asuhan keperawatan pada pasien cerebro vascular

11
1

Transcript of asuhan keperawatan pada pasien cerebro vascular

1

2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEREBRO VASCULAR

ACCIDENT (CVA) DENGAM MASALAH GANGGUAN KOMUNIKASI VERBAL

DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA

SAWAHAN MALANG

Zenith Via Leonardo, Maria Magdalena Setyaningsih, Sr. Felisitas A Sri S

Prodi D-III Keperawatan STIKes Panti Waluya Malang

Email : [email protected]

ABSTRAK

CVA adalah penyakit multifaktorial penyebab utama kecacatan serta kematian. Penyakit ini

menyebabkan gangguan bicara atau afasia, proses berfikir dikarenakan gangguan pada fungsi otak.

Penelitian ini bertujuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada klien CVA dengan masalah

gangguan komunikasi verbal. Desain penelitian menggunakan metode studi kasus pada dua responden

pada bulan Februari 2019. Hasil pengkajian didapatkan kedua klien mengeluh sulit bicara, bicara pelo,

dan artikulasi tidak jelas. Setelah dilakukan asuhan keperawatan , klien satu dan dua masalah teratasi

sebagian. Hasil yang didapatkan kedua klien artikulasi bertambah jelas, terbukti kedua klien saat

diminta untuk menyebut huruf vokal “AIUEO”, artikulasi dan bentuk mulut bertambah jelas. Masalah

kedua klien tersebut dapat teratasi sebagian setelah dilakukan asuhan keperawatan yaitu perbaikan

artikulasi berupa terapi huruf vokal AIUEO dan Facial massage . Terapi huruf vokal dan Facial

massage dapat membantu klien memperbaiki artikulasi serta dapat mengembalikan nervus yang

terganggu dapat aktif kembali, karena dengan melakukan terapi tersebut, otot dan saraf – saraf akan

terlatih, sehingga meningkatkan proses bicara. Salah satu diantaranya adalah terapi huruf vokal

AIUEO dan Facial massage.

Kata Kunci : Klien Cerebrovascular accident (CVA), Gangguan Komunikasi Verbal

ABSTRACT

CVA is a multifactorial disease that is the main cause of disability and death. This disease causes

speech or aphasia, the process of thinking due to interference with brain function. This study aims to

implement nursing care for CVA clients with verbal communication problems. The study design used a

case study method on two respondents in February 2019. The results of the study found that both

clients complained of difficulty speaking, and articulation was unclear. After nursing care, client one

and two problems are partially resolved. The results obtained by the two articulation clients became

clearer, as evidenced by the two clients when asked to mention the "AIUEO" vowels, the articulation

and the shape of the mouth became clearer. The two clients problems can be partially resolved after

nursing care, namely articulation improvements in AIUEO vowel therapy and Facial massage. Vowel

therapy and Facial massage can help clients improve articulation and can restore disturbed nerves to

be active again, because by doing this therapy, the muscles and nerves will be trained, thus improving

the speech process. One of them is AIUEO vowel therapy and Facial massage

Keywords : Clients Cerebrovascular accident (CVA), verbal communication problems

3

Pendahuluan

Cerebrovascular accident (CVA) adalah

penyakit multifaktorial dengan berbagai

penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan

penyebab utama kecacatan dan kematian di

negara-negara berkembang (Saidi, 2010). CVA

adalah kematian atau gangguan fungsi otak

secara mendadak dan dapat dialami siapa saja.

Penyakit ini menyebabkan gangguan bicara

atau afasia, proses berfikir dikarenakan

gangguan pada fungsi otak (Muttaqin, 2008)

World Health Organization (WHO) 2004

memperkirakan bahwa peningkatan jumlah

klien Cerebrovascular accident (CVA) di

beberapa negara Eropa sebesar 1,1 juta pada

tahun 2000 dan menjadi 1,5 juta pada tahun

2025 (Ghani, 2015). American Heart

Association (AHA) tahun 2015 menyebutkan

bahwa setiap 45 menit ada satu orang di

Amerika yang terkena serangan

Cerebrovascular accident (CVA).

Cerebrovascular accident (CVA) menduduki

peringkat ke-3 di Asia setelah penyakit jantung

dan kanker (Sikawin, 2013). Angka kejadian

Cerebrovascular accident (CVA) di Indonesia,

merubah Indonesia menjadi peringkat pertama

di Asia dengan angka kejadian

Cerebrovascular accident (CVA) terbanyak.

Jumlah kematian akibat Cerebrovascular

accident (CVA) menjadi urutan kedua pada

umur diatas 60 tahun, dan yang menjadi urutan

kelima adalah umur 15-59 tahun (Yastroki,

2012). Tahun 2013 angka kejadian penyakit

CVA di provinsi Jawa Timur sebanyak 342.070

orang (Riskesdas, 2013). Kota Malang pada

tahun 2011 sebanyak 700 orang penderita

stroke (Dinkes, 2013).

Angka kejadian Cerebrovascular accident

(CVA) di RS Panti Waluya Sawahan Sawahan

ditemukan sebanyak 133 penderita pada

Januari 2018 sampai dengan Desember 2018,

dan diantaranya 2 orang meninggal karena CVA

hemoragik (Rekam Medis RS Panti Waluya

Sawahan, 2018). Biasanya Klien CVA akut

terdapat 21-38% mengalami afasia dan

dampaknya dikaitkan dengan morbiditas jangka

pendek dan jangka panjang, tingginya angka

mortalitas, dan keterbatasan klien dalam

bersosialisasi (Andrew dkk, 2015).

Cerebrovascular accident (CVA) dapat

menyebabkan kelumpuhan organ-organ tubuh.

Salah satu organ yang terkena kelumpuhan

adalah saraf bicara. Ketidakmampuan bahasa

dan komunikasi dapat dimanifestasikan sebagai

Afasia. Kesulitan bicara yang ditandai dengan

bicara sulit dimengerti disebabkan oleh

paralisis otot yang berfungsi untuk

menghasilkan bicara disebut disartria. Afasia

yaitu kehilangan bicara terutama reseptif dan

ekspresif. Afasia reseptif yaitu

ketidakmampuan untuk memahami kata-kata

yang dibicarakan. Afasia ekspresif yaitu

ketidakmampuan untuk mengeluarkan ekspresi

secara verbal (Cholic & Saiful, 2008).

Hambatan komunikasi verbal berhubungan

dengan perubahan pada sistem saraf pusat

dapat diprioritaskan sebagai diagnosa dengan

alasan apabila tidak diatasi maka akan

berakibat ketidakmampuan individu untuk

mengekspresikan keadaan dirinya dan dapat

4

berakibat lanjut pada penurunan harga diri

klien (Batticaca, 2008).

Tanda dan gejala ini sesuai berdasarkan

fenomena yang ditemui peneliti pada saat

praktik klinik di RS Panti Waluya pada tahun

2017, terdapat 3 klien dengan Cerebrovascular

accident (CVA) dan mengalami gangguan

komunikasi verbal. Untuk klien yang pertama

keluarga klien mengatakan bahwa klien tiba

tiba tidak sadar dan dilarikan di IGD Rumah

Sakit Panti Waluya Sawahan. Saat di periksa,

klien dinyatakan terkena Cerebrovascular

accident (CVA) trombosis. Saat mengkaji

klien, didapati klien mengalami kesulitan untuk

berkomunikasi yang ditandai dengan sulit

berbicara, pelo, tidak jelas saat bicara, dan sulit

untuk menyebutkan barang yang ditunjukkan,

klien jugan mengalami kelumpuhan pada wajah

sebelah kiri. Sedangkan klien 2 dan 3

mengalami kesulitan untuk berbicara, bibir

perot sebelah kanan dan artikulasi tidak jelas.

Berdasarkan tanda dan gejala diatas masalah

keperawatan yang dialami oleh klien tersebut

adalah gangguan komunikasi verbal. Peran

perawat dalam mengatasi masalah keperawatan

gangguan komunikasi verbal menurut

Wardhana (2011) pada kasus penderita

Cerebrovascular accident (CVA) yang sulit

berbicara akan diajarkan dan diterapi huruf

vokal untuk memperbaiki kata – kata yang

biasa dimengerti orang lain. Terapi AIUEO

akan dilakukan pada fase rehabilitasi atau 72

jam setelah melewati fase akut. Terapi AIUEO

dapat memperbaiki pengucapan agar mudah

dipahami oleh orang lain(Yanti, 2008). Pada

gangguan bicara atau afasia akan mengalami

kegagalan dalam berartikulasi. Berdasarkan

latar belakang

diatas penulis ingin melakukan studi kasus

yang berjudul “Asuhan keperawatan pada klien

Cerebrovascular accident (CVA) dengan

masalah gangguan komunikasi verbal di

Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan”.

Metode Penelitian

Studi kasus ini adalah untuk mengeksplorasi

masalah asuhan keperawatan pada penderita

Cerebrovascular accident (CVA) dengan

masalah gangguan komunikasi verbal di RS

Panti Waluya Sawahan. Klien yang dimaksud

penulis dengan salah satu Batasan istilah

sebagai berikut adalah:

1) Klien yang terdiagnosa medis

Cerebrovascular accident (CVA) pada

serangan pertama maupun berulang yang

sudah melewati 72 jam setelah fase akut.

2) Klien yang mengalami gangguan artikulasi

atau pembentukan kata dan bahasa atau

afasia.

3) Adanya gangguan pada nervus Trigeminus,

Facialis, Glosofaringus, Vagus,

Hipoglosusij

4) Glasgow Coma Scale 4,5,6

Pada penelitian ini yang menjadi partisipan

peneliti adalah 2 orang klien yang masuk

rumah sakit dengan diagnosa medis awal pada

klien 1 Cerebrovascular accident (CVA)

trombosis dan pada klien 2 Cerebrovascular

5

accident (CVA) hemoragik dengan masalah

yang sama yaitu gangguan komunikasi di ruang

rawat inap RS Panti Waluya Sawahan

Studi kasus ini dilaksanakan di ruang Unit

Stroke Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan

dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Februari 2019. Klien 1 berada di bed 1 pada

tanggal 15 Februari 2019 – 18 Februari 2019,

sedangkan klien ke-2 berada di bed 2 pada

tanggal 25 Februari 2019 – 28 Februari 2019

dan dilanjutkan dengan kunjungan rumah pada

tanggal 21 Februari 2019.

Hasil

Pada studi kaus ini diperoleh hasil sebagai

berikut:

1. Pengkajian

Data yang didapatkan pada klien 1, seorang

perempuan berusia 53 tahun, terdiagnosa

medis CVA infark. Saat dilakukan

pengkajian didapatkan data klien

mengatakan sulit bicara dari kemarin pagi

tanggal 14 Februari 2019, bibir perot

sebelah kiri wajah sebelah kiri tampak turun,

bibir perot, bicara sedikit tidak jelas , saat di

minta untuk mengucapkan aiueo klien bisa

tetapi tidak jelas, klien mengatakan “ha, hi,

hu, he, ho” klien kesulitan menyebut vokal

“A” dengan bentuk mulut yang tidak

maksimal sesuai vokal . Klien tidak bisa

memenuhi kebutuhan aktivitasnya,

kebutuhan aktivitas klien dibantu oleh

perawat dan keluarga, seperti makan,

minum, mandi, BAK, BAB, merubah posisi.

Klien juga mengatakan punya riwayat

hipertensi, serta pada pemeriksaan nervus V

saat pemeriksaan membuka rahang, rahang

klien miring ke arah kiri, klien tidak bisa

menutup mulut dengan rapat, klien

mengatakan rahang sebelah kiri terasa tebal.

Pada klien 2, seorang laki-laki berusia 53

tahun, terdiagnosa medis CVA hemoragik.

Saat dilakukan pengkajian didapatkan data

Klien dan keluarga klien mengatakan klien

susah bicara, perot sebelah wajah kiri dan

bicara pelo, saat diminta mengucapkan huruf

vokal “AIUEO” tidak jelas, klien

mengatakan “ha, hi ,hu, he, ho”. Klien

mengatakan sulit bicara sejak kemarin pagi

tanggal 25 februari 2019, klien kesulitan

menyebut vokal a dengan bentuk mulut yang

tidak maksimal sesuai vokal. Didapatkan

hasil pemeriksaan GCS E4-V5-M6

kesadaran composmentis, keadaan umum

cukup, dan klien mengatakan badan sebelah

kiri lemas setelah pagi bangun tidur, klien

tidak bisa memenuhi kebutuhan kebutuhan

aktivitasnya, segala sesuatu yang

berhubungan dengan klien dibantu oleh

perawat dan keluarga, seperti BAK, BAB,

mandi, makan, minum, merubah posisi.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan dari hasil pengkajian, pada

Klien 1 maupun klien 2 ditegakkan diagnosa

yang sama yaitu gangguan komunikasi

verbal.

3. Intervensi Keperawatan

Pada Klien 1 dan Klien 2 telah ditetapkan

rencana keperawatan yang telah disesuaikan

dengan tinjauan pustaka berupa kaji tipe

6

atau derajat disfungsi verbal, seperti klien

tidak bisa memahami kata atau mengalami

kesulitan berkomunikasi , beri dukungan

pada klien , jangan pernah berbicara didepan

klien seolah-olah dia tidak mengerti apa-apa,

kesabaran dalam berkomunikasi, berikan

terapi AIUEO kepada klien., buat daftar

kata-kata yang bisa diucapkan klien;

tambahkan kata baru untuk itu sesuai

kebutuhan. , libatkan keluarga dan orang-

orang penting lainnya dalam rencana

perawatan semaksimal mungkin, dengarkan

klien berbicara penuh perhatian , gunakan

kartu baca, kertas, pensil untuk

memfasilitasi komunikasi dua arah yang

optimal , berikan pujian positif , berikan

Facial massage.

4. Implementasi

Pada klien 1 dan 2 telah dilakukan

implementasi berdasarkan 10 intervensi dari

11 intervensi yang ada, serta 1 intervensi

yang tidak dilakukan yaitu Gunakan kartu

baca, kertas, pensil untuk memfasilitasi

komunikasi dua arah yang optimal karena

kedua klien sendiri ingin berkomunkasi

dengan berbicara saja.

5. Evaluasi

Pada kedua klien telah dilakukan tindakan

keperawatan masalah gangguan komunikasi

verbal, yaitu pada klien 1 pada hari 1 sampai

dengan hari perawatan ke 3 masalah teratasi

sebagian dan pada klien ke 2 pada hari

perawatan ketiga masalah teratasi sebagian.

Pembahasan

1. Pengkajian

Berdasarkan data pengkajian terhadap kedua

klien adalah diperoleh data klien 1 dan klien

2 keduanya mengalami kesulitan berbicara

(bicara pelo), pada klien 1 dengan diagnosa

CVA Infark didapatkan data klien usia 53

tahun dan memiliki tekanan darah tinggi.

Pada klien ke 2 dengan diagnosa CVA

Hemoragik didapatkan data klien usia 53

tahun sering pusing dan tidak dapat

mengontrol emosi serta sering

mengkonsumsi makanan bersantan dan

daging kambing. Pada klien 1 mengalami

sulit bicara, wajah sebelah kiri tampak turun,

bibir perot, bicara sedikit tidak jelas

sehingga menyebabkan klien mengalami

gangguan komunikasi verbal. Pada klien 2

juga mengalami kesulitan dalam susah

bicara, perot sebelah wajah kiri dan bicara

pelo, dan artikulasi aiueo sedikit tidak jelas.

Menurut data pengkajian kedua klien

memenuhi data-data mayor masalah

gangguan komunikasi verbal, yang

membedakan adalah diagnosa medisnya

pada klien 1 mengalami CVA Infark

sedangkan klien 2 mengalami CVA

Hemoragik. Kedua klien juga mengalami

penurunan kemampuan berbicara ditandai

dengan berbicara pelo. Hal ini sesuai dengan

teori Misbach (2007) dan Smeltzer dan Bare

(2012) bahwa faktor penyebab terjadinya

Cerebrovascular accident (CVA) adalah

faktor usia, hipertensi, pola makan dan pola

aktivitas. Selan itu untuk tanda dan gejala

dari Cerebrovascular accident (CVA)

adalah hipertensi, gangguan motorik yang

7

berupa hemiparesis (kelemahan) dan

hemiplegia (kelumpuhan salah satu sisi

tubuh), nyeri kepala (migran atau vertigo),

dan sulit bicara (disartia). Menurut Cholic &

Saiful (2008) kesulitan bicara yang ditandai

dengan bicara sulit dimengerti disebabkan

oleh paralisis otot yang berfungsi untuk

menghasilkan bicara disebut disartria.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut penulis klien 1 dan 2 memiliki

persamaan diagnosa keperawatan dan

persamaan etiologi yaitu gangguan

komunikasi verbal berhubungan dengan

defisit neurologi. Hal ini dibuktikan dengan

ditemukannya data yang menunjang untuk

ditetapkanya diagnosa keperawatan yaitu

gangguan komunikasi verbal berhubungan

dengan defisit neurologi dengan

ditemukannya klien mengalami kesulitan

bicara, bicara pelo, bibir perot, dan rahang

terasa tebal dan rahang tidak bisa terbuka

lebar serta menutup rapat. Menurut (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), batasan

karakteristik dari diagnosa gangguan

komunikasi verbal adalah :Afasia, dislalia,

bicara pelo, sulit memahami komunikasi,

sulit menggunakan ekspresi wajah atau

tubuh, tidak bisa bicara maupun mendengar,

kesulitan menyusun kata – kata, kesulitan

menyusun kalimat, dan sulit

mengungkapkan kata-kata

3. Rencana Keperawatan

Pada setiap klien ditetapkan rencana

keperawatan yakni kaji tipe adanya

disfungsi verbal, berikan tercapai AIUEO,

berikan facial massage, dan libatkan

keluarga dalam melakukan intervensi

tersebut. Rencana keperawatan ini

bermaksud untuk mengatasi klien CVA

yang mengalami kesulitan berbicara. Hal di

atas sesuai dengan teori menurut Kyle

(2011) yang mengatakan libatkan orang

terdekat klien untuk membantu mencoba

berkomunikasi, berbicara jelas dan

menghadap klien serta memberikan

penjelasan pentingnya kesabaran dalam

berkomunikasi dan juga sesuai dengan teori

Haryanto (2014) yang menyatakan ajarkan

dan lakukan terapi wicara AIUEO dan teori

Khotimah (2016) yang menyatakan berikan

facial massage sebagai intervensi unggulan

dengan melakukan intervensi sesuai dengan

keadaan klien diaharapkan dapat mencapai

kriteria hasil yang telah ditetapkan.

4. Implementasi

Pada klien 1 dari 10 intervensi yang telah

direncanakan, 11 intervensi dapat

dilaksakanan sesuai tinjauan pustaka dan 1

intervensi tidak dilakukan yakni gunakan

kartu baca, kertas, pensil untuk

memfasilitasi komunikasi dua arah yang

optimal karena klien menolak menggunakan

media tersebut, klien merasa dirinya dapat

mengungkapkan apa yang diingini dengan

berbicara. Pada klien 2 dari 11 intervensi

yang telah direncanakan, 10 intervensi dapat

dilaksakanan sesuai tinjauan pustaka. Kedua

8

klien sangat kooperatif sehingga

memudahkan penulis dalam melaksanakan

implementasi keperawatan. Hal di atas

sesuai dengan teori menurut Potter & Perry

(2011) bahwa implementasi keperawatan

merupakan proses pelaksanaan intervensi

keperawatan untuk mencapai tujuan spesifik

implemen keperawatan dilakukan

berdasarkan intervensi keperawatan yang

sudah diterapkan selama tiga hari adalah

memonitor keadaan klien.

5. Evaluasi

Pada klien 1 masalah teratasi sebagian

karena klien masih mengeluh sulit bicara

dan bicara terdengar bertambah jelas. Begitu

juga dengan klien 2 masalah teratasi

sebagian meskipun klien mengatakan dapat

berbicara dan sudak enak untuk berbicara

namun sudah terdengar sedikit jelas. Hal ini

sesuai teori menurut Nurarif & Kusuma

(2015) bahwa hasil yang diharapkan setelah

dilakukan tindakan keperawatan adalah

sebagai berikut: bicara klien dapat dipahami

orang lain, klien dapat menyusun kata

ataupun kalimat, klien dapat mengerti apa

yang kita bicarakan , dan klien dapat

mendemonstrasikan terapi yang sudah

diberikan.

Kesimpulan

Asuhan keperawatan pada klien Stroke

dengan masalah gangguan komunikasi

verbal di Rumah Sakit Panti Waluya

Sawahan dilaksanakan pada klien 1 dan 2

selama 3 hari selama klien di rawat inap di

rumah sakit. Pada klien 1 masalah

keperawatan teratasi sebagian karena setelah

dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24

jam klien mampu komunikasi secara jelas

dan bertahap dan pada klien 2 masalah

keperawatan teratasi sebagian setelah

dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24

jam klien mampu berkomunikasi dan

mampu mengucapkan aiueo dengan

bertambah jelas.

Daftar Pustaka

American Heart Association. (2015). Hearth

Disease and Stroke Statistik. Diunduh

pada 25 februari 2018. Pada

http://ahajournal.org.com

Batticaca, B. Fransisca. 2008. Asuhan

Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sis-tem Persarafan.Jakarta: Salemba

Medika

Haryanto, Ghoffar. 2014. Pengaruh Terapi

AIUEO Terhadap Kemampuan Bicara

Pada Klien Stroke Yang Mengalami

Afasia Motorik di RSUD Tugurejo

Semarang.

Khotimah, Diah. 2016. Efektifitas Facial

Massage dan Facial Expression

Terhadap Kesimetrisan Wajah Klien

Stroke Dengan Face Drooping Di RS

Mardi Ra-hayu Kudus (JIKK)

Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajaran Asuhan

Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Persyarafan. Jakarta : Selemba

Medika.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015.

Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis &

NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:

MediAction.

9

Potter & Perry, A. G. 2011. Buku Ajaran

Fundamental Keperawatan Konsep

Proses, dan Praktik, Edisi 7, Volume 2.

Jakarta : Selemba Medika.

.

Rekam Medis RS Panti Waluya Sawahan.

2018. Prevalensi Klien Dengan

Diagnosa Medis Stroke Di RS Panti

Waluya Sawahan. Malang : RS Panti

Waluya Sawahan.

Sikawin, C. A., Mulyadi., & Palandeng, H.

(2013). Pengaruh latihan range of

motion (ROM) terhadap kekuatan otot

pada pasien stroke di IRINA F

neurologi BLU RSUP Prof. DR. R. D.

Kandau Manado.

Smeltzer S. C., Bare G. B. 2009. Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8

Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Jakyastarta. Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wardhana, W Arya. 2011. Strategi

mengatasi dan bangkit dari stroke.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Yastroki (2011). Stroke penyebab kematian

urutan pertama di rumah sakit di

Indonesia. Diperoleh dari

http://www.yastroki.or.id

10

11