PENDIDIKAN SUFISTIK

73
PENDIDIKAN SUFISTIK (Telaah Pemikiran Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari hasi penelitian Mc Geoch diperoleh kesimpulan bahwa prestasi belajar pada orang dewasa naik lebih cepat untuk hal-hal yang lebih abstrak, dan naik lambat untuk hal-hal yang bersifat konkrit.[1] Ia juga menyimpulkan bahwa semakin bertambah usia orang dewasa semakin luas, beragam, dan tinggi kualitas prestasinya. Miles menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa latihan dan praktek dapat mempertahankan status mental seseorang. Hasil penelitian tersebut mengandung pengertian bahwa kualitas prestasi iman seseorang yang merupakan hal yanga lebih bersifat abstrak, akan dapat semakin meningkatkan lebih cepat dan bahkan memiliki wawasan iman dan taqwa yang lebih luas dan mendalam kalau ia telah dewasa, atau setidak- tidaknya tetap bertahan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup, bila mana ia selalu meningkatkannya dalam bentuk praktek (amal saleh) dan latihan-latihan yang bersifat ruhaniyah (riyadlah) seperti halnya puasa, sodaqoh dan lain sebagainya. Dari penelitian Baharudin diperoleh temuan bahwa manusia itu terdiri atas tiga aspek utama, yaitu: (1) Aspek Jasmiyah, yaiti keseluruhan organ fisik-biologis, sistem kalenjar, dan sistem syaraf. (2) Aspek Nafsiyah, yaitu keseluruhan kualitas insani yang khas dimilik manusia, yang mengandung dimensi al- nafs, al-aql, dan al-qalb,dan (3) Aspek Ruhaniyah yaitu keseluruhan potesi luhur psikis manusia yang memancarkan dari dimensi al- ruh, dan al-fitrah. Secara proporsional maka nafsiyah menempati antarajismiyah, dan ruhaniyah. Karena jismiyah berasal dari benda (materi), maka ia cenderung mengarahkan nafsiyah manusia untuk menikmati kenikmatan yang bersifat material, sedangkan ruhaniyah berasal dari Tuhan, sehingga ia selalu mengajak nafsiyah manusia untuk menuju Tuhan. Orang yang suka berbuat maksiat berarti nafsiyahnya diarahkan kejismiyah atau kenikmatan material yang bersifat semata. Sedangkan orang yang berusaha meninggalkan maksiat berarti nafsiyahnya diarahkan oleh ruhaniyah yang selalu menuju Tuhannya.[2]

Transcript of PENDIDIKAN SUFISTIK

PENDIDIKAN SUFISTIK (Telaah Pemikiran Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU)

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahSalah satu dari hasi penelitian Mc Geoch diperoleh

kesimpulan bahwa prestasi belajar pada orang dewasa naik lebihcepat untuk hal-hal yang lebih abstrak, dan naik lambat untukhal-hal yang bersifat konkrit.[1] Ia juga menyimpulkan bahwasemakin bertambah usia orang dewasa semakin luas, beragam, dantinggi kualitas prestasinya. Miles menyimpulkan dari hasilpenelitiannya bahwa latihan dan praktek dapat mempertahankanstatus mental seseorang.

Hasil penelitian tersebut mengandung pengertian bahwakualitas prestasi       iman seseorang yang merupakan halyanga lebih bersifat abstrak, akan dapat semakin meningkatkanlebih cepat dan bahkan memiliki wawasan iman dan taqwa yanglebih luas dan mendalam kalau ia telah dewasa, atau setidak-tidaknya tetap bertahan dalam menghadapi berbagai cobaanhidup, bila mana ia selalu meningkatkannya dalam bentukpraktek (amal saleh) dan latihan-latihan yang bersifatruhaniyah (riyadlah) seperti halnya puasa, sodaqoh dan lainsebagainya.

Dari penelitian Baharudin diperoleh temuan bahwa manusiaitu terdiri atas tiga aspek utama, yaitu: (1) Aspek Jasmiyah,yaiti keseluruhan organ fisik-biologis, sistem kalenjar, dansistem syaraf. (2) Aspek Nafsiyah, yaitu keseluruhan kualitasinsani yang khas dimilik manusia, yang mengandung dimensi al-nafs, al-aql, dan al-qalb,dan (3) Aspek Ruhaniyah yaitu keseluruhanpotesi luhur psikis manusia yang memancarkan dari dimensi al-ruh, dan al-fitrah. Secara proporsional maka nafsiyah menempatiantarajismiyah, dan ruhaniyah. Karena jismiyah berasal dari benda(materi), maka ia cenderung mengarahkan nafsiyah manusia untukmenikmati kenikmatan yang bersifat material,sedangkan ruhaniyah berasal dari Tuhan, sehingga ia selalumengajak nafsiyah manusia untuk menuju Tuhan. Orang yang sukaberbuat maksiat berarti nafsiyahnya diarahkan kejismiyah ataukenikmatan material yang bersifat semata. Sedangkan orang yangberusaha meninggalkan maksiat berarti nafsiyahnya diarahkanoleh ruhaniyah yang selalu menuju Tuhannya.[2]

Dengan demikian orang yang selalu meningkatkan prestasiimannya melalui amal saleh dan riyadlah (usaha-usaha yangdilakukan oleh jiwa dan ruhani seseorang agar bisa mengurangisifat-sifat yang suka terhadap kemewahan dunia) akan diikutidengan semakin meningkatnya prestasi iman (taqwa), sedemikiandekatnya nafsiyah manusia dengan Tuhannya, dan komitmennyaterhadap ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk-Nya, sertameningkatkan ke ahsan taqwim (kualitas manusia yang terbaiksesuai dengan asal kejadiannya). Sebaliknyajika nafsiyah manusia dalam hidup dan kehidupan lebih tertarikpada dan dikuasai oleh kepentingan jismiyah, sehingga yangdiinginkan, diingat-ingat, dipikirkan, dirasakan danditingkatkan hanya kenikmatan jismiyah belaka, maka kualitasprestasi iman (taqwa) kedekatan dan keyakinan kapada Tuhanakan semakin merosot, jatuh ke asfala safilin (kualitas terendah)bahkan lebih rendah dari pada binatang.

 Tidak jauh berbeda pemikiran kalangan religius-tradisional dengan pemikiran kalangan “tradisionaltekstualis” (Nakliyyun) atau konserfatif dalam hal relasipendidikan dengan tujuan agamawi. Ikwan al-Shafa mengakuibahwa semua ilmu dan sastra yang tidak mengantarkan pemiliknyamenuju concern terhadap akhirat, dan tidak memberikan maknasebagai bekal disana, maka ilmu demikian hanya akan menjadibumerang bagi si pemilik tadi kelak diakherat.[3]

Pada era globalisasi, anak-anak di indonesia setelahtahun 2000 akan    menghadapi persoalan yang semakin beragamdilihat dari kontek pertumbuhan dan perkembangan mereka.[4] Perubahan teknologi yang sangat cepat dan disertai adanyasemangat globalisasi akan membawa perubahan cara hidupmasyarakat. Dalam perubahan itu anak-anak tidak sedikit yangmenderita, oleh karena itu, persoalan yang dihadapi anak-anaksemakin beragam, dengan hal semacam ini, seharusnya anak-anakdisekolah lebih diperbanyak dengan pengetahuan akhlak dantasawuf.

Pendidikan akhlak dan tasawuf sangat dibutuhkan olehsetiap individu maupun masyarakat, karena pengaruh positifnyayang indah akan dirasakan oleh individu dan masyarakat dalamporsi yang sama, sebagaimana dampak negatifnya, ketika iadiremehkan, akan menyebar kepada individu dan masyarakat danbentuk pendidkan sufistik secara vertikal adalah dapatberakhlak dan beribadah dengan baik kapada Allah SWT dansecara horizontal berakhlak baik kepada setiap mahluk. Seperti

tawuran para pelajar yang terjadi pada akhir-akhir ini,terjangkit obat-obatan terlarang, dan bergaya hidup bebas danpergaulan bebas, hal ini yang sangat meresahkan kaum terdidikdan pendidik. Oleh karena itu pendidikan tasawuf ini harusdiperhatikan sejak awal marhalah(fase) umur manusia, yaitu darisejak masa kanak-kanak. Ibnu Qoyyim berkata mengenai hal ini,“ yang sangat dibutuhkan oleh anak adalah perhatiannya kepadaakhlak.”[5]

Penyimpangan dan dekadensi akhlak yang terjadi padakebanyakan manusia itu disebabkan mereka tumbuh dan berkambangdalam atmosfir tarbiyah atau pendidikan yang buruk. Maka darisini betapa butuhnya kita pada sebuah pendidikan yang mampumembawa kita dan anak cucu kita ke puncak ketinggian akhlakyang menebarkan kebahagiaan dan ketentraman.

Kebutuhan kapada pendidikan sufistik atau moral inimengharuskan seorang pendidik agar menjauhkan anak didiknyadari kebatilan dan kejelekan, seperti tempat yang menebarkanpermusuhan, diskotik, dan tempat yang penuh dengankemungkaran, karena dalam pendidikan Islam, proses penghayatansebenarnya terhadap moralitas, (akhlak) menjadi tolak ukurkeberhasilan. Memahami moralitas belum tentu secara otomatisdapat menghayatinya. Pemahaman terhadap moralitas barartisegala sesuatu tentang moralitas sudah jelas baik danpentingnya untuk dimiliki setiap peserta didik. Namunpemahaman tersebut barulah terjadi dalam pemikiran, belumtentu meresap kedalam hati dan perasaan. Tentunya denganpendidikan sufistik peserta didik kemungkinan tidak akanmelakukan perbuatan buruk seperti melakukan kejahatan,kekejaman, dan kesewenang-wenangan, sebab hal-hal yang buruktersebut apabila telah masuk dan melekat pada pendengarannya(di masa kecil), maka akan sulit lepas dimasa besarnya danpara orang tua atau walinya akan menemui kesulitan dalammenyelamatkan mereka dari hal-hal yang buruk tersebut.

Dari uraian ini merupakan sebuah penjelasan tentangpentingnya pendidikan sufistik, yang realisasinya selain lebihmendekatkan diri kepada Allah, juga dapat menjaga anak danmelindungi mereka agar tidak jatuh dan menjadi manusia yangrendah dan hina, serta tidak tenggelam dalam perkataan maupunperbuatan keji. Penjagaan dan pembekalan seperti ini akanmenjadi anak bersih serta siap menerima kebaikan baik berupaucapan maupun perbuatan.

Salah satu tokoh yang menurut saya sedikit berperan dalamdunia pendidikan sufistik adalah Abdul MunirMulkhan. Melalui karya-karyanya, kita bisa memahami duniamodern dengan keaneka ragaman personal, serta dapatmenyeimbangkan antara mental dan fisik material. Beliau adalahseorang guru besar Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta, di samping itu beliau juga sebagai anggota KomnasHAM.

Satu hal yang membuat penulis tertarik untuk menelititentang pemikiran beliau yakni mengenai konsep sufinya yangmana pada umumnya bahwa seorang sufi atau seseorang yangmenempuh jalan sufi itu harus melewati tingkatan-tingkatan(fase-fase) tertentu dimana tingkatan tersebut menggambarkankemampuan spiritual seseorang dalam beribadah kepada Tuhannya,disamping itu sufi yang selama ini berkembang lebih mengarahkepada kesalehan secara individu belum sampai kepada kearifanatau kesalehan secara sosial. Sedangkan menurut Munir Mulkhansendiri konsep tersebut diperluas tidak hanya pada datarankearifan atau kesalehan secara individu tetapi juga sampaipada dataran kesalehan sosial.

Berangkat dari hal tersebut, maka penyusun bermaksuduntuk mentelaah pemikiran beliau dalam bentuk skripsi denganjudul PENDIDIKAN SUFISTIK (Telaah Pemikiran Prof. Dr.Abdul Munir Mulkhan, SU).

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

pokok masalah yang perlu dikaji dalam penulisanini diantaranya:

1.      Bagaimanakah konsep pendidikan sufistik menurut Abdul MunirMulkhan?

2.      Bagaimanakah Implikasinya dalam dunia pendidikan Islam?

C. Tujuan dan Kagunaan Penelitian1.      Tujuan Penelitiana.       Untuk mengetahui

konsep pendidikan sufistik menurut Abdul MunirMulkhan.         

b.      Untuk mengetehui Implikasinya dalam dunia Pendidikan Islam.2.      Kegunaan Penelitiana.   Mengetahui dan memahami konsep Abdul Munir Mulkhan mengenai

pendidikan sufistik.b.   Dapat membantu usaha-usaha pembinaan dalam agama yang

berkenaan dengan keimanan dan ketaqwaan.

c.   Memberikan wawasan keilmuan kepada para peneliti, pengamat,dan praktisi pendidikan, terutama dalam mengkaji pendidikansufistik.

D. Telaah PustakaAdapun skripsi yang meneliti tentang Pendidikan Sufistik

dengan tokoh Abdul Munir Mulkhan sejauh ini belum ada, namunada yang meneliti pada tokoh yang sama dengan obyek yangberbeda, diantaranya:

1.      Skripsi yang ditulis oleh saudara fauzan (JurusanKomunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN SunanKalijaga, Yogyakarta 2004) dengan Judul StudiPemikiran Prof. Dr.Abdul Munir Mulkhan, SU. Tentang problematika sosial dan dakwah. (upayamembangun manajemen konflik dalam struktur komunikasi) dalam Skripsiini dijelaskan bahwa factor yang menjadi penyebab adanyaproblem sosial dan dakwah adalah kesenjangan sosial, ekonomi,politik, budaya, dan sikap eksklusif umat. Realitas inimenjadi problem serius yang harus segera dicarikan solusi,aktifitas gerakan dakwah tidak bisa dilepaskan dari konfliksocial masyarakat yang ada. Dakwah dapat dipandang sebagaiproses perubahan sosial dan proses komunikasi dakwah harushadir sebagai mesia penyelesaian masalah yang terjadi dalammasyarakat, sejalan dengan perkembangan zaman dakwah harusditafsir ulang tidak hanya berisi pesan yang selalu menekankanpada wilayah normatif yang hanya retorika bukannya bentuktindakan, tapi bagaimana dakwah harus berbentuk aktifitassosial yang mampu membawa perubahan dalam kehidupan umat yanglebih baik dan ideal.

Selain itu dalam mengatasi konflik sosial dan dakwah adalahdengan membangun manajemen konflik melalui struktur komunitas,bagaimana konflik yang ada dikomunikasikan kemudian dikelolaagar bernilai positif. Menurut Abdul Munir Mulkhan, konfliktidak selalu bernilai negatif, dengan konflik manusia dapatmelakukan perubahan dalam hidupnya, konflik hanya basadikelola dengan menggunakan sistem yang ada, konflik selaluberisi ancaman, juga berisi tentang peluang sekaliguspelajaran mengenai sistem yang membuat masalah sosial sepertiketidakadilan, kekerasan dan yang lain. Konflik seharusnyamenjadi motivasi pembaharuan, konflik harus dipahami demokrasiakan membuat konflik destruktif tidan berdaya, sebaliknyakonflik menjadi energi yang menjadi motivasi perubahan yanglebih bermakna.

2.      Skripsi yang ditulis oleh saudara Waliuddin (JurusanKependidikan Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta 2003) yang berjudul Pendidikan Sebagai Proses Pembudayaan(Telaah Atas Pemikiran Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU)yang pada intinyabahwa persoalan utama pendidikan Islam menurut Abdul MunirMulkhan adalah persoalan metodologis, artinya bagaimanapendidikan dilakukan karena soal metodologi, maka yang perlumendapat perhatian adalah proses pendidikan tersebut bukanmembuat orang menjadi sesuatu melainkan bagaimana memberiruang bagi setiap orang untuk berproses menjadi dan terusmenjadi yang tidak pernah selesai.

Konsep Abdul Munir Mulkhan mengenai pendidikan sebagaiproses pembudayaan memandang arti bahwa pendidikan merupakansegala usaha untuk menumbuh kembangkan potensi pembawaanmelalui proses sadar diri dan kreatif untuk menggunakanperangkat kemanusiaan yaitu akal termasuk rasa dan hati,segenap usaha/upaya tersebut diletakkan pada basis kebudayaanyang memberi peluang bagi pengembangan kreatifitas intelektualmelalui pengenbangan kecerdasan akal dalam pemikiran.

3.      Skripsi yang ditulis oleh saudari Fatmawati (JurusanKependidikan Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta 2004) dengan judul Strategi Pendidikan Islam dalamMenghadapi Perubahan Masyarakat (Studi Atas Pemikiran Prof. Dr. Abdul MunirMulkhan, SU) menurut Abdul Munir Mulkhan tentang konseppendidikan adalah proses mengetahui yang secara intrinsik akanmemunculkan sesuatu pola perilaku melalui instruksionalisasimembentuk suatu aktifitas berpola yang dikenal dengankepribadian. Kepribadian tersebut bersumber dari kemampuanseseorang memahami dan mengenal dirinya sendiri, kepribadianyang diharapkan adalah kepribadian yang integral, kepribadianyang integral adalah pribadi setiap individu yang terintegrasikepada setiap pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Individupeserta didik ini benar-benar menyadari bahwa hidupnya adalahsebuah proses menjadi, proses berubah, dan proses berkembang.Proses pertumbuhan membentuk pengalaman dan perubahan yangdikehendaki dalam tingkah laku individu dan kelompok melaluiinteraksi dengan alam dan lingkungan kehidupan. Dalampembentukan kepribadian yang integral dibutuhkan kerja samaantara guru, masyarakat dan juga lingkungan keluarga. Dalamproses itu  seseorang peserta didik terus berusaha secarasadar memilih berbagai pengalaman yang kondusip atau mendukungperkembangan, perubahan dan pertumbuhan dirinya sendiri. Dalam

hubungan dengan keseimbangan kesadaran itu, pendidikan efektifberusaha mengembangkan satu komponen atau lebih darikepribadian integratif.Selain itu, konsep strategi pendidikan Islam menurut AbdulMunir Mulkhan terdiri atas:

a.       Tujuan Pendidikanb.      Isic.       Bahan Pendidikand.      Dan Metode Pendidikan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa PendidikanSufistik (Telaah Pemikiran Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU)sejauh ini belum ada yang meneliti, meskipun dari sudutpandang yang lain beliau telah menjadi obyek penelitian yangmengarah kepada dimensi yang lain dengan tokoh yang sama. Olehkarena itu penulis akan mencoba meneliti beliau dari sudutpandang Sufistik.

E. Landasan TeoriLandasan teori atau kerangka teoritik ini berisi tentang

uraian teori-teori yang relevan dengan masalah yang ditelitiyang dapat dijadikan sebagai landasan untuk analisis hasilpenelitian.[6] Adapun beberapa teori yang terkait denganpembahasan skripsi ini, antaralain:

1.      Istilah pendidikan berasal dari kata didik denganmemberinya awalan "pe" dan akhiran"kan" mengandung artiperbuatan (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan inisemula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yangberarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah inikemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggrisdengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalambahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah,yang berarti pendidikan.[7] 1Ahmad D. Marimba mengatakan bahwapendidikan adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukansecara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmanidan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yangutama.[8]Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu tuntunandi dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnyapendidikan yaitu menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggotamasyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagian yangsetinggi-tingginya.[9]

Dari semua definisi itu dapat disimpulkan bahwa pendidikanadalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja danterencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memilikiilmu dan keterampilan kepada anak didik, demi terciptanyainsan kamil.Pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalahpendidikan agama Islam. Adapun kata Islam dalam istilahpendidikan Islam menunjukkan sikap pendidikan tertentu yaitupendidikan yang memiliki warna-warna Islam. Untuk memperolehgambaran yang mengenai pendidikan agama Islam, berikut inibeberapa defenisi mengenai pendidikan Agama Islam.Menurut hasil seminar pendidikan agama Islam se Indonesiatanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung Bogor menyatakan: Pendidikanagama Islam adalah bimbingan terhadap pertrumbuhan jasmani danrohani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan,mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semuaajaran Islam.[10]Sedangkan menurut Ahmad Marimba, pendidikanAgama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkanhukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadianutama menurut ukuran-ukuran Islam.[11]Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, pendidikan Agama Islamadalah: pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam,yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agarnantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yangtelah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaranagama Islam itui sebagai suatu pandangan hidupnya demikeselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhiratkelak.[12]Pendidikan adalah proses menuju kepada kesempurnaan. Prosesini tidak ada batasnya. Dalam proses, manusia mempunyaipotensi yang tidak terbatas. Kita semua sedang bergerak menujuAllah. Karena kita akan kembali kepada Tuhan, sebagian besarkembali kepada-Nya persis seperti mereka datang.[13]Pendidikandan yang dididik adalah mitra dalam kafilah ruhani yang sedangmenempuh perjalanan disahara yang tidak berujung. Pendidikanadalah upaya untuk merealisasikan asma Allah kita berubahmenjadi wujud yang berbeda. Yang bergerak bukanhanya aradh kita, tetapi jugajauhar kita. Inilah al-harakah al-jauhariyah, yang dikemukakan oleh Mulla Sadra.[14]Menurut Ibnu Qoyyim pendidikan yang baik adalah yang mampumenciptakan keseimbangan dalam kehidupan manusia, yaitu yang

mamberi unsur yang ada dalam diri manusia sebuah pendidikanyang menghantarkannya kepada kesempurnaan, sehingga mampumenjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.Ruh adalah unsur yang sangat penting dalam penciptaan daneksistesi manusia. Dia tidak dapat mencapai kesempurnaankecuali dengan pendidikan yang bersandar pada Tuhan.Dari sini bisa disimpulkan bahwa kesempurnaan ruh yangmenjamin kebahagiaannya hanya ada pada makrifatnya tentangAllah, mencintai-Nya, lebih mementingkan keridhaan-Nyadaripada kesenangan syahwat dan hawa nafsu. Beribadah kepada-Nya dan mentaati seluruh perintah-Nya. Yang demikian ituadalah tujuan tertinggi dari pendidikan ruhaniyyah.

Sarana tarbiyah menurut Ibnu Qoyyim antara lain:1.      Memperdalam iman kita kepada Allah dan ajaran-ajaran islam.2.      Kembali kepada Allah dan sibuk dengan hal-hal yang

diridhai-Nya.3.      Mencintai Allah Zat yang menciptakan seluruh jiwa dan

makhluk yang ada.4.      Zikir mengingat Allah dan mendirikan shalat.5.      Melakukan muhasabah (intropeksi diri) setiap hari sebalum

tidur.6.      Merenungi makhluk Allah yang banyak menyimpan bukti

kekuasaan, ketauhidan dan kesempurnaan sifat dan asma-Nya.7.      Mengagungkan dan mengindahkan seluruh perintah dan larangan

Allah.[15]

Dan manfaat-manfaat dari pendidikan ruhaniyyah antara lain:a.       Menanamkan ilmu makrifat kepada seorang hamba yang

bersumber dari cahaya kenabiyan, serta mananamkan kepercayaanatas kebenaran risalah nubuwiyah.

b.      Menjadikan ruh cinta kepeda Allah ,sibuk mengingatnya,lapang dada dalam berzikir kepada-nya, serta mau berkorbanmencari keridhaannya.

c.       Menjadikan ruh mampu meraih kemuliaan, kesucian dankesempurnaan.[16]

Menurut Al-ghazali tujuan pendidikan dapat dibagi menjadi duabagian, yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.

a.       Tujuan pendidikan jangka pendek ialah diraihnya profesimanusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Syarat untukmencapai tujuan itu manusia mengembangkan ilmu pengetahuanbaik yang secara fardhu ‘ain maupun yang fardu kifayah.[17]

b.      Tujuan pendidikan jangka panjang ialah pendekatan dirikepada Allah. Pendidikan dalam prosesnya harus mengarahkanmanusia menuju pengenalan dan kemudian pendekatan diri kepadaTuhan pencipta alam.[18]

Di dalam penddikan, seorang pendidik dan pemikir yang sadarakan selalu berusaha mencari solusi dan sumbangan pemikiranyang lebih efektif dan mencari pedoman-pedoman pendidikan yangberpengaruh dalam upaya mempersipkan peserta didik secaramental, moral, saintifikal, dan sosial sehingga peserta didikmeraih puncak kesempurnaan, pengenalan jati diri dan tidakmudah terbawa arus era globalisasi yang berdampak negatif.Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwapendidikan Agama Islam adalah suatu proses bimbingan jasmanidan rohani yang berlandaskan ajaran Islam dan dilakukan dengankesadaran untuk mengembangkan potensi anak menuju perkembanganyang maksimal, sehingga terbentuk kepribadian yang memilikinilai-nilai Islam.

2.      Istilah sufisme memiliki padanan kata dengan istilahtasawwuf. Ada beberapa pengertian tasawwuf. Sebagian orangberpendapat bahwa kata tasawwuf diambil dari kata ashshuf yangberarti bulu domba karena orang-orang tasawwuf itu padaumumnya mengkhususkan dirinya dengan pakaian yang berasal daribulu domba. Sufi sendiri yang sepadan dengan kata tasawwufdiambil dari perkataan ash shofa, artinya suci dan berhati-hati dari larangan Allah. Kata lain yang bisa mengartikan halitu adalah Shaffah, yaitu sekelompok orang yang segolongandengan sahabat-sahabat nabi saw yang menyisihkan dirinya didalam suatu tempat yang terpencil di samping masjid Nabi,yaitu serambi Masjid Nabawi di Madinah, yang ditempati olehorang-orang fakir dari golongan Muhajirin dan Anshar.[19]Menurut Abdul Munir Mulkhan bahwa yang dimaksud dengan istilahsufistik itu adalah sifat seperti pemikiran sufistik artinyapemikiran yang nyufi, sementara sufi itu sendiri adalahsebutan atau nama suatu tindakan atau pandangan, sedangkansufisme adalah suatu cara pandang atau sikap yang memandangbahwa pencapaian kedekatan pada Tuhan dilakukan tidak hanyadengan ritual ibadah yang kasat mata atau fisik jasmani,melainkan juga sekaligus dengan ritual hati dan keterlibatanhati atau jiwa.[20]Muhammad Al-Ghazali, tokoh al-Ikhwan, mengajak orang untukkembali kepada kehangatan pendidikan dan ajaran tasawuf dengan

bukunya Rakaiz al-Iman baina al-aql wa al-Qolb. Ia membantu kita untukmendefinisikan tasawuf lebih terinci. Ajaran tasawuf ditandaitiga hal: Pertama, berusaha menjadikan iman bersifat nalar(nazhri)dari perasaan jiwa yang bergelora, mengubahiman aqli menjadi iman qolb. Kedua, melatih dan mengembangkan dirimenuju tingkat kesempurnaan, dengan mengumpulkan sifat-sifatmulia dan membersihkan diri sifat-sifat tercela. Ketiga,memandang dunia ini sebagian kecil dari kehidupan luas yangmerentang sampai hari yang baka.[21]Dan tasawuf  menurut Said Agiel Siradj, pakar tasawuf alumniUniversitas Ummul Qurra Makkah mengatakan: Tasawuf sebagaisifat hamba kepada Tuhannya, terhadap dirinya sendiri sertaterhadap alam semesta, di sini tasawuf berfungsi sebagai jalanbagi kehidupan. Oleh karena itu tasawuf islam datang sebagaidinamisator terhadap spiritual islam.[22]

3.      Pendidikan sufistik adalah usaha manusia untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi bawaan baik jasmani maupun rohani,dengan pendekatan materi-materi tasawuf atau lebihmengedepankan aspek batin, dari pada lahiriah atau denganmenggunakan materi-materi sufisme, yang di dalamnya terdapataspek-aspek yang berhubungan dengan akhlak, baik akhlak kepadaAllah, Rosulullah, kepada sesama manusia bahkan akhlak kepadasemua ciptaan Tuhan seperti (Tawadlu’, ikhlas, tasamuh, kasih sayangterhadap sesama dan lain-lain). Dan pada akhirnya agar manusiadapat mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya,memperoleh rahmat dan kasih sayang disisi-Nya.

F. Metode PenelitianMetode penelitian ini merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untukmendukung penulisan dan pembahasan skripsi ini agar diperolehhasil yang komprehensip dan dapat dipertanggungjawabkan secaraakademis, maka diperlukan metodologi pembahasan yangdiharapkan mampu menjadi sarana eksplorasi yang diperlukandalam penulisan ini. Berdasarkan hal itu terdapat empat katakunci yang perlu diperhatikan yaitu: cara ilmiah, data, tujuan, dankegunaan.[23]

Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkanpada ciri-ciri keilmuan, yaiturasional, empiris, dan sistematis.Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaranmanusia. Empiris berarti cara-cara penelitian itu dapat diamati

oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati danmengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis berarti prosesyang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Setiap penelitian tentunya mempungai tujuan dan kegunaantertentu. Secara umum tujuan penelitian itu ada tiga macamyaitu yang bersifat penemuan, pembuktian dan pengembangan.Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalahdata yang betul-betul baru yang sebelumnya belumdiketahui. Pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakanuntuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi ataupengetahuan tertentu, dan pengembangan berarti memperdalam danmemperluas pengetahuan yang telah ada.[24]

Adapun metode yang diperlukan adalah sebagai berikut.1.      Jenis Penelitian

      Jenis penelitian ini adalah penelitiankualitatif[25] yang menggunakan paradigma interpretatif.Cirri-ciri dominan[26] dalam penelitian kualitatif adalahbersifat deskriptif.[27]

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitianini mengacu pada kajian kepustakaan (library reasearct). Olehkarena obyek yang dikaji dalam penelitian ini adalah pemikiranAbdul Munir Mulkhan tentang Pendidikan Sufistik yang bersumberdari berbagai data tulis, baik yang langsung artinya data-dataitu dikumpulkan bersumber langsung dari wawancara serta karyaAbdul Munir Mulkhan. Ataupun data tak langsung artinya karyaorang lain yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Data-data tersebut bisa berupa buku-bku, jurnal, majalah danmasmedia yang berkaitan dengan tema.

2.      Pendekatan Penelitian            Pendekatan yang digunakan dalam penelitian iniadalah pendekatan filosofis historis. Pendekatan filosofisdigunakan untuk merumuskan secara jelas hakekat yang mendasarikonsep-konsep pemikiran.[28]

3.      Pengumpulan DataKarena penelitian ini adalah kajian kepustakaan maka

sumber datanya adalah karya yang ditulis oleh tokoh tersebutatau disebut juga dengan data utama (primer). Sedangkan sumberdata bantu atau tambahan (sekunder) adalah kajian-kajian yangberkaitan dengan tema ini. Sumber data yang utama (primer)yang berkaitan dengan tema adalah karya beliau diantaranya:

1.      Abdul Munir Mulkhan, Sufi Pinggiran, Menembus Batas-Batas. Impulse-Kanisius, Yogyakarta, 2007.

2.      Abdul Munir Mulkhan, Dari Semar ke Sufi (bab trakhir) KesalehanMultikultural, Al-ghiyat, Yogyakarta, 2003.

3.      Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsiran (sebagian bab).Impulse-Kanisius, Yogyakarta, 2007.

4.      Abdul Munir Mulkhan, Islam Sejati; Kiai Ahmad Dahlan dalam KehidupanPetani,Serambi, Jakarta. 2005.

Sedangkan sunber data sekunder diantaranya :1.  Alfatih Suryadilaga, Miftahus Sufi, Teras, Yogyakarta, 2008.2.  Idries Shah, Jalan Sufi, Risalah Gusti, Surabaya, 1999.

4.      Metode Analisis DataAnalisis data penelitian merupakan bagian dalam proses

penelitian yang sangat peting, karena dengan analisis inilahdata yang ada akan nampak manfaatnya terutama dalam memecahkanmasalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian. Jadianalisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkandata kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehinggadapat ditemukan tema dan dapat diteruskan hipotesis kerjaseperti yang disarankan oleh data.[29] Oleh karena itu setelahdata dikumpulkan telah diedit, di coded dan telahdiikhtisarkan, maka langkah selanjutnya adalah analisisterhadap hasil-hasil yang telah diperoleh dilakukan analisissecara kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif, denganmenggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a.       Langkah deskriptif analitis yaitu langkah yang bersifatmenggambarkan atau menguraikan suatu hal.[30] Metodedeskriptif analitis ialah penyelidikan yang kritis terhadapsrtuktur kelompok,obyek, self kondisi, suatu sistem pemikiranatau kelas peristiwa untuk membuat paparan, gambaran ataulukisan secara sistematis, faktual, akurat tentang fakta,sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.[31]Langkah deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan riwayathidup Abdul Munir Mulkhan, secara obyektif dan Langkahanalitis digunakan untuk menganalisis keadaan sosialmasyarakat.

b.      Langkah interpretatif yaitu langkah tafsir, penafsiran, atauprakiraan.[32] Langkah interpretatif mencoba menafsirkanpemikiran Abdul Munir Mulkhan yang menjadi obyek penelitiandengan berdasarkan data yang akurat.

c.       Langkah komparatif (perbandingan) yaitu langkah-langkahuntuk membandingkan antara pemikiran yang diperoleh dari hasilanalisis karya beliau dengan analisis dari referensi/buku-bukuyang lain.

d.   Langkah pengambilan kesimpulan yaitu langkah yang digunakanuntuk mendapatkanhasil dari ketiga langkah tersebut.

