Pengelolaan Pendidikan

33
A. Standar Nasional Pendidikan Kehadiran peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dapat dipandang sebagai tonggak penting untuk menuju pendidikan nasional yang terstandarkan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dikatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan lingkup terdiri 8 standar, yaitu: 1. Standar isi 2. Standar proses 3. Standar kompetensi lulusan 4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan 5. Standar sarana dan prasarana 6. Standar pengelolaan 7. Standar pembiayaan 8. Standar penilaian pendidikan Dilihat dari fungsi dan tujuannya, Standar Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, dan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Transcript of Pengelolaan Pendidikan

A. Standar Nasional Pendidikan

Kehadiran peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan  dapat dipandang

sebagai  tonggak penting untuk menuju pendidikan

nasional  yang terstandarkan. Dalam Peraturan

Pemerintah tersebut dikatakan bahwa Standar Nasional

Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang

sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dengan lingkup terdiri 8

standar, yaitu: 

1. Standar isi

2. Standar proses

3. Standar kompetensi lulusan

4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan

5. Standar sarana dan prasarana

6. Standar pengelolaan

7. Standar pembiayaan

8. Standar penilaian pendidikan

Dilihat dari fungsi dan tujuannya,  Standar

Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar

dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional

yang bermutu, dan bertujuan untuk menjamin mutu

pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat.

B. Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar /

Madrasah Ibtidaiyah Mengacu pada Permendiknas No 24

tahun 2007

Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) mencakup kriteria

minimum sarana dan kriteria minimum prasarana. 

Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok

pemukiman permanen dan terpencil yang penduduknya

kurang dari 1000 (seribu) jiwa dan yang tidak bisa

dihubungkan dengan kelompok yang lain dalam jarak

tempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki

yang tidak membahayakan dapat menyimpangi standar

sarana dan prasarana sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri ini. 

Standar sarana dan prasarana ini mencakup:

1. Kriteria minimum sarana yang terdiri dari

perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,

buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi

dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib

dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,

2. Kriteria minimum prasarana yang terdiri dari

lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan

jasa yang wajib dimiliki oleh setiap

sekolah/madrasah.

Adapun ketentuan umum yang dimuat dalam Permendiknas

ini, memuat : 

1. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat

dipindah-pindah.

2. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan

fungsi sekolah/madrasah.

3. Perabot adalah sarana pengisi ruang.

4. Peralatan pendidikan adalah sarana yang secara

langsung digunakan untuk pembelajaran.

5. Media pendidikan adalah peralatan pendidikan yang

digunakan untuk membantu komunikasi dalam

pembelajaran.

6. Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai

sumber belajar.

7. Buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang

menjadi pegangan peserta didik dan guru untuk setiap

mata pelajaran.

8. Buku pengayaan adalah buku untuk memperkaya

pengetahuan peserta didik dan guru.

9. Buku referensi adalah buku rujukan untuk mencari

informasi atau data tertentu.

10. Sumber belajar lainnya adalah sumber informasi dalam

bentuk selain buku meliputi jurnal, majalah, surat

kabar, poster, situs (website), dan compact disk.

11. Bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan

habis dalam waktu relatif singkat.

12. Perlengkapan lain adalah alat mesin kantor dan

peralatan tambahan yang digunakan untuk mendukung

fungsi sekolah/madrasah.

13. Teknologi informasi dan komunikasi adalah satuan

perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan

akses dan pengelolaan informasi dan komunikasi.

14. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang di atasnya

terdapat prasarana sekolah/madrasah meliputi

bangunan, lahan praktik, lahan untuk prasarana

penunjang, dan lahan pertamanan.

15. Bangunan adalah gedung yang digunakan untuk

menjalankan fungsi sekolah/madrasah.

16. Ruang kelas adalah ruang untuk pembelajaran teori

dan praktik yang tidak memerlukan peralatan khusus.

17. Ruang perpustakaan adalah ruang untuk menyimpan dan

memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan

pustaka.

18. Ruang laboratorium adalah ruang untuk pembelajaran

secara praktik yang memerlukan peralatan khusus.

19. Ruang pimpinan adalah ruang untuk pimpinan melakukan

kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah.

20. Ruang guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar

kelas, beristirahat, dan menerima tamu.

21. Ruang tata usaha adalah ruang untuk pengelolaan

administrasi sekolah/madrasah.

22. Ruang konseling adalah ruang untuk peserta didik

mendapatkan layanan konseling dari konselor

berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial,

belajar, dan karir.

23. Ruang UKS adalah ruang untuk menangani peserta didik

yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di

sekolah/madrasah.

24. Tempat beribadah adalah tempat warga

sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan

oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.

25. Ruang organisasi kesiswaan adalah ruang untuk

melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan

organisasi peserta didik.

26. Jamban adalah ruang untuk buang air besar dan/atau

kecil.

27. Gudang adalah ruang untuk menyimpan peralatan

pembelajaran di luar kelas, peralatan

sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan

arsip sekolah/madrasah.

28. Ruang sirkulasi adalah ruang penghubung antar bagian

bangunan sekolah/madrasah.

29. Tempat berolahraga adalah ruang terbuka atau

tertutup yang dilengkapi dengan sarana untuk

melakukan pendidikan jasmani dan olah raga.

30. Tempat bermain adalah ruang terbuka atau tertutup

untuk peserta didik dapat melakukan kegiatan bebas.

31. Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang

terdaftar pada satu satuan kelas.

C. Perkembangan Kurikulum di Indonesia dari Masa kemasa

1. Kurikulum 1947

Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia

merdeka disebut rencana pelajaran atau dalam bahasa

belanda leer plan. Perubahan orientasi pendidikan

lebih bersifat politis dari orientasi pendidikan

Belanda kepada kepentingan nasional.

Kurikulum 1947 dilandasi dengna semangat zaman

dan suasana kehidupan berbangsa, pendidikan pada

masa ini lebih menekankan kepada pembentuka

karakter manusia indonesia yang merdeka dan

berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.

Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan

kehidupan sehari-hari serta memberikan perhatian

terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan

jasmani. Kurikulum 1947 baru secara resmi

dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950.

Bentuk kurikulum ini memuat dua hal pokok yaitu

daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya,

disertai dengan garis-garis besar pengajaran.

2. Kurikulum 1952

Setelah Rencana Pelajaran 1947 , pada tahun 1952

kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan.

Pada tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui

Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan

menerbitkan buku pedoman kurikulum SD yang lebih

merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama

Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi

membimbing para guru dalam kegiatan mengejar di SD.

Di dalamnya tercantum jenis-jenis pelajaran yang

harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di

sekolah.

Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem

pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan

sekaligus ciri kurikulum 1952 ini bahwa setap

rencana pelajaran sehari-hari. Silabus mata

pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar

satu mata pelajaran.

3. Kurikulum 1964

Di penghujung era pemerintahan presiden Soekarno

menjelang tahun 1964, pemerintah kembali

menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia.

Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964

atau kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum

1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah

bahwa pemerinah mempunyai keinginaan agar rakyat

mendapat penegetahuan akademik untuk pembekalan

pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan

pada program Pancawardhana.

Fokus kurikulum 1964 ini pada pengemabangan

Pancawardhana, yaitu : Daya cipta, Rasa, Karsa,

Karya, dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan

dalam lima kelompok bidang studi yaitu ; moral,

kecerdasan, emosional, keterampilan, dan jasmaniah.

Pendidikan Dasar lebih menekankan pada pengetahuan

dan kegiatan fungsional praktis.

4. Kurikulum 1968

Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari

kurikulum 1964 dipengaruhi oleh perubahan sistem

politik dari pemerintahan rezim orde lama ke

pemerintahan rezim orde baru.

Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur

kurikulum dari Pancawardhana dan menekankan

pendekatan organisasi mata pelajaran menjadi

kelompok pembinaan Jiwa Pancasila, pengetahuan

dasar , dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968

merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada

pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Titik

berat kurikulum ini pada materi apa saja yang dapat

diberikan kepada siswa di setiap jenjang

pendidikan.

Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968

diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia

Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, moral,

budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi

pendidikan diarahkan kepada kegiatan mempertinggi

kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan

fisik yang sehat dan kuat.

5. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 disusun dengan berorientasi

kepada tujuan pendidikan ini berarti bahwa segala

bahan pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar

dipilih, direncanakan, dan diorganisasikan sesuai

dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.

Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar segala

kegiatan belajar-mengajar dapat secara intensif dan

efisien diarahkan bagi tercapainya tujuan

pendidikan.

Sebagai konsekuensi dari pendekatan yang

berorientasi kepada tujuan, kurikulum 1975

memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu

sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan

pelajaran, bahan ajar , alat pelajaran, alat

evaluasi dan metode pengajaran.

Dengan cara memandang demikian setiap pengajar

diajak untuk menjadi perencana dari kegiatan

belajar-mengajar di samping sebagai pengelola, dan

salah satu dari proses belajar itu sendiri. Sebagai

alat untuk melaksanakan pola pengembangan dan

pelaksanaan program pengajaran ini dianjurkan

kepada setiap guru untuk menggunakan Prosedur

Pengembangan Sistem Intruksonal ( PSSI ) dalam

menyusun satuan-satuan pelajaran.

6. Kurikulum 1984

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983

dianggap sudah tidak relevan lagi dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu

pengetahuan . Dalam GBHN 1983 hasil sidang umum MPR

1983 menyiratkan keputusan yang menghendaki

perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 kepada

kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984

pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975

menjadi kurikulum 1984.

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke

kurikulum 1984 diantaranya sebagai betrikut:

1) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang

belum tertampung dalam kurikulum pendidikan dasar

dan menengah.

2) Terdapat ketidakserasian terhadap kurikulum

berbagai bidang studi dengan kemampuan anak

didik.

3) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan

pelaksanaannya dalam sekolah.

4) Terlalu padatnya pada kurikulum yang harus

diajarkan hampir disetiap jenjang.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun

1983 antara kebutuhan dan perkembangan IPTEK

terhadap kurilkulum 1975 dianggap sudah tidak

relevan karena itu diperlukan perubahan kurikulum.

Kurikulum 1984 lahir sebagai revisi kurikulum

1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai

berikut :

a.Berorientasi kepada tujuan pembelajaran,

maksudnya sebelum memilih atau menentukann bahan

ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan

apa yang harus dicapai siswa.

b.Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak

didik melalui cara belajar siswa aktif.

c.Materi dikemas dengan menggunakan pendekatan

spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan

dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman

dan keluasan materi pelajaran.

d.Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum

diberikan latihan.

e.Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan dan

kematangan siswa.

f.Menggunakan pendekatan keterampilan proses.

Keterampilan proses adalah pendekatan belajar dan

pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses

pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan

dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan

keterampilan proses diupayakan dilakukan secara

efektif dan efesien dalam mencapai tujuan

pelajaran.

7. Kurikulum 1994

Pada tahun sebelumnya, yaitu kurikulum 1984,

proses pembelajaran menekankan pada pola

pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar

mengajar, kurang memperhatikan muatan pelajaran.

Hal ini terjadi karena sesuai dengan suasana

pendidikan diLPTK (Lembaga Penidikan tenaga

Kependidikan) yang lebih mengutamakn teori tentang

proses belajar mengajar. Akibatnya pada saat itu

dibentuklah tim Basic Science yang salah satu

tugasnya ikut mengembangkan kurikulum disekolah.

Tim ini memandang bahwa materi pelajaran harus

diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa

selesai mengikuti materi pelajarn yang cukup

banyak.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurna

kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan

undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem

pendidikan nasional. Hal ini berdampak pada sistem

pembagian waktu pelajaran yaitu dengan mengubah

dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan

sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu

tahun menjadi tiga tahap, diharapkan dapat memberi

kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi

pelajaran cukup banyak.

Terdapat ciri ciri yang menonjol dari

pembentukan kurikulum 1994, antara lain sebagai

berikut :

1) Penbentukan tahapan pelajaran di sekolah dengan

sistem catur wulan.

2) Pembelajaran disekolah lebih menekankan materi

pelajaran yang cukup padat.

3) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang

meberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua

siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini

bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang

khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri

disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan

masyarakat sekitar.

4) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya

memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan

siswa aktif dalam belajar, baik secara mental,

fisik dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru

dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada

jawaban yang konvergen, divergen, dan

penyelidikan.

5) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya

disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan

dan perkembangan berpikir siswa, sehingga

diharapkan akan terdapat keserasian antara

pengajaran yang menekankan kepada pemahaman

konsep dan pengajaran yang menekankan

keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan

masalah.

6) Pengajaran dari hal yang konkret kehal yang

abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit,

dari hal yang sederhana kehal yang kompleks.

7) Pengulangan pengulangan materi yang di anggap

sulit perlu dilakukan pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul

beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari

kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi

diantaranya sebagai berikut :

1)Belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata

pelajaran dan banyaknya materi setiap mata

pelajaran.

2)Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena

kuranganya relevan dengan tingkat perkembangan

berpikir siswa. Dan kurang bermakna karena kurang

terkait dengan aplikasi kehidupan sehari hari.

Permasalahan diatas terasa saat berlangsungnya

pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para

pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum

tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu

diberlakukannya suplemen kurikulum 1994.

Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap

mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum,

yaitu :

1)Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus

sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan

perkembangan IPTEK, serta tuntutan kebutuhan

masyarakat.

2)Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk

mendapatkan proposi yang tepat antara tujuan yang

ingin dicapai dengan beban belajar, potensi

siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana

pendukung.

3)Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk

memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran

dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.

4)Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai

aspek terkait, seperti tujuan materi,

pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana

termasuk buku pelajaran.

5)Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru

dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat

menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana

pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.

Penyempurnaan kurikulum1994 pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap

penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan

jangka panjang.

8. Kurikulum Tahun 2004 ( KBK )

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dapat

dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi

kurikulum. Kemunculan KBK seiring dengan munculnya

semangat reformasi pendidikan, diawali dengan

munculnya kebijakan pemerintah diantaranya lahirnya

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun

2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenangan

Provinsi sebagai Daerah Otonom serta lahirnya Tap

MPR No. IV/MPR/1999 tentang Arah Kebijakan

Pendidikan di Masa Depan.

Disamping itu, rendahnya kualitas pendidikan

merupakan faktor pendorong lain perlunya perubahan

kurikulum dalam konteks reformasi pendidikan. Dalam

rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki

era globalisasi yang penuh tangtangan dan

ketidakpastian,diperlukan pendidikan yang dirancang

berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut diperlukan

perubahan yang mendasar dalam sistem pendidikan

nasional, yang dipandang sudah tidak efektif dan

tidak mampu lagi mempersiapkan anak didik untuk

dapat bersaing dengan bangsa lain didunia. Salah

satu perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan

kurikulum sebagai alat pencapaian tujuan

pendidikan.

Untuk kepentingan tersebut pemerintah

memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi sebagai

acuan atau pedoman bagi pelaksanaan pendidikan

untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan dalam

seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya

pada jalur pendidikan sekolah.

KBK sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga

karakteristik utama :

1) KBK memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus

dicapai oleh siswa

2) Implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan

kepada proses pengalaman dengan memerhatikan

keberagaman setiap individu.

3) Evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil

dan proses belajar.

Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik

KBK secara lebih rinci :

1) Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa

baik secara individual maupun klasikal. Ini

mengandung pengertian bahwa Kurikulum Berbasis

Kompetensi menekankan kepada ketercapaian

kompetensi.

2) Berorientasi pada hasil belajar (Learning

outcomes) dan keberagaman. Ini artinya,

keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur

oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah

yang selanjutnya dijadikan acuan apakah

kompetensi yang diharapkan sudah tercapai atau

belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu

saja sangat tergantung pada kemapuan siswa.

Sebab diyakini, siswa memiliki kemampuan dan

kecepatan yang berbeda. KBK memberikan peluang

yang sama kepada seluruh siswa untuk dapat

mencapai hasil belajar.

3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan

pendekatan dan metode yang bervariasi. Artinya,

sesuai dengan keberagaman siswa, maka metode

yang digunakan dalam proses pembelajaran harus

bersifat multimetode.

4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga

sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur

edukatif. Artinya, sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya

teknologi informasi.

5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil

belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian

suatu kompetensi. Artinya, keberhasilan

pembelajaran KBK tidak hanya diukur dari sejauh

mana siswa dapat menguasai isi atau materi

pelajaran, akan tetapi juga bagaimana cara

mereka menguasai pelajaran tersebut.

Tujuan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi

adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah

dalam mengembangkan kompetensi yang akan

disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan

kondisi lingkungan. KBK memberi peluang bagi kepala

sekolah , guru , dan peserta didik untuk melakukan

inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan

dengan masalah kurikulum ,pembelajaran , manajerial

, dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas,

kreativitas , dan profesionalisme yang

dimiliki.Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi

adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk

menghadapi perannya dimasa datang dengan

mengembangkan sejumlah kecakapan hidup

9. Kurikulum 2006 (KTSP)

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)

adalah kurikulum operasional yang disusun dan

dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal

1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum

operasional yang disusun dan dilaksnakan oleh

masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP

diakukan oleh satuan pendidikan dengan

memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi

serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan

Undang-undang No 20 tahun 2003 tantang Sistem

Pendidikan Nasiional pasal 36 ayat 1), dan 2)

sebagai berikut:

1)Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar

Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan

Pendidikan Nasional.

2)Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan

dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai

dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan

peserta didik.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam

kaitannya dengan KTSP adalah sebagai berikut:

1)KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan

pendidikan, potensi dan karakteristik daerah,

serta sosial budaya masyarakat setrempat dan

peserta didik.

2)Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan

silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum

dan standar kompetensi lulusan, di bawah

supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan

departemen agama yang bertanggungjawab di bidang

pendidikan.

3)Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap

program studi diperguruan tinggi dikembangkan dan

ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi

dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum

untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif,

dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru

pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi

luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibata

masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses

belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar

satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan

dalam mengelola sumber daya sumber dana, sumber

belajar, dan mengalokasikannya sesuai dengan

prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap

kebutuhan setempat.

Dalam KTSP, pengembangan kurikulum

dikembangkan oleh guru, kepala seolah, serta Komite

Sekolah dan Dewan pendidikan. Badan ini merupakan

lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari

pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada

dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat

pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga

kependidikan, perwakilan orang tua peserta didik,

dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang

menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan

ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang

berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu

merumuskan dan menetapkan visi misi dan tujuan

sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap

program-program kegiatan operasional untuk mencapai

tujuan sekolah.

Secara umum tujuan diterpkannya KTSP adalah

untuk memandirikan dan memberdayakan satuan

pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi)

kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah

untuk melakukan pengambilan keputusan secara

partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara

khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:

1)Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian

dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan

kurikulum.

2)Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan

masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui

pengambilan keputusan bersama.

3)Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan

pendidikan yang akan dicapai.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi

oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai

berikut:

1)Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sisdiknas

2)Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan

3)Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Stanadar

Isi

4)Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Stanadar

kompetensi Lulusan

5)Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang

Pelaksanaan permendiknas no. 22, dan 33.

Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain

dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat

mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran,

pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga

kependidikan, seta sistem penilaian. Berdasarkan

uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa

karakteristik KTSP sebagai berikut:

1)Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan

Pendidikan

KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan

satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung

jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan

kondisi setempat. Sekolah dan satuan pendidikan

juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas

untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan

kondisi dan kebutuhan peserta didik serta

tuntutan masyarakat. Melalui otonomi yang luas,

seolah dapat meningkatkan kinerja tenaga

kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif

mereka dalam pengambilan keputusan dan

tanggungjawab bersama dalam pelaksanaan keputusan

yang diambil secara proporsional dan profesional.

2)Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi

Orang tua peseta didik dan mayarakat tidak hanya

mendukung sekolah melalui bantuan keuangan,

tetapi melalui komite sekolah dan dewan

pendidikan merumuskan serta mengembangkan

program-program yang dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran. Masyrakat dan orang tua menjalin

kerja sama unntuk membantu sekolah sebagai nara

sumber pada berbagai kegiatan sekolah untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran.

3)Kepemipinan yang Demokratis dan Profesional

Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga

pelaksana kurikulum, kepala sekolah adalah

manajer pendidikan profesional yang direkrut

komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan

sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.

Guru-guru yang direkrut sekolah adalah pendidik

profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam

proses pengambilan keputusan, kepala sekolah

mengimplementasikan proses “bottom-up” secara

demokratis, sehingga semua pihak memiliki

tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil

beserta pelakanaanya.

4)Tim-Kerja yang Kompak dan Transparan

Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah

misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama

secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-

masing untuk mewujudkan suatu sekolah yang dapat

dibanggakan. Mereka tidak saling menunjukan kuasa

atau paling berjasa, tetapi masing-masing

berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan

kinerja sekolah secara keseluruhan.

10. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang

baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian

didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan

pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang

didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.

Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam

bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang

pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen)

dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam

dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus

mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang

berasal dari prestasi bangsa di masa lalu,

kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di

masa mendatang.

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan

peserta didik menjadi:

1)Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif

menjawab tantangan zaman yang selalu berubah;

2)Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri;

3)Warga negara yang demokratis dan bertanggung

jawab.

Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum

berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi

pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang

diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman

tentang apa yang dialami peserta didik akan menjadi

hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil

kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran

harus memberikan kesempatan yang luas kepada

peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya

menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi

dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi

Lulusan.

Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi

adalah:

1)Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang

dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata

pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam

Kompetensi Dasar (KD).

2)Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara

kategorial mengenai kompetensi yang harus

dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang

sekolah, kelas, dan mata pelajaran

3)Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang

dipelajari peserta didik untuk suatu mata

pelajaran di kelas tertentu.

4)Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan

kognitif, keterampilan psikomotorik, dan

pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan

mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu

mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap

menjadi kepedulian utama kurikulum.

5)Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris

kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau

sesuatu yang berasal dari pendekatan

“disciplinary–based curriculum” atau “content-

based curriculum”.

6)Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan

pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan

memperkaya antar mata pelajaran.

7)Proses pembelajaran didasarkan pada upaya

menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan

dengan memperhatikan karakteristik konten

kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang

bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif

dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan

konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap

adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih

sulit dikembangkan dan memerlukan proses

pendidikan yang tidak langsung.

8)Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek

kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera

diikuti dengan pembelajaran remedial untuk

memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat

memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat

dijadikan tingkat memuaskan).

Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip-

prinsip berikut:

1)Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang

pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran.

2)Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu

satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan

program pendidikan.

3)Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh

pengembangan kompetensi berupa sikap,

pengetahuan, keterampilan berpikir, dan

keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam

berbagai mata pelajaran.

4)Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap

sikap, keterampilan dan pengetahuan yang

dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan

Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap

peserta didik (mastery learning) sesuai dengan

kaedah kurikulum berbasis kompetensi.

5)Kurikulum dikembangkan dengan memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk

mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan

minat.

6)Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan,

kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta

lingkungannya.

7)Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan

ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.

8)Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan

kehidupan.

9)Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,

pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang

berlangsung sepanjang hayat.

10)Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan

kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk

membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

11)Penilaian hasil belajar ditujukan untuk

mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.

D. Model Kurikulum yang Cocok Diterapkan di Indonesia

Pendidikan berbasis multi cultural atau

pendidikan yang berbasis budaya setempat merupakan

sistem pendidikan yang cocok diterapkan di Indonesia.

Pendidikan berbasis multi cultural atau

pendidikan yang berbasis budaya setempat adalah system

pendidikan yang mengadopsi semua budaya setempat untuk

mengembangkan peserta didik. Mengingat bahwa Indonesia

merupakan Negara yang terdiri dari berbagai macam suku

bangsa dan terdiri dari berbagai macam pulau jadi

masyarakat di Indonesia terbilang masyarakat yang

heterogen. Untuk meningkatkan kualitas masyarakat yang

heterogen maka system pendidikan yang sentralistik

tidak cocok diterapkan di Indonesia.

System pendidikan multi cultural berisi tentang

semua macam pendidikan yang sebenarnya merupakan hal

yang dibutuhkan masyarakat di daerah masing-masing.

Aspek-aspek yang tercakup di dalam pendidikan multi

cultural antara lain:

a) Aspek Kurikulum

Kurikulum di dalam pendidikan multi cultural berisi

tentang segala bentuk rencana pembelajaran yang

dibutuhkan di daerah-daerah. Konsep Manajemen

Berbasis Sekolah merupakan konsep yang baik dimana

sekolah dapat dengan otonom melakukan pengelolaan

sekolah masing-masing, dan hal tersebut dapat

menjadi pendorong konsep manajemen berbasis multi

cultural. Contohnya di daerah dengan bodaya local

seperti di daerah pesisir pantai perlu dikembangkan

pendidikan dengan kurikulum yang lebih condong

dengan keterampilan kelautan atau perikanan tidak

cocok apabila diterapkan keterampilan pertanian.

b) Tenaga Kependidikan

Tenaga Kependidikan dan Pendidik di dalam pendidikan

multi cultural akan lebih memberdayakan sumber daya

manusia yang telah ada dan professional di daerah-

daerah. Atau bisa saja orang yang berada di daerah

tertentu yang tentu saja professional dalam bidang

garapan unggulan di daerah-daerah. Pengangkatan

tenaga kependidikan dan pendidikan dilaksanakan oleh

daerah yang bersangkutan dengan mempertimbangkan

aspek kesejahteraan agar tenaga kependidikan dan

pendidik dapat focus menjalankan tugasnya menurut

job desk masing-masing.

c) Sumber Daya

Sumber daya yang digunakan selain buku-buku dan

bahan ajar yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam

system pendidikan berbasis multi cultural juga

menggunakan bahan ajar asli yang digunakan di daerah

setempat. Bangunan yang digunakan juga sesuai dengan

tradisi atau kebiasaan daerah setempat sehingga

siswa dapat mengetahui budaya daerah masing-masing.

Pemerintah darah yang menfasilitasi semua kebutuhan

yang berkaitan dengan budaya setempat.

d) Evaluasi

System evaluasi yang digagas berbentuk

desentralistik atau otonom. Dengan kata lain sekolah

yang berhak mengadakan evaluasi sendiri tanpa ada

kebijakan pemerintah. Hal ini dikarenakan sekolah

yang mengetahui potensi siswa tanpa mengabaikan

peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal yang

digagas tersebut hampir menyerupai system pendidikan

Australia yaitu dengan meniadakan ujian nasional.

Jadi apabila hal yang telah digagas diatas dapat

dilaksanakan, bukan tidak mungkin pendidikan nasional

akan meningkat kualitasnya. Pendidikan dengan berbasis

budaya local akan membangun siswa untuk dapat

mencintai budaya daerahnya masing-masing dan tentu

saja budaya nasional pada umumnya. Karena Negara

Indonesia dikenal sebagai Negara yang heterogen dimana

terdapat banyak sekali budaya daerah, dan budaya

daerah tersebut merupakan bagian dari budaya nasional

bangsa Indonesia.

E. Kemitraan antara Sekolah, Masyarakat dan Komite

Sekolah dalam Pengelolaan Pendidikan

Sekolah bukanlah suatu lembaga yang terpisah dari

masyarakat. Sekolah merupakan lembaga yang bekerja

dalam konteks sosial. Sekolah mengambil siswanya dari

masyarakat setempat, sehingga keberadaannya tergantung

dari dukungan sosial dan finansial masyarakat. Oleh

karena itu, hubungan sekolah dan masyarakat merupakan

salah satu komponen penting dalam keseluruhan kerangka

penyelenggaraan pendidikan.

Adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dan

masyarakat yang diwadahi dalam organisasi Komite

Sekolah, sudah barang tentu mampu mengoptimalkan peran

serta orang tua dan masyarakat dalam memajukan program

pendidikan, dalam bentuk:

1. Orang tua dan masyarakat membantu menyediakan

fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta

pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah.

2. Orang tua memberikan informasi kepada sekolah

tentang potensi yang dimiliki anaknya

3. Orang tua menciptakan rumah tangga yang edukatif

bagi anak. (Depdiknas, 2001:19)

Berkenaan dengan peningkatan hubungan sekolah

dengan masyarakat, subtansi pembinaannya harus

diarahkan kepada meningkatkan kemampuan seluruh

personil sekolah dalam:

1. Memupuk pengertian dan pengetahuan orang tua

tentang pertumbuhan pribadi anak.

2. Memupuk pengertian orang tua tentang cara

mendidik anak yang baik, dengan harapan mereka mampu

memberikan bimbingan yang tepat bagi anak-anaknya

dalam mengikuti pelajaran.

3. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat

tentang program pendidikan yang sedang dikembangkan

di sekolah.

4. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat

tentang hambatan-hambatan yang dihadapi sekolah.

5. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

berperan serta memajukan sekolah.

6. Mengikutsertakan orang tua dan tokoh masyarakat

dalam merencanakan dan mengawasi program sekolah.

(Depdiknas, 2001:20)