ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO sehat adalah keadaan secara jasmani, mental sosial dan bukan hanya suatu keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Menurut UU No 36/2009 tentang kesehatan. Sehat adalah sejahtera dari badan (jasmani) jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinka setiap orang hidup secara sosial dan ekonami. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah mengutamakan dalam mencapai kemampuan dan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal kesehatan mencakup selurunh kehidupan aspek manusia baik kesehatan fisik dan mental. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, Namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari,2000). Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik 1

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO sehat adalah keadaan secara jasmani, mental

sosial dan bukan hanya suatu keadaan bebas dari penyakit, cacat

dan kelemahan.

Menurut UU No 36/2009 tentang kesehatan. Sehat adalah

sejahtera dari badan (jasmani) jiwa (rohani) dan sosial yang

memungkinka setiap orang hidup secara sosial dan ekonami.

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah mengutamakan

dalam mencapai kemampuan dan hidup sehat bagi setiap penduduk

agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal

kesehatan mencakup selurunh kehidupan aspek manusia baik

kesehatan fisik dan mental.

Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah

kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan

jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian

secara langsung, Namun gangguan tersebut dapat menimbulkan

ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan

individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan

masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak

produktif (Hawari,2000).

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau

dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Gangguan jiwa

artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik

1

dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain

tidak terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia

ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan

psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,

pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian

orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar

manusia, dan sebagainya.

Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang

menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan

penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan

peran social (Depkes, 2000).

Menurut klasifikasi Diagnostic and Statisyical Manual of

Mental Disorder Text Revision (DSM IV, TR 2000), harga diri

rendah merupakan salah satu jenis gangguan jiwa kategori gangguan

kepribadian (Videbeck, 2008).

Menurut WHO, jika prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per

1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per

1000 penduduk yang merupakan anggota keluarga, data hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, artinya 2,6 kali lebih

tinggi dari ketentuan WHO. Ini sesuatu yang sangat serius dan

World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat mengakibatkan

penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 % saat ini. Saat ini

gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi

dengan 11,5 % (http://www.kompas.com, diambil pada tanggal 20

oktober 2010).

Penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa diperkirakan

sebanyak 26 juta, dimana panik dan cemas adalah gejala paling

ringan (WHO, 2006).

2

Gambaran gangguan jiwa berat di Indonesia pada tahun 2007

memiliki prevalensi sebesar 4,6 permil, artinya bahwa dari 1000

penduduk Indonesia terdapat empat sampai lima diantaranya

menderita gangguan jiwa berat (Puslitbang Depkes RI, 2008).

Penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 225.642.124 jiwa

sehingga pasien gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2007

diperkirakan 1.037.454 jiwa (Pusat Data dan Informasi Depkes RI,

2009). Hasil Riskesdas tahun 2007 untuk provinsi Jawa Barat

didapatkan data individu yang mengalami gangguan jiwa sebesar

0,22% dari jumlah penduduk dan untuk wilayah Bogor sebesar 0,40%

(Puslitbang Depkes RI, 2008). Angka ini menunjukkan bahwa anggota

masyarakat yang mengalami gangguan jiwa berat cukup besar atau

dapat dikatakan cukup banyak. Gangguan jiwa berat yang paling

banyak ditemukan adalah Skizofrenia.

Upaya mengatasi masalah kesehatan jiwa diberikan dalam bentuk

pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas. Bentuk pendekatan

manajemen pelayanan kesehatan jiwa komunitas yang dikenal dengan

istilah Community Mental Health

Nursing (CMHN) (Keliat, 2007).

Tingginya Angka Kejadian Gangguan Jiwa Halusinasi Di Jawa Barat dan

Peran Perawat Dalam Mengatasinya

Menurut undang-undang No 36 Tahun 2009 pasal 1 kesehatan adalah

keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial . Menurut UU kesehatan Jiwa No.36

tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan

perkembangan Fisik, intelektual, emosional secara optimal dari

seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain Dari

pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa manusia selalu

3

dilihat sebagai kesatuan yang utuh (holistik) dari unsur   badan 

(organobiologi),  jiwa (psiko edukatif), sosial  (sosio kultural),

yang tidak dititik beratkan pada  penyakit tetapi pada kualitas hidup

yang dimilikinya  yang terdiri dari kesejahteraan dan produktifitas

ekonomi serta kesehatan jiwanya.

 Kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis (serasi), dan

memperhatikan semua segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan

orang lain. Kesehatan jiwa adalah bagian yang tidak terpisahkan

(integral) dari kese hatan dan unsur utama

dalam menunjang terwujudnya kualitas  hidup manusia secara utuh.

(Depkes RI,2002) . Masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang

sangat luas dan kompleks serta saling berhubungan satu dengan lainnya.

Apabila individu tidak mampu mempertahankan keseimbangan atau

mempertahankan kondisi mental yang sejahtera, maka individu tersebut

akan mengalami gangguan, dan apabila gangguan tersebut secara

psikologis maka akan mengakibatkan individu  mengalami gangguan jiwa.

Dari berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah

kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal,baik yang berhubungan

dengan fisik,maupun yang mental (Yosef,iyus,2009:77)

Menurut Dadang hawari dalam bukunya pendekatan holistik pada

gangguan jiwa menyebutkan bahwa salah satu bentuk gangguan jiwa yang

terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa Skizofrenia dan salah

satu jenis Skizofrenia adalah Skizofrenia Paranoid Berdasarkan data

laporan insiden kasus gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa

Provinsi Jawa Barat Priode bulan Januari sampai April 2011 dapat

dilihat pada table Berikut :

       Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Gangguan Jiwa Rawat

Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Periode Bulan Januari-April

2011

4

No Jenis Gangguan Jiwa Jumlah

(orang)

Persentase

(%)

1 Schizofrenia Hebefrenik 277 30 %

2 Schizofrenia Paranoid 261 28 %

3 Schizofrenia Residual 115 13 %

4 Episode Depresi; Gangguan

Suasana Perasaan YTT

95 10 %

5 Gangguan Psikosa Akut dan

Sementara

77 8 %

6 Schizofrenia YTT 30 3 %

7 Episode Manik dan Gangguan

Afektif Bipolar

22 2 %

8 Gangguan Mental dan

Perilaku Akibat Zat

Psikoaktif

18 2 %

9 Gangguan Anxietas Fobik;

Gangguan Anxietas Lainnya

14 2 %

10 Gangguan Psikotik Non

Organik Lainnya

13 2 %

Total 922 100%

Sumber : Laporan Diagnosa Penyakit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Periode Januari-April 2011

Data diatas menunjukan persentase penyakit gangguan jiwa dari jumlah

922 orang yang dirawat dirumah RSJ provinsi Jawa Barat. Kasus

Skizofrenia Paranoid menduduki urutan kedua  sebanyak 261 orang (28%)

5

dari 10 besar gangguan jiwa yang ada dirumah sakit jiwa Provinsi Jawa

Barat. Maka dapat diketahui bahwa Skizofrenia Paranoid  memiliki

prevalensi yang cukup besar.Salah satu faktor pendukung timbulnya 

Skizofrenia Paranoid adalah mengalami gangguan sensori persepsi..

Gangguan sensori persepsi adalah ketidakmampuan individu dalam

mengidentifikasi stimulus sesuai dengan informasi yang diterima

melalui panca indra. Gangguan sensori persepsi ditandai oleh adanya

halusinasi, yaitu individu menginterpretasikan sesuatu yang tidak ada

stimulus dari lingkungan. Tabel dibawah ini menjelaskan angka kejadian

Gangguan sensori persepsi halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa

Barat :

Tabel 1.2 Daftar Distribusi Diagnosa Keperawatan Rawat Inap Rumah

Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Periode Bulan Januari-April 2011

No Diagnosa Keperawatan Jumlah (orang) Persentase

(%)

1 Gangguan sensori persepsi

halusinasi

8922 61 %

2 Isolasi sosial 1823 12 %

3 Perilaku kekerasan 1799 12 %

4 Waham 902 6 %

5 Harga diri rendah 647 5 %

6 Defisit perawatan diri 446 3 %

7 Resiko bunuh diri 194 1 %

Total 14810 100%

Sumber : Catatan Rekam Medik RSJ  Prov. Jawa Barat Periode Januari-April 2011

Berdasarkan data tabel 1.2 diatas diagnosa keperawatan jiwa Gangguan

Sensori Persepsi  berada pada tingkat Pertama sebanyak 8922  orang

6

(61%). gangguan sensori persepsi halusinasi Berdampak langsung pada

permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien  itu sendiri

seperti : gangguan  kebutuhan nutrisi, kebutuhan istirahat tidur,

kebutuhan personal hygine, kebutuhan rasa aman, komunikasi,

sosialisasi, spiritual dan aktualisasi diri.oleh karena itu peran

perawat dalam membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Perawat 

harus mampu melakukan  pendekatan pada klien khususnya klien  sebagai

manusia yang utuh yang meliputi aspek bio-psiko-sosiak-spritual

melalui proses keperawatan yang komprenshif, dan perawat harus

memiliki kemampuan dan tekhnik komunikasi terapeutik dalam membina

hubungan saling percaya dengan pasien yang merupakan dasar utama dalam

melakukan asuhan keperawatan

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Penulis mampu mempeloleh pengalaman secara nyata dan mampu

melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif meliputi

Bio, Psiko, Soisial, dan Spiritual pada klien dengan gangguan

sensori persepsi halusinasi pendengaran.

2. Tujuan kusus

Penulis diharapkan mampu :

a. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

sensori persepsi : halusinasi pendengaran.

b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pandengaran

c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.

d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pandengaran

7

e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pandengaran

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pandengaran.

C. Metode Poenulisan

Dalam penulisan laporan kuliah lapangan ini, penulis m,enggunakan

metode pengumpulan data diantaranta :

1. Metode wawancara

2. Metode studi

3. Observasi

4. Sumber dan jenis data

D. Sistematika penulisan

BAB I. pendahuluan yang bersi latar belakang , tujuan penelitian,

metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II. Tinjauan

teoritis yang bersisi tentang konsep dasar gangguan sensori

persepsi : halusinasi pendengaran. BAB III. Berisi tentang

pembahasan kasus dan BAB IV. Berisi kesimpulan dan saran.

8

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A.Pengertian

Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak

ada rangsangan yang menimbulkannya atau tidak ada objek (Drs.

Sunardi 2005)

Halusinasi adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon

neurobiological yang maladaptif (Stuart and Sundeen, 1998)

Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada

panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan

sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)

9

Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya

rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada system

penginderaan dimana pada saat kesadaran individu itu penuh dan

baik. (Wilson 1983)

Kesimpulannya Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori

tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering

terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi

semua sistem penginderaan.

B.Psikodinamika

a. Etiologi

Gangguan otak karena keracunan, obat halusinogenik, gangguan

jiwa seperti emosi tertentu yang dapat mengakibatkan ilusi,

psikosisi yang dapat menimbulkan halusinasi dan pengaruh

sosial budaya, social budaya yang berbeda menimbulkan persepsi

berbeda atau orang yang berasal dari sosial budaya yang

berbeda.

b. Proses

Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan

tertentu tentang sesuatu, padahal dalam kenyataan tidak

terdapat rangsangan apapun atau tidak terjadi sesuatu apapun

atau bentuk kesalahan pengamatan tanpa objektivitas

penginderaan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat.

C.Jenis-jenis Halusinasi

10

Jenis-jenis halusinasi menurut Stuart dan Sundeen 1998

adalah :

1) Halusinasi pendengaran atau auditori

Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering

suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana

sampai suara orang berbicara mengenai klien, klien mendengar

orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh

klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang-

kadang melakukan hal yang berbahaya.

2) Halusinasi penglihatan atau visual

Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk

pancaran cahaya, gambaran geometris, gambar kartun dan

panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa

sesuatu yang menyenangkan.

3) Halusinasi Penciuman atau olfaktori

Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau

yang menjijikan seperti darah, urine atau feses. Halusinasi

penciuman khususnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang

dan dimensial.

4) Halusinasi Pengecap

Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk,

amis dan menjijikan seperti darah, urine dan feses.

5) Halusinasi peraba atau tartil

Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak

enak tanpa stimulasi yang terlihat . merasakan sensasi

listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

11

D.Tahap halusinasiMenurut tim kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia tahap-tahap halusinasi, karakteristik dan perilaku

yang ditampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi adalah

Tahap Karakteristik

(non verbal)

Perilaku Klien

Tahap I

Memberi

nyaman

tingkat

ansietas

sedang

secara umum

halusinasi

merupakan

suatu

kesenangan.

Mengalami ansietas,

kesepian, rasa

bersalah dan

ketakutan

Mencoba berfokus

pada pikiran yang

dapat menghilangkan

ansietas

Pikiran dan

pengalaman sensori

masih ada dalam

kontrol kesadaran

Tersenyum atau

tertawa sendiri

Menggerakkan bibir

tanpa suara

Pergerakan mata

yang cepat

Respon verbal yang

lambat

Diam dan

berkonsentrasi

12

Tahap II

Menyalahkan

Tingkat

kecemasan

berat secara

umum

halusinasi

menyebabkan

rasa

antipati

Pengalaman sensori

menakutkan

Merasa dilecehkan

oleh pengalaman

sensori tersebut

Mulai merasa

kehilangan kontrol

Menarik diri dari

orang lain

Terjadi peningkatan

denyut jantung,

pernafasan dan

tekanan darah

Perhatian dengan

lingkungan

berkurang

Konsentrasi

terhadap pengalaman

sensorinya

Kehilangan

Kemampuan

membedakan

halusinasi dengan

realitas.

Tahap III

Mengontrol

Tingkat

kecemasan

berat

Pengalaman

sensori

(halusinasi)

tidak dapat

ditolak

Klien menyerah dan

menerima pengalaman

sensorinya

(halusinasi)

Isi halusinasi

menjadi atraktik

Kesepian bila

pengalaman sensori

berakhir

Perintah halusinasi

ditandai

Sulit berhubungan

dengan orang lain

Perhatian dengan

lingkungan kurang

atau hanya beberapa

detik

Tidak mampu

mengikuti perintah

dari perawat,

tampak termor dan

13

berkeringat.

Tahap IV

Menguasai

tingkat

kecerdasan,

panic secara

umum, diatur

dan

dipengaruhi

oleh

halusinasi.

Pengalaman sensori

menjadi mengancam

Halusinasi dapat

menjadi beberapa

jam atau beberapa

hari

Perilaku panik

Potensial untuk

bunuh diri atau

membunuh

Tindak kekerasan

agitasi, menarik

atau katatonik

Tidak mampu

merespon terhadap

lingkungan.

14

E.Rentang Respon

● Pikiran logis ● Pikiran terkadang

menyimpang

● Kelainan pikiran

● Persepsi

akurat

● Ilusi ● Halusinasi

● Emosi

konsisten

● Emosional berlebihan/

dengan

pengalaman kurang

● Tidak mampu

mengatur emosi

● Perilaku

social

● Perilaku ganjil ● Ketidakteraturan

● Hubungan

social

● Menarik diri ● Isolasi social

15

Keterangan gambar :

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-

norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu

tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan

dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif meliputi :

1) Pikiran Logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul

dari pengalaman ahli.

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih

dalam batas kewajaran.

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang

lain dan lingkungan.

b. Respon psikososial meliputi :

1) Prosep pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan

gangguan.

2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah

tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata)

karena rangsangan panca indera.

3) Emosi berlebihan atau berkurang.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang

melebihi batas kewajaran.

5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi

dengan orang lain.

16

c. Respon Maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan

lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan sosial.

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau

persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul

dari hati.

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang

tidak teratur.

5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami yang

dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh

orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif

mengancam.

F.Faktor Predisposisi

a. Biologis

Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiologi yang

maladaptif termasuk hal-hal berikut :

Penelitian pencitraan otak yang menunjukan keterlibatan

otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia, lesi

pada area frontal, temporal dan limbic.

Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia seperti

dopamine neurotransmitter yang berlebihan dan masalah

pada respon dopamine.

17

b. Psikologis

Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi

terjadi karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk alam

sadar sebagai suatu respon terhadap konflik psikologis dan

kebutuhan yang tidak terpenuhi, sehingga halusinasi merupakan

gambaran dan rangsangan keinginan dan ketakutan yang dialami

oleh klien.

c. Sosial Budaya

Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan

skizofrenia dan gangguan psikotik lain tetapi diyakini sebagai

penyebab utama gangguan. Seseorang yang merasa tidak diterima

lingkungannya sejak bayi ( unwanted child ) akan merasa

disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

d. Perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu, misalnya rendahnya kontrol

dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri

sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih

rentan terhadap stress

e. Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh

akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik

neurokimia, seperti Buffofenon dan Dimetytranferase ( DMP ).

Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya

18

neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan

acetylcholine dan dopamine.

f. Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh

orangtua skizofernia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil

studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan

yang sangat berpengaruh pada penyakit ini

G.Faktor Presipitasi

a. Biologi

Stressor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi

yang maladaptif, termasuk gangguan dalam putaran umpan balik

otak yang mengatur proses informasi dan abnormalisasi pada

mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidak

mampuan untuk selektif menghadapi rangsangan.

b. Stress Lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress

yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk

menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Pemicu Gejala

Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologi yang

maladaptif berhubungan dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi),

lingkungan rasa bermusuhan/lingkungan yang penuh kritik,

19

gangguan dalam hubungan interpersonal , sikap dengan peilaku

(keputusasaan, kegagalan).

d. Perilaku

Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,

ketakuatan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku

merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil

keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak

nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan

masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan

seorang indivudu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar

unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi

dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu :

1. Dimeni Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,

demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan

untuk tidur dalam waktu yang lama.

2. Dimensi Emosional

Perassan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi

dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan

menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah

tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat

sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa indivudu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan

20

fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego

sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan

suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil

seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua

perilaku klien.

4. Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal

dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi

di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan

halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk

memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan

harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi

halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,

sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya

atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena

itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan

kien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang

menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta

mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu

berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak

berlangsung.

5. Dimensi Spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan

hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah

dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.

Irama sirkandiannya terganggu, karena ia sering tidur larut

malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa

dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir

tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahgunakan

21

lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya

memburuk.

H.Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat

isi halusinasi klien. Karena mungkin saja klien mendengar

perintah menyakiti orang lain, membunuh atau loncat jendela.

Hasil riset Junginger tentang isi halusinasi dapat dijelaskan

sebagai berikut :

command hallucinations must be assessed sarefully, because the voices may

command the person to hurt self or others. For example, a client might state that “ the

voices “ are telling to “ jump out the window “ or “ take a knife dan kill my child “.

Command hallucinations are often terrifiying for the individual. Command

hallucinations may signal psychiatric emergency. ( Junginger dalam Varcarolis,

2006 : 393 )

Membina Hubungan Saling Percaya dengan Pasien

Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan

halusinasi adalah membina hubungan saling percaya, sebagai

berikut :

Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam. Misalnya :

Assalamualaikum,selamat pagi/siang/malam atau sesuai dengan

konteks agama pasien.

22

Berkenalan dengan pasien. Perkenalkan nama lengkap dan nama

panggilan perawat termasuk peran, jam dinas, ruangan, dan

senang dipanggil dengan apa. Selanjutnya perawat menanyakan

nama klien serta senang sipanggil dengan apa.

Buat kontrak asuhan. Jelaskan pada pasien tujuan kita

merawat klien, aktivitas apa yang akan dilaksanakan dan

berapa lama akan dilaksanakan aktivitas tersebut.

Bersikap empati yang ditunjukkan dengan : mendengarkan

keluhan pasien dengan penuh perhatian, tidak membantah dan

tidak menyokong halusiansi paien, segera menolong pasie jika

pasien membutuhkan perawat.

Mengkaji Data Objektif dan Subjektif

Di rumah sakit jiwa Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang

dialami pasien gangguan jiwa adalah halusinasi suara, 20%

halusinasi penglihatan dan 10% halusinasi penciuman,

pengecapan dan perabaan. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan

dengan mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan secara

verbal apa yang sedang dialami oleh pasien.

Berikut ini jenis-jenis halusinasi dengan cara mengbservasi

perilaku pasien, memeriksa, mengukur, sedangkan sata

subjektif didapatkan dengan cara wawancara, curahan hati,

ungkapan-ungkapan klien, apa-apa yang dirasakan dan didengar

klien secara subjektif. Data ini ditandai dengan “ klien

menyatakan atau klien merasa “.

23

o Adapun Manifestasi Klinis halusinasi menurut Videback ( 2004

: 310 ) sebagai berikut :

Jenis Halusinasi Data subjektif Data ObjektifHalusinasi

pendengaran

(auditory-hearing voices

or sounds)

Mendengar suara

menyuruh

melakukan sesuatu

yang berbahaya.

Mendengar suara

atau bunyi

Mendengar suara

yang mengajak

bercakap-cakap.

Mendengar

seseorang yang

sudah meninggal.

Mendengar suara

yang mengancam

diri klien atau

orang lain atau

suara lain yang

membahayakan.

Mengarahkan

telinga pada

sumber suara.

Bicara atau

tertawa sendiri.

Marah-marah tanpa

sebab.

Menutup telinga.

Mulut komat-

kamit.

Ada gerakan

tangan.

Halusinasi

pengihatan (visual-

seeing persons or things)

Melihat seseorang

yang sudah

meninggal,

melihat makhluk

Tatapan mata pada

tempat tertentu.

Menunjukkan

kearah tertentu.

24

tertentu, melihat

bayangan, hantu

atau sesuatu yang

menakutkan,

cahaya. Monster

yang memasuki

perawat.

Ketakutan pada

objek yang

dilihat.

Halusinasi

penciuman (olfactory-

smelling odors)

Mencium sesuatu,

seperti bau

mayat, darah,

bayi, feces, atau

bau masakan,

parfum yang

menyenangkan.

Klien sering

mengatakan

mencium bau

sesuatu.

Tipe halusinasi

ini sering

menyertai klien

demensia, kejang

atau penyakit

serebrovaskular.

Ekspresi wajah

seperti mencium

sesuatu dengan

gerakan cuping

hidung,

mengarahkan

hidung pada

tempat tertentu.

Halusinasi perabaan

(tactile-feeling bodily

sensations)

Klien mengatakan

ada sesuatu yang

menggerayangi

tubuh, seperti

tangan, binatang

Mengusapkan,

menggaruk,

meraba-raba

permukaan kulit.

Terlihat

25

kecil, makhluk

halus.

Merasakan sesuatu

di permukaan

kulit, merasakan

sangat panas atau

dingin, merasakan

tersengat aliran

listrik.

menggerak-gerakan

badan seperti

merasakan suatu

rabaan.

Halusinasi

pengecapan

(gustatory-experiencing

tastes)

Klien seperti

sedang merasakan

makanan tertentu

atau mengunyah

sesuatu.

Seperti mengecap

sesuatu. Gerakan

mengunyah,meludah

atau muntah.

Cenesthetic & Kinestetic

hallucinations

Klien melaporkan

bahwa fungsi

tubuhnya tidak

dapat terdeteksi,

misalnya tidak

adanya denyutan

di otak atau

sensasi

pembentukan urine

dalam tubuhnya,

perasaan tubuhnya

melayang di atas

Klien terlihat

menatap tubuhnya

sendiri dan

terlihat

merasakan sesuatu

yang aneh tentang

tubuhnya.

26

bumi.

Mengkaji Waktu, Frekuensi dan Situasi Munculnya Halusinasi

Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi

munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini

dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu

terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan

munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan

halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya

halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk

mencegah terjadinya halusinasi.

Mengkaji Respons terhadap Halusinasi

Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa

respons klien ketika halusinasi itu mucul, perawat dapat juga

menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan klien.

Selain itu, dapat juga dengan mengobservasi dampak halusinasi

pada pasien jika halusiasi timbul.

Mekanisme Koping

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri

dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon

neurobiology termasuk

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan

perilaku kembali seperti pada perilaku perkembangan anak

27

atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya

untuk menanggulangi ansietas

b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi,

mencurahkan emosi pada orang lain karena kesalahan yang

dilakukan diri semdiri (sebagai upaya untuk menjelaskan

kerancuan persepsi)

c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi

fisik maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi

atau lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi

polusi, sumber infeksi,gas beracun dll, sedangkan reaksi

psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi

diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan

bermusuhan.

28

2. Intervensi

TGL DX

PERENCANAAN

TUJUAN KRITERIA

EVALUASI

INTERVENSI

1 2 3 4 5Ganggua

n

Sensori

Perseps

i

Halusin

asi

Pasien

mampu :

Mengenali

halusinasi

yang

dialaminya

Mengontrol

halusinasi

nya

Mengikuti

program

pengobatan

secara

optimal

Setelah …,

pertemuan

pasien dapat

menyebutkan :

Isi, waktu,

frekuensi,

situasi

pencetus,

perasaan

Mampu

memperagakan

cara dalam

mengontrol

halusinasi

SP. 1 (Tgl … … … …

… )

Bantu pasien

mengenal

halusinasi :

o Isi

o Waktu

terjadinya

o Frekuensi

o Situasi

Pencetus

o Perasaan saat

terjadi

halusinasi

Latih mengontrol

halusinasi dengan

cara menghardik

Tahapan

tindakannya

meliputi :

o Jelaskan cara

menghardik

halusinasi

o Peragakan cara

menghardik

halusinasi

o Minta pasien

memperagakan

ulang

o Pantau penerapan

cara ini, beri

penguatan

perilaku pasien

o Masukkan dalam

jadwal kegiatan

pasien.

Setelah …. ,

Pertemuan

pasien mampu :

Menyebutkan

kegiatan yang

sudah

dilakukan

Memperagakan

cara

bercakap-

cakap dengan

orang lain

SP. 2 (Tgl … … … … …)

Evaluasi kegiatan

yang lalu

(SP 1)

Latih berbicara/

bercakap dengan

orang lain saat

halusinasi muncul

Masukkan dalam

jadwal kegiatan

pasien

Setelah ….,

Pertemuan

SP. 3 (Tgl … … … … …)

Evaluasi kegiatan

pasien mampu :

Menyebutkan

kegiatan yang

sudah

dilakukan

dan,

Membuat

jadwal

kegiatan

sehari-hari

dan mampu

memperagakann

ya

yang lalu

(SP 1 & SP 2)

Latih kegiatan

agar halusinasi

tidak muncul

Tahapannya:

o Jelaskan

pentingnya

aktivitas yang

teratur untuk

mengatasi

halusinasi.

o Diskusikan

aktivitas yang

biasa dilakukan

oleh pasien

o Latih pasien

melakukan

aktivitas

o Susun jadwal

aktifitas

sehari-sehri

sesuai dengan

aktifitas yang

telah dilatih

(dari bangun

pagi sampai

tidur malam)

o Pantau pelaksaan

jadwal

kegiatan,

berikan

penguatan

terhadap perlaku

pasien yang (+)

Setelah ….

Pertemuan

pasien mampu :

Menyebutkan

kegiatan yang

sudah

dilakukan

Menyebutkan

manfaat dari

program

pengobatan.

SP. 4 (Tgl … … … … …)

Evaluasi kegiatan

yang

(SP.2 &3)

Tanyakan program

pengobatan

Jelaskan pentignya

penggunannya obat

pada gangguan

jiwa.

Jelaskan akibat

bila tidak

digunakan sesuai

program

Jelaskan akibat

bila putus obat

Jelaskan cara

mendapatkan

obat/berobat

Jelaskan

pengobatan (5 B)

Latih pasien minum

obat

Masukan dalam

jadwal harien

pasien.

Keluarga

mampu :

Merawat

Pasien di

rumah dan

menjadi

sistem

pendukung

yang efektif

untuk

pasien.

Setelah …..,

pertemuan

Keluarga mampu

menjelaskan

tentang

halusinasi

SP. 1 (Tgl … … … … …)

Identifikasi

masalah keluarga

dalam merawat

pasien.

Jelaskan tentang

halusinasi :

o Pengertian

halusinasi

o Jenis

halusinasi

yang dialami

pasien

o Tanda dan

gejala

halusinasi

o Cara merawat

pasien

halusinasi

( cara

berkomunikasi

pemberian

obat dan

pemberian

aktivitas

kepada

pasien)

o Sumber-sumber

pelayanan

kesehatan

yang bisa

dijangkau

o Bermain peran

cara merawat

o Rencana

tindak lanjut

keluarga,

jadwal

keluarga

untuk merawat

pasien

Setelah

…,Pertemuan

keluarga mamapu

:

Menyelesaikan

kegiatan yang

sudah

dilakukan

Memperagakan

cara merawat

pasien

SP. 2 (Tgl … … … … …

…)

Evaluasi kemampuan

keluarga (SP. 1)

Latih Keluarga

merawat pasien

RTL keluarga/

jadwal keluarga

untuk merawat

pasien

Setelah …,

Pertemuan

Keluarga

mampu :

Menyebutkan

kegiatan yang

SP. 3 (Tgl … … … … …

…)

Evaluasi kemampuan

keluarga (SP.2)

Latih Keluarga

merawat

sudah

dilakukan

Memperagakan

cara merawat

pasien serta

mampu membuat

RTL

RTL keluarga/

jadwal keluarga

untuk merawat

pasien

Setelah …,

Pertemuan

Keluarga

mampu :

Menyebutkan

kegiatan yang

sudah

dilakukan

Melaksanakan

follow up

rujukan

SP. 4 (Tgl … … … … …

…)

Evaluasi kemampuan

keluarga

Evaluasi kemampua

pasien

RTL Keluarga :

o Follow Up

o Rujukan