Kemudian dalam penelitian ini metode berfikir yangdigunakan adalah metode berfikir deduktif dan induktif.Deduktif adalah pola berfikir yang mencaripembuktian denganberfikir kepada dalil umum terhadap hal-hal khusus. Sedangkaninduktif adalah pila pikir yang mencari pembuktian dari hal-halyang bersifat khusus untuk sampai kepada dalil umum.     

G. Sistematika PembahasanPembahasan dalam skripsi ini akan penulis sajikan dalam

bentuk bab-bab yang terdiri dari empat bab, yang masing-masing diperinci dalam sub-sub bab secara sistematis dansaling berkaitan. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :

Skripsi ini di bagi menjadi tiga bagian. Bagianpertama, terdiri dari beberpa halaman formalitas penulisanskripsi, yaitu: halaman sampul luar, halaman pembatas, halamansampul dalam, surat pernyataan keaslian skripsi, halaman notadinas pembimbing, halaman nota dinas konsultan, halamanpengesahan, halaman motto, halaman persembahan, katapengantar, halaman abstraksi, daftar isi, transliterasi,daftar tabel dan daftar gambar dan daftar lampiran.[33]

Bagian Kedua, merupakan isi dari skripsi yang terdiri dariempat bab, yaitu:

BAB I. Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah,rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaahpustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematikapembaasan.

BAB II. Biografi Abdul Munir Mulkhan, berisi tentang:tempat lahir dan latar belakang kelurga serta akademisnya,jenjang pendidikan Abdul Munir Mulkhan, pengalaman pekerjaanAbdul Munir Mulkhan, pengalaman organisasi Abdul MunirMulkhan, pengalaman penelitian Abdul Munir Mulkhan,publikasi/karya tulis Abdul Munir Mulkhan dan yang terakhiradalah mainstream pemikiran Abdul Munir Mulkhan.

BAB III. Adalah bab yang mengupas tentang KonsepPendidikan Sufistik Menurut Abdul Munir Mulkhan, yakni:Pengertian Pendidikan Sufistik Menurut Abdul Munir Mulkhan,

Signifikansi Pendidikan Sufistik Menurut Abdul Munir Mulkhan,Metode Pendidikan Sufistik Menurut Abdul Munir Mulkhan, MateriPendidikan Sufistik Menurut Abdul Munir Mulkhan, dan ImplikasiPendidikan Sufistik Abdul Munir Mulkhan Dalam PendidikanIslam.

BAB IV. Adalah bab Penutup yang terdiri dari Kesimpulan,Saran-saran dan Kata Penutup.

Bagian ketiga merupakan akhir dari skripsi ini, didalamnyaterdapat Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.

BAB IIBIOGRAFI  PROF. DR. ABDUL MUNIR MULKHAN, SU

A.  Tempat Lahir dan Latar Belakang Keluarga serta AkademisnyaSebelum pemikiran Abdul Munir Mulkhan diuraikan lebih

lanjut, terlabih dahulu diungkapkan riwayat hidup, latarbelakang akademis maupun karya-karyanya, hal tersebut sangatmembantu dalam memahami dialektika pemikiran tokoh tersebut.

Abdul Munir Mulkhan lahhir di Desa Wuluhan KecamatanWuluhan Kabupaten Jember Jawa Timur tanggal 13 November 1946.Ayah dari Fitri, Lulu dan Ayu ini pernah mengalami masa-masasulit dalam hidupnya.  Selepas Abdul Munir lulus PGAN(Pendidikan Guru Agama Islam) Malang, kedua orang tuanya(Ayah: Kiai Abul Qosim dan ibu: Mudlikah) mengalami kehidupanpahit (pailit ). Rumah dan sawah habis dijual. Mereka lalupindah ke lampung untuk membuka kehidupan baru yang lebihmenjanjikan.[34]

Kesulitan ekonomi yang melilitnya tidak membuat AbdulMunir Mulkhan muda patah arang dalam menuntut ilmu. Ia tetapbertahan di Jember dan dengan biaya sendiri kuliah di IAINSunan Ampel Jember (sekarang STAIN Jember). Ketika tingkatpertama dilalui, akhirnya Abdul Munir muda tidak kuat hidup diJember dan harus hengkang pula mengikuti orang tua ke Lampung.

Namun yang pasti semangat belajarnya tidak pernahhengkang dari dirinya. Di Lampung beliau melanjutkan kuliahnyadi IAIN Raden Intan Metro Lampung dan lulus sarjana muda padatahun 1972.[35] Semangat belajar dan kerja keras menuntunnyakuliah dengan biaya dari hasil keringatnya sendiri. Priaberkumis tebal ini menuturkan bahwa jika tidak sambil bekerjaia tidak bisa kuliah. Beliau  pernah menjadi guru SD diLampung.

Lagi-lagi karena semangat belajar itu,beliau memilihmeninggalkan Lampung. Berangkatlah  menuju Yogyakarta. Di kotapelajar ini beliau mendaftar didua perguruan tinggi, IAIN(sekarang menjadi UIN) dan UGM. “Khawatir tidak diterima”,katanya. Di UIN boleh dibilang hanya singgah saja, karenadisini beliau diterima di tingakat tiga dan diselesaikannyahanya sampai sarjana muda.

Di Universitas Gajah Mada Fakultas Filsafat dan lulusdengan predikan cum laude pada tahun 1982. Disini sesungguhnyaalmamaternya. Karena di UGM ini satu demi satu jenjangkesarjanaan dilalui dan diraihnya. S1 filsafat UGM (1982), S2sosiologi diperoleh tahun 1988 dengan predikat cumlaude dibawah bimbingan Dr. J. Nasikun dengan Dr. MuhtarMas’ued tesisnya yang berjudul “Pandangan Politik Santri PadaMasa Orde Baru” selesai dalam 27 bulan dari masuknya AbdulMunir dalam program S2 tersebut.[36]

Semula, tesis tersebut berjudul: “ PerubahanPerilakuPolitik Umat Islam 1965-1987”. Dalam perjalananpenyelesaian selanjutnya, laporan awal dari tesis tersebutmangalami perubahan yang mendasar, sehingga judulnya pundirubah seperti tersebut diatas. Laporan awal tesis inilahyang kemudian diterbitkan oleh penerbit Rajawali pada tahun1989 dengan judul: “ Perubahan Perilaku Politik dan PolarisasiUmat Islam 1965-1987 Dalam Perspektif Sosiologi”.[37]

Mengikuti hasil akhir laporan tesis diatas reletifberbeda dengan laporan awal, kemudian dipertimbangkan untukditerbitkan secara tersendiri. Setelah dikembangkan lebihlanjut, penerbit Sipress kemudian menerbitkan laporan akhirtersebut pada tahun 1992 dibawah judul: “Runtuhnya MitosPolitik Santri”.

Di UGM pulalah gelar Doktor (S3) diraihnya denganpredikat cum laude. Buku “Islam Murni Dalam Masyarakat Petani”yang semula berjudul “Gerakan Pemurnian Islam di Pedesaan(Kasus Muhammadiyah Kecamatan Wuluhan Jember Jawa Timur)merupakan disertasi beliau untuk memperoleh gelar Doktor dalambidang sosiologi dan berhasil dipertahankan dalam sidang senatdan guru besar Universitas Gajah Mada terbatas pada tanggal 1Desember 1999.[38] Laporan penelitian tersebut diterbitkanoleh Bentang Budaya bekerjasama dengan yayasan Ford Foundationdibawah judul “Islam Murni dalam Masyarakat Petani”  padatahun 2000.

B.  Jenjang Pendidikan Abdul Munir MulkhanAdapun jenjang pendidikan yang dilalui Abdul Munir,

ringkasnya dapat dikemukakan sebagai berikut:      1953-1959 : SRN, Wuluhan, Jember      1959-1962 : SMP Pancasila, Wuluhan, Jember      1959-1963 : PGAP Muhammadiyah, Wuluhan, Jember      1963-1965 : PGAAN Malang      1967-1968 : Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Cabang Jember      1971-1974 : Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Cabang Metro      1974-1975 : Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung      1979-1981 : Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta      1979-1982 : Fakultas Filsafat UGM      1986-1988 : S-2 Sosiologi UGM      1995-1999 : S-3 Sosiologi UGM      2002    : Program Post Doktoral MacGill University,

Montreal, Canada      2006    : Visiting Research Fellow pada Institute of Defence

and  Strategic Studies         2006    : Nanyang Technological University Singapore.      2007-2012 : Anggota Komnas HAM RI 2007-2012

C.  Pengalaman Pekerjaan Abdul Munir MulkhanSecara ringkas pekerjaan yang sudah dilakukan Abdul Munir

adalah sebagai berikut:        1965-1966 : Guru Agama Swasta MIM Ampel, Wuluhan, Jember        1966-1967 : Guru PGAP Muhammadiyah Kalirejo, Lampung Tengah        1967-1968 : Guru Agama Negeri di SD Muhammadiyah Gumelar,

JemberGuru Agama Negeri Madrasah Ibtidaiyah Sti’biyah, Gugut, Rambi,Jember Guru Agama Negeri SD Negeri Wirolegi, Jember

        1968-1971 : Guru Agama Negeri MIM Hadimulyo, Metro, LampungTengah

        1970-1971  : Wakil Kepala Sekolah SMP M Hadimulyo, Metro,Lampung Tengah

        1971-1973  : Guru Negeri PGA YPI Metro, Lampung Tengah        1973-1974  : Pegawai pada Kantor Depag Kab Lampung Tengah        1974-1976 : Kasubsi Doktik Seksi Urusan Agama Islam Depag

Kab Lampung Tengah        1976-1978  : Kepala Urusan Umum Kantor Depag Kab Lampung

Tengah        1978-1979  : Kepala KUA Kecamatan Sekampung Kab Lampung

Tengah

        1978-1984  : Pegawai pada Kanwil Depag Provinsi DIY        1984-1985  : Pegawai Humas Kanwil Depag Provinsi DIY        1985-1987 : Kepala Seksi Kemasjidan Bidang Urais Kanwil

Depag Provinsi DIY        1987-1991 : Kepala Seksi Publikasi Dakwah Bidang Penais

Kanwil Depag Provinsi DIY        1991- kini  : Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta          

D.  Pengalaman Organisasi Abdul Munir MulkhanAbdul Munir Mulkhan adalah orang yang aktif dalam

organisasi, terutama dalam organisasi muhammadiyah. AbdulMunir juga dikenal sebagai tokoh yang merasa prihatin dengankondisi muhammadiyah akhir-akhir ini. Menurutnya, organisasiyang didirikan K.H. Ahmad Dahlan ini nampak telah bergeserdari paradigma semula, yaitu sebagai gerakan pembaharu sosial-budaya serta untuk kemaslahatan umat terutama “wong cilik”.Kini muhammadiyah telah menjadi gerakan elitik, dan banyakdisibukkan persoalan-persoalan fiqih, sehingga semakin jauhdari masyarakat golongan bawah dan menjadi gerakan yangmandul.[39] Demikianlah salah satu otokritik Abdul Munir atasorganisasi yang selama bertahun-tahun digelutinya,selengkapnya pengalaman organisasi Abdul Munir adalah sebagaiberikut:

   1966-1967 : Ketua Pemuda Muhammadiyah Cabang Kalirejo LampungTengah

   1972-1974    : Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAINRaden Intan Cabang Metro

   1974-1978    : Sekretaris MUI Kabupaten Lampung Tengah   1974-1978    : Ketua Pemuda Muhammadiyah Daerah KabupatenLampung Tengah

   1974-1978 : Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Wilayah ProvinsiLampung

   1978-1985  : Sekretaris Biro Kader PP Muhammadiyah   1978-1994  : Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PP Muhammadiyah   1980-1982  : Ketua Perwakilan Mahasiswa Fak Filsafat UGM   1985-1987  : Wakil Sekretaris MUI Provinsi DIY   1986-2000    : Anggota Majelis Pendidikan Tinggi danPengembangan PP Muhammadiyah

   1994-1995 : Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PPMuhammadiyah

   1995-2000 : Wakil Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PPMuhammadiyah

   2000-sekarang : Wakil Sekretaris PP Muhammadiyah

E.   Pengalaman Penelitian Abdul Munir MulkhanAdapun penelitian-penelitian yang telah dihasilkan Abdul

Munir  yang diuraikan berdasarkan tahun penelitian adalahsebagai berikut: Pendidikan Agama dalam Kehidupan Keluarga (1974)

 Akal dalam Pemikiran Imam Al-Ghazali (1980) Nilai Keberagaman dalam Pancasila dan GBHN (1982) Partisipasi Umat dalam Kegiatan Masjid di DIY (1987) Perubahan Perilaku Politik Umat Islam 1966-1987 (1987) Posisi Muballigh dalam Kehidupan Umat di DIY (1990) Pemikiran Metafisika Imam Al-Ghazali (1992) Pengenbangan Pendidikan Teknologi di Madrasah (1997) Dualitas Kebaragaman Petani (1997) Pemurnian Islam Dalam Masyarakat Desa (1997) Islam Inklusif dalam Masyarakat Sipil (1999) Pola Pendidikan Tauhid dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam(2001)

 Islam Liberal dalam Perkembangan Gerakan Keagamaan di Indonesia(2003)

 Liberalisasi Pendidikan Agama dan Dakwah (2003)

F.   Publikasi/Karya Tulis Abdul Munir MulkhanAbdul Munir Mulkhan dikenal sebagai orang yang sangat

produktif. Beliau menulis banyak hal yang dipublikasikan lewatdua hal yaitu diberbagi artikel dan buku-buku.

Karya-karya yang beliau publikasikan lewat berbagai artikeldiantaranya :

1.       1996, Futurologi dari Pandangan Islam, Jurnal Gema Universitas Duta Wacana, No. 51Tahun 1996, Yogyakarta.

2.       1996, Neo-Sinkretisme Petani Muhammadiyah, Journal On Islamic Studies Al-Jami’ah,IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, No. 59, Th. 1996.

3.       1996, Spiritualisasi Lingkungan Material dan Moral Kenabian dalam Modernitas, Jurnal Ilmu danKebudayaan, Unisia, No. 30 Th 1996.

4.       1997, Pemihakan Kemanusiaan dalam Keberagamaan Profetik, Jurnal Shabran MediaPengkajian dan Dakwah Islam, No. 02 Th XI, 1997, Surakarta.

5.       1997, Pendidikan Islam dalam GBHN dan Realitas Kebangsaan, Jurnal Ilmu dan KebudayaanUnisia, No. 33/XVIII/1/1997.

6.       1997, Moral Kenabian: Paradigma Intelektual Pembangunan, Jurnal Ulumul Qur’an, Nomor4/VII/1997. 

7.       1999, Akar Fundamentalisme dalam Gerakan Islam di Indonesia, Jurnal Ilmu SosialTransformatif Wcana, No. II, 1999, Yogyakarta.

8.       2000, Mencari Dasar Etik Kebangkitan Kaum Santri, Jurnal Studi dan Dakwah Islam,Shabran, Edisi 01, Vol XIV, 2000.

9.       2000, “Teologi” Petani: Respon Masyarakat Petani Terhadap Islam Murni, Jurnal Ilmu danKebudayaan, Unisia, No. 41/XXII/IV/2000.

10.   2000, Etika Kerja dalam Teologi Petani, Jurnal Dialog, Litbang Depag, No. 52 Th, XXIII,Desember 2000.

11.   2000, Jalan Baru Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Jurnal Inovasi UMY, No.2 Th.X/2000.

12.   2000, Kebudayaan Sebagai Jalan Mencapai Tuhan, Bestari, No. 30 Th. XIII, 2000.13.   2000, Islam dalam Realitas dan Dinamika Sosial, Jurnal Ihya’ Ulum Al Din, IAIN Walisanga,

Vol 2/ 2000.14.   2000, Peran TNI dalam Mendukung Terwujudnya Masyarakat Madani, Jurnal Akademi Militer,

Panca Arga, Edisi 1/ Juni 2000.15.   2000, Pencerahan Fungsi TNI dalam Kemandirian Lokal Indonesia Baru, Jurnal Akademi Militer,

Panca Arga, Edisi 2/Th I/ Nopember 2000.16.   2001, Penerapan HAM dalam Etika Prajurit dan Tugas TNI, Jurnal Akademi Militer, Panca Arga,

Edisi 3/Th II/ Maret 2001.17.   2001, Jatidiri TNI dalam Dinamika Politik Nasional, Jurnal Akademi Militer, Panca Arga, Edisi

4/Th II/ Agustus 2001.18.   2001, Agama Publik dalam Sufisme, Jurnal Inovasi UMY, No.3 Th. X/ 2001.19.   2001, Modernisasi Pendidikan Islam dan Pergeseran Elite Lokal, Jurnal

Studi Islam Profetika, Magister Studi Islam, UMS, Vol. 3, No.1 Januari 2001.

20.   2001, Refleksi Humanisasi Tauhid dalam Reformasi Ontologis PendidikanIslam, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Vol. 2, No. 1, Juli 2001.

21.   2001, Islam di Tengah Konflik dalam Dinamika Perkembangan Iptek dan Ke-budayaan, Jurnal Bestari, No. 31 Th. XIV, 2001.

22.   2001, Kebenaran Ilmu dan Pendidikan dalam Gagasan Kiai Ahmad Dahlan,Jurnal Varidika, No. 22/Th XIII/2001.

23.   2003, Makna Kemahatunggalan Tuhan dalam Keyakinan Iman Muslim,Jurnal Teologi Gema, Fak Theologia UnKris Duta Wacana, Edisi58 Th. 2003.

24.   2004, Mustadl’afin dan Kaum Proletar dalam Elitisme Pengingkar Tuhan,Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah Tajdida, Vol 2 No. 2Desember 2004.

25.   2005, Islam dalam Kesadaran Orang Jawa, Majalah Syir’ah, edisikhusus ulang

26.   2009, Islamic Education and Da’wah Liberalization Investigating Kiai AhmadDahlan  Ideas, Al-Jamiah, Vol 46, Number 2, 2008/1429, p.401-430

Sedangkan karya-karya beliau yang diterbitkan dariberbagai penerbit seperti: Bumi Aksara, Sipress, Persatuan,Pustaka Pelajar, Bentang budaya, Kreasi Wacana dan lain-laindiantaranya:

1.        1985, Syeh Siti Jenar dan Ajaran Wihdatul Wujud, Persatuan,Yogyakarta.

2.       1985, Perkembangan Pemikiran Muhammadiyah Dari Masa Ke Masa, DuaDimensi, Yogjakarta (karya bersama Sukrianto, A.R.)

3.       1986, Tinjauan dan Prespektif Ajaran Islam, Bina Ilmu, Surabaya.4.       1987, Warisan Intelektual Kiai Ahmad Dahlan, Persatuan, Yogyakarta.

5.       1990, Pergumulan Pemikiran dalam Muhammadiyah, Sipres,Yogyakarta. (karya bersama Sukrianto A.R.)

6.       1990, Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam PerspektifPerubahan Sosial, Bumi Aksara, Jakarta.

7.       1991, Yogyakarta Selintas dalam Peta Dakwah, Depag DIY,Yogyakarta.

8.       1991, Perubahan Perilaku Politik Islam dalam Perspektif Sosiologis,Rajawali, Jakarta.

9.       1992, Khutbah-Khutbah Islam, Sipres, Yogyakarta.10.   1992, Mencari Tuhan dan Tujuh Jalan Kebebasan, Esai Pemikiran Imam Al

Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta.11.   1992, Pancasila Dasar Filsafat Negara; Prinsip-prinsip Pengembangan Kehi-

dupan Beragama, UMM Press, Malang. (karya bersama; A. MalikFadjar, Dimjati Achijat, Agus Tinus)

12.   1993,  Pak AR Menjawab dan 274 Permasalahan dalam Islam, Sipres,Yogyakarta.

13.   1994, Paradigma Intelektual Muslim; Pengantar Filsafat Pendidikan Islam danDakwah, Sipres, Yogyakarta.

14.   1995, Teologi Kebudayaan dan Demokrasi Modernitas, Pