LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI
-
Upload
stikesbali -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI
LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI
A. KONSEP DASAR TEORI
1. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang
mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf
mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan)
antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau
sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi
mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau
dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang
menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot
dan kelenjar.
a. Sel Saraf
Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron).
Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang
berupa rangsang atau tanggapan.
1) Struktur Sel Saraf
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di
dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan
sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu
dendrit dan akson (neurit). Dendrit berfungsi mengirimkan
impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi
mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain.
1
Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit
pendek.
Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal
satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma
sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak
disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang
menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel ganglia yang
membentuk selubung lemak di seluruh serabut saraf
mielin. Membran plasma sel Schwann
disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah melindungi akson
dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak
terbungkus mielin disebut nodus Ranvier, yang berfungsi
mempercepat penghantaran impuls.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel
saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi).
a) Sel saraf sensori
Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls
dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu
otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis).
Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan
saraf asosiasi (intermediet).
b) Sel saraf motor
Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari
sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang
hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap
2
rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem
saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan
dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya
dapat sangat panjang.
c) Sel saraf intermediet
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel
ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan
berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel
saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf
lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel
saraf intermediet menerima impuls dari reseptor
sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.
Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit
bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat
saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul
membentuk ganglion atau simpul saraf.
b. Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sum-sum
tulang belakang (Medula spinalis). Keduanya merupakan organ
yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka
perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang
belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan
selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka
akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan
3
membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai
berikut :
1) Durameter : merupakan selaput yang kuat dan bersatu
dengan tengkorak
2) Araknoid : disebut demikian karena bentuknya seperti
sarang laba-laba. Di dalamnya terdapat
cairan serebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi
sela-sela membran araknoid. Fungsi selaput araknoid
adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari
bahaya kerusakan mekanik.
3) Piameter : Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan
sangat dekat dengan permukaan otak. Lapisan ini
berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta
mengangkut bahan sisa metabolisme.
Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi
esensial yaitu: 1. badan sel yang membentuk bagian materi
kelabu (substansi grissea) 2. serabut saraf yang membentuk
bagian materi putih (substansi alba) 3. sel-sel neuroglia,
yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf
di dalam sistem saraf pusat
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai
materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi
kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks)
dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang
belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk
kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
4
1) Otak
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar
(serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil
(serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan
jembatan varol.
a) Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua
aktifitas mental, yaitu yang berkaitan dengan
kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),
kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan
sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai
dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan
refleks otak.
Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu
terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang
terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi
mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.
Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan
area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam
proses belajar, menyimpan ingatan, membuat
kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa.
Di sekitar kedua area tersebut adalah bagian yang
mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi.
Misalnya bagian depan merupakan pusat proses
berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara,
5
kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat
di bagian belakang.
2) Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan
jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus
dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-
kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah
merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata
seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan
pusat pendengaran.
3) Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi
gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan,
dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan
atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak
mungkin dilaksanakan.
4) Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf
yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang.
5) Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang
datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum
sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi
seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan
6
kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi
kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga
mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk,
dan berkedip.
6) Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang
tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian
dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada
penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian
seperti sayap yang terbagi atas sayap atas
disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk
ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke
sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls
motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk
ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat
badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang
akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan
menghantarkannya ke saraf motor.
Pada bagian putih terdapat serabut saraf asosiasi.
Kumpulan serabut saraf membentuk saraf (urat saraf).
Urat saraf yang membawa impuls ke otak merupakan
saluran ascenden dan yang membawa impuls yang berupa
perintah dari otak merupakan saluran descenden.
c. Sistem Saraf Tepi
7
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan
sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem
saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur
oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas
yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung,
gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.
1) Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf
kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan
saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang
keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak ada 12
pasang yang terdiri dari :
a) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2,
dan 8
b) lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6,
11, dan 12
c) empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu
saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf
gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang
belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang
saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf
pinggul, dan satu pasang saraf ekor.
Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat
saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu
sebagai berikut.
8
a) Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher
yang mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.
b) Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.
c) Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul
dan kaki.
2) Saraf Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang
berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang
dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini
terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur
membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk
ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal
ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada
pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.
Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem
saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan
struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik
terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai
ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang
menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai
urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik
mempunyai urat pra ganglion yangpanjang karena ganglion
menempel pada organ yang dibantu.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu
berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik
9
terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-
cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan
saraf sumsum sambung.
d. Mekanisme Penghantar Impuls
Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di
antaranya melalui sel saraf dan sinapsis. Berikut ini
akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut :
1) Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf
Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan
ataupun tanggapan melalui serabut saraf (akson) dapat
terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik
antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada waktu sel
saraf beristirahat, kutub positif terdapat di bagian
luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel
saraf. Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada
indra menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan
potensial listrik sesaat. Perubahan potensial
ini (depolarisasi) terjadi berurutan sepanjang serabut
saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan
potensial bervariasi antara 1 sampai dengan 120 m per
detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau
tidaknya selubung mielin.
Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut
saraf tidak dapat dilalui oleh impuls, karena terjadi
10
perubahan potensial kembali seperti semula (potensial
istirahat). Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan
waktu 1/500 sampai 1/1000 detik. Energi yang digunakan
berasal dari hasil penapasan sel yang dilakukan oleh
mitokondria dalam sel saraf.
Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah
ambang (threshold) tidak akan menghasilkan impuls yang
dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila
kekuatannya di atas ambang maka impuls akan dihantarkan
sampai ke ujung akson. Stimulasi yang kuat dapat
menimbulkan jumlah impuls yang lebih besar pada periode
waktu tertentu daripada impuls yang lemah.
2) Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis
Titik temu antara terminal akson salah satu neuron
dengan neuron lain dinamakan sinapsis. Setiap terminal
akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam
sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan
membran kecil berisi neurotransmitter yang disebut
vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan
sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit
dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis
disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung
neuron, maka vesikula bergerak dan melebur dengan
membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan
melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin.
11
Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat
menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke post-
sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya
asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh,
noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan
dopamin serta serotonin yang terdapat di otak.
Asetilkolin kemudian berdifusi melewati celah sinapsis
dan menempel pada reseptor yang terdapat pada
membran post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada
reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya.
Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka akan
diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang
dihasilkan oleh membran post-sinapsis.
e. Terjadinya Gerak Biasa dan Gerak Refleks
Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana
untuk menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf. Gerak
pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak
yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls
pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari
reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk
selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh
otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai
perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan
terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa
memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan
12
gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa
disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya
berkedip, bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau
jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima
rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat
saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi)
tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke
saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau
kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks.
Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila
saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak,
misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada
sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf
penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang
misalnya refleks pada lutut.
2. PENGERTIAN EPILEPSI
a. Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan
karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan
listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel
(Tarwoto, 2007)
b. Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri
timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-
13
serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
c. Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat
yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan
involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan
aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doenges,
2000).
d. Kesimpulan: gangguan kronik otak yang disebabkan
lepasnya muatan listrikabnormal di sel neuron saraf
pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran,
gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan
aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
3. ETIOLOGI
Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah suatu penyakit,
tetapi suatu gejala yang dapat timbul karena penyakit.
Secara umum serangan epilepsi dapat timbul jika terjadi
pelepasan aktifitas energi yang berlebihan dan mendadak
dalam otak, sehingga mengganggu kerja otak. Otak
akan segera mengkoreksinya dan kembali normal dalam
beberapa saat.
a. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan
penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan
14
otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area
jaringan otak yang abnormal. Faktor genetik dimana bila
salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka
kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua
orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi
menjadi 20%-30%.
b. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Faktor herediter , seperti
neurofibromatosis, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
Faktor genetik seperti pada kejang demam
Kelainan congenital otak seperti atropi, agenesis
korpus kolosum
Gangguan metabolic seperti hipoglikemia,
hipoklasemia, hiponatremia, hipernatremia
Infeksi seperti radang yang disebabkan virus atau
bakteri pada otak dan selaputnya seperti
toksoplasmosis, meningitis
Trauma seperti contusio cerebri, hematoma sub
arachnoid, hematoma subdural
Neoplasma otak dan selaputnya
Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit
kolagen
Keracunan oleh timbal, kamper/kapur barus, fenotiazin
Lain-lain seperti penyakit darah, gangguan
keseimbangan hormon, degenerasi cerebral
15
Faktor precipitasi atau faktor pencetus atau yang
mempermudah terjadinya gejala
Faktor sensoris seperti cahaya yang berkedip-kedip
(fotosensitif), bunyi-bunyi yang mengejutkan, air,
dan lain-lain.
Faktor sistemis seperti demam, penyakit infeksi,
obat-obatan tertentu (fenotiazin, klorpropamid,
barbiturat, valium), perubahan hormonal
(hipoglikemia), kelelahan fisik.
Faktor mental seperti stress, gangguan emosional,
kurang tidur.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat
mengakibatkan kejang epilepsi klinik, walaupun ia melepas
muatan listrik berlebihan. Sel neuron di serebellum di
bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun
mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun
posisi mereka menyebabkan tidak mampu mengakibatkan kejang
epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti
mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas
muatan secara sinkron dan berlebihan.
4. PATOFISIOLOGI
Konduksi atau hantaran merupakan proses aktif yang
bekerja sendiri dan memerlukan penggunaan energi oleh saraf.
16
Konduksi impuls saraf walaupun cepat, namun berlangsung
lebih lambat daripada listrik, karena jaringan saraf
merupakan konduktor pasif yang relatif sangat buruk. Saraf
memerlukan potensial beberapa volt untuk dapat
menghasilkan impuls, sebab sel saraf mempunyai ambang yang
rendah terhadap perangsangan (impuls). Di tingkat membran
sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih
mudah mengalami pengaktifan.
b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk
melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan
melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
c. Peningkatan suhu tubuh misalnya pada kasus kejang demam
dapat mengakibatkan peningkatan metabolisme basal 10-
15% sehingga kebutuhan akan oksigen dalam metabolisme
tersebut pun akan ikut meningkat hingga 20%. Hal
tersebut yang menyebabkan terganggunya keseimbangan
membran sel neuron. Seperti yang kita ketahui bahwa
membrane sel neuron dalam keadaan normal mudah dilalui
oleh ion kalium dan ion klorida, tetapi sangat sulit
dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan
demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel (
intraseluler ), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium
ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean
(Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar
17
sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama
halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi karena
transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang
tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi
sinkronisasi dari impuls.
d. Defisiensi vitamin B6, konsumsi MSG berlebih, dan
adanya cedera kepala dapat mengakibatkan sinkronisasi
dalam aliran listrik dalam otak. Sinkronisasi ini dapat
terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak
secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat
terjadi.
1) Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter
GABA dan Glisin) kurang optimal hingga terjadi
pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2) Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik
(Glutamat dan Aspartat) berlebihan hingga terjadi
pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
e. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-
basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik
atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
f. Hipoglikemia merupakan salah satu penyakit akibat
gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan epilepsi.
Kekurangan glukosa dapat mempengaruhi suplai ke otak
18
khususnya bagi metabolisme sel glia pada otak. Epilepsi
terjadi akibat adanya kerusakan membran pada sel glia
otak. Sel glia merupakan bagian dari sel otak yang
multi fungsi. Salah satu fungsi penting dari sel glia
bila dikaitkan dengan penyakit epilepsi ini adalah
fungsi sel glia sebagai pensuplai nutrisi dan reservoar
dari elektrolit seperti ion K, Ca dan Na.
Ketidakseimbangan pada sel ini akan menyebabkan
permasalahan pada sel saraf. Proses epileptogenik akan
terjadi bila ada pelepasan muatan paroksiman karena
mekanisme intrinsik dari membran neuron yang menjaga
kestabilan ambang lepas muatan terganggu sehingga bisa
terjadi depolarisasi secara terus menerus yang
selanjutnya menyebabkan timbulnya letupan potensial
aksi (paroksismal depolarisasi shif).
g. Tumor atau neoplasma pada otak mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial sehingga suplai
oksigen ke otak melali pembuluh darah pun terganggu.
Oksigen yang diperlukan juga dalam metabolisme sel glia
akan berkurang. Begitu juga halnya dengan infeksi yang
terjadi pada otak seperti meningitis akan menggangu
aliran darah pada pembuluh darah otak yang kaya akan
nutrisi dan elektrolit. Kedua hal tersebutlah yang
mengakibatkan metabolisme sel glia terganggu dan oleh
karenanya kestabilan ambang lepas muatan pun akan
terganggu sehingga terjadi epilepsi.
19
h. Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan
acetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial
membran prosinaptik dalam hal terlepasnya muatan
listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga
manisfestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila
asetilkolin sudah cukup tertimbun dipermukaan otak,
maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal
dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf
kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak.
Pada kesadaran awas waspada lebih banyak asetilkolin
yang merembes keluar dari permukaan otak daripada
selama tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin
daripada dalam otak sehat. Pada tumor cerebri atau
adanya sikatriks setempat pada permukaan otak sebagai
gejala sisa dari meningitis, encephalitis, kontusio
atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat
dari asetilkolin.
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan
kesadaran atau gangguan penginderaan.
b. Kelainan gambaran EEG.
c. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat
fokus epileptogen.
d. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum
kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak
20
enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak,
mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala
dan sebagainya).
e. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar.
f. Raut muka pucat dan badannya berkeringat.
g. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak
dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik
seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang
tidak normal seperti pada keadaan normal.
h. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara
automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian
tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat.
i. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga
tidak dapat berbicara secara tiba- tiba.
j. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula
tungkainya menendang- menendang.
k. Gigi geliginya terkancing.
l. Bola matanya berputar- putar.
m. Terkadang keluar busa dari mulut dan diikuti dengan
buang air kecil.
n. klien sadar kembali dengan lesu, nyeri otot dan sakit
kepala.
6. KOMPLIKASI
a. Retradasi mental
21
b. IQ rendah
c. Kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak
d. Hal ini akan menyebabkan efek samping pada penurunan
prestasi belajar terutama bagi penderita yang masih
dalam masa belajar.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh atau
menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
2) Glukosa : hipoglikemi, dapat menjadi presipitasi
(pencetus kejang)
3) Ureum atau kreatinin : meningkat, dapat
meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang atau
mungkin sebagai indikasi nefrotoksik yang
berhubungan dengan pengobatan.
4) Pungsi lumbal (PL) : untuk mendeteksi tekanan
abnormal dari CSS, tanda-tanda infeksi, perdarahan
(hemoragik subarachnoid, subdural) sebagai penyebab
kejang tersebut.
b. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis
epilepsi. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta
jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau
subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara
22
berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai
rekaman EEG yang normal).
c. MRI : melokalisasi lesi-lesi fokal.
d. Pemeriksaan radiologis
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang
tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium
yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran
sutura, erosi sela tursika dan sebagainya
Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk
melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub
arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk
mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh
darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma
8. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
1) Farmakoterapi : Anti kovulsion untuk mengontrol kejang
2) Pembedahan : Untuk pasien epilepsi akibat tumor
otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler
3) Jenis obat yang sering digunakan
a) Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya,
toksisitas rendah.
b) Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital
dan phenyletylmalonamid.
23
c) Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling
banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap
epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
Tak berhasiat terhadap petit mal.
Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,
ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
d) Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin
disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itu
sendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyai efek psikotropik.
Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus
temporalis yang sering disertai gangguan tingkah
laku.
Efek samping yang mungkin terlihat ialah
nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi
sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
e) Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang
berlangsung (status konvulsi.).
Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena
penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v.
atau intra rektal.
f) Nitrazepam (Inogadon).
24
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan
bangkitan mioklonus.
g) Ethosuximide (zarontine)
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit
mal
h) Na-valproat (dopakene)
Obat pilihan kedua pada petit mal
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam
otak.
Efek samping mual, muntah, anorexia
i) Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan
dalam pengobatan epilepsi.
Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase
sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang
akibatnya membran sel dalam keadaan
hiperpolarisasi.
j) ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada
spasme infantil.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1) Selama Kejang
25
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari
penonton yang ingin tahu
Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya
dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia
dari tempat / benda berbahaya.
Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan
kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya
menutupi jalan pernapasan.
Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda
keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan
gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai
lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut
penderita tapi jangan sampai menutupi jalan
pernapasannya.
Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal
munculnya epilepsi atau yang biasa disebut “aura”.
Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu
dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau
tidur.
Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat
atau penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter
atau rumah sakit terdekat.
2) Setelah Kejang
26
Penderita akan bingung atau mengantuk setelah
kejang terjadi.
Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk
mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas tidak
mengalami gangguan.
Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang
grand mal.
Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau
secara tiba- tiba setelah kejang.
Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan
terhadap lingkungan
Beri penderita minum untuk mengembalikan energi
yang hilang selama kejang dan biarkan penderita
beristirahat.
Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang
(postiktal), coba untuk menangani situasi dengan
pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya.
Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja
menyangkut penanganan medikamentosa dan perawatan belaka,
namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini
bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsi.
27
9. PENCEGAHAN
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus
ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi
muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
(konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras
dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf
pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh)
yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan
salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui
program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman,
tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera
kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja,
wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna
obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di
identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi
pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang
sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang
pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan
dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana
dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana
pencegahan ini.
28