DIAGNOSIS EPILEPSI LENGKAP

18

Transcript of DIAGNOSIS EPILEPSI LENGKAP

DIAGNOSIS EPILEPSI

UTOYO SUNARYOBAGIAN NEUROLOGI FK UWK SURABAYA

RSUD Dr MOH . SALEH KOTA PROBOLINGGO

ABSTRACTThe diagnosis of epilepsy is problematic because the routinediagnosis of epilepsy is therefore clinical, and requiresspecific clinical knowledge and skills. Recognizing andcorrectly diagnosing seizures can lead to a number ofeffective treatments. In the majority of patiens withepilepsy, diagnosis can be made with a detailed neurologichistory and examination, an EEG, and brain imaging. However,in certain patients, diagnosis requires recording theseizures during inpatient video-EEG monitoring. This articleexplains an approach for diagnosing and evaluating thisepilepsy patient’s population in the clinics.Key words : diagnosis of epilepsy, etiology, classification of seizures,classification of epilepsy syndromes.

ABSTRAKDiagnosis epilepsy merupakan masalah tersendiri karenamembuat diagnosis epilepsi secara rutin memerlukanpengetahuan klinis dan ketrampilan yang khusus. Denganmengenali serangan kejang dan membuat diagnosis yang benardapat menjadikan pengobatan lebih efektif. Pada kebanyakanpasien epilepsi, diagnosis dapat dibuat dengan mengetahuisecara lengkap riwayat penyakit, pemeriksaan fisik danneurologi, pemeriksaan elektroensefalografi dan pencitraanotak. Akan tetapi pada pasien epilepsi tertentu diperlukanpemeriksaan melalui rekaman video – EEG. Makalah inimenjelaskan suatu pendekatan cara membuat diagnosis danevaluasi pasien epilepsi yang datang berobat ke klinik.

Kata kunci : diagnosis epilepsy, etiologi, klasifikasi serangan kejang,klasifikasi sindrom epilepsy.

PENDAHULUANalah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialahmenentukan dengan pasti diagnosis epilepsi oleh karenasebelum pengobatan dimulai diagnosis epilepsi harus

ditegakkan dulu (Mardjono 2003). Diagnosis dan pengobatanepilepsi tidak dapat dipisahkan sebab pengobatan yang sesuaidan tepat hanya dapat dilakukan dengan diagnosis epilepsiyang tepat pula (Oguni 2004). Diagnosis epilepsiberdasarkan atas gejala dan tanda klinis yang karakteristik.Jadi membuat diagnosis tidak hanya berdasarkan denganbeberapa hasil pemeriksaan penunjang diagnostik saja,justru informasi yang diperoleh sesudah melakukan wawancarayang lengkap dengan pasien maupun saksi mata yangmengetahui serangan kejang tersebut terjadi dan kemudianbaru dilakukan pemeriksaan fisik & neurologi . Begitudiperkirakan diagnosis epilepsi telah dibuat barulahdilanjutkan pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnosisdan mencari penyebabnya, lesi otak yang mendasari , jenisserangan kejang dan sindrom epilepsi.(Anonymous 2003).Tujuan penulisan makalah ini adalah membahas bagaimana cara-cara menentukan diagnosis epilepsi yang baik dan cermat.

S

DIAGNOSIS AWAL.Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah iniserangan kejang atau bukan , dalam hal ini memastikannyabiasanya dengan melakukan wawancara baik dengan pasien,orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata yangmengetahui alamat Korespondensi. Dr. Utoyo Sunaryo Sp.S RSUDDr. Mohammad Saleh, Jalan Mayjen Panjaitan 65 KotaProbolinggo Telp : 0335-433119, fax : 0335-432702. serangankejang itu terjadi. Beberapa pertanyaan yang perlu diajukanadalah untuk menggambarkan kejadian sebelum , selama dansesudah serangan kejang itu berlangsung. Dengan mengetahuiriwayat kejadian serangan kejang tersebut biasanya dapatmemberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat padakebanyakan kasus, dokter tidak melihat sendiri serangan

kejang yang dialami pasien (Ahmed, Spencer 2004, Mardjono2003).Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut (Ahmed,Spencer 2004, Hadi 1993, Harsono 2001, Kustiowati dkk 2003).

1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertamakali selama ini? Usia serangan dapat memberi gambaranklasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang yangdimulai pada neonatus biasanya penyebab sekundergangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik danmalformasi kongenital. Serangan kejang umum cenderungmuncul pada usia anak-anak dan remaja. Pada usiasekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya adakemungkinan mempunyai kelainan patologis di otakseperti stroke atau tumor otak dsb.

2. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atauperasaan tidak enak pada waktu serangan atau sebelumserangan kejang terjadi? Gejala peringatan yangdirasakan pasien menjelang serangan kejang munculdisebut dengan “aura” dimana suatu “aura” itu bilamuncul sebelum serangan kejang parsial sederhanaberarti ada fokus di otak. Sebagian “ aura” dapatmembantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak.Pasien dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkanadanya “déjà vu” dan atau ada sensasi yang tidak enakdi lambung, gringgingen yang mungkin merupakan epilepsilobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementaramungkin dialami oleh pasien dengan epilepsi lobusoksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidakdidahului dengan “aura” hal ini disebabkan terdapatgangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika “aura”dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum,sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis.

3. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung?Bila pasien bukan dengan serangan kejang sederhana yangkesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat menjawabpertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukandengan saksi mata yang mengetahui serangan kejangberlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatusisi? Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala

aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh?Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejangberlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan padaserangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan“automatism” pada satu sisi ? Apakah ada sikaptertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidahtergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejangyang berasal dari lobus frontalis mungkin dapatmenyebabkan kepala dan mata deviasi kearahkontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal darilobus temporalis sering tampak gerakan mengecapkanbibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejangdari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mataberkedip yang berlebihan dan gangguan penglihatan.Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan dijumpaidengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpaipada serangan kejang parsial kompleks.

4. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejangberlangsung? Periode sesudah serangan kejangberlangsung adalah dikenal dengan istilah “post ictalperiod ” Sesudah mengalami serangan kejang umum tonikklonik pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dankesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanyasesudah mengalami serangan kejang parsial kompleks.Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejangdisebut “Todd’s Paralysis“ yang menggambarkan adanyafokus patologis di otak. Afasia dengan tidak disertaigangguan kesadaran menggambarkan gangguan berbahasa dihemisfer dominan. Pada “Absens“ khas tidak ada gangguandisorientasi setelah serangan kejang.

5. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari?Serangan kejang tonik klonik dan mioklonik banyakdijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari.Serangan kejang lobus temporalis dapat terjadi setiapwaktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalisbiasanya muncul pada waktu malam hari.

6. Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapatdicetuskan oleh karena kurang tidur, cahaya yangberkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak

teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat,stress emosional, panas, kelelahan fisik dan mental,suara suara tertentu, “drug abuse”, “ reading & eatingepilepsy”. Dengan mengetahui faktor pencetus ini dalamkonseling dengan pasien maupun keluarganya dapatmembantu dalam mencegah serangan kejang.

7. Bagaimana frekwensi serangan kejang ? Informasi inidapat membantu untuk mengetahui bagaimana responpengobatan bila sudah mendapat obat obat anti kejang .

8. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangankejang ? Pertanyaan ini mencoba untuk mencari apakahsebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang ataubelum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yangsedang digunakan spesifik bermanfaat ?

9. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam?Dengan menanyakan tentang berbagai jenis serangankejang dan menggambarkan setiap jenis serangan kejangsecara lengkap.

10. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungandengan serangan kejang? Pertanyaan ini pentingmengingat pasien yang mengalami luka ditubuh akibatserangan kejang ada yang diawali dengan “aura“ tetapitidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidakmenimbulkan luka ditubuh akibat serangan kejang ataumungkin ada “aura“ , sehingga dalam hal ini informasitersebut dapat dipersiapkan upaya upaya untukmengurangi bahaya terjadinya luka.

11. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unitgawat darurat? Dengan mengetahui gambaran pasien yangpernah datang ke unit gawat darurat dapatmengidentifikasi derajat beratnya serangan kejang ituterjadi yang mungkin disebabkan oleh karena kurangnyaperawatan pasien, ketidakpatuhan minum obat, adaperubahan minum obat dan penyakit lain yang menyertai.

Riwayat medik dahulu.Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikaninformasi yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasiyang berkaitan dengan serangan kejang dan pengetahuan

tentang lesi yang mendasari dapat membantu untuk pengobatanselanjutnya (Ahmed, Spencer 2004).

1. Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genapbulan maupun proses persalinannya?

2. Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau“respiratory distress”?

3. Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?4. Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya

epilepsi sesudah serangan kejang demam sederhanasekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks 13 %.

5. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat sepertimeningitis, ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnyaseperti sepsis, pneumonia yang disertai serangankejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapatadanya cysticercosis.

6. Apakah ada riwayat trauma kepala seperti frakturdepresi kepala, perdarahan intra serebral, kesadaranmenurun dan amnesia yang lama?

7. Apakah ada riwayat tumor otak?8. Apakah ada riwayat stroke?

Riwayat sosial.Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhipasien epilepsi dan ini penting sebagai bagian dari riwayatpenyakit dahulu dan sekaligus untuk bahan evaluasi (Ahmed,Spencer 2004).

1. Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkatpendidikan pasien epilepsi mungkin dapat menggambarkanbagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola denganbaik. Dan juga dapat membantu mengetahui tingkatdukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimanapotensi pendidikan kepada pasien tentang caramenghadapi penyakit yang dialaminya itu.

2. Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya?Pasien epilepsi yang seragan kejangnya terkendalidengan baik dapat hidup secara normal dan produktif.Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuhwaktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendalidengan baik untuk memperoleh dan menjalankan pekerjaan

adalah merupakan suatu tantangan tersendiri. Pasiensebaiknya dianjurkan memilih bekerja dikantoran,sebagai kasir atau tugas - tugas yang tidak begituberisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagiankonstruksi, mekanik dan pekerjaan yang mengandungrisiko tinggi diperlukan penyuluhan yang jelas untukmemodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidakmembahayakan dirinya.

3. Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasiendengan epilepsi yang serangan kejangnya tidakterkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknyatidak mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisamembahayakan dirinya maupun masyarakat lainnya.Dibeberapa negara mempunyai peraturan sendiri tentangpasien epilepsi yang mengemudikan kendaraan bermotor.

4. Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakahpasien merencanakan kehamilan pada waktu yang akandatang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberipenyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenikobat-obat anti epilepsi, demikian juga beberapa obatanti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien jugamenggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin,karbamasepin dan fenobarbital. Dan bagi pasien yangsedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asamfolat untuk mengurangi risiko terjadinya “ neural tubedefects“ pada bayinya.

5. Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktorrisiko terjadinya serangan kejang umum, sebaiknya tidakdianjurkan minum-minuman alkohol. Selain berinteraksidengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat jugamenimbulkan ekstraserbasi serangan kejang khususnyasesudah minum alkohol .

Riwayat keluarga.Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukanapakah ada sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainanneurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik dimanamanifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh“Juvenile myoclonic epilepsy (JME)“,“ familial neonatal

convulsion“,“ benign rolandic epilepsy“ dan sindrom serangankejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus (Ahmed,Spencer 2004).

Riwayat allergi.Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan sepertiantiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek sampingdari gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bilaterdapat semacam ”rash“ perlu dibedakan apakah ini terbataskarena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinarmatahari atau karena efek hipersensitif yang sifatnya lebihluas? (Ahmed, Spencer 2004)

Riwayat pengobatan.Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi,perlu ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapakali diminum sehari dan berapa lama sudah diminum selamaini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.(Ahmed, Spencer 2004)

Riwayat Pemeriksaan penunjang lain.Perlu ditanyakan juga kemungkinan apa pasien sudahdilakukan pemeriksaan penunjang seperti elektroensefalografiatau CT Scan kepala atau MRI. (Ahmed, Spencer 2004)

PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI.

Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinyaserangan kejang dengan menggunakan umur dan riwayat penyakitsebagai pegangan. Pada pasien yang berusia lebih tuasebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untukmendeteksi adanya penyakit vaskular. pemeriksaankardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kaliserangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yangmirip dengan serangan kejang tetapi penyebabnyakardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular. Pemeriksaankulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus

seperti “ café au lait spots “ dan “ iris hamartoma” padaneurofibromatosis, “ Ash leaf spots” , “shahgreen patches” ,“ subungual fibromas” , “ adenoma sebaceum” padatuberosclerosis, “ port - wine stain “ ( capilarryhemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihatapakah ada bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi padawaktu serangan kejang berlangsung atau apakah ada bekas lukalecet yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang,kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihatoleh karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada“dupytrens contractures” yang dapat terlihat oleh karenapemberian fenobarbital jangka lama. (Ahmed, Spencer 2004,Harsono 2001, Oguni 2004).

Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, “gait“ ,koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik,serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi sepertihemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang,papiledema mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasiatau lesi struktur di area otak yang terbatas. Adanyanystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efektoksis dari obat anti epilepsi sepertikarbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkinterjadi pada waktu serangan kejang terjadi.” Dysmorphism “dan gangguan belajar mungkin ada kelainan kromosom dangambaran progresif seperti demensia, mioklonus yang makinmemberat dapat diperkirakan adanya kelainanneurodegeneratif. Unilateral automatism bisa menunjukkanadanya kelainan fokus di lobus temporalis ipsilateralsedangkan adanya distonia bisa menggambarkan kelainan fokuskontralateral dilobus temporalis.(Ahmed, Spencer 2004,Harsono 2001, Oguni 2004, Sisodiya, Duncan 2000).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM.

Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia danhepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangankejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose,kalsium, magnesium, “ Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan

test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yangsangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin jugasebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya “ drug abuse”(Ahmed, Spencer 2004, Oguni 2004).

PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI.Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan

adalah pemeriksaan elektroensefalografi (EEG). PemeriksaanEEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada wktu sadardalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasifotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalahpemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantudiagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut(Duncan, Kirkpatrick, Harsono 2001, Oguni 2004)

1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untukmengevaluasi pasien dengan serangan kejang yang jelasatau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akanmembantu dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikanjenis serangan kejang yang benar dan mengenali sindromepilepsi.

2. Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik danneurologi, pola epileptiform pada EEG (spikes and sharpwaves) sangat mendukung diagnosis epilepsi. Adanyagambaran EEG yang spesifik seperti “3-Hz spike-wavecomplexes“ adalah karakteristik kearah sindrom epilepsiyang spesifik.

3. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik padarekaman EEG dapat menjelaskan manifestasi klinisdaripada“aura“ maupun jenis serangan kejang. Padapasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG iniselalu dilakukan dengan cermat.

Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapaalasan keterbatasan dalam menilai hasil pemeriksaan EEG iniyaitu :

1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasiendengan kemungkinan epilepsi didapat sekitar 29-50 %adanya gelombang epileptiform, apabila dilakukanpemeriksaan ulang maka persentasinya meningkat menjadi

59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi tetapmemperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalamhal ini hasil wawancara dan pemeriksaan klinis adalahpenting sekali.

2. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidakmenunjukkan adanya epilepsi sebab hal demikian dapatterjadi pada sebagian kecil orang-orang normal olehkarena itu hasil pemeriksaan EEG saja tidak dapatdigunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosisepilepsi.

3. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi padapemeriksaan EEG mungkin saja dapat berubah menjadimultifokus atau menyebar secara difus pada pasienepilepsi anak.

4. Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitasyang lambat dan epileptiform, bila pada pemeriksaan EEGdijumpai baik gambaran epileptiform difus maupun yangfokus kadang-kadang dapat membingungkan untukmenentukan klasisfikasi serangan kejang kedalamserangan kejang parsial atau serangan kejang umum.

PEMERIKSAAN VIDEO-EEGPemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk

memastikan diagnosis epilepsi atau serangan kejang yangbukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutinEEG hasilnya negatif tetapi serangan kejang masih sajaterjadi, atau juga perlu dikerjakan bila pasien epilepsidipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanyapemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakahserangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanyaselama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam waktu72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkangambaran serangan kejang epilepsi (Kirpatrick, Sisodiya,Duncan 2000, Stefan, 2003).

PEMERIKSAAN RADIOLOGICt Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI

(Magnetic Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat

apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak (Harsono2003, Oguni 2004)Indikasi CT Scan kepala adalah: (Kustiowati dkk 2003)

- Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengandugaan ada kelainan struktural di otak.

- Perubahan serangan kejang.- Ada defisit neurologis fokal.- Serangan kejang parsial.- Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun.- Untuk persiapan operasi epilepsi.

CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontraindikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakanprosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengansensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CTScan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak,sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor danhemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangatmungkin dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepalaini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted“ dengan minimal duairisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisansaggital (Duncan, Kirkpatrick, Kustiowati dkk 2003).

PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGIPemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien

epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapipembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan apakahada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga denganpertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangankejang yang bukan epilepsi (Oguni 2004, Sisodiya 2000).

ETIOLOGI (Anonymous 2003, Kustiowati dkk 2003, Sirven, Ozuna2005)

1. Idiopatik epilepsi : biasanya berupa epilepsi denganserangan kejang umum, penyebabnya tidak diketahui.Pasien dengan idiopatik epilepsi mempunyai inteligensinormal dan hasil pemeriksaan juga normal dan umumnyapredisposisi genetik.

2. Kriptogenik epilepsi : Dianggap simptomatik tapipenyebabnya belum diketahui. Kebanyakan lokasi yang

berhubungan dengan epilepsi tanpa disertai lesi yangmendasari atau lesi di otak tidak diketahui. Termasukdisini adalah sindroma West, Sindroma Lennox Gastautdan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupaensefalopati difus.

3. Simptomatik epilepsi : Pada simptomatik terdapat lesistruktural di otak yang mendasari, contohnya olehkarena sekunder dari trauma kepala, infeksi susunansaraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang diotak, gangguan pembuluh darah diotak, toksik (alkohol,obat), gangguan metabolik dan kelainanneurodegeneratif.

KLASIFIKASI ILAE 1981Untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi (Kustiowatidkk 2003, Sirven, Ozuna 2005).Serangan parsial

Serangan parsial sederhana (kesadaran baik).- Motorik- Sensorik- Otonom- Psikis

Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguankesadaran.

- Gangguan kesadaran saat awal serangan. Serangan umum sekunder

- Parsial sederhana menjadi tonik klonik.- Parsial kompleks menjadi tonik klonik- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjaditonik klonik.

Serangan umum.- Absans (lena)

- Mioklonik- Klonik- Tonik- Atonik.

Tak tergolongkan.

KLASIFIKASI ILAE 1989 untuk sindroma epilepsi (Kustiowatidkk 2003)

Berkaitan dengan letak fokus Idiopatik (primer)

- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku disentrotemporal (Rolandik benigna)

- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital- Primary reading epilepsy“.

Simptomatik (sekunder)- Lobus temporalis- Lobus frontalis- Lobus parietalis- Lobus oksipitalis- Kronik progesif parsialis kontinua

Kriptogenik

Umum Idiopatik (primer)

- Kejang neonatus familial benigna- Kejang neonatus benigna- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi- Epilepsi absans pada anak- Epilepsi absans pada remaja- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saatterjaga.

- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak. Kriptogenik atau simptomatik.

- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).- Sindroma Lennox Gastaut.- Epilepsi mioklonik astatik- Epilepsi absans mioklonik

Simptomatik

- Etiologi non spesifik- Ensefalopati mioklonik neonatal- Sindrom Ohtahara

- Etiologi / sindrom spesifik.- Malformasi serebral.- Gangguan Metabolisme.

Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atauumum.

Serangan umum dan fokal- Serangan neonatal- Epilepsi mioklonik berat pada bayi- Sindroma Taissinare- Sindroma Landau Kleffner

Tanpa gambaran tegas fokal atau umum Epilepsi berkaitan dengan situasi

- Kejang demam- Berkaitan dengan alkohol- Berkaitan dengan obat-obatan- Eklampsi.- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflekepilepsi)

KESIMPULAN

Diagnosis epilepsi merupakan masalah tersendiri karenamembuat diagnosis epilepsi secara rutin memerlukanpengetahuan klinis dan ketrampilan yang khusus. Denganmengenali serangan kejang dan membuat diagnosis yang benardapat menjadi pengobatan lebih efektif. Pada kebanyakanpasien epilepsi, diagnosis dapat dibuat dengan mengetahuisecara lengkap riwayat penyakit, pemeriksaan fisik danneurologi, pemeriksaan elektroensefalografi dan pencitraanotak. Akan tetapi pada pasien epilepsi tertentu diperlukanpemeriksaan melalui video-EEG.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Z, Spencer S.S (2004) : An Approach to the Evaluationof a Patient for Seizures and Epilepsy, WisconsinMedical Journal, 103(1) : 49-55.

Anonymous (2003) : Diagnosis of Epilepsy, Epilepsia, 44(Suppl.6) :23-24

Duncan R : Diagnosis of Epilepsy in Adults, available from :http://www.rcpe.ac.uk/publications/articles/epilepsysupplement/E Duncan.pdf.

Hadi S (1993) : Diagnosis dan Diagnosis Banding Epilepsi,Badan Penerbit UNDIP Semarang : 55-63.

Harsono (2001) : Epilepsi, edisi 1, GajahMada UniversityPress, Yogyakarta.

Kirkpatrick M : Diagnosis of Epilepsy in Children, availablefrom :http://www.rcpe.ac.uk/publications/articles/epilepsysupplement/F Kirkpatrick.pdf.

Kustiowati E, Hartono B, Bintoro A, Agoes A (editors) (2003): Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Kelompok StudiEpilepsi Perdossi.

Mardjono M (2003) : Pandangan Umum Tentang Epilepsi danPenatalaksanaannya dalam Dasar-Dasar PelayanganEpilepsi & Neurologi, Agoes A (editor); 129-148.

Oguni H (2004) : Diagnosis and Treatment of Epilepsy,Epilepsia, 48 (Suppl.8):13-16

Sirven J.I, Ozuna J (2005) : Diagnosing epilepsy in olderadults, Geriatricts, 60,10: 30-35.

Sisodiya S.M, Duncan J (2000) : Epilepsy : Epidemiology,Clinical Assessment, Investigation and NaturalHistory, Medicine International,00(4);36-41.

Stefan H (2003) : Differential Diagnosis of EpilepticSeizures and Non Epileptic Attacks, Teaching Course :Epilepsy 7th Conggres of the European Federation ofNeurological Societies, Helsinki.