LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM PENGELOLAAN DAERAH SUNGAI

49
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejak tahun 1970-an degradasi DAS berupa lahan gundul tanah kritis, erosi pada lereng-lereng curam baik yang digunakan untuk pertanian maupun untuk penggunaan lain seperti permukiman dan pertambangan, sebenarnya telah memperoleh perhatian pemerintah Indonesia. Namun proses degradasi tersebut terus berlanjut, karena tidak adanya keterpaduan tindak dan upaya yang dilakukan dari sektor atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan DAS. Pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS secara terpadu menuntut suatu manajemen terbuka yang menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara lembaga terkait. Pendekatan terpadu juga memandang pentingnya 1

Transcript of LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM PENGELOLAAN DAERAH SUNGAI

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1970-an degradasi DAS berupa lahan

gundul tanah kritis, erosi pada lereng-lereng curam

baik yang digunakan untuk pertanian maupun untuk

penggunaan lain seperti permukiman dan pertambangan,

sebenarnya telah memperoleh perhatian pemerintah

Indonesia. Namun proses degradasi tersebut terus

berlanjut, karena tidak adanya keterpaduan tindak dan

upaya yang dilakukan dari sektor atau pihak-pihak yang

berkepentingan dengan DAS.

Pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS secara terpadu

menuntut suatu manajemen terbuka yang menjamin

keberlangsungan proses koordinasi antara lembaga

terkait. Pendekatan terpadu juga memandang pentingnya

1

peranan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS,

mulai dari perencanaan, perumusan kebijakan,

pelaksanaan dan pemungutan manfaat.

Sistem DAS mempunyai arti penting dalam hubungan

ketergantungan antara hulu dan hilir. Perubahan

komponen DAS di daerah hulu akan mempengaruhi komponen

DAS pada daerah hilir. Kerusakan hutan di hulu akan

berpengaruh pada kondisi sungai di hulu hingga hilir.

Keterkaitan yang kuat antara hulu dan hilir ini

melahirkan gagasan untuk mengembangkan suatu indikator

yang mampu menunjukkan kondisi DAS. Indikator ini harus

dengan mudah dapat dilihat oleh masyarakat luas

sehingga dapat digunakan sebagai instrumen pengawasan

terhadap pelaksanaan pembangunan di wilayah DAS. Salah

satu indikator yang dapat dikembangkan adalah indikator

kualitas air di sungai. Dengan melihat kondisi kualitas

2

air sungai, dapat diketahui kondisi hulu sungai,

seperti kondisi hutan dan daerah sekitar sungai di

hulu.

Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati

bersama dalam hal pengertian yang terkandung didalamnya

berkaitan dengan pengelolaan DAS, antara lain:

1) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah

tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian

rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan

anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut

dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal

dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian

mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet).

Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya

(DAS-DAS lain) oleh pemisah dan topografi, seperti

punggung perbukitan dan pegunungan;

3

2) Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan

dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai

utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam Sub DAS-Sub

DAS;

3) Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai

yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai.

Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan

pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah

laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang

melewati suatu penampang melintang sungai per satuan

waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit

dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik

(m3/dt).

4) Wilayah Sungai (WS) atau wilayah DAS adalah suatu

wilayah yang terdiri dari dua atau lebih DAS yang

secara geografi dan fisik teknis layak digabungkan

4

sebagai unit perencanaan dalam rangka penyusunan

rencana maupun pengelolaannya;

5) Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam

mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber

daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala

aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan

keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan

sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan;

6) Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual

unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran

permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air

tanah dan evapotranspirasi dan unsur lainnya yang

mempengaruhi neraca air suatu DAS;

7) Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya

demikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat

berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya

5

sebagai media produksi maupun sebagai media tata

air.

I.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah agar

mahasiswa dapat mengetahui metode pengukuran debit

aliran sungai yang dapat bermanfaat dalam pengelolaan

sumberdaya air.

Manfaat yang diharapkan dari penyusunan laporan ini

adalah dengan mengetahui metode pengukuran debit,

mahasiswa dapat menganalisa pengelolaan sumberdaya air

suatu kawasan .

6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS).

Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai

kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang

menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang

jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke

danau/laut (Manan, 1979).

DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur

utama vegetasi, tanah, air dan manusia dengan segala

upaya yang dilakukan di dalamnya (Soeryono, 1979).

Sebagai suatu ekosistem, di DAS terjadi interaksi

antara faktor biotik dan fisik yang menggambarkan

keseimbangan masukan dan keluran berupa erosi dan

sedimentasi. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa

pengertian DAS adalah sebagai berikut :

7

1) Suatu wilayah daratan yang menampung, menyimpan

kemudian mengalirkanair hujan ke laut atau danau

melalui satu sungai utama.

2) Suatu daerah aliran sungai yang dipisahkan dengan

daerah lain oleh pemisah topografis sehingga dapat

dikatakan seluruh wilayah daratan terbagi atas

beberapa DAS.

3) Unsur-unsur utama di dalam suatu DAS adalah

sumberdaya alam (tanah, vegetasi dan air) yang

merupakan sasaran dan manusia yang merupakan

pengguna sumberdaya yang ada.

4) Unsur utama (sumberdaya alam dan manusia) di DAS

membentuk suatu ekosistem dimana peristiwa yang

terjadi pada suatu unsur akan mempengaruhi unsur

lainnya.

8

Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan

bentuk atau pola dimana bentuk ini akan menentukan pola

hidrologi yang ada. Corak atau pola DAS dipengaruhi

oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah

DAS. Sosrodarsono dan Takeda (1977) mengklasifikasikan

bentuk DAS sebagai berikut :

1) DAS bulu burung. Anak sungainya langsung mengalir ke

sungai utama. DAS atau Sub-DAS ini mempunyai debit

banjir yang relatif kecil karena waktu tiba yang

berbeda.

2) DAS Radial. Anak sungainya memusat di satu titik

secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau

lingkaran. DAS atau sub-DAS radial memiliki banjir

yang relatif besar tetapi relatif tidak lama.

3) Das Paralel. DAS ini mempunyai dua jalur sub-DAS

yang bersatu.

9

DAS merupakan kumpulan dari beberapa Sub-DAS.

Mangundikoro (1985) mengemukakan Sub-DAS merupakan

suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk secara

alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui

sungai. Manusia dengan aktivitasnya dan sumberdaya

tanah, air, flora serta fauna merupakan komponen

ekosistem di Sub-DAS yang saling berinteraksi dan

berinterdependensi.

Pengelolaan DAS dapat dianggap sebagai suatu sistem

dengan input manajemen dan input alam untuk

menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan baik di

tempat (on site) maupun di luar (off-site). Secara

ekonomi ini berarti bentuk dari proses produksi dengan

biaya ekonomi untuk penggunaan input manajemen dan

input alam serta hasil ekonomi berupa nilai dari

outputnya (Hulfschmidt, 1985).

10

Tujuan pengelolaan DAS secara ringkas adalah

a. Menyediakan air, mengamankan sumber-sumber air dan

mengatur pemakaian air;

b. Menyelamatkan tanah dari erosi serta meningkatkan

dan mempertahankan kesuburan tanah;

c. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

Untuk mewujudkan tujuan ini maka perlu diperhatikan

aspek-aspek seperti :

1) Aspek fisik teknis yaitu pemolaan tata guna lahan

sebagai prakondisi dalam mengusahakan dan menerapkan

teknik atau perlakuan yang tepat sehingga

pengelolaan DAS akan memberikan manfaat yang optimal

dan kelestarian lingkungan tercapai

2) Aspek manusia, yaitu mengembangkan pengertian,

kesadaran sikap dan kemauan agar tindakan dan

11

pengaruh terhadap sumberdaya alam di DAS dapat

mendukung usaha dan tujuan pengelolaan

3) Aspek institusi yaitu menggerakkan aparatur sehingga

struktur dan prosedur dapat mewadahi penyelenggaraan

pengelolaan DAS secara efektif dan efisien

4) Aspek hukum, yaitu adanya peraturan perundangan yang

mengatur penyelenggaraan pengelolaan DAS

2.2 Definisi DAS Berdasarkan Fungsi

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara

menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu

diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan

fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada

fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan

kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang

antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan

vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan

12

air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah

didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang

dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi

kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat

diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,

kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air

tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti

pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian

hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai

yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi

kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan

melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan

menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait

untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta

pengelolaan air limbah.

13

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan wilayah daratan

yang menampung dan menyimpan air hujan atau sumber-

sumber air lain untuk kemudian menyalurkannya ke laut,

melalui satu sungai utama. Kawasan DAS terbagi dalam

beberapa sub DAS. Sub DAS adalah suatu wilayah daratan

yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkannya ke sungai utama melalui anak sungai atau

sungai cabang. Komponen DAS meliputi vegetasi, lahan

dan sungai dengan air berperan sebagai pengikt

keterkaitan dan ketergantungan antar komponen utama DAS

dan Sub DAS.

2.3 Pengertian Debit Air

Pengertian debit adalah satuan besaran air yang

keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Satuan debit

yang digunakan dalam system satuan SI adalah meter

kubik per detik (m3 / detik). Menurut Asdak (2002),

14

debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk

volume air) yang melewati suatu penampang melintang

sungai persatuan waktu. Dalam system SI besarnya debit

dinyatakan dalam sattuan meter kubik. Debit aliran juga

dapat dinyatakan dalam persamaan Q = A x v, dimana A

adalah luas penampang (m2) dan V adalah kecepatan

aliran (m/ detik).

Menurut Langrage (1736-1813), suatu cara menyatakan

gerak fluida adalah dengan mengikuti gerak tiap

partikel didalam fluida. Hal ini sulit, karena kita

harus menyatakan koordinat X, Y, Z dari partikel fluida

dalam menyatakan ini sebagai fungsi waktu. Cara yang

digunakan adalah dengan penerapan kinematika partikel

gerak atau aliran fluida.

Leonard Euler (1907-1783), menyatakan bahwa rapat

massa dan kecepatan pada tiap titik dalam ruang berubah

15

dengan waktu. Fluida sebagai medan rapat massa dan

medan vektor kecepatan. Jika kecepatan (V) dari tiap

partikel fluida pada satu titik tertentu adalah tetap,

dikatakan bahwa aliran tersebut bersifat lunak. Pada

suatu titik tertentu tiap partikel fluida akan

mempunyai kecepatan (V) yang sama, baik besar maupun

arahnya. Pada titik lain suatu partikel mungkin sekali

mempunyai kecepatan yang berbeda, akan tetapi tiap

partikel lain pada waktu sampai titik terakhir

mempunyai kecepatan sama seperti partikel yang pertama.

Aliran seperti ini terjadi pada air yang pelan. Dalam

aliran tidak lunak kecepatan (V) merupakan fungsi

waktu.

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan

sebagai suatu hamparanwilayah/kawasan yang dibatasi

oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang

16

menerima,mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara

serta mengalirkannya melalui anak-anaksungai dan keluar

pada sungai utama ke laut atau danau.

Dalam pengelolaan daerah aliran sungai yang menjadi

dasar utama adalah penentuan debit air sungai dan

sedimentasinya. Dengan demikian dapat diketahui

seberapa besar peningkatan air sungai di musim kemarau

dan musim penghujan. Kemampuan pengukuran debit air

sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya

air di suatu wilayah DAS. Debit aliran merupakan satuan

untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang

terjadi di lapangan. Kemampuan pengukuran debit aliran

sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya

air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan

sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air

17

suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air

permukaan yang ada.

Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah

tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur

pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari,

atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran

sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air)

yang melewati suatu penampang melintang sungai per

satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit

dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).

Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya

ditunjukan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf

aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon

adanya perubahan karateristik biogeofisik yang

berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya pengelolaan

18

DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau

tahunan)

2.4 Proses Terbentuknya Debit

Sungai itu terbentuk dengan adanya aliran air dari

satu atau beberapa sumber air yang berada di

ketinggian,umpamanya disebuah puncak bukit atau gunung

yang tinggi, dimana air hujan sangat banyak jatuh di

daerah itu, kemudian terkumpul dibagian yang cekung,

lama kelamaan dikarenakan sudah terlalu penuh, akhirnya

mengalir keluar melalui bagian bibir cekungan yang

paling mudah tergerus air, selanjutnya air itu akan

mengalir di atas permukaan tanah yang paling rendah,

mungkin mula-mula merata, namun karena ada bagian-

bagian dipermukaan tanah yang tidak begitu keras,maka

mudahlah terkikis, sehingga menjadi alur-alur yang

tercipta makin hari makin panjang, seiring dengan makin

19

deras dan makin seringnya air mengalir di alur itu,

maka semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan

berbelok, atau bercabang, apabila air yang mengalir

terhalang oleh batu sebesar alur itu, atau batu yang

banyak, demikian juga dengan sungai di bawah permukaan

tanah, terjadi dari air yang mengalir dari atas,

kemudian menemukan bagian-bagian yang dapat di tembus

ke bawah permukaan tanah dan mengalir ke arah dataran

rendah yang rendah dan lama kelamaan sungai itu akan

semakin lebar.

Adapun faktor penentu debit air dari suatu sungai

antara lain sebagai berikut :

1) Intensitas hujan

Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama

yang memiliki komponen musiman yang dapat secara cepat

mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan

20

karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek),

atau kemarau panjang (musim hujan pendek) yang

menyebabkan bertambahnya debit air.

2) Pengundulan Hutan

Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi

adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai kelerengan

tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah

tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk

selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah

hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai.

Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan

memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber

air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul

akan menjadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di

hilir. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas

lahan yang gundul akan menggerus tanah yang

21

kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan

menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali

infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor

dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur.

3) Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian

Resiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan

pertanian sama besarnya dengan penggundulan hutan.

Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi.

Selain akan meningkatnya kandungan zat padat

tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai

akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh

meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya

kandungan hara dalam air sungai. Kebanyakan kawasan

hutan yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai

kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak

22

memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti

pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain.

4) Intersepsi

Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan

vegetasi diatas permukaan tanah, tertahan bebereapa

saat, untuk diuapkan kembali hilang ke atmosfer atau

diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses

intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan

dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di

daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah

mencapai permukaan tanah dan dengan demikian, meskipun

intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu

faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai harus

tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah

air yang hilang sebagai air intersepsi dapat

mempengaruhi neraca air regional. Penggantian dari satu

23

jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang

berbeda, sebagai contoh, dapat mempengaruhi hasil air

di daerah tersebut.

5) Evaporasi dan Transpirasi

Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu

komponen atau kelompok yang dapat menentukan besar

kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, karena melalui

kedua proses ini dapat membuat air baru, sebab kedua

proses ini menguapkan air dari permukaan air, tanah dan

permukaan daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk

uap air di udara dengan adanya uap air diudara maka

akan terjadi hujan, dengan adanya hujan tadi maka debit

air di DAS akan bertambah sedikit demi sedikit.

BAB IIIMETODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

24

Praktek Pengelolaan Daerah aliran Sungai mengenai

Debit Air dilaksanakan pada Minggu 26 April 2015, Pukul

09.00 – 10.00 WITA. Bertempat di Desa Labuan Kunguma,

Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi

Tengah.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Tali

Rapia, dan Bola Pimpong.

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah

Meteran Roll, Stopwatch (HP), Kalkulator, dan Alat

Tulis menulis.

3.3 Cara Kerja

Adapun langkah kerja dalam praktikum mengenai Debit

air adalah sebagai berikut :

25

1. Menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan

dalam praktikum pengukuran debit air.

2. Menentukan titik yang akan digunakan sebagai acuan

untuk melakukan pengukuran debit air sungai yang

terdiri dari tiga titik yaitu titik 1, titik 2,

dan titik

3. Mengukur panjang sungai sesuai dengan modul.

4. Mengukur lebar sungai pada titik 1, Titik 2, dan

titik 3.

5. Mengukur kedalaman atau tinggi sungai dengan

menggunakan meteran pada masing-masing titik yaitu

bagian atas, tengah dan bawah.

6. Mengukur kecepatan arus sungai dengan meletakkan

bola pimpong dititik pertama kemudian dilepaskan,

lalu mengukur waktu kecepatannyanya menggunakan

26

stopwatch. Kemudian melakukan hal yang sama pada

titik tengah dan akhir.

7. Mencatat semua data yang diperoleh dari pengukuran

kemudian menghitung data yang diperoleh tersebut

untuk mengetahui debit air sungai.

3.4 Analisis Data

1. Rumus Perhitungan Debit Air ( m3/s )

Q=AxV

2. Rumus Kecepatan Arus Sungai (m/s)

V=PT

3. Rumus Perhitungan Luas Penampang Basah

A=PxLxT

Dimana :

Q = Debit air ( m3/s )

A = Luas penampang basah

27

V = Kecepatan arus sungai(m/s)

P = Panjang Sungai ( m)

L = Lebar Sungai (m)

T = Kedalaman/tinggi Sungai ( m )

28

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka

diperoleh hasil sebagai berikut :

A. Pengamatan Hari per- 1

P = 6,45 M L = 3,15 M

Kemudian untuk :

L1= 1 m

D1= 37,2 cm = 0,372 m

L2= 1 m

D2= 34,3 cm = 0,343 m

L3=1,15 m

D3= 19,7 cm = 0,197 m

Untuk kecepatan :

29

T1=A: 4,91 detik, B: 5,61 detik, C: 4,87 detik =

15,39 / 3 = 5,13

T2= A: 3,22 detik, B: 3,20 detik, C: 2,87 detik =

9,29 / 3 = 3,09

T3=A: 5,00detik, B: 5,43 detik, C: 6,84 detik =

17,27 / 3 = 5,75

a. Pengukuran Luas Penampang (A)

A ( M2 ) =(L1D1)+ (L2D2)+(L3D3)

A = (1*0,372) + (1*0,343) + (1,15*0,197)

A =(0,372) + (0,343) +(0,226)

A = 0,941 m2

Rata-Rata T = V1+V2+V33

= 5,13+3,09+5,753

= 4,65 detik

b. Pengukuran kecepatan

30

Vperm T= PT

VpermT=6,45m4,65dt

= 1,3871 m/detik

c. Pengukuran Debit

Q = A x V

Q = 0,941 m2/S x1,3871 m2/S

= 1,3053m3/detik

B. Pengukuran Hari ke- 2

P = 6,45 M L = 3,15 M

Kemudian untuk :d

L1= 1 m

D1= 17 cm = 0,17 m

L2= 1 m

D2= 37 cm = 0,37 m

L3=1,15 m

31

D3= 20 cm = 0,20 m

Untuk kecepatan :

T1= 4,18detik

T2= 3,24 detik

T3=6,98detik

Rata-Rata T = T1+T2+T33

=4,18+3,24+6,983

= 4,8 detik

a. PengukuranLuasPenampang (A)

A ( M2 ) = { L1.D1}+ { L2.D2 } + {L3.D3

A = 1.0,17 + 1.0,37+ 1,15.0,20

A =0,17 + 0,37+0,23

A = 0,77m2

b. Pengukuran kecepatan

Vperm=PT

32

Vperm= 6,45m4,8dt

= 1,3438 m/detik

c. Pengukuran Debit

Q = A x V

Q = 0,77 m2 x 1,3438 m/detik

= 1,0347 m3/detik

C. Pengukuran Hari ke- 3

P = 6,45 M L = 3.15 M

Kemudian untuk :

L1= 1 m D1= 0,19 m V1 = 4,46 m/s

L2= 1 m D2= 0,36 m V2 = 3,33 m/s

L3= 1,15 m D3= 0,16 m V3 = 11,4 m/s

a. Pengukuran Luas Penampang (A)

A ( M2 ) = L1D1 + L2D2+L3D3

A = 1.0,19 + 1.0,36 + 1,15.0,16

33

A =0,19 + 0,36 +0,18

A = 0,73 m2

b. Pengukuran kecepatan

Trata-rata :t=V1+V2+V3

3t=

4,46+3,33+11,43 =

6,39 detik

c. Pengukuran Debit

Dit. V =….?

V=P

Waktu(d)

V=6,456,39

= 1,0094 m/detik

Q = A x V

Q = 0,73 m2 x 1,0094 m/detik

= 0,7369 m3/detik

D. Pengukuran Hari ke- 4

P = 6,45 M L = 3,15 M

34

Kemudian untuk :

L1= 1 m

D1= 20 cm = 0,20 m

L2= 1 m

D2= 36 cm = 0,36 m

L3= 1,15 m

D3= 15 cm = 0,15 m

Untuk kecepatan :

T1= 4,00 detik

T2= 3,13 detik

T3= 4,13detik

a. Pengukuran Luas Penampang (A)

A ( M2) =(L1D1)+ (L2D2)+(L3D3)

A = (1*0,20) + (1*0,36) + (1,15*0,15)

A =0,20 + 0,36 + 0,15

A = 0,73 m2

35

Rata-Rata T = V1+V2+V33

= 4,00+3,12+4,133

= 3,75 m2

b. Pengukuran kecepatan

Vperm T = PT

VpermT =6,45m3,75dt

= 1,7200 m/detik

c. Pengukuran Debit

Q = A x V

Q = 0,73 m2/S x 1,7200 m2/S

= 1,2556 m3/detik

E. Pengukuran Hari ke- 5

P = 6,45 M L = 3,15 M

Kemudian untuk :

36

L1= 1 m D1= 0,19 m V1 = 3,84 m/s

L2= 1 m D2= 0,36 m V2 = 3,04 m/s

L3= 1,15 m D3= 0,17 m V3 = 3,93 m/s

a. Pengukuran Luas Penampang (A)

A ( M2 ) = (L1.D1) + ( L2.D2) + (L3.D3)

A = (1.0,19) + (1.0,36) +( 1,15.0,17)

A = (0,19) +( 0,36) + (0,1955)

A = 0, 75 m2

Rata-Rata t = t1+t2+t33

= 3.84+3,04+3,93

3

= 3,603 detik

b. Pengukuran kecepatan

Vperm=PT

Vperm = 6,45m3,603dt

37

= 1,7902 m/detik

c. Pengukuran Debit

Q = A x V

Q = 0, 75 m2/S x 1,7902 m2/S

= 1,3427 m3/detik

F. Pengukuran Hari ke- 6

P = 6,45 M L = 3,15 M

Kemudian untuk :

L1= 1 m D1= 0,15 m V1 = 13,63 m/s

L2= 1 m D2= 0,34 m V2 = 9,36 m/s

L3= 1,15 m D3= 0,19 m V3 = 13,39 m/s

Rata-Rata t = t1+t2+t33

= 13,63+9,36+13,39

3

= 12,127 detik

a. Pengukuran Luas Penampang (A)

38

A ( M2 ) = (L1D1) +( L2D2) +(L3.D3)

A = (1.0,15) + (1.0,34) +( 1,15.0,19)

A =0,15 + 0,34 +0,2185

A = 0, 71 m2

b. Pengukuran kecepatan

Vperm=PT

Vperm = 6,45m

12,127dt

= 0.5319 m/detik

c. Pengukuran Debit

Q = A x V

Q = 0, 71 m2/S x 0,5319 m2/d

= 0,3776 m3/detik

4.2 Pembahasan

39

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan

sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi

oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang

menerima,mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara

serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan

keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Dari

definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan

ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan

biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis

dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan

outflow dari material dan energi. Selain itu

pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk

pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu

unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara

umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi

pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan

40

(lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum

mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal

dari DAS dapat merata sepanjang tahun.

Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur

hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat

masukan berupa curah hujan yang selanjutnya

didistribusikan melalui beberapa cara, bahwa air hujan

langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian

terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air

infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai

sebagai debit aliran.

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat

diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.

DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi,

DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS

bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi

41

perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap

terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan

dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi

debit dan transport sedimen serta material terlarut

dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain

ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi

perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini

antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh

karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus

perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan

hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur

hidrologi.

Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai

adalah, tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh

alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan

tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau

42

aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk

volume air) yang melewati suatu penampang melintang

sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI

besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per

detik (m3/dt). Debit air diukur dengan menggunakan

rumus :

Q=AxV

Dimana : Q = Debit air

A = Luas penampang basah

V = Kecepatan arus sungai

Dari hasil praktikum di lapangan mengenai Debit Air

diperoleh data bahwa debit air sungai di Desa Labuan

Kunguma adalah 1,25 m3/detik.

Dalam melakukan praktikum, pertama kali yang

dilakukan adalah menentukan titik acuan untuk dijadikan

sampel untuk mewakili keadaan sungai Desa Labuan

43

Kunguma secara keseluruhan. Setelah titik yang akan

dijadikan sampel telah ditentukan selanjutnya akan

menentukan panjang, lebar, dan kedalaman sungai untuk

memperoleh hasil luas penampang sunagai tersebutuntuk

selanjutnya akan dijadikan sebagai ukuran untuk

menentukan debit air sungai tersebut.

Pada pengukuran panjang sungai diukur dengan

menggunakan merteran roll, dan diperoleh hasil panjang

sungai yaitu 6,45 m..

Selanjutnya setelah melakukan pengukuran panjang

sungai, dilanjutkan dengan pengukuran lebar sungai pada

masing-masing titik yang telah ditentukan sebelumnya

dan diperoleh hasil pengukuran pada masing-masing titik

adalah L1 = 1 m ; L2= 1 m ; dan L3 = 1,15 m.

Selanjutnya hasil dari pengukuran lebar sungai pada

masing-masimg titik tersebut dirata-ratakan dan

44

diperoleh hasil pengukuran lebar total sungai yaitu

sebesar 3,15 meter.

Kemudian dilakukan pengukuran kedalaman atau tinggi

air sungai tersebut dengan menggunakan meteran.

Pengukuran kedalaman sungai dilakukan pada bagian atas,

tengah, dan bawah sungai pada masing-masing titik dan

diperoleh hasil yaitu D1 : 4 cm, D2 : 3,12 cm, D3

: Titik 4,13 cm. Selanjutnya hasil dari pengukuran

pada masing-masing titik tersebut dirata-ratakan dan

diperoleh hasil pengukuran kedalaman atau tinggi rata-

rata sungai tersebut adalah sebesar 0,71 cm,

Selanjutnya dilakukan pengukuran kecepatan aliran

atau arus sungai dengan menggunakan bola pimpong dan

stopwatch (Hp) digunakan sebagai pencatat waktu.

Pengukuran dilakukan pada masing-masing titik tengah

4,00 m/s, kanan 3,12 m/s, dan kiri 3,13 m/s. Dari

45

pengukuran tersebut diperoleh kecepatan rata-rata arus

sungai tersebut adalah sebesar 3,75 m/s.

Setelah hasil pengukuran panjang, lebar, dan

kedalaman atau tinggi sungai telah diperoleh,

selanjutnya dilakukan pengukuran luas penampang basah

sungai dengan mengalikan hasil dari pengukuran panjang,

lebar, dan kedalaman sungai tersebut, dan diperoleh

hasil pengukuran luas penampang basah sungai adalah

sebesar 0,73 m2.

Pengukuran yang terakhir dilakukan dalam praktikum

ini adalah pengukuran debit air sungai dengan dengan

menggunakan rumus Q = A x V dan diperoleh diperoleh

hasil debit air pada sungai desa yaitu sebesar 1,25

m3/detik.

46

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil pengamatan selama 6 hari di DaerahAliran Sungai (DAS) desa Labuan Kunguma.

NO Hari

Luas

Penampang

Basah (m2)

Kecepatan

Arus Sungai

(m/s)

Debit Air

Sungai

(m3/s)

1

2

3

4

5

6

Hari 1

Hari 2

Hari 3

Hari 4

Hari 5

Hari 6

0,941

0,77

0,73

3,75

0, 75

0, 71

4,65

1,3438

1,0094

1,7200

1,7902

0.5319

1,3871

1,0347

0,7369

1,2556

1,3427

0,3776

47

5.2 Saran

Untuk praktikum berikutnya dihaarapkan agar para

praktikan diberi penuntun praktikum dan pengawasan agar

para praktikan lebih memahami ketika melakukan

praktikum, sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal

dan tidak terjadi kesalahan dalam melakukan praktikum.

48

DAFTAR ISI

Hulfschmidt. 1985. Daerah Aliran Sungai (DAS). Pergamon

Press. Oxford. London.

Mangundikoro. 1985. Fungsi Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Sosrodarsono dan Takeda. 1977. Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Soeryono. 1979. Model Perhitungan Debit Air Di Daerah Aliran

Sungai. Institut Pertanian Bogor. Bogor

49