Asuhan Keperawatan Accute Lung Oedema (ALO)

26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EDEMA PARU/ ACCUTE LUNG OEDEMA (ALO) POLITEKNIK KARYA HUSADA JAKARTA DIPLOMA III KEPERAWATAN 1

Transcript of Asuhan Keperawatan Accute Lung Oedema (ALO)

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN EDEMA PARU/

ACCUTE LUNG OEDEMA (ALO)

POLITEKNIK KARYA HUSADA JAKARTA

DIPLOMA III KEPERAWATAN

1

2014

2

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Edema paru didefisikan sebagai terkumpulnya cairan

ekstravaskular yang patologis didalam paru

( Tjokronogoro, 1999).

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,

baik di rongga intertisial maupun dalam alveoli. Edema

merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut,

dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding

kapiler, merembes keluar dari dan menimbulkan dispnu

yang sangat berat ( Smeltzer, 2001).

Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan

patologi di ekstravaskuler dalam paru, yang disebabkan

oleh dua keadaan, yaitu: peningkatan tekanan

hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru.

(Muttaqin, 2013)

3

Jadi edema paru merupakan akumulasi cairan dalam

rongga paru, cairan abnormal dalam intertisial maupun

alveoli dan merupakan komplikasi dari gagal jantung

kiri.

B. Etiologi

1. Edema paru kardiogenik

Penyebab terbanyak edema paru adalah gagal jantung

kiri.

Penyebab tersering adalah aterosklerotik,

hipertensi, kelaianan katup, miopati.

2. Sindrom kongesti vena

Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru

dapat terjadi pada penderita dengan kelebihan

cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal.

Sindrome ini sering terjadi pada penderita yang

mendapat cairan kristaloid atau darah intavena

dalam jumlah besar, terutama pada penderita dengan

gangguan fungsi ginjal.

3. Edema paru non-kardiak

a) Sepsis

4

Infeksi ekstrapulmonal merupakan factor penyebab

karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler

paru.

b) Gangguan neurogenik

Terjadi pada penderita dengan gangguan sistem

saraf. Adanya rangsangan hipotalamus yang

menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergic,

yang menyebabkan pergeseran volume darah dari

sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan

penurunan komplians paru.

C. Patofisiologi

Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan

aliran limfatik. Karena saluran limfatik terjalin

dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriol

paru dan saluran nafas yang kecil, pembengkakan

saluran limfatik ini akan memberi dampak pada struktur

disekitarnya dengan akibat perubahan hubungan tekanan

pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah

obstruksi pada saluran nafas kecil yang telah

dibuktikan merupakan perubahan fisiologis dini pada

penderita dengan gagal jantung kiri. Karena lesi ini

tidak merata disaluran paru, timbullah dalam

distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian

5

menyebabkan hipoksemia ringan. Terkenanya arterior

kecil juga dapat menyebabkan gambaran radiologis dini

pada gagal jantung kiri yaitu suatu redistribusi

aliran darah dari basis ke apek paru pada penderita

dalam posisi tegak.

Kalau terbentuknya cairan intertensial melebihi

kapasitas sistem limfatik, akan terjadi edema di

dinding alveolar. Pada fase ini compliance (pemenuhan)

paru bekurang. Hal ini akan menyebabkan takipnea, yang

mungkin merupakan tanda klinik dini penderita edema

paru. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran

darah menyebabkan pemburukan hipoksemia. Namun

demikian ekskresi karbon dioksida tidak terganggu, dan

penderita akan menunjukkan keadaan hiperventilasi

dengan alkalosis respiratori. Selain hal yang telah

disebutkan diatas, defek fungsi juga mempunyai andil,

dan pada fase ini mungkin akan terjadi peningkatan

pintas kanan ke kiri melaui alveoli yang tidak

mengalami ventilasi.

Pada fase alveolar flooding, semua gambaran menjadi lebih

berat, compliance akan menurun dengan nyata. Karena

alveoli terisi dengan cairan, sementara aliran darah

ke daerah tersebut tetap berlangsung, pintas kanan ke

kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan

menyebabkan hipoksemia yang rentan terhadap

peningkatan konsentrasi peningkatan, konsentrasi

oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang

amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratori

6

akan tetap berlangsung. Secara radiologis akan tampak

infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru,

terutama didaerah perihilar dan basal.

Kongesti paru terjadi bila vaskuler paru menerima

darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang tidak

mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.

Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada

sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung

mengakibatkan konsekuensi yang berat.

Perkembangan edema paru menunjukkan bahwa fungsi

jantung sudah sangat tidak adekuat, peningkatan

tekanan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan

tekanan vena pulmonal dapat terjadi. Hal meningkatkan

tekanan hidrostatik yang mengakibatkan cairan merembes

keluar. Gangguan limfatik berperan dalam penimbunan

cairan di dalam jaringan paru.

Kapiler paru yang membesar oleh darah yang berlebih

akibat ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa,

tidak mampu lagi mempertahankan zat yang terkandung

didalamnya. Cairan, mula-mula serous dan kemudian

mengandung darah, lolos kejaringan alveoli

disekitarnya melalui hubungan antara bronkhioli dan

brnkhi. Cairan ini kemudian bercampur dengan udara dan

terkocok selama pernafasan, dan dikeluarkan melalui

mulut dan hidung. Karena adanya timbunan cairan, paru

7

menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara

tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia berat.

Pathway

8

Gagal jantung kiri jantung kiri

Terganggunya kapiler paru

Gangguan Limfatik

Kongesti paru

Pe tekanan hidrostatik

Cairan bercampur udara

Cairan merembes dalam rongga intertisial dan alveoli

EDEMA PARU

Kontraktur paru

Gagal ventilasi

Napas basah

Inefektif bersihan jalan napas

Alkalosis respiratorik

Gangguan pertukaran gas

Sianosis

Hipoksemia, takipnea

Pola Napas tidak efektif

ekspansi paru inefektifDispnea mendadak

hiperventilasi

sepsis

Peningkatan permeabilitas dinding kapiler paru

Pe aliran limfatik pada arteriola paru

Ronkhi, wheezingPerfusi inadekuat

Pe tekanan hidrostatik

Edema saluran limfatik

Aliran balik arteri pulmonal

Faktor kardiogenik Faktor nonkardiogenik

Kelebihan volume cairan

Cairan intertisial berlebih

Edema dinding alveolar

9

D. Manifestasi klinik

1. Dispnae mendadak

2. Napas basah

3. Takipnea

4. Takikardi

5. Ronkhi dan wheezing diseluruh lapang paru

6. Gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur

7. Asfiksia (seperti kehabisan nafas)

8. Tangan menjadi dingin dan basah

9. Bantalan kuku sianotik

10. Warna kulit menjadi abu-abu

11. Nadi cepat dan lemah

12. Distensi vena jugularis

13. Batuk hebat (peningkatan jumlah sputum mukoid)

14. Kesadaran stupor

E. Komplikasi

1. ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome)

Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku

dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat

masuk, akibatnya adalah hipoksia berat.

2. Gagal napas akut

10

Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana

pertukaran gas tidak adekuat untuk mempertahankan

gas darah arteri (GDA).

3. Atelektasis paru

4. Kematian

Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari

lagi.

Pasien dapat mengalami komlikasi jika tidak segera

dilakukan tindakan yang tepat.

F. Evaluasi diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium

a) Gas Darah Arteri (GDA)

pH ( >7,45 )

PCO (< 35 mmHg)

menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan

alkalosis respiratori.

2. Pemeriksaan radiologi

a) Rontgen thorak

Tampak infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh

paru, terutama di daerah perihilar dan basal.

11

G. Penatalaksanaan

1. Medis

a) Pemberian oksigen tambahan

Oksigen diberikan dalam konsentrasi yang adekuat

untuk menghilangkan hipoksia dan dispnea.

b) Farmakoterapi

(1) Diuretik

(a) Furosemide (lasix)

Diberikan secara intravena untuk memberi

efek diuretik cepat. Furosemide juga

mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan

darah di pembuluh darah perifer yang pada

gilirannya mengurangi jumlah darah yang

kembali kejantung, bahkan sebelum terjadi

efek diuretic.

(b) Bumetanide (Bumex) dan diuril (sebagai

pengganti furosemide)

(2) Digitalis

(a) Digoksin

(b) Digokain

Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan

curah ventrikel kiri.Perbaikan kontraktilitas

12

jantung akan meningkatkan curah jantung,

memperbaiki dieresis dan menurunkan tekanan

diastole, jadi tekanan kapiler paru dan

transudasi atau perembesan cairan ke alveoli

akan berkurang.

(3) Aminofilin

Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi

bronkospasme yang berarti untuk merelaksasi

bronco spasme.

Aminofilin diberikan secara IV secara terus

menerus dengan dosis sesuai berat badan.

c) Pemasangan Indelwing catheter

Kateter dipasang dalam beberapa menit karena

setelah diuretic diberikan akan terbentuk

sejumlah besar urin.

d) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik

Jika terjadi gagal nafas meskipun penatalaksanaan

telah optimal, perlu diberikan intubasi

endotrakea dan ventilasi mekanik (PEEP=Tekanan

Ekspirasi Akhir Positif)

e) Pemantauan hemodinamika invasif

13

Pemasangan kateter swan-ganz untuk pemantauan

CVP, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji

arteri pulmonalis, suhu, SvO2. Dapat dipergunakan

untuk menentukan curah jantung, untuk pengambilan

contoh darah vena dan arteria pulmonalis, dan

untuk pemberian obat. Jalur vena ini dapat

digunakan untuk pemberian cairan. Asupan cairan

selalu terpantau.

f) Pemantauan hemodinamika

Suatu metode yang penting untuk mengevaluasi

volume sekuncup dengan penggunaan kateter arteri

pulmonal multi-lumen.

Kateter dipasang melalui vena cava superior dan

dikaitkan ke atrium kanan. Balon pada ujung

kateter lalu dikembangkan, sehingga kateter dapat

mengikuti aliran darah melalui katup

trikuspidalis, ventrikel kanan, katup pulmonal,

ke arteri pulmonalis komunis dan kemudian ke

arteri pulmonal kanan atau kiri, akhirnya

berhenti pada cabang kecil arteri pulmonal. Balon

kemudian dikempiskan begitu kateter telah

mencapai arteri pulmonal, kemudian diplester

dengan kuat.

Tekanan direkam dengan balon pada posisi baji

pada dasar pembuluh darah pulmonal. (tekanan baji

kapiler rata-rata 14 dan 18 mmHg menunjukkan

fungsi ventrikel kiri yang optimal). Pembacaan14

bentuk gelombang dan tekanan dicatat selama

pemasangan untuk mengidentifikasi letak kateter

dalam jantung.

2. Keperawatan

a) Berikan dukungan psikologis

(1) Menemani pasien

(2) Berikan informasi yang sering, jelas

tentang apa yang sedang dilakukan untuk

mengatasi kondisi dan apa makna respons

terhadap pengobatan.

b) Atur posisi pasien

Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan

tungkai dan kaki dibawah, sebaiknya kaki

menggantung disisi tempat tidur, untuk membantu

arus balik vena ke jantung.

c) Auskultasi paru

d) Observasi hemodinamik non invasive/ tanda-tanda

vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas,

tekanan vena jugularis)

e) Pembatasan asupan cairan pada klien.

f) Monitor intake dan output cairan tubuh klien

g) Catat tekanan yang direkam dengan balon kateter

arteri pulmonal multi-lumen pada posisi baji pada

pembuluh darah pulmonal.

15

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Airway

Gejala : - Batuk produktif atau non produktif

- Dyspne saat aktivitas

- Tidur sambil duduk

- Riwayat penyakit paru kronis

Tanda : produksi sputum

· Frekuensi napas meningkat

· suara stridor

· wheezing dan ronchi pada lapang paru

· dyspnea

· nafas cepat dan dalam

· takipnea

2. Breathing

Gejala : - Penggunaan otot bantu pernafasan

- Pernapasan diafragma meningkat

Tanda : - Dyspnea

-Takipnea

-Bradipnea

16

-penurunan bunyi napas

-Nafas cuping hidung

-Retraksi dinding dada

-RR meningkat

3. Sirkulasi

Gejala: - Keletihan / kelelahan terus menerus

- pembuluh darah vasokonstriksi

Tanda : - Gelisah

- TD rendah (gagal pemompaan)

- Nadi cepat dan lemah

- Aritmia

- Bunyi jantung tambahan (S3 dan S4)

- Takikardi

- Pucat

- Sianosis

4. Disability

Gejala : - perubahan status mental

- Lemah/ lesu

Tanda : - gelisah

- penurunan kesadaran:

Somnolen

Apatis

Delirium

Stupor

17

Soporokoma

Koma

- letargi.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan

akumulasi cairan pada rongga intertisial dan

alveoli paru.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan

perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan

inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi

listrik.

3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan

hipersekresi sekunder.

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan

penurunan ekspansi paru.

5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membran kapiler alveolus, kerusakan

difusi alveoli.

C. Intervensi keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan

akumulasi cairan pada rongga intertisial dan18

alveoli paru.

Tujuan : diharapkan keseimbangan volume cairan

tubuh

Kriteria hasil: output dan input stabil, bunyi

napas bersih/jelas, BB normal, TTV normal

a) Pantau TD dan CVP (bila ada)

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan

perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan

inotropic, perubahan frekuensi, irama, konduksi

listrik.

Tujuan : diharapkan penurunan curah jantung dapat

teratasi

Kriteria hasil: TD normal (110/70- 120/80), sakral

hangat, nyeri dada tidak ada, nadi perifer teraba,

tidak ada sesak napas, disritmia terkontrol atau

hilang, bebas gejala gagal jantung.

a) Pantau TD

R/: TD dapat meningkat sehubungan dengan SVR

(sistem vaskuler resistant)

b) Catat bunyi jantung

R/: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya

kerja pompa. S3 dan S4 dihasilkan sebagai aliran

darah ke dalam serambi yang distensi

19

c) Auskultasi nadi apikal ; kaji frekuensi, irama

jantung

R/:biasanya terjadi takikardia untuk

mengkompensasi penururnan kontraktilitas

ventrikuler

d) Kaji kulit terhadap pucat / sianosis

R/: sianosis menunjukkan menurunnya persuasi

perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah

jantung, vasokonstriksi, dan anemia

Kolaborasi :

e) Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau

masker

R/: meningktakan kebutuhan oksigen untuk melawan

efek hipoksia

f) Berikan terapi obat :

Morpin

R/: penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik

vena menurunkan kerja miokard

g) Berikan terapi cairan IV, pembatasan jumlah

total sesuai indikasi

R/:

20

21

3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan

hipersekresi sekunder

Tujuan :Jalan nafas dapat dipertahankan

kebersihannya

Kriteria hasil:Suara nafas bersih, ronchii tidak

terdengar pada seluruh lapang paru

Intervensi :

a) Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam

R : Monitoring produksi sekret

b) Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar

R :Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg.

Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan

O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT

menggunakan resusitasi manual atau ventilator.

Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan

c) Monitor humidivier dan suhu ventilator

R : Oksigen lembab merngasang pengenceran sekret.

Suhu ideal 35-37,8OC

d) Monitor status hidrasi klien

22

R : mencegah sekresi kental

e) Monitor ventilator tekanan dinamis

R : Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin

menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas

f) Beri Lavase cairan garam faali sesuai indikasi

untuk

R : Memfasilitasi pembuangan sekret

g) Beri fisioterapi dada sesuai indikasi

R : Memfasilitasi pengenceran dan penge-luaran

sekret menuju bronkus utama

h) Beri bronkodilator

R :Memfasilitasi pengeluaran secret menuju

bronkus utamai) Ubah posisi, lakukan posturaldrainage

R :

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan

penurunan ekspansi paru

Tujuan:

Kriteria hasil:

5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membrane kapiler alveolus.

Tujuan : diharapkan gangguan pertukaran gas

teratasi

23

Kriteria hasil: hasil AGD atau oksimetri normal, RR

normal 16-20 x/ menit, tidak menggunakan otot bantu

pernafasan

Intervensi:

a) Observasi tanda – tanda vital

R/: dyspnea, sianosis merupakan tanda dari

ganguan napas disertai dengan penurunan kerja

jantung

b) Auskultasi bunyi napas, catat adanya ronchi.

R/: mengetahui adanya kongesti paru/ pengumpulan

secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi

lanjut.

c) Anjurkan klien batuk efektif dan napas dalam

R/; membersihkan jalan napas dan mempermudah

aliran oksigen

d) Atur posisi semifowler

R/: menurunkan aliran balik vena, curah

ventrikel kanan dan kongesti paru

e) Bantu klien untuk melakukan perubahan posisi

secara sering

R/: membantu mencegah atelectasis dan pneumonia

Kolaborasi :

f) Pantau gambaran AGD, nadi, oksimetri

24

R/: hipoksemia dapat menjadi berat selama edema

paru

g) Berikan terapi oksigen

R/: meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar

yang dapat memperbaiki atau menurunkan hiposemia

jaringan

h) Berikan terapi obat :

- Diuretic (furosemide, lasix)

R/: menurunkan kongesti alveolar,

meningkatkan pertukaran gas

- Bronkodilator (aminopilin)

R/: meningkatkan aliran oksigen dengan

mendilatasi jalan napas kecil

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E and Marry Frances Moorhouse.

(2001). Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi

Perawatan Klien edisi 2. Jakarta: EGC.

25

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. (2001). Buku

Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart Volume 2

Edisi 8. Jakarta: EGC.

Soeparman, dkk. (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:

FKUI.

26