asuhan keperawatan empisema

33
Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Empisema adalah sebuah keadaan dimana jaringan-jaringan dalam paru-paru kehilangan keelasitasannya. Empisema biasanya melanda para perokok. Nikotin yang terus mereka hisap setiap harinya lama-kelamaan dapat mempengaruhi kerja paru-paru anda hingga mengakibatkan adanya kerusakan permanen dari organ tubuh anda tersebut.Namun, empisema ternyata tidak hanya menyerang para perokok. Kerusakan paru-paru yang permanen ini juga dapat melanda para penderita asma. Hal ini disebabkan para penderita asma tidak mendapatkan obat-obatan dan perawatan- perawatan yang benar untuk penyakit mereka tersebut. Resiko empisema bahkan bisa lebih besar pada penderita asma daripada perokok berat. Penderita asma yang terkena empisema, seperti yang dikemukakan dalam ehow.com, akan merasakan kesulitan bernapas yang lebih parah lagi. Meskipun begitu, kesulitan bernapas yang serius ini tidak terjadi setiap saat. Para penderita asma hanya akan merasakan akibat dari empisema ini sebentar-sebentar saja.Kemungkinan empisema untuk

Transcript of asuhan keperawatan empisema

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah

penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara

di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami

kerusakan yang luas. Empisema adalah sebuah keadaan dimana

jaringan-jaringan dalam paru-paru kehilangan

keelasitasannya. Empisema biasanya melanda para perokok.

Nikotin yang terus mereka hisap setiap harinya lama-kelamaan

dapat mempengaruhi kerja paru-paru anda hingga mengakibatkan

adanya kerusakan permanen dari organ tubuh anda

tersebut.Namun, empisema ternyata tidak hanya menyerang para

perokok. Kerusakan paru-paru yang permanen ini juga dapat

melanda para penderita asma. Hal ini disebabkan para

penderita asma tidak mendapatkan obat-obatan dan perawatan-

perawatan yang benar untuk penyakit mereka tersebut. Resiko

empisema bahkan bisa lebih besar pada penderita asma

daripada perokok berat.

Penderita asma yang terkena empisema, seperti yang

dikemukakan dalam ehow.com, akan merasakan kesulitan

bernapas yang lebih parah lagi. Meskipun begitu, kesulitan

bernapas yang serius ini tidak terjadi setiap saat. Para

penderita asma hanya akan merasakan akibat dari empisema ini

sebentar-sebentar saja.Kemungkinan empisema untuk

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

mengakibatkan penyakit jantung pada penderitanya bahkan

semakin besar. Hal ini tentu saja disebabkan oleh jantung

anda harus bekerja jauh lebih berat lagi untuk membantu

paru-paru anda agar aliran udaranya tetap lancar.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Untuk memenuhi tugas mata ajar kmb 1 sistem pernafasan

“asuhan keperawatan dengan Empisema”

2. Tujuan Khusus

a. Agar Mahasiswa/i dapat memahami tentang pengertian

Empisema

b. Agar mahasiswa/I dapat memahami tentang Etiologi

Empisema

c. Agar mahasiswa/I dapat memahami tentang patofisiologi

Empisema.

d. Agar mahasiswa/I dapat memahami tentang gejala dari

Empisema

e. Agar mahasiswa/I dapat memahami pemeriksaan diagnostic

Empisema

f. Agar mahasiswa/I dapat memahami penatalaksanaan

Empisema

g. Agar mahasiswa/i dapat memahami komplikasi Empisema

h. Agar mahasiswa/I memahami gambaran klinis Empisema

i. Agar mahasiswa/I memahami perangkat diagnostic Empisema

j. Agar mahasiswa/I memahami tentang Asuhan Keperawatan

Empisema

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

3. Metode Penulisan

Pada penulisan karya tulis ini kami menggunakan satu metode,

yaitu metode kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan beberapa

sumber buku dan internet

4. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari : latar

belakang, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan, ruang lingkup

penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS yang terdiri

dari :pengertian Empisema dan Asuhan

Keperawatan dengan Empisema

BAB III PENUTUP terdiri dari : kesimpulan dan saran

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

BAB 11

Tinjauan teoritis

1. Pengertian Empisema

Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan

karakteristik penurunan elastisitas paru dan luas permukaan

alveolus yang berkurang akibat destruksi dinding alveolus

dan pelebaran ruang distal di udara bronkiolus terminal.

Kerusakan dapat terbatas hanya dibagian sentral lobus, dalam

hal ini yang paling berpengaruh adalah intregitas dinding

bronkiolus, atau dapat mengenai paru secara keseluruhan,

yang mengakibatkan kerusakan bronkus dan alveolus.hilangnya

elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan bronkus.

Elastisitas berkurang akibat destruksi serabut elastisdan

kolagen yang terdapat diseluruh paru dari produk yang

dihasilkan dengan mengaktivasi makrofag alveolus. Penyebab

pasti empisema masih belum jelas, tetapi lebih dari 80 %

kasus, penyakit biasanya muncul setelah bertahun-tahun

merokok (Lippincott Williams & Wilkins 2002)

Rokok diduga mengubah secara langsung struktur molekul

elastic. Emfisema juga memberi efek pada serabut elastic

yang berhubungan dengan penyakit infeksius berulang dengan

keadaan inflamasi kronis yang menyertai infeksi. Sebagai

akibatnya elastisitas jalan nafas hilang dan kolaps

alveolus, menurunkan ventilasi. Jalan nafas kolaps terutama

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat

pengempisa (recoil) paru secara pasif setelah inpirasi.

Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif udara

akan terperangkap didalam paru dan jalan nafas kolaps.

Dinding di antara alveolus-alveolus yang disebut septum

alveolus juga dapat mengalami kerusakan. Keadaan ini

menyebabkan luas permukaan alveolus yang tersedia untuk

pertukaran gas berkurang dan menurunkan kecepatan difusi.

Faktor resiko primer untuk emfisema adalah merokok.

Akan tetapi, pajanan berulang pada perokok pasif juga dapat

menyebabkan emfisema. Selain itu, ada emfisema bentuk

familial yang berhubungan dengan defisiensi anti-protese,

alfa-1 antitripsin. Bentuk emfisema ini jarang ditemukan dan

terjadi pada individu yang tidak.

Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang

ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara

bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan

dinding alveolus. atau perubahan anatomis parenkim paru yang

ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan

destruksi dinding alveolar (The American Thorack Society 1962)

Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku

mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah

ekspirasi. (Kus Irianto.2004.216). Emfisema merupakan

morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-

ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi

dindingnya. (Robbins.1994.253).

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat

kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli.

(Corwin.2000.435).

Emfisema adalah istilah, progresif-penyakit panjang

dari paru-paru yang terutama menyebabkan sesak napas.

(Wikepidia, 2010).

terpajang demngan asap rokok, meskipun asap tembakau

memperburuk penyakit emfisema pada individu yang mengalami

defisiensi ini. Empisema dibahgi menurut pola asinus yang

terserang. Meskipun beberapa pola marfologik telah diperken

alkan , ada tiga bentuk yang paling penting sehubungan

dengan PPOM,

A. Empisema sentrilobular (CLE),

Secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus

respiratorius, dinding-dinding mulai berlubang, membesar

dan bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang

sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi. Mula-mula

duktus alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal

dapat dipertahankan. Penyakit ini lebih seing kali lebih

berat menyerang bagian atas paru-paru. Tetapi akhirnya

cenderung tersebar tidak merata.empisema sentrilobular

lebih banyak di temukan pada pria di bandingkan dengan

bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang

tidak merokok.

B. Empisema panlobular (PLE) atau panasinar,

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

merupakan bentuk morfologiknyang lebih jarang dimana

alveolus yang terletak distal dari alveolus yang

terletakdistal dari bronkiolus terminalis mengalami

pembesaran serta kerusakan secara merata. Jika penyakit

makin parah, maka semua komponen asinus sedikit demi

sedikit menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal

hanya beberapa lembar jaringan saja.yang bioasanya

pembuluh-pembuluh darah. PLE mempunyai gambaran khas

yaitu: tersebar merata diseluruh paru-paru meskipun

bagian-bagian basal terserang lebih parah. Jenis

empisema ini ditandai dengan peningkatan resistensi jalan

nafas yang berlangsung lambat tanpa adanya bronchitis

kroniik. Mula timbulnya dini dan biasanya memperlihatkan

gejala-gejala pada usia antara 30-40 tahun.

Empisema panlobular, walaupun merupakan cirri khas dari

empisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan

empisema akibat tua dan bronchitis kronik. Diduga

kerusakan serabut elastic dan serabut reticular paru-paru

disertai dengan menghilangnya kemampuan mengembangnya

paru-paru secara elastic. Akan mengakibatkan peregangan

paru-paru yang progesif pada proses penuaan. Tetapi,

empisema senilis bukanlah empisema sejati, karena

sebagian besar pasien yang sudah tua ini tak mengalami

gangguan fungsi gangguan fungsi yang bearti. Empisema

panlobular yang menyertai bronchitis kronik di anggap

sebagai tahap akhir dari empisema sentry lobular

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

progesif, karena kedua gambaranm morfologis tersebut

dapat timbul pada paru-paru yang sama. Jika torak

penderita empisema dibuka selama pembedahan atau otopsi,

maka paru-paru tampak membesar , paru-paru ini akan tetap

terisi udara dan tetap tidak kolaps, warnanya lebih putih

dan dari pada paru-paru normal, dan terasa menggelembung

serta halus seakan-akan berbulu. Sering kali terlihat

bleb yaitu rongga sub fleura yang terisi udara, serta

bula yaitu rongga parenkim yang terisi udara yang

diameternya lebih besar dari 1 cm.

C. Empisema dan bronchitis kronis.

a. PPOK (baik bronchitis kronis maupun empisema )

mengakibatkan obstruksi jalan nafas eksprirasi dan

ketidak cocokan ventilasi?perfusi (V/Q).

b. Obstruksi jalan nafas ekspirasi dan terperangkapnya

udara menjadikan otot pernafasan berada dalam posisi

yang secara mekanis tidak menguntungkan dengan

peningkatan beban kerja pernafasan.

c. Pernafasan yang cepat dan dangkal tidak efisien

d. Kelemahan otot memperburuk ventilasi.

e. Ketidak cocokan ventilasi/ perfusi mengakibatkan

hipoksemia.

f. Dengan demikian, sebagian besar pasien akan mengalami

campuran hipoksemia dan hiperkapnia.

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

g. Hiperkapnia kronis dapat menyebabkan penurunan

sensitivitas dipusat respirasi sehingga pasien menjadi

tidak sensitive terhadap perubahan paCO2, dengan

demikian stimulus utama pernafasan bergantung pada

kemoresepsi paO2 yang rendah. Suplemen oksigen dapat

menghilangkan stimulus ini mengakibatkan penurunan

respon ventilasi dan bertambahnya retensi

karbondioksida.

h. Penyebaran kerusakan paru disertai hipoksemia dan

hiperkapnia mengakibatkan perluasan vasokontriksi

arteri pilmonalis dan peningkatan tekanan arteri

pulmonalis.

i. Infeksi penyerta dan bronkospasme menyebabkan

eksarsebasi akut dengan pemburukan pertikaran gas.

2. Etiologi

Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :

a. Rokok 

Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan

pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi

makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia

kelenjar mukus bronkus. Secara patologis rokok

berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan

metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

b. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan

emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat

industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap

tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia

menghambat fungsi makrofag alveolar.

c. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru

lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti

pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat

mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya

dapat menyebabkan terjadinya emfisema.

d. Genetik 

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema.

Faktor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai

dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar

imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive

bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga.

Kondisi yang relatif jarang yang dikenal sebagai

kekurangan alpha 1-antitrypsin adalah kekurangan genetik

dari kimia yang melindungi paru dari kerusakan oleh

proteases.

e. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim

proteolitik elastase dananti elastase supaya tidak

terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur

paruakan berubah dan timbul emfisema.

f. Penuaan

Emphysema adalah juga komponen dari penuaan (aging).

Ketika paru- paru menua, sifat-sifat elastisnya

berkurang, dan tegangan-tegangan yang berkembang dapat

berakibat pada area-area yang kecil dari emphysema.

Penyebab-penyebab yang kurang umum lain dari emphysema

termasuk:

1) Penggunaan obat intravena dimana beberapa dari additive-

additive yang bukan obat seperti tajin jagung dapat

beracun pada jaringan paru.

2) Kekurangan-kekurangan imun dimana infeksi-infeksi

seperti Pneumocystis jiroveci dapat menyebabkan perubahan-

perubahan peradangan dalam paru.

3) Penyakit-penyakit jaringan penghubung (Ehlers-Danlos

Syndrome, Marfan syndrome) dimana jaringan elastis yang

abnormal dalam tubuh dapat menyebabkan kegagalan

alveoli.

3. Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan

pada dinding alveolus yang akan menyebabkan overdistensi

permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat

dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan

terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi

pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding

(septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian, dan

kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat

alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara

ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-

paru yang disebut bullae. Proses ini akan menyebabkan

peningkatan ventilatory pada ‘dead space’ atau area yang tidak

mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga

menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi

penurunan perfusi O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih

dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini

timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan

dengan bronkhitis dan merokok.

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru.

Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas

paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang

yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan

suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering

dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan

demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan

pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan

paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase

supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan

menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru

akan berubah dan timbul emfisema. Sumber elastase yang

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini

menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas

system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease

inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1

globulin).

Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase

dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin

paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru

normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik

jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra

pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang

menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal,

tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga

saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien

emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih

banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta

dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan

perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya

dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan

tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan

maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata.

Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.Emfisema paru

merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan

alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat

menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi

akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus

atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus

menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian

terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal

dari alveolus.

4. Gejala

a) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis

b) Dispnea progestif saat olahraga,

c) Dispnea nocturnal paroksismal.

d) Edema kaki, batuk produktif.

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

e) Mengi.

f) Edema kaki atau perut kembung.

g) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti

peluit

h) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol,

penderita sampai membungkuk

i) Bibir tampak kebiruan

j) Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun

k) Batuk menahun.

5. Pemeriksaan diagnostik 

1. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru;

mendatarnya diafragma; peningkatan area udara

retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula

(emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis),

hasil normal selama periode remisi (asma).

2. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab

dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah

obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat

disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi,

mis., bronkodilator.

3. TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang

pada asma; penurunan emfisema

4. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema

5. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis

kronis, dan asma

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

6. FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas

vital kuat menurun pada bronkitis dan asma.

7. GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronish.

Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus

pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat

(emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada

bronkitis.

8. JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema

luas), peningkatan eosinofil (asma).

9. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk

meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.

10. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi,

mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk

mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

11. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma

berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian

gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema);

aksis vertikal QRS (emfisema)

12. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat

disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi

bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.

6. Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit emfisema bertujuan menghilangkan

gejala dan mencegah pemburukan kondisi penyakit. Emfisema

tidak dapat disembuhkan. Terapi antara lain:

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

1. Mendorong individu berhenti merokok.

2. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi

jumlah udara yang terperangkap

3. Memberi pengajaran mengenai teknik relaksasi dan cara

untuk menghemat energy

4. Banyak pasien emfisema memerlukan terapi oksigen agar

dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Terapi

oksigen dapat memperlambat kemajuan penyakit dan

mengurang morbiditas dan mortalitas.

5. Terapi latihan yang dirancang dengan baik dapat

memperbaiki gejala.

7. Komplikasi

1. Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksis paru

kronis yang akhirnya menyebabkan kor pulmonalise.

2. Penurunan kualitas hidup pada pengidap penyakit ini yang

parah.

3. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan

4. Daya tahan tubuh kurang sempurna

5. Proses peradangan yang kronis di saluran napas

6. Tingkat kerusakan paru makin parah.

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

8. Gambaran klinis

a) Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas peru

penyebab dada mengembang (peningkatan diameter anterior-

posterior).

b) Bunyi nafas tidak ada pada saat aukultasi

c) Penggunaan otot aksesori pernafasan

d) Takipnea (peningkatan frekuensi pernafasan) akibat

hipoksia dan hiperkapnia. Karena peningkatan kecepatan

pernafasan pada penyakit ini efektif. Sebagian besar

individu mengidap emfisema tidak memperlihatkan

pengubahan gas darah arteri yang bermakna sampai

penyakit tahap lanjut pada saat kecepatan pernafasan

tidak dapat mengatasi hipoksia atau hiperkarnia. Pada

akhirnya, semua nilai gas darah memburuk dan terjadi

hipoksia, hiperkapnia dan asidosis.

e) Depresi system saraf pusat dapat terjadi akibat

tingginya kadar karbondioksida (narcosis karbon dioksida

)

f) Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronchitis

kronis adalah pada emfisema tidak terjadi pembentukan

sputum.

9. Perangkat diagnostic

Hasil yang abnormal pada pemeriksaan fungsi paru,

termasuk penurunan hasil pengukuran FEV1, (volume ekspirasi

paksa), oenurunan kapasitas vital, dan peningkatan volume

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

residual(udera yang tersisa didalam saluran nafas setiap

kali berbafas). Mengakibatkan penurunan elastisitas

paru.seiring perkembangan penyakit, analisis gas darah yang

pertama kali menunjukan hipoksia. Pada tahap lanjut

penyakit, kadar karbon dioksida juga dapat mengalami

peningkatan.

10. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pemeriksaan pasien

a) Penurunan tingkat kesadaran,

b) sianosis selama eksaserbasi akut,

c) Takipnea

d) peningkatan diameter anterior-posterior dada (dada

tong)

e) penggunaan otot bantu pernafasan

f) diafragma rendah pada perkusi

g) penurnan suara nafas

h) fase ekspirasi pernafasan memanjangmengi saat respirasi

dan krepitasi kasar

i) jari gada,

j) siaonis

k) edema kaki (penyakit lanjut).

B. Riwayat

a) Riwayat merokok aktif atau pasi

b) riwayat pekerjaan

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

c) infeksi saluran nafas berulang

d) keterbatasan olahraga yang progestif,

e) riwayat keluarga, terutama pada bukan perokok

f) penurunan berat badan

g) produksi sputum.

C. Diagnosa keperatan

a) Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme

b) Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen

akibat obstruksi jalan napas oleh bronkospasme

c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

b.d. anoreksia

D. Intervensi keperawatan

no diagnosa Tujuan dan KH intervensi rasioanal1 Bersihan

jalan napas

setelah

diberikan

1. Bantu pasien

untuk

1. Peninggian

kepala

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

tidak efektif

b.d.

Bronkospasme

intervensi 3 x

24 jam klien

mampu bernapas

secara

efektifKH

1. Mempertah

ankan

jalan

napas

paten

dengan

bunyi

napas

bersih

2. Mampu

batuk

efektif

3. Mengeluar

akan

sekret

tanpa

bantuan

meninggikan

kepala tempat

tidur, duduk

pada sandaran

tempat tidur

2. Bantu

melakukan

latihan napas

abdomen atau

bibir

3. Pantau

frekuensi

pernapasan

tempat

tidur

mempermuda

h fungsi

pernapasan

dengan

menggunaka

n

gravitasi

2. Memberikan

pasien

beberapa

cara untuk

mengatasi

dan

mengontrol

dispnea

dan

menurunkan

jebakan

udara

3. Pernapasan

dapat

melambat

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

4. .Kolaborasi

dalam

pemberian obat

sesuai

indikasi,

contoh :

a. Bronkodil

ator

b. Xantin

c. Kromolin

dan

frekuensi

ekspirasi

memanjang

dibanding

inspiras

4. Bronkodila

tor untuk

merilekska

n otot

halus dan

menurunkan

kongesti

lokal,

menurunkan

spasme

jalan

napas,

mengi, dan

produksi

mukosa.

Xantin

diberikan

untuk

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

5. Kolaborasi

dalam

memberikan

humidifikasi

tambahan,

mis :

nebuliser

menurunkan

edema

mukosa dan

spasme

otot polos

dengan

peningkata

n langsung

siklus AMP

Kromolin,

menurunkan

inflamasi

jalan

napas

lokal dan

edema

dengan

menghambat

efek

histamin

dan

mediator

lain

5. Mempermuda

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

h

mengeluark

an sekret

dan dapat

membantu

menurunkan

pembentuka

n mukosa

tebal pada

bronkus.

2 Kerusakan

pertukaran

gas b.d.

Kurangya

suplai

oksigen

akibat

obstruksi

jalan napas

oleh

bronkospasme

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24

jam klien

menunjukkan

perbaikan

ventilasi &

oksigenasi

jaringan yang

adekuatKH :

1. Menunjukk

1. Kaji RR dan

otot bantu

napas

2. Awasi tanda

vital

1. Berguna

dalam

evaluasi

derajat

distress

pernapasan

dan/atau

kronisnya

proses

penyakit

2. Takikardia

,

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

an

perbaikan

ventilasi

dan

oksigenas

i

2. GDA

dalam

rentang

normal

3. Bebas

gejala

distres

napas

3. Awasi GDA

dan nadi

oksimetri

4. Kolaborasi

pemberian

oksigen

tambahan

disritmia,

dan

perubahan

TD dapat

menunjukka

n efek

hipoksemia

pada

fungsi

jantung

3. Pada klien

emfisema

biasanya

PaCO2

meningkat

dan PaO2

menurun,

sehingga

hipoksia

terjadi

dengan

derajat

lebih

kecil atau

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

sesuai

dengan

indikasi

hasil GDA

dan

toleransi

pasien

lebih

besar

4. Dapat

memperbaik

i/mencegah

memburukny

a hipoks

ia.3 Ketidakseimba

ngan nutrisi:

kurang dari

kebutuhan

tubuh b.d.

anoreksia

Setelah

diklakukan

tindakan

keperawayan

selama 2x 24

jamketidak

seimbangan

nutrisi :

kurang dari

kebutuhan

tubuh dapat

teratasi

dengan KH :

1. BB

1. Berikan

perawatan oral

secara rutin,

buang sekret,

berikan wadah

sekali pakai

dan tisu

2. Dukung pasien

untuk makan

porsi kecil

tapi sering

1. Rasa tak

enak pada

mulut, bau

mulut dan

penampilan

adalah

pencegah

utama

terhadap

nafsu makan

2. Memberikan

kesempatan

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

meningkat

/ideal

2. Porsi

makan yg

diberikan

habis.

3. Hindari makan

yang sangat

panas atau

sangat dingin

4. Timbang berat

badan sesuai

indikasi

5. Kolaborasi

dengan ahli

gizi untuk

memberikan

untuk

meningkatka

n masukan

kalori

total

3. Suhu

ekstrem

dapat

mencetuskan

/meningkatk

an spasme

batuk.

4. Berguna

untuk

menentukan

kebutuhan

kalori,

menyusun

tujuan

berat

badan, dan

evaluasi

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

makanan yang

mudah dicerna

tapi dengan

nutrisi yang

seimbang

6. Berikan

vitamin/minera

l/elektrolit

sesuai

indikasi

7. Kolaborasi

dengan dokter

untuk

memberikan

oksigen

tambahan

keadekuatan

rencana

nutrisi.

5. Metode

makan dan

kebutuhan

kalori

didasarkan

pada

situasi/keb

utuhan

individu

untuk

memberikan

nutrisi

maksimal

dengan

upaya

minimal

pasien/peng

gunaan

energy.

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

selama makan

sesuai

indikasi

6. Mengatasi

kekurangan

keefektifan

terapi

nutrisi

7. Menurunkan

dispnea dan

meningkatka

n energi

untuk makan

meningkatka

n masukan

E. Iplementasi

Implementasi sesuai dengan intervensi di atas

F. Evaluasi

1. jalan napas pasien berbunyi vesikuler

2. pasien Mampu batuk efektif

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

3. pasien dapat Mengeluarakan sekret tanpa bantuan

4. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi

5. GDA dalam rentang normal.

6. Pasien dapat Bebas dari gejala distres napas.

7. BB pasien meningkat /ideal

8. Porsi makan yg diberikan habis.

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan

karakteristik penurunan elastisitas paru dan luas

permukaan alveolus yang berkurang akibat destruksi

dinding alveolus dan pelebaran ruang distal di udara

bronkiolus terminal. Kerusakan dapat terbatas hanya

dibagian sentral lobus, dalam hal ini yang paling

berpengaruh adalah intregitas dinding bronkiolus, atau

dapat mengenai paru secara keseluruhan, yang

mengakibatkan kerusakan bronkus dan alveolus.hilangnya

elastisitas paru dapat mempengaruhi alveolus dan

bronkus. ada tiga bentuk yang paling penting sehubungan

dengan PPOM, yaitu Empisema sentrilobular (CLE), Empisema

panlobular (PLE) atau panasinar, dan Empisema dan bronchitis

kronis. Dan juga ada tiga diagnose yang di dapat dari

penyakit empisema yaitu: Bersihan jalan napas tak

efektif b.d. Bronkospasme, Kerusakan pertukaran gas

b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan

napas oleh bronkospasme, dan Ketidakseimbangan nutrisi:

kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia.

B. Saran.

1. Semoga dengan adanya tugas kelompok pembuatan

makalah ini, kelompok bisa mendapat tambahan

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17

wawasan serta ilmu pengetahuan dibidang ilmu

keperawatan.

2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca ataupun pembuat makalah.

3. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perawat

dalam memberikan tindakan asuhan keperawatannya

kepada pasien.

4. Kami menucapkan terimakasih kepada para dosen kami

yang telah membimbing kami dalam proses belajar.

5. Kami mengucapkan terimakasih kepada para rekan-

rekan kami yang telah membantu dalam penyelesaian

makalah ini.

Daftar Pustaka

Aru.w.Sudoyo.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.jakarta:fakultas

kedokteran universitas kedokteran

Mansjor.Arief , Kuspuji triyanti dan Rahmi Sapitri.2001. Kapita

Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta:Media Aesculapius.

Prof. Dr.mubin A.Halim.Sppd.Msc.Kpti.2002. Ilmu penyakit Dalam

edisi 2. Jakarta:Kedokteran

Williams,Lippincoot & Wilkins. 2002. Kapita Selekta

Penyakit.jakarta:EGC

www.artikata.com/arti-92769-

idiopathic+thrombocytopenic+empisema.html : 9 sepetembel

2013: 20:00 wib

Akademi Keperawatan Harum Jakarta Page 17