LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

29
LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI A. KONSEP DASAR TEORI 1. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar. a. Sel Saraf Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan. 1) Struktur Sel Saraf Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. 1

Transcript of LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

A. KONSEP DASAR TEORI

1. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF

Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang

mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem

saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf

mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan)

antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau

sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi

mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau

dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang

menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot

dan kelenjar.

a. Sel Saraf

Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron).

Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang

berupa rangsang atau tanggapan.

1) Struktur Sel Saraf

Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di

dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan

sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu

dendrit dan akson (neurit). Dendrit berfungsi mengirimkan

impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi

mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain.

1

Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit

pendek.

Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal

satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma

sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak

disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang

menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel ganglia yang

membentuk selubung lemak di seluruh serabut saraf

mielin. Membran plasma sel Schwann

disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah melindungi akson

dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak

terbungkus mielin disebut nodus Ranvier, yang berfungsi

mempercepat penghantaran impuls.

Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat

dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel

saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi).

a) Sel saraf sensori

Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls

dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu

otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis).

Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan

saraf asosiasi (intermediet).

b) Sel saraf motor

Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari

sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang

hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap

2

rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem

saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan

dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya

dapat sangat panjang.

c) Sel saraf intermediet

Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel

ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan

berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel

saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf

lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel

saraf intermediet menerima impuls dari reseptor

sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.

Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit

bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat

saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul

membentuk ganglion atau simpul saraf.

b. Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat meliputi otak (ensefalon) dan sum-sum

tulang belakang (Medula spinalis). Keduanya merupakan organ

yang sangat lunak, dengan fungsi yang sangat penting maka

perlu perlindungan. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang

belakang, otak juga dilindungi 3 lapisan

selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka

akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan

3

membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai

berikut :

1) Durameter :  merupakan selaput yang kuat dan bersatu

dengan tengkorak

2) Araknoid :  disebut demikian karena bentuknya seperti

sarang laba-laba. Di dalamnya terdapat

cairan serebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi

sela-sela membran araknoid. Fungsi selaput araknoid

adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari

bahaya kerusakan mekanik.

3) Piameter :  Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan

sangat dekat dengan permukaan otak. Lapisan ini

berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta

mengangkut bahan sisa metabolisme.

Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi

esensial yaitu: 1. badan sel yang membentuk bagian materi

kelabu (substansi grissea) 2. serabut saraf yang membentuk

bagian materi putih (substansi alba) 3. sel-sel neuroglia,

yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf

di dalam sistem saraf pusat

Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai

materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi

kelabu terletak di bagian luar atau kulitnya (korteks)

dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang

belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk

kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.

4

1) Otak

Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar

(serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil

(serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan

jembatan varol.

a) Otak besar (serebrum)

Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua

aktifitas mental, yaitu yang berkaitan dengan

kepandaian (intelegensi), ingatan (memori),

kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan

sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai

dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan

refleks otak.

Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu

terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang

terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi

mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan.

Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan

area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam

proses belajar, menyimpan ingatan, membuat

kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa.

Di sekitar kedua area tersebut adalah bagian yang

mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi.

Misalnya bagian depan merupakan pusat proses

berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara,

5

kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat

di bagian belakang.

2) Otak tengah (mesensefalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan

jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus

dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-

kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah

merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata

seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan

pusat pendengaran.

3) Otak kecil (serebelum)

Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi

gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan,

dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan

atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak

mungkin dilaksanakan.

4) Jembatan varol (pons varoli)

Jembatan varol berisi serabut saraf

yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan

kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang

belakang.

5) Sumsum sambung (medulla oblongata)

Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang

datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum

sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi

seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan

6

kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi

kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga

mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk,

dan berkedip.

6) Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)

Pada penampang melintang sumsum tulang belakang

tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian

dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada

penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian

seperti sayap yang terbagi atas sayap atas

disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk

ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke

sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls

motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk

ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat

badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang

akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan

menghantarkannya ke saraf motor.

Pada bagian putih terdapat serabut saraf asosiasi.

Kumpulan serabut saraf membentuk saraf (urat saraf).

Urat saraf yang membawa impuls ke otak merupakan

saluran ascenden dan yang membawa impuls yang berupa

perintah dari otak merupakan saluran descenden.

c. Sistem Saraf Tepi

7

Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan

sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem

saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur

oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas

yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung,

gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.

1) Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf

kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan

saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang

keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak ada 12

pasang yang terdiri dari :

a) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2,

dan 8

b) lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6,

11, dan 12

c) empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu

saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.

Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf

gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang

belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang

saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf

pinggul, dan satu pasang saraf ekor.

Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat

saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu

sebagai berikut.

8

a) Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher

yang mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.

b) Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.

c) Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul

dan kaki.

2) Saraf Otonom

Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang

berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang

dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini

terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur

membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk

ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal

ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada

pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.

Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem

saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan

struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik

terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai

ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang

menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai

urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik

mempunyai urat pra ganglion yangpanjang  karena ganglion

menempel pada organ yang dibantu.

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu

berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik

9

terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-

cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan

saraf sumsum sambung.

d. Mekanisme Penghantar Impuls

Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di

antaranya melalui sel saraf dan sinapsis. Berikut ini

akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut :

1) Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf

Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan

ataupun tanggapan melalui serabut saraf (akson) dapat

terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik

antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada waktu sel

saraf beristirahat, kutub positif terdapat di bagian

luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel

saraf. Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada

indra menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan

potensial listrik sesaat. Perubahan potensial

ini (depolarisasi) terjadi berurutan sepanjang serabut

saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan

potensial bervariasi antara 1 sampai dengan 120 m per

detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau

tidaknya selubung mielin.

Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut

saraf tidak dapat dilalui oleh impuls, karena terjadi

10

perubahan potensial kembali seperti semula (potensial

istirahat). Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan

waktu 1/500 sampai 1/1000 detik. Energi yang digunakan

berasal dari hasil penapasan sel yang dilakukan oleh

mitokondria dalam sel saraf.

Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah

ambang (threshold) tidak akan menghasilkan impuls yang

dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila

kekuatannya di atas ambang maka impuls akan dihantarkan

sampai ke ujung akson. Stimulasi yang kuat dapat

menimbulkan jumlah impuls yang lebih besar pada periode

waktu tertentu daripada impuls yang lemah.

2) Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis

Titik temu antara terminal akson salah satu neuron

dengan neuron lain dinamakan sinapsis. Setiap terminal

akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam

sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan

membran kecil berisi neurotransmitter yang disebut

vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan

sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit

dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis

disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung

neuron, maka vesikula bergerak dan melebur dengan

membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan

melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin.

11

Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat

menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke post-

sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya

asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh,

noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan

dopamin serta serotonin yang terdapat di otak.

Asetilkolin kemudian berdifusi melewati celah sinapsis

dan menempel pada reseptor yang terdapat pada

membran post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada

reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya.

Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka akan

diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang

dihasilkan oleh membran post-sinapsis.

e. Terjadinya Gerak Biasa dan Gerak Refleks

Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana

untuk menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf. Gerak

pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak

yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls

pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari

reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk

selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh

otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai

perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.

Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan

terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa

memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan

12

gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa

disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya

berkedip, bersin, atau batuk.

Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau

jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor penerima

rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat

saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi)

tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke

saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau

kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks.

Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila

saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak,

misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada

sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf

penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang

misalnya refleks pada lutut.

2. PENGERTIAN EPILEPSI

a. Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan

karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan

listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel

(Tarwoto, 2007)

b. Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri

timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-

13

serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan

listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat

reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)

c. Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya

muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat

yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan

involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan

aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doenges,

2000).

d. Kesimpulan: gangguan kronik otak yang disebabkan

lepasnya muatan listrikabnormal di sel neuron saraf

pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran,

gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan

aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.

3. ETIOLOGI

Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah suatu penyakit,

tetapi suatu gejala yang dapat timbul karena penyakit.

Secara umum serangan epilepsi dapat timbul jika terjadi

pelepasan aktifitas energi yang berlebihan dan mendadak

dalam otak, sehingga mengganggu kerja otak. Otak

akan segera mengkoreksinya dan kembali normal dalam

beberapa saat.

a. Epilepsi Primer (Idiopatik)

Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan

penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan

14

otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan

keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area

jaringan otak yang abnormal. Faktor genetik dimana bila

salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka

kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua

orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi

menjadi 20%-30%.

b. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)

Faktor herediter , seperti

neurofibromatosis, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

Faktor genetik seperti pada kejang demam

Kelainan congenital otak seperti atropi, agenesis

korpus kolosum

Gangguan metabolic seperti hipoglikemia,

hipoklasemia, hiponatremia, hipernatremia

Infeksi seperti radang yang disebabkan virus atau

bakteri pada otak dan selaputnya seperti

toksoplasmosis, meningitis

Trauma seperti contusio cerebri, hematoma sub

arachnoid, hematoma subdural

Neoplasma otak dan selaputnya

Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit

kolagen

Keracunan oleh timbal, kamper/kapur barus, fenotiazin

Lain-lain seperti penyakit darah, gangguan

keseimbangan hormon, degenerasi cerebral

15

Faktor precipitasi atau faktor pencetus atau yang

mempermudah terjadinya gejala

Faktor sensoris seperti cahaya yang berkedip-kedip

(fotosensitif), bunyi-bunyi yang mengejutkan, air,

dan lain-lain.

Faktor sistemis seperti demam, penyakit infeksi,

obat-obatan tertentu (fenotiazin, klorpropamid,

barbiturat, valium), perubahan hormonal

(hipoglikemia), kelelahan fisik.

Faktor mental seperti stress, gangguan emosional,

kurang tidur.

Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat

mengakibatkan kejang epilepsi klinik, walaupun ia melepas

muatan listrik berlebihan. Sel neuron di serebellum di

bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun

mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun

posisi mereka menyebabkan tidak mampu mengakibatkan kejang

epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti

mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas

muatan secara sinkron dan berlebihan.

4. PATOFISIOLOGI

Konduksi atau hantaran merupakan proses aktif yang

bekerja sendiri dan memerlukan penggunaan energi oleh saraf.

16

Konduksi impuls saraf walaupun cepat, namun berlangsung

lebih lambat daripada listrik, karena jaringan saraf

merupakan konduktor pasif yang relatif sangat buruk. Saraf

memerlukan potensial beberapa volt untuk dapat

menghasilkan impuls, sebab sel saraf mempunyai ambang yang

rendah terhadap perangsangan (impuls). Di tingkat membran

sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena

biokimiawi, termasuk yang berikut :

a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih

mudah mengalami pengaktifan.

b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk

melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan

melepaskan muatan menurun secara berlebihan.

c. Peningkatan suhu tubuh misalnya pada kasus kejang demam

dapat mengakibatkan peningkatan metabolisme basal 10-

15% sehingga kebutuhan akan oksigen dalam metabolisme

tersebut pun akan ikut meningkat hingga 20%. Hal

tersebut yang menyebabkan terganggunya keseimbangan

membran sel neuron. Seperti yang kita ketahui bahwa

membrane sel neuron dalam keadaan normal mudah dilalui

oleh ion kalium dan ion klorida, tetapi sangat sulit

dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan

demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel (

intraseluler ), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium

ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean

(Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar

17

sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama

halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi karena

transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang

tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi

sinkronisasi dari impuls.

d. Defisiensi vitamin B6, konsumsi MSG berlebih, dan

adanya cedera kepala dapat mengakibatkan sinkronisasi

dalam aliran listrik dalam otak. Sinkronisasi ini dapat

terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak

secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat

terjadi.

1) Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter

GABA dan Glisin) kurang optimal hingga terjadi

pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.

2) Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik

(Glutamat dan Aspartat) berlebihan hingga terjadi

pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.

e. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-

basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis

kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi

neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan

peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik

atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

f. Hipoglikemia merupakan salah satu penyakit akibat

gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan epilepsi.

Kekurangan glukosa dapat mempengaruhi suplai ke otak

18

khususnya bagi metabolisme sel glia pada otak. Epilepsi

terjadi akibat adanya kerusakan membran pada sel glia

otak. Sel glia merupakan bagian dari sel otak yang

multi fungsi. Salah satu fungsi penting dari sel glia

bila dikaitkan dengan penyakit epilepsi ini adalah

fungsi sel glia sebagai pensuplai nutrisi dan reservoar

dari elektrolit seperti ion K, Ca dan Na.

Ketidakseimbangan pada sel ini akan menyebabkan

permasalahan pada sel saraf. Proses epileptogenik akan

terjadi bila ada pelepasan muatan paroksiman karena

mekanisme intrinsik dari membran neuron yang menjaga

kestabilan ambang lepas muatan terganggu sehingga bisa

terjadi depolarisasi secara terus menerus yang

selanjutnya menyebabkan timbulnya letupan potensial

aksi (paroksismal depolarisasi shif).

g. Tumor atau neoplasma pada otak mengakibatkan terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial sehingga suplai

oksigen ke otak melali pembuluh darah pun terganggu.

Oksigen yang diperlukan juga dalam metabolisme sel glia

akan berkurang. Begitu juga halnya dengan infeksi yang

terjadi pada otak seperti meningitis akan menggangu

aliran darah pada pembuluh darah otak yang kaya akan

nutrisi dan elektrolit. Kedua hal tersebutlah yang

mengakibatkan metabolisme sel glia terganggu dan oleh

karenanya kestabilan ambang lepas muatan pun akan

terganggu sehingga terjadi epilepsi.

19

h. Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan

acetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial

membran prosinaptik dalam hal terlepasnya muatan

listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga

manisfestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila

asetilkolin sudah cukup tertimbun dipermukaan otak,

maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal

dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf

kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak.

Pada kesadaran awas waspada lebih banyak asetilkolin

yang merembes keluar dari permukaan otak daripada

selama tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin

daripada dalam otak sehat. Pada tumor cerebri atau

adanya sikatriks setempat pada permukaan otak sebagai

gejala sisa dari meningitis, encephalitis, kontusio

atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat

dari asetilkolin.

5. MANIFESTASI KLINIS

a. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan

kesadaran atau gangguan penginderaan.

b. Kelainan gambaran EEG.

c. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat

fokus epileptogen.

d. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum

kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak

20

enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak,

mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala

dan sebagainya).

e. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar.

f. Raut muka pucat dan badannya berkeringat.

g. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak

dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik

seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang

tidak normal seperti pada keadaan normal.

h. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara

automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian

tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat.

i. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga

tidak dapat berbicara secara tiba- tiba.

j. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula

tungkainya menendang- menendang.

k. Gigi geliginya terkancing.

l. Bola matanya berputar- putar.

m. Terkadang keluar busa dari mulut dan diikuti dengan

buang air kecil.

n. klien sadar kembali dengan lesu, nyeri otot dan sakit

kepala.

6. KOMPLIKASI

a. Retradasi mental

21

b. IQ rendah

c. Kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak

d. Hal ini akan menyebabkan efek samping pada penurunan

prestasi belajar terutama bagi penderita yang masih

dalam masa belajar.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh atau

menjadi predisposisi pada aktivitas kejang

2) Glukosa : hipoglikemi, dapat menjadi presipitasi

(pencetus kejang)

3) Ureum atau kreatinin : meningkat, dapat

meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang atau

mungkin sebagai indikasi nefrotoksik yang

berhubungan dengan pengobatan.

4) Pungsi lumbal (PL) : untuk mendeteksi tekanan

abnormal dari CSS, tanda-tanda infeksi, perdarahan

(hemoragik subarachnoid, subdural) sebagai penyebab

kejang tersebut.

b. Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis

epilepsi. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta

jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau

subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara

22

berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai

rekaman EEG yang normal).

c. MRI : melokalisasi lesi-lesi fokal.

d. Pemeriksaan radiologis

Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang

tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium

yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran

sutura, erosi sela tursika dan sebagainya

Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk

melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub

arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk

mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh

darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma

8. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan medis

1) Farmakoterapi : Anti kovulsion untuk mengontrol kejang

2) Pembedahan : Untuk pasien epilepsi akibat tumor

otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler

3) Jenis obat yang sering digunakan

a) Phenobarbital (luminal).

Paling sering dipergunakan, murah harganya,

toksisitas rendah.

b) Primidone (mysolin)

Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital

dan phenyletylmalonamid.

23

c) Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling

banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap

epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.

Tak berhasiat terhadap petit mal.

Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,

ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.

d) Carbamazine (tegretol).

Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin

disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itu

sendiri atau mungkin juga carbamazine memang

mempunyai efek psikotropik.

Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus

temporalis yang sering disertai gangguan tingkah

laku.

Efek samping yang mungkin terlihat ialah

nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi

sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.

e) Diazepam.

Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang

berlangsung (status konvulsi.).

Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena

penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v.

atau intra rektal.

f) Nitrazepam (Inogadon).

24

Terutama dipakai untuk spasme infantil dan

bangkitan mioklonus.

g) Ethosuximide (zarontine)

Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit

mal

h) Na-valproat (dopakene)

Obat pilihan kedua pada petit mal

Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.

Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam

otak.

Efek samping mual, muntah, anorexia

i) Acetazolamide (diamox).

Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan

dalam pengobatan epilepsi.

Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase

sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang

akibatnya membran sel dalam keadaan

hiperpolarisasi.

j) ACTH

Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada

spasme infantil.

b. Penatalaksanaan keperawatan

Cara menanggulangi kejang epilepsi :

1) Selama Kejang

25

Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari

penonton yang ingin tahu

Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan

Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya

dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia

dari tempat / benda berbahaya.

Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan

kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya

menutupi jalan pernapasan.

Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda

keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan

gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai

lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut

penderita tapi jangan sampai menutupi jalan

pernapasannya.

Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal

munculnya epilepsi atau yang biasa disebut “aura”.

Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya

berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu

dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau

tidur.

Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat

atau penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter

atau rumah sakit terdekat.

2) Setelah Kejang

26

Penderita akan bingung atau mengantuk setelah

kejang terjadi.

Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk

mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas tidak

mengalami gangguan.

Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang

grand mal.

Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau

secara tiba- tiba setelah kejang.

Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan

terhadap lingkungan

Beri penderita minum untuk mengembalikan energi

yang hilang selama kejang dan biarkan penderita

beristirahat.

Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang

(postiktal), coba untuk menangani situasi dengan

pendekatan yang lembut dan member restrein yang

lembut

Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya.

Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.

Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja

menyangkut penanganan medikamentosa dan perawatan belaka,

namun yang lebih penting adalah bagaimana

meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini

bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma

masyarakat tentang penderita epilepsi.

27

9. PENCEGAHAN

Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus

ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi

muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi

(konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras

dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf

pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh)

yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan

salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui

program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan

pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman,

tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera

kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja,

wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna

obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di

identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi

pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang

sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.

Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang

pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan

dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana

dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana

pencegahan ini.

28

29