB sapi yang dilemahkan adalah jenis

vaksin yang paling banyak dipakai diberbagai Negara.

Pada vaksinasi BCG, organisme ini disuntikan ke kulit

untuk membentuk vokus primer yang berdinsing, berkapur

dan berbatas tegas. BCG tetap berkemampuan untuk

meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan

manusia. Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan

daripada infeksi dengan organisme virulent karena tidak

menimbulkan penyakit pada pnjamunya.

4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama

6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi

populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi

kemoprofilaksis primer atau utama adalah bayi yang

menyusui pada ibu dengan BTA positif, sedangkan

kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok

berikut:

a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil test tuberkulin

positif karena resikotimbulnya TB milier dan

meningitis TB,

b) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil test

tuberkulin positif yang bergaul erat dengan

penderita TB yang menular,

c) Individu yang menunjukkan konversi hasil test

tuberkulin dari negatif menjadi positif,

d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

imunosupresif jangka panjang,

e) Penderita diabetes melitus.

5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang

penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat

Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas

pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan

Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia—PPTI)

b. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati,

juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi

terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan.

Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru,

berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk

diketahui.

1) Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis

a) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah

cepat.

b) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah

Rifampisin (R) dan Streptomisin (S)

c) Intraseluler, jenis obat yang digunakan adalah

Rifampisin dan Isoniazid (INH)

2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri

semidormant)

a) Ekstraseluler,jenis obat yang digunakan adalah

Rifampisin dan Isoniazid

b) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan

Rifampisin dan Isoniazid. Untuk very slowly growing

bacilli digunakan Pirazinamid (Z).

3) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai

aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

a) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah

Etambutol (E), asam para-amino salisilik (PAS), dan

sikloserine.

b) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan

oleh Isoniazid dalam keadaan telah terjadi resistensi

sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu

fase intensif (2-3bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).

Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan

obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai

dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,

Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004)

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus

terlebih dahulu berdasrkan lokasi TB, berat ringannya

penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum,

dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu, perlu

pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal

sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1.PengakajianPengkajian menurut 11 pola fungsi Gordon yaitu :

a. Pola pemeliharaan kesehatan

1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit

tuberculosis paru

2) Kebiasaan merokok atau minum alkohol

3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat,

ventilasi rumah yang kurang.

b. Pola nutrisi metabolic

1) Nafsu atau selera makan menurun

2) Mual

3) Penurunan berat badan

4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik

c. Pola eliminasi

1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi

2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek

samping dari obat tuberculosis paru

d. Pola aktivitas dan latihan

1) Kelemahan umum/ anggota gerak

2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.

e. Pola tidur dan istirahat

1) Kesulitan tidur pada malam hari

2) Mimpi buruk

3) Berkeringat pada malam hari

f. Pola persepsi kognitif

Nyeri dada meningkat karena batuk

g. Pola persepsi dan konsep diri

1) Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular

2) Perasaan tidak berdaya

h. Pola peran hubungan dengan sesama

1) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

2) Frekuensi ineraksi antara sesame jadi kurang.

i. Pola reproduksi seksualitas

Gangguan pemenuhan kkebutuhan biologis dengan pasangan

j. Pola meknisme koping dan toleransi terhadap stress

1) Menyangkal (khususnya selama hidup ini)

2) Ansietas

3) Perasaan tidak berdaya

k. Pola sistem kepercayaan

Kegiatan beribadah terganggu

2.Diagnosa Keperawatana. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

retensi secret, mucus berlebih.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak

seimbangan perfusi ventilasi.

c. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan

hipoventilasi.

d. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju

metabolisme.

e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.

f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual, muntah.

g. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

h. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme

purulen.

3.Intervensi Keperawatan

No Tujuan dan kriteria hasil Intervensia NOC :

Setelah diberikan asuhan

keperawatan diharapkan

bersihan jalan nafas

efektif dengan kriteria

hasil:

1. Mendemonstrasikan batuk

efektif dan suara nafas

yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu

(mampu mengeluarkan

sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada

pursed lips)

2. Menunjukan jalan nafas

yang paten (klien tidak

merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi

pernafasan dalam

rentang normal, tidak

ada suara nafas

abnormal)

3. Mampu

mengidentifikasikan dan

mecegah faktor yang

dapat menghambat jalan

nafas.

NIC:

1. Buka jalan nafas, gunakan

teknik chinlift atau jaw

thrust bila perlu

2. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlu

pemasangan alat bantu

nafas buatan

4. Pasang mayo bila perlu

5. Keluarkan secret nafas,

catat adanya suara

tambahan

6. Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara

tambahan

7. Lakukan suction pada mayo

8. Berikan bronkodilator

bila perlu

9. Berikan pelembab udara

kassa basah NaCl lembab

10. Atur intake untuk

cairan mengoptimalkan

keseimbangan

11. Monitor respirasi dan

status O2

b NOC :

Setelah diberikan asuhan

NIC:

Airway management

keperawatan diharapkan

gangguan pertukaran gas

teratasi dengan kriteria

hasil:

1. Mendemonstrasikan

peningkatan ventilasi

dan oksigenasi yang

adekuat

2. Memelihara kebersihan

paru dan bebas dari

tanda-tanda distress

pernafasan

3. Mendemonstrasikan batuk

efektif dan suara nafas

yang bersih, tidak ada

sianosis dan dypnea

(mampu mengeluarkan

sputum, mampu bernafas

dengan mudah, tidak ada

pursed lips)

4. Tanda-tanda vital dalam

rentang normal

1. Buka jalan nafas ,gunakan

teknik chin lift atau jaw

thrust bila perlu

2. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlu

pemasangan alat bantu

nafas buatan

4. Pasang mayo bila perlu

5. Keluarkan secret nafas,

catat adanya suara

tambahan

6. Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara

tambahan

7. Lakukan suction pada mayo

8. Berikan bronkodilator

bila perlu

9. Berikan pelembab udara

kassa basah NaCl lembab

10. Atur intake untuk

cairan mengoptimalkan

keseimbangan

11. Monitor respirasi dan

status O2

Repiratory Monitoring:

1. Monitor frekuensi, ritme,

kedalaman pernafasan.

2. Catat pergerakan dada,

kesimetrisan, penggunaan

otot tambahan dan

retraksi otot

intracostal.

3. Monitor suara nafas

4. Monitor pola

nafas:bradipena,

takipnea, kurssmaul,

hiperventilasi, cheyne

stokes, biot

5. Catat lokasi trakea

6. Monitor kelelahan otot

diafragma (gerakan

paradoksis)

7. Auskultasi suara nafas,

catat area

penurunan/tidak adanya

ventilasi dan suara

tambahan

8. Tentukan kebutuhan

suction dengan

mengauskultasi crakles

dan ronchi pada jalan

nafas utama

9. Auskultasi suara paru

setelah tindakan untuk

mengetahui hasilnyac. NOC :

Setelah diberikan asuhan

keperawatan diharapkan

NIC:

Respiratory monitoring:

1. Monitor frekuensi, ritme,

pola nafas efektif dengan

kriteria hasil:

NOC:

respiratory status :

ventilation

respiratory status :

airway patency

vital sign status

Indicator:

1. Frekuensi pernafasan

dbn (12 x/menit)

2. Irama nafas sesuai

yang diharapkan

3. Kedalaman inspirasi

4. Ekpansi dada

simetris

5. Bernafas mudah

6. Mengeluarkan sputum

pada jalan nafas

7. Bersuara secara

adekuat

8. Ekspulsi udara

9. Tidak didapatkan

penggunaan otot –

otot tambahan

10. Tidak ada suara

nafas tambahan

11. Tidak ada

retraksi dada

12. Tidak ada

kedalaman pernafasan.

2. Catat pergerakan dada,

kesimetrisan, penggunaan

otot tambahan dan

retraksi otot intracostal

3. Monitor pernafasan hidung

4. Monitor pola nafas :

bradipnea, takipnea,

hiverpentilasi

5. Palpasi ekspansi dada

6. Auskultasi suara nafas

7. Monitor kemampuan pasien

untuk batuk efektif

8. Monitor skresi pernafasan

pasien

9. Monitor hasil rongent

10. Monitor adanya crepitus

Airway Management:

1. Buka jalan nafas, gunakan

teknik chin lift atau

jawtrust bila perlu

2. Posisikan pasien untuk

meminimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlu

pemasangan alat bantu

nafas buatan

4. Pasang mayo bila perlu

5. Keluarkan secret nafas,

catat adanya suara

pernapasan pursed

lips

13. Tidak ada

dispnea saat

istirahat

14. Tidak ada

orthopnea

15. Tidak didapatkan

nafas pendek

16. Tidak ada

fremitus taktil

17. Perkusi suara

sesuali dengan

harapan

18. Tidal volume

sesuai yang

diharapkan

19. Bronkopnia

sesuai dengan yang

diharapakan

20. Tidal volume

sesuai dengan yand

diharapkan

21. Kapasital vital

sesuai yang

diharapkan

22. Tes fungsi

pulmonal sesuai yang

diharapkan

tambahan

6. Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara

tambahan

7. Lakukan suction pada mayo

8. Berikan bronkodilator

bila perlu

9. Berikan pelembab udara

kassa basah NaCl lembab

10. Atur intake untuk

cairan mengoptimalkan

keseimbangan

11. Monitor respirasi dan

status O2

Oxygen Therapy

1. Bersihkan mulut,hidung

dan secret trakea

2. Pertahankan jalan nafas

yang paten

3. Atur perlaratan oksigen

4. Pertahankan posisi pasien

5. Observasi adanya tanda-

tanda hivopentilasi

6. Monitor adanya kecemasan

pasien terhadap oksigen.

Keterangan penilaian

NOC:

1. Tidak pernah

menunjukan

2. Jarang menunjukan

3. Kadang menunjukkan

4. Sering menujukan

5. Selalu menunjukkan d NOC :

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan

suhu tubuh dalam rentang

normal dengan kriteria

hasil :

1. suhu tubuh dalam

rentang normal

2. nadi dan RR dalam

rentang normal

3. tidak ada perubahan

warna kulit dan tidak

ada pusing

NIC :

Fever treatment :

1. monitor suhu sesering

mungkin

2. monitor IWL

3. monitor warnaa dan suhu

kulit

4. monitor tekanan darah,

nadi, dan RR

5. monitor penurunan tingkat

kesadaran

6. monitor WBC, Hb, dan Hct

7. monitor intak e dan

output

8. berikan antipiretik

9. berikan pengobatan untuk

mengatasi penyebab demam

10. selimuti pasien

11. lakukan tapid sponge

12. kolaborasi pemberian

cairan IV

13. kompres pasien pada

lipatan paha dan aksila

14. tingkatkan sirkulasi

udara

15. berikan pengobatan

untuk mencegah terjadinya

menggigil

Temperature regulation :

1. monitor suhu tiap minimal

2 jam

2. rencanakan monitoring

suhu secara kontinu

3. monitor TD, Nadi, RR

4. monitor warna kulit dan

suhu kulit

5. monitor tanda-tanda

hipertermi dan hipotermi

6. tingkatkan intake cairan

dan nutrisi

7. selimuti pasien untuk

mencegah hilangnya

kehangatan tubuh

8. ajarkan pasien cara

mencegah keletihan akibat

panas

9. berikan antipiretik jika

perlu

Vital Sign Monitoring

1. monitor TD, Nadi, suhu,

dan RR

2. catat adanya fluktuasi

tekanan darah

3. monitor VS saat pasien

berbaring, duduk, berdiri

4. auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan

5. Monitor TD, Nadi, dan RR

sebelum, selama dan

setelah aktivitas

6. Monitor kualitas dari

nadi

7. Monitor frekuensi dan

irama pernapsan

8. monitor suara paru

9. monitor pola pernapsan

abnormal

10. monitor suhu, warna,

dan kelembaban kulit

11. monitor sianosis

perifer

12. monitor adanya cushing

triad (tekanan nadi

melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik)

13. indentifikasi penyebab

dari perubahan vital signe Setelah diberikan asuhan

keperawatan diharapkan

nyeri pasien berkurang

NIC :

1. Kalikan pengkajian nyeri

secara konferhensif

dengan kriteria hasil :

1. Mengenal faktor- faktor

penyebab.

2. Tindakan pertolongan

non analgetik.

3. Mengenal onset nyeri.

4. Menggunakan analgetik.

5. Melaporkan gejala

kepada perawat.

6. Nyeri terkontrol.

7. Melaporkan nyeri.

8. Frekuensi nyeri.

9. Ekspresi wajah.

10. Lamanya episode

nyeri.

11. Posisi melindungi

tubuh.

12. Perubahan respirasi

rote.

13. Perubahan heart.

14. Perubahan tekanan

darah.

15. Perubahan ukuran

pupil.

16. Kehilangan nafsu

makan.

termasuk lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan

factor presipitasi.

2. Observasi reaksi

nonverbal dari

ketidaknyamanan.

3. Gunakan teknik komunikasi

terapiutik untuk

mengetahui pengalaman

nyeri pasien

4. Kaji kultur yang

mempengaruhi respon

nyeri

5. Evaluasi pengalaman nyeri

pada masa lampau

6. Evaluasi bersama pasien

dan tim kesehatan lain

tentang ketidak efektipan

cobtrol nyeri masa lampai

7. Bantu pasien dan keluarga

untuk mencari dan

menemukan dukungan

8. Kontrol lingkungan yang

dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan

kebisingan

9. Kurangi faktor

presifitasi nyeri

10. Pilih dan lakukan

penanganan nyari

(farmakalogi, non

farmakaologi dan

interpersonal)

11. Kaji tipe dan

sumbernyeri untuk

menentukan intervensi

12. Ajarkan tentang teknik

non farmakologi

13. Berikan analgetik untuk

mengatasi nyerif Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan

kebutuhan nutrisi dapat

terpenuhi dengan criteria

hasil:

1. Adanya peningkatan

berat badan sesuai

dengan tujuan.

2. Berat badan ideal

sesuai dengan tinggi

badan.

3. Mampu mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi.

4. Tidak ada tanda-tanda

malnutrisi.

5. Tidak terjadi penurunan

berat badan yang

NIC:

Nutrition Management

1. Kaji adanya alergi

makanan.

2. Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentuka

jumlah kalori dan nutrisi

yang dibutuhkan pasien.

3. Anjurkan pasien untuk

meningkatkan Fe.

4. Anjurkan pasien untuk

meningkatkan protein

protein dan vitamin C.

5. Berikan substansi gula.

6. Yakinkan diet yang

dimakan mengandung tinggi

serat untuk menegah

konstipasi.

berarti. 7. Berikan makanan yang

terpilih (sudah

dikonsultasikan dengan

ahli gizi).

8. Ajarkan pasien bagaimana

membuat catatan makanan

harian.

9. Monitor jumlah nutrisi

dan kandungan kalori.

10. Berikan informasi

tentang kebutuhan

nutrisi.

11. Kajikemampuan pasien

untuk mendapatkan nutrisi

yang dibutuhkan.

Nutrition Monitoring

1. BB pasien dalam batas

normal.

2. Monitor adanya penurunan

berat badan.

3. Monitor tipe dan jumlah

aktifitas yang biasa

dilakukan.

4. Monitor interaksi anak

atau orang tua selama

makan.

5. Monitor lingkungan selama

makan.

6. Jadwalkan pengobatandan

tindakan tidak selama jam

makan.

7. Monitor kulit kering dan

perubahan pigmentasi.

8. Monitor turgor kulit.

9. Monitor kekeringnan,

rambut kusam, dan mudah

patah.

10. Monitor mual dan

muntah.

11. Monitor kadar albumin,

total protein, Hb, dan

kadar Ht.

12. Monitor makanan

kesukaan.

13. Monitor pertumbuhan dan

perkembangan.

14. Monitor pucat,

kemerahan, dan kekeringan

jaringan konjungtiva.

15. Monitor kalori dan

intake nutrisi.

16. Catat adanya edema,

hiperemik, hipertonik

papilla lidah dan cavitas

oral.

17. Catat jika lidah

berwarna magenta,

scarlet.g NOC : NIC :

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan

aktivitas dapat dilakukan

dengan keriteria hasil :

1. Istirahat dan

aktivitas seimbang

2. Tidur siang

3. Mengetahui

keterbatasan energinya

4. Menggunakan teknik

konservasi energi

5. Mengubah gaya hidup

seusai dengan tingkat

energi

6. Memelihara nutrisi

yang adekuat

7. Persediaan ebergi

cukup untuk

beraktifitas.

Keterangan penilaian NOC :

1. tidak pernah menunjukan

2. jarang menunjukan

3. kadang menunjukan

4. sering menunjukan

5. selalu menunjukan

Toleransi aktifitas

indicator :

1. saturasi aktifitas bdn

Terapi aktifitas

1. menentukan penyebab

toleransi aktifitas

(fisik, psikologis atau

motivasional)

2. berikan periode aktivitas

selama beraktifitas

3. pantau respon

kardiopulmonal setelah

melakukan aktifitas dan

sebelum melakukan

aktifitas

4. meminimalkan kerja

kardiovaskuler dengan

memberikan posisi tidur

ke posisi setegah duduk

5. jika memungkinkan

tingkatkan aktofitas

secara bertahap (dari

duduk, jalan, aktifitas

maksimal)

6. pastikan perubahan posisi

klein secara bertahap dan

monitor gejaa dan

intoleran aktivitas

7. monitor intake nutrisi

untuk memastikan

kecukupan sumber-sumber

energi

8. ajarkan kepada klien

dalam respon sktifitas

2. HR dbn dalam merespon

aktifitas

3. RR dbn respon aktifitas

4. TD sistolik dbn dalam

respon aktifitas

5. TD distolik dbm dalam

respon aktifitas

6. Kecepatan berjalan

7. Jarang berjalan

8. ADL telah dilakukan

Keterangan penilaian NOC :

1 tidak pernah dilakukan

2 jarang dilakukan

3 kadang dilakukan

4 sering dilakukan

5 selalu dilakukan

bagaimana mengunakan

teknik pernafas ketika

melakukan aktifitas

h NOC :

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama asuhan

keperawatan diharapkan

penyebab infeksi tidak

terjadi dengan kriteria

hasil :

1. klien bebas dari tanda

dan gejala infeksi

2. mendeskripsikan proses

penularan penyakit,

factor yang

mempengaruhi penularan,

NIC :

Infection Control (Kontrol

Infeksi)

1. bersihkan lingkungan

setelah dipakai pasien

lain

2. pertahankan teknik

isolasi

3. batasi pengunjung bila

perlu

4. instruksikan pada

pengunjung untuk mencuci

tangan saat berkunjung

serta

penatalaksanaannya

3. menunjukan kempampuan

untuk mencegah

timbulnya infeksi

4. jumlah leukosit dalam

batas normal

5. menunjukan perilaku

hidup sehat

dan setelah berkunjung

meninggalkan pasien

5. gunakan sabun anti

mikroba untuk mencuci

tangan

6. cucitangan setiap sebelum

dan sesudah tindakan

keperawatan

7. gunakan baju, sarung

tangan sebagai alat

pelindung

8. pertahankan lingkungan

aseptik selama pemasangan

alat

9. ganti letak IV perifer

dan line central dan

dressing sesuai dengan

petunjuk umum

10. tingkatkan intake

nutrisi

11. berikan terapi

antibiotic bila perlu

Infection protection :

1. monitor tanda dan gejala

infeksi sistemik dan

local

2. monitor hitung

granulosit, WBC

3. monitor kerentanan

terhadap infeksi

4. batasi pengunjung

5. saring pengunjung

terhadap penyakit menular

6. pertahankan teknik

aseptic pada pasien yang

beresiko

7. pertahankan teknik

isolasi k/p

8. berikan perawatan kulit

pada area epidema

9. inspeksi kondisi

luka/insisi bedah

10. dorong masukan nutrisi

yang cukup

11. dorong masukan cairan

12. dorong istirahat

13. instruksikan pasien

untuk minum antibiotic

sesuai resep

14. ajarkan pasien dan

keluarga tanda dan gejala

infeksi

15. ajarkan cara

menghindari infeksi

16. laporkan kecurigaan

infeksi

17. laporkan kultur positif

4.ImplementasiImplementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.

5.Evaluasi1. Bersihan jalan napas efektif.

2. Pertukaran gas tidak terganggu.

3. Pola napas efektif (12-24x/mnt pada orang dewasa).

4. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5℃−37,5℃)

5. Nyeri berkurang atau hilang.

6. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.

7. Aktivitas dapat dilakukan dengan maksimal.

8. Penyebaran infeksi tidak terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001.Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah.

Vol. 1. Jakarta:EGC

Syaifuddin.2011.Anatomi Fisiologi.Ed.4. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedoteran. Jilid 1.

Ed.3.Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-

proses penyakit. Jakarta : EGC

Hardy, Kusuma. 2012.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

NANDA, NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hadry

Guyton, Arthur C. & John E. Hall. 2006. Buku Ajar

FisiologiKedokteran, Edisi 11. Jakarta:

PenerbitBukuKedokteran EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar

AsuhanKeperawatanKliendenganGannguanSistemPernafasan.

Jakarta: Salemba Medika

Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid II

Edisi IV. Jakarta:

PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokter

anUniversitas Indonesia.