LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELLITUS

33
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELLITUS A. Pengertian Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000). Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ) B. Etiologi a.Diabetes Melitus DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu : 1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. 2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELLITUS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIENDIABETES MELLITUS

A. Pengertian

Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolikyang kebanyakan herediter, dengan tanda – tandahiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atautidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagaiakibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidratyang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemakdan protein. ( Askandar, 2000).

Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandaidengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secaramikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkanoleh infeksi. ( Askandar, 2001 )

B. Etiologi

a.Diabetes Melitus

DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai

lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi

determinan genetik biasanya memegang peranan penting

pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai

kemungkinan etiologi DM yaitu :

1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya

sel beta sampai kegagalan sel beta melepas

insulin.

2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi

sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan

infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan

gula yang diproses secara berlebihan, obesitas

dan kehamilan.

3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat

dilakukan oleh autoimunitas yang disertai

pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan

mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi

insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta

oleh virus.

4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi

gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin

akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat

pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

b. Gangren Kaki Diabetik

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya

gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan

faktor eksogen.

Faktor endogen :

a. Genetik, metabolik

b. Angiopati diabetik

c. Neuropati diabetik

Faktor eksogen :

a. Trauma

b. Infeksi

c. Obat

ETIOLOGI

1. Virus dan Bakteri

Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human

coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik

dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau

perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui

reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun

dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih

belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan

menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

2. Bahan Toksik atau Beracun

Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara

langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan

streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain

adalah sianida yang berasal dari singkong.

3. Genetik atau Faktor Keturunan

Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau

diawariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga

penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih

besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan

anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli

kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang

terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-

laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum

perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk

diwariskan kepada anak-anaknya. (Soegondo S, dkk.

2007)

C. Patofisiologis

a. Diabetes Melitus

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel

tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi

glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.

2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah

penyimpanan lemak yang menyebabkan

terjadinya metabolisme lemak yang abnormal

disertai dengan endapan kolestrol pada

dinding pembuluh darah.

3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransisesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerapkembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkanpoliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung

terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

C. Klasifikasi

Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan

disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :

1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )

Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.

Gambaran klinis KDI :

-Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.

-Pada perabaan terasa dingin.

-Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.

-Didapatkan ulkus sampai gangren.

2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

Jenis diabetes

1. Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)

Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe

2. Di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran

kliniknya biasanyatimbul pada masa kanak-kanak dan

puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang

timbul pada masa dewasa.

2. Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)

DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan

(lebih dari 90%). Timbul makin sering setelah umur 40

dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan diabetes

mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-

rata orang dewasa.

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek

genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat

atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang

dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.

4. 4. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang

timbul selama kehamilan. Jenis ini sangat penting

diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila

tidak ditangani dengan benar.

Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan

metode enzimatik sebagai patokan penyaring

Bukan

DM

Belum pasti

DM

DM

Kadar glukosa darah

sewaktu:

Plasma vena

Darah kapiler

<110

<90

110 - 199

90 - 19

>200

>200

Kadar glukosa darah

puasa:

Plasma vena

Darah kapiler

<110

<90

110 - 125

90 - 109

>126

>110

(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

E. PATOFISIOLOGI

Dalam proses metabolisme,insulin memegang peran

yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa

ke dalam sel.Insulin adalah suatu zat yang dikeluarkan

oleh sel beta di Pankreas.

1)                  Pankreas

Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di

belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel

yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel

beta. Sel beta mngeluarkan hormon insulin untuk

mengatur kadar glukosa darah. Selain sel beta ada juga

srl alfa yang memproduksi glukagon yang bekerja

sebaliknya dengan insulin yaitu meningkatkan kadar

glukosa darah. Juga ada sel delta yang mngeluarkan

somastostatin.

2)                  Kerja Insulin

Insulin diibaratkan sebagai anak kunci untuk

membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk

kemudian di dalam sel, glukosa itu dimetabolismekan

menjadi tenaga.

3)      Patofisiologi DM Tipe 1

Mengapa insulin pada DM Tipe 1 tidak ada? Ini

disebabkan oleh karena pada jenis ini timbul reaksi

otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan pada

sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi

terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody).

Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang

ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.

4)      Patofisiologi DM Tipe 2

Pada DM Tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin

lebih banyak tetapi reseptor insulin yang terdapat pada

permukaan sel kurang. Reseptor inulin ini diibaratkan

sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada

keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga

meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena

lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang

masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan

glukosa dan glukosa di dalam darah akan meningkat.

Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM Tipe

1. Perbedaanya adalah DM Tipe 2 disamping kadar glukosa

tinggi,juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan

ini disebut resistensi insulin.

Faktor-faktor yang banyak berperan sebagai penyebab

resistensi insulin:

1.      Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk

apel)

2.      Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

3.      Kurang gerak badan

4.      Faktor keturunan (herediter)

(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

(Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)

F. MANIFESTASI KLINISGejala klasik diabetes adalah rasa haus yang

berlebihan sering kencing terutama malam hari, banyak

makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di

samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan

pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,

penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar

sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas

4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak

merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya

diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan

kadar glukosa darahnya tinggi. (Soegondo S, dkk. 2007)

Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus

sebagai berikut :

Pada tahap awal sering ditemukan :

a. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah

meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap

glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana

gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga

klien mengeluh banyak kencing.

b.Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan

kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk

mengimbangi klien lebih banyak minum.

c.Polipagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke

sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk

memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun

klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya

akan berada sampai pada pembuluh darah.

d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah

dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat

peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak

dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka

tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang

ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan

lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan

akan tetap kurus

e.Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi

(glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena

insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan

sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan

katarak. (Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Berupa:

1.      Obat Hipoglikemik Oral

a.       Pemicu sekresi insulin:

1)     Sulfonilurea

2)     Glinid

b.      Penambah sensitivitas terhadap insulin:

1)     Biguanid

2)     Tiazolidindion

3)     Penghambat glukosidase alfa

2.      Insulin

3.      Pencegahan komplikasi

a.       Berhenti merokok

b.      Mengoptimalkan kadar kolesterol

c.       Menjaga berat tubuh yang stabil

d.      Mengontrol tekanan darah tinggi

e.       Olahraga teratur dapat bermanfaat :

1)     Mengendalikan kadar glukosa darah

2)     Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah

kegemukan)

3)     Membantu mengurangi stres

4)     Memperkuat otot dan jantung

5)     Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)

6)     Membantu menurunkan tekanan darah

(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah

mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa

darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler

serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe

diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. Diet

2. Latihan

3. Pemantauan

4. Terapi (jika diperlukan)

5. Pendidikan

(Brunner and Suddarth, 2002)

H. Penatalaksanaan Diet

Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang

gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Tiga hal

penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes

mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis

makanan) yaitu:

J 1: jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus

dihabiskan.

J 2: jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam

makan terdaftar.

J 3: jenis makanan harus diperhatikan (pantangan

gula dan makanan manis).

Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi

atas beberapa bagian antara lain :

1.      Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung

karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %.

2.      Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %,

protein 12 %.

3.      Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %,

protein 20 %.

4.      Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik

dengan gangguan faal ginjal.

Indikasi diet A :

Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada

umumnya.

Indikasi diet B :

Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :

1.      Kurang tahan lapar dengan dietnya.

2.      Mempunyai hyperkolestonemia.

3.      Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah

mengalami cerobrovaskuler

4.      Cident (cva) penyakit jantung koroner.

5.      Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat

retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang

nyata.

6.      Telah menderita diabetes dari 15 tahun

Indikasi diet B1:

Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet

protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang

:

1.      Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi

normalip idemia.

2.      Kurus (underweight) dengan relatif body weight

kurang dari 90 %.

3.      Masih muda perlu pertumbuhan.

4.      Mengalami patah tulang.

5.      Hamil dan menyusui.

6.      Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.

7.      Menderita tuberkulosis paru.

8.      Menderita penyakit graves (morbus basedou).

9.      Menderita selulitis.

10. Dalam keadaan pasca bedah.

Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra

indikasi penggunaan protein kadar tinggi.

Indikasi B2 dan B3 :

Diet B2. Diberikan pada penderita nefropati dengan

gagal ginjal kronik yang klirens reatininnya masih

lebar dari 25 ml/mt.

Sifat-sifat diet B2 :

1.      Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi

mengandung protein kurang.

2.      Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12

% protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam

amino esensial.

3.      Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet

2100 – 2300 kalori / hari.

Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.

Diet B3. Diberikan pada penderita nefropati diabetik

dengan gagal ginjal kronik yang klibers reatininnya

kurang dari 25 MI/mt.

Sifat diet B3 :

1.      Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).

2.      Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah

protein 40 gram/hari.

3.      Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3

2100 kalori dan 2300 / hari. bila tidak akan merubah

jumlah protein).

4.      Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.

5.      Dipilih lemak yang tidak jenuh.

Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk

latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap

hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga

dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari,

pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.

(Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)

I. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara akut

dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau

beberapa tahun sesudah mengidap diabetes mellitus.

1. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus

Dua komplikasi akut yang paling penting adalah reaksi

hipoglikemia dan koma diabetik.

a. Reaksi Hipoglikemia

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat

tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa

lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan

sebagainya. Penderita koma hipoglikemik harus segera

dibawa ke rumah sakit karena perlu mendapat suntikan

glukosa 40% dan infuse glukosa. Diabetisi yang

mengalami reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma

hipoglikemik, biasanya disebabkan oleh obat anti-

diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau

penderita terlambat makan, atau bisa juga karena

latihan fisik yang berlebihan.

b. Koma Diabetik

Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini

timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi,

dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik

yang sering timbul adalah:

1)           Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai

nafsu makan yang besar)

2)           Minum banyak, kencing banyak

3)           Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas

penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton

                  Sering disertai panas badan karena biasanya ada

infeksi dan penderita koma diabetik harus segara dibawa

ke rumah sakit

2. Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus

Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua

pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (angiopati

diabetik). Untuk kemudahan, angiopati diabetik dibagi 2

:

a.       Makroangiopati (makrovaskular)

b.      Mikroangiopati (mikrovaskular)

Walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling

terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan. (Noer,

Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

J. Pemeriksaan Diagnostik1. Glukosa darah sewaktu2. Kadar glukosa darah puasa3. Tes toleransi glukosaDiagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya

gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, lemas,dan

berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan

oleh pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan

impotensia pada pasien pria,serta pruritus dan vulvae

pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas,

ditemukannya pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang

>200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang

baru satu kali saja abnormal belum cukup untuk

diagnosis klinis DM.

Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan,

pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis

DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa

lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban

glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa

pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM,

baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya 2

hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.

Cara pemeriksaan TTGO :

1.      Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa

2.      Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak

3.      Puasa semalam, selama 10-12 jam

4.      Glukosa darah puasa diperiksa

5.      Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250

ml, dan diminum selama / dalam waktu 5 menit

6.      Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam

sesudah beban glukosa. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk.

2003)

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada

sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post

prandial (pp) > 200 mg/dl

K. Data yang Perlu Ditelusuri Lebih Lanjut

1. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu

anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit

keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi

insulin misal hipertensi, jantung.

2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan

Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana

penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,

bagaimana cara minum obatnya, apakah teratur atau tdak,

apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi

penyakitnya. Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit –

penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi

insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat

penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,

tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan

yang biasa digunakan oleh penderita.

3. Riwayat kesehatan sekarangBerisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab

terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh

penderita untuk mengatasinya.

L. Pertimbangan Gerontologi

Aktifitas fisik yang konsisten dan realistic sangat

menguntungkan bagi penderita diabetes yang berusia

lanjut. Keuntungannya mencakup penurunan hiperglikemia,

perasaan segar dan penggunaan kalori yang dikonsumsi

sehingga terjadi penurunan berat badan. Karena adanya

peningkatan insidens masalah kardiovaskuler pada

lansia, maka pola latihan secara bertahap dan konsisten

harus direncanakan agar tidak melebihi kapasitas fisik

pasien. Gangguan fisik akibat penyakit kronis lainnya

juga harus dipertimbangkan. (Brunner and Suddart, 2002)

M. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges,

1999) meliputi :

a.       Aktivitas / Istirahat

Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot,

tonus otot menurun.

Tanda : penurunan kekuatan otot.

b.      Sirkulasi

Gejala : ulkus pada kaki, penyembuhan lama,

kesemutan/kebas pada ekstremitas.

Tanda : kulit panas, kering dan kemerahan.

c.       Integritas Ego

Gejala : tergantung pada orang lain.

Tanda : ansietas, peka rangsang.

d.      Eleminasi

Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria),

nakturia

Tanda : urine encer, pucat kering, poliurine.

e. Makanan/cairan

Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti

diet, penurunan berat badan.

Tanda : kulit kering/bersisik, turgor jelek.

f.       Nyeri/ kenyamanan

Gejala : nyeri pada luka ulkus

Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat

hati-hati.

g.      Keamanan

Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi

h.      Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : faktor risiko keluarga DM, penyakit jantung,

stroke, hipertensi, penyembuhan yang lamba. Penggunaan

obatseperti steroid, diuretik (tiazid) : diantin dan

fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).

2.    Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes

mellitus (Doenges, 2000) adalah :

a.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

diuresis osmotik, kehilangan gastrik, berlebihan diare,

mual, muntah, masukan dibatasi, kacau mental.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan

masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri

abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme,

pelepasan hormon stress.

c.       Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan

tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan

sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur

invasif dan kerusakan kulit.

d.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi

energi metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi

insulin, peningkatan kebutuhan energi, status

hipermetabolisme/infeksi.

e.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah

interpretasi informasi / tidak mengenal sumber

informasi.

3.    Rencana Asuhan Keperawatan

Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien

dengan diabetes mellitus (Doenges, 2000) meliputi :

a.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

diuresis osmotik, kehilangan gastric, berlebihan

(diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau mental).

Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital,

turgor kulit, normal.

Kriteria Hasil : - pasien menunjukan adanya perbaikan

keseimbangan cairan, dengan kriteria ; pengeluaran

urine yang adekuat (batas normal), tanda-tanda vital

stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik,

pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau

basah.

Intervensi / Implementasi :

1)      Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan

tekanan darah ortestastik.

R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan

takikardia.

2)      Kaji pola napas dan bau napas.

R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui

pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkosis

respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.

3)      Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.

R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum

terjadi pada proses infeksi. Demam dengan kulit yang

kemerahan, kering, mungkin gambaran dari dehidrasi.

4)      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit

dan membran mukosa.

R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume

sirkulasi yang adekuat.

5)      Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.

R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,

fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang

diberikan.

6)      Ukur berat badan setiap hari.

R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status

cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam

memberikan cairan pengganti.

7)      Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi

R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat

kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan

masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri

abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme,

pelepasan hormon stress.

Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai

laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda

malnutrisi.

Kriteria Hasil : - pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang

penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake ( diet pada

status nutrisi).

- mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk

meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi / Implementasi :

1)      Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi

R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.

2)      Tentukan program diet dan pola makanan pasien

dibandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan

pasien.

R : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.

3)      Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri

abdomen/perut kembung, mual,muntah, pertahankan puasa

sesuai indikasi.

R : mempengaruhi pilihan intervensi.

4)      Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti

perubahan tingkat kesadaran, dingin/lembab, denyut nadi

cepat, lapar dan pusing.

R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus

dikali dan ditangani secara tepat.

5)      Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula

darah dan diet.

R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.

c.       Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan

tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan

sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur

invasif dan kerusakan kulit.

Tujuan : Infeksi tidak terjadi.

Kriteria Hasil : - mengindentifikasi faktor-faktor

risiko individu dan intervensi untuk mengurangi

potensial infeksi.

- pertahankan lingkungan aseptik yang

aman.

Intervensi / Implementasi

1)      Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti

demam, kemerahan, adanya pus pada luka , sputum

purulen, urin warna keruh dan berkabut.

R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya

telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat mengalami

infeksi nosokomial.

2)      Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci

tangan yang baik, setiap kontak pada semua barang yang

berhubungan dengan pasien termasuk pasien nya sendiri.

R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.

3)      Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif

(seperti pemasangan infus, kateter folley, dsb).

R : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan

menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.

4)      Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan

baik.

R : Mengurangi risiko terjadinya infeksi

saluran kemih.

5)      Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-

sungguh. Masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit

tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak

berkerut).

R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang

menempatkan pasien pada penigkatan risiko terjadinya

kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.

6)      Posisikan pasien pada posisi semi fowler.

R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang,

menurunkan terjadinya risiko hipoventilasi.

7)      Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.

R : penenganan awal dapat membantu mencegah

timbulnya sepsis.

d.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi

energi metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi

insulin, peningkatan kebutuhan energi, status

hipermetabolisme/infeksi.

Tujuan : Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah

Kriteria Hasil : - menyatakan mapu untuk beristirahat

dan peningkatan tenaga.

-          mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap

kelelahan.

-          Menunjukan peningkatan kemampuan dan

berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi / Implementasi :

1)      Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat

jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi

aktivitas yang menimbulkan kelelahan.

R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk

meningkatkan aktivitas meskipun pasien mungkin sangat

lemah.

2)      Berikan aktivitas alternatif denagn periode

istirahat yang cukup / tanpa terganggu.

R : mencegah kelelahan yang berlebihan.

3)      Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan

aktivitas.

R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi

secara fisiologi.

4)      Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi,

berpindah tempat dan sebagainya.

R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan

lebih banyak kegiatan.

5)      Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan

aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan / toleransi

pasien.

R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang

positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi

pasien.

e.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah

interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,

efek prosedur dan proses pengobatan.

Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan

dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.

- memulai perubahan gaya hidup yang

diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

Intervensi / Implementasi :

1)      Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang

penyakitnya.

R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan

klien dan keluarga tentang penyakitnya.

2)      Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya

dan kondisinya sekarang.

R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang,

klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi

rasa cemas.

3)      Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet

makanan nya.

R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses

penyembuhan.

4)      Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang

materi yang telah diberikan.

R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga

serta menilai keberhasilan dari tindakan yang

dilakukan.

4.    EVALUASI

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana

taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan

dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau

intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes

mellitus adalah :

a.       Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor

kulit, normal.

b.      Berat badan dapat meningkat dengan nilai

laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda

malnutrisi.

c.       Infeksi tidak terjadi

d.      Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah

e.       Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek

prosedur dan proses pengobatan.

( Doenges, M. 2000)

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik

yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda

hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau

tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai

akibat dari kuranganya  insulin efektif di dalam tubuh,

gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat

yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak

dan protein. ( Askandar, 2000 ).

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria,

polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada.

Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan

akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh

darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan

patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai

kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering

muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena

katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan

otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang

sukar sembuh dengan pengobatan lazim. (Brunner and

Suddart, 2002)

Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan,

pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis

DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa

lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban

glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa

pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM,

baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya 2

hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama. (Noer,

Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

Dalam menangani kasus Diabetes Melitus ini,

diharapkan mahasiswa terlebih dahulu memahami teoritis

maupun asuhan keperawatannya terlebih dahulu, agar

dalam penangannya tidak ada kendala.

DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes

Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Edisi 8 Vol 2 Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan

Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, cetakan keenam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Soegondo S, dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Terpadu, cetakan keenam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta