LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK

36
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK LANDASAN TEORI MEDIK A. PENGERTIAN Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah Menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus. Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair. Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK

LANDASAN TEORI MEDIK

A.    PENGERTIAN

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai

bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari

tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi

cair) dengan atau tanpa darah

Menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan

tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang

melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar

biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari

Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu

keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.

Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan

dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan

yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih

dengan bentuk encer atau cair.

Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak

normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang

encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai

akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

B.     KLASIFIKASI

Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi

empat kelompok yaitu:

1.      Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat

belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari)

2.      Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,

3.      Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat

belas hari secara terus - menerus,

4.      Diare dengan masalah

lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin

juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit

lainnya.

C.    PENYEBAB

Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari

sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua

golongan yaitu:

1.      Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh :

a.       Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti

shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium

perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang

disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan,

makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan,

gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.

b.      Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang

mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan

jamur terutama canalida.

2.      Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:

a.       malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein,

vitamin dan mineral.

b.      Kurang kalori protein.

c.       Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam

beberapa faktor yaitu:

1.      Faktor infeksi

a.       Infeksi enteral

Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi

bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo

coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi

parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa

(entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur

(canida albicous).

b.      Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan

makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits,

bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama

terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.

2.      Faktor malaborsi : Malabsorbsi karbohidrat: disakarida

(intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi

glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan

penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu

dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.

3.      Faktor makanan : Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi

makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.

4.      Faktor psikologis : Diare dapat terjadi karena faktor

psikologis (rasa takut dan cemas)

Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko

terjadinya diare pada balita ( Depkes RI, 2007), yaitu :

1.      Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6

bulan pertama pada kehidupan. Pada balita yang tidak diberi ASI

resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi ASI

penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.

2.      Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan

pencemaran oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol

yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan

dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah

karena botol dapat tercemar oleh

kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan

botol tersebut beresiko terinfeksi diare

3.      Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan

beberapa jampada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan

berkembang biak.

4.      Menggunakan air minum yang tercemar.

5.      Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah

membuang tinja anakatau sebelum makan dan menyuapi anak

6.      Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa

tinja tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau

bakteri dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat

menyebabkan infeksi pada manusia

C.    PATOFISIOLOGI

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan

osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap

akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga

terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga

usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya

sehingga timbul diare.

Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus

akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga

usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi

rongga usus.

Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan

mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan

sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat

menimbulkan diare pula.

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme

hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,

mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin

dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan

menimbulkan diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1.      Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari

pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

2.      Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)

Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.

Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam

tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia

jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak

dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya

pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan

intraseluler.

3.      Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering

pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena

adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya

gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar

glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.

4.      Gangguan gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini

disebabkan oleh:

a.       Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare

atau muntah yang bertambah hebat.

b.      Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran

dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.

c.       Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan

diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

5.      Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,

akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis

bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran

menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

D.    MANIFESTASI KLINIS

Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan),

tanda-tandanya : Berak cair 1-2 kali sehari, muntah ( - ), haus ( - ),

nafsu makan tidak berkurang, masih ada keinginan untuk bermain

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-

tandanya : Berak cair 4-9 kali sehari, Kadang muntah 1-2 kali sehari,

suhu tubuh kadang meningkat, Haus, tidak ada nafsu makan, Badan lesu

lemas

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya:

Berak cair terus-menerus, Muntah terus-menerus, Haus, Mata cekung,

Bibir kering dan biru, Tangan dan kaki dingin, Sangat lemah, Tidak ada

nafsu makan, Tidak ada keinginan untuk bermain, Tidak BAK selama 6 jam

atau lebih, Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,

tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat

paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang

adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan

hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang

berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat

badan berkurang, ubun – ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering,

tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit jelas (elastisitas

kulit menurun) serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini

disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam

karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang

pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih

dalam (pernapasan Kussmaul)

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa

renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan

darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat,

akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada

diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai

timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan

timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu

keadaan gagal ginjal akut.

E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. :

1.      Pemeriksaan tinja

a.       Makroskopis dan mikroskopis

b.      PH dan kadar gula dalam tinja

c.       Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme

penyebabnya, dengan melakukan pembiakan terhadap contoh tinja.

2.      Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan

jumlah sel darah putih.

3.      Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila

memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau

astrup.

4.      Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal

ginjal.

5.      Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui

jasad renik atau parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada

penderita diare kronik.

F.     KOMPLIKASI

a.       Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau

hipertonik).

b.      Renjatan hipovolemik.

c.       Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,

bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).

d.      Hipoglikemia.

e.       Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi

enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.

f.       Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

g.      Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah,

penderita juga mengalami kelaparan.

Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

-          Dehidrasi ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik

turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada

keadaan syok.

-          Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik

turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok, nadi cepat

dan dalam.

-          Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik

seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran

menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

G.    PENCEGAHAN

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni

: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi

promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua

(Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan

yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang

meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor,

1997).

1.      Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,

lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai

upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air

bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis

dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan

tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan

pemberian imunisasi.

a.       Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70%

tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan,

minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan

tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat

60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia,

juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit menular

termasuk diare(Sanropie, 1984).

Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan

yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung

kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air

angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju

(Soemirat, 1996).

Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam

terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba

patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih

tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya

dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit

(Soemirat, 1996).

Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air

dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air

salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air

permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan

manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun

bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa

perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air,

penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie, 1984).

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari

sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih

harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter

dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan

pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan

untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh

penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil

bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih

(Andrianto, 1995).

b.      Tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan

lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh

langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui

tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).

Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus

membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya

secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus

membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan

paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan

kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi

syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori

permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau

oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara,

dan murah (Notoatmodjo, 1996).

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar

dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang

tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).

c.       Status gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan

dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian

status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang

tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson (1990) metode

penilaian tersebut adalah;

-          konsumsi makanan

-          pemeriksaan laboratorium

-          pengukuran antropometri, dan

-          pemeriksaan klinis

Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan

untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak

episodediare yang dialami. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar

timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali

sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap

kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).

d.      Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan

tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan

diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga

pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan

nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula

atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI

segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI

mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi

dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan

terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh

mempunyai daya lindung empat kali lebih besar

terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu

botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama

kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar

dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).

Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan

mortalitasdiare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB)

mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain

mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai

risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya

mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama

kehidupan (Suryono, 1988).

e.       Kebiasaan mencuci tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan

penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman

infeksiuspenyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman

tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar

tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air

minum. Padapenularan seperti ini, tangan memegang peranan penting,

karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar

kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan

dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber

perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara

tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai

sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya

mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air

besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi

makan anak dan sebelum menyiapkan makanan.Kejadian diare makanan

terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol

susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang

tinja anak (Howard & Bartram, 2003).

Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinjaanak,

terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber

penularandiare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak

hanya anak yang sakit, anaksehatpun tinjanya juga dapat

menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian.

Oleh karena itu cara membuang tinja anakpenting sebagai upaya mencegah

terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990).

f.       Imunisasi

Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian

imunisasi campak dapat

mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit

campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995).

2.      Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang

telah menderita diareatau yang terancam akan menderita yaitu dengan

menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta

untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.

Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian

oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat

disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit,

sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan

klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika

yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit,

obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang

membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya

jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter.

Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya

misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek

samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam,

2006).

3.      Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai

mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini

penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis

semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi

untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakitdiare. Usaha

yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi

dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap

mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut

memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang

menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan

psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau

bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan

I.       PENATALAKSANAAN

·         Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan

cairan).

Tindakan :

-          Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari

biasanya

-          ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti

biasanya

-          Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas

terdekat

·         Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi

ringan/sedang

Tindakan :

-          Berikan oralit

-          ASI (Air Susu Ibu) diteruskan

-          Teruskan pemberian makanan

-          Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang

-          Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas

terdekat.

·         Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat

Tindakan :

-          Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas

Perawatan

-          Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum

Takaran Pemberian Oralit

·         Di bawah 1 thn :

3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret

·         Di bawah 5 thn (anak balita) :

3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret

·         Anak diatas 5 thn :

3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret

·         Anak diatas 12 thn & dewasa :

3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1

gelas : 200 cc)

Dasar Pengobatan Diare

1.      Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah

pemberiannya.

a.       Cairan per oral

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa

cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan

kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak

dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-

60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam

dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung

NaCl dan sukrosa.

b.      Cairan parentral

Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian

sebagai berikut:

·         Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg

-          1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set

berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20

tetes).

-          7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt

(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1

ml=20 tetes).

-          16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

·         Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau

10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

·         Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

-          1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15

tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

-          7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1

ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

-          16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

·         Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis

cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.

Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml

= 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

·         Untuk bayi berat badan lahir rendah

Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian

glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).

2.      Pengobatan dietetic

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan

kurang dari 7 kg, jenis makanan:

-          Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan

lemak tak jenuh

-          Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)

-          Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan

misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang

berantai sedang atau tak jenuh.

3.      Obat-obatan

Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang

mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.

LANDASAN TEORI ASKEP

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.      Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun

pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11

bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi,

hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak

yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai

terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi  usus asimptomatik dan

kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi.

Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan

perawatannya .

2.      Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x

3.      Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir

saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu

pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare

berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4.      Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau

kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari

saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

5.      Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang

dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah

dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara

pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi

makanan, kebiasan cuci tangan,

6.      Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7.      Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,

lingkungan tempat tinggal.

8.      Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

a.       Pertumbuhan

·         Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5

kg (rata - rata 2 kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.

·         Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm

ditahun kedua dan seterusnya.

·         Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan

gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah

·         Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

b.      Perkembangan

·         Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.

Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan

keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya,

tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan

bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal,

bermain).

·         Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.

Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler

dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya

untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,

berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif

menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan

ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat

berkembang pada diri anak.

·         Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,

bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :

1.      berdiri  dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun  2

hitungan (GK)

2.      Meniru membuat garis lurus (GH)

3.      Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)

4.      Melepasa pakaian sendiri (BM)

9.      Pemeriksaan Fisik

a.       pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan

mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,

b.      keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran

menurun.

c.       Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup

pada anak umur 1 tahun lebih

d.      Mata : cekung, kering, sangat cekung

e.       Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,

peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,

minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum

sedikit atau kelihatan bisa minum

f.       Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt

karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)

g.      Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah,

tensi menurun pada diare sedang .

h.       Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt,

suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),

capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

i.        Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria

(200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

j.        Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa

mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain,

terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus

asa, dan kemudian menerima.

10.  Pemeriksaan Penunjang

1)        Laboratorium :

·           feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida

·           Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi

·           AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2

meningkat, HCO3 menurun )

·           Faal ginjal : UC meningkat (GGA)

2)        Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

B.     PENATALAKSANAAN DIARE

1.      Rehidrasi

a.       jenis cairan

1)      Cara rehidrasi oral

·         Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti

orali, pedyalit setiap kali diare.

·         Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)

2)      Cara parenteral

·      Cairan I  : RL dan NS

·      Cairan II : D5  ¼ salin,nabic. KCL

                   D5 : RL = 4 : 1  + KCL

                   D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL

·      HSD (half strengh darrow) D ½  2,5 NS cairan khusus pada diare

usia > 3 bulan.

b.      Jalan pemberian

1)      Oral  (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)

2)      Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran

menurun)

c.       Jumlah Cairan ; tergantung pada :

1)      Defisit ( derajat dehidrasi)

2)      Kehilangan sesaat (concurrent less)

3)      Rumatan (maintenance).

d.      Jadwal / kecepatan cairan

1)      Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat

badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :

·         BB (kg) x 50 cc

·         BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.

2)      Terapi standar pada anak dengan diare sedang :

+ 50 cc/kg/3 jam  atau 5 tetes/kg/mnt

2.      Terapi

a.       obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal

30 mg, klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari

b.      onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide

c.       antibiotik :  bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

3.      Dietetik

a.       Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan  padat / makanan cair

atau susu

b.      Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi

dapat diberi elemen atau semi elemental formula.

4.      Supportif

Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

C.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang

2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

kehilangan cairan skunder terhadap diare.

3.      Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses

infeksi skunder terhadap diare

4.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan

peningkatan frekwensi diare.

5.      Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB

menurun terus menerus.

6.      Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

D.    INTERVENSI KEPERAWATAN

1.      Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :

·         Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-

37,50  c, RR : < 40 x/mnt )

·         Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak

cowong, UUB tidak cekung.

·         Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

Intervensi :

a.       Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa

dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan

segera untuk memperbaiki defisit

b.      Pantau intake dan output

R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat

keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.

c.       Timbang berat badan setiap hari

R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan

kehilangan cairan 1 lt

d.      Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3

lt/hr

R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

e.       Kolaborasi :

-          Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)

R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal

ginjal (kompensasi).

-          Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur

R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

-          Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)

R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar

simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik

sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

2.      Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put

Tujuan : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS

kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria :

·         Nafsu makan meningkat

·         BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :

a.       Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan

berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)

R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang

mengiritasi lambung dan sluran usus.

b.      Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap

atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat

R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

c.       Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang

berlebihan

R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

d.      Monitor  intake dan out put dalam 24 jam

R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.

e.       Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :

a.       terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu

b.      obat-obatan atau vitamin ( A)

R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

3.      Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan

proses infeksi dampak sekunder dari diare

Tujuan :  Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak

terjadi peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil :

·         suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)

·         Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor,

fungtio leasa)

Intervensi :

a.       Monitor suhu tubuh setiap 2 jam

R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya

infeksi)

b.      Berikan kompres hangat

R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas

tubuh

c.       Kolaborasi pemberian antipirektik

R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

4.      Diagnosa 4 : Resiko gangguan integritas kulit perianal

berhubungan dengan  peningkatan frekwensi BAB (diare)

Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit

integritas kulit tidak terganggu

Kriteria hasil :

·         Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

·         Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan

baik dan benar

Intervensi :

a.       Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur

R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

b.      Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal

(bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)

R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena

kelebaban dan keasaman feces

c.       Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam

R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga

tak terjadi iskemi dan irirtasi .

5.      Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan

invasive

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien

mampu beradaptasi

Kriteria hasil : Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang

dan tidak rewel

Intervensi :

a.       Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan

R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga

b.      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS

R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS

c.       Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan

dan pengobatan

R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya

d.      Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik

verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)

R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa

aman pada klien.

e.       Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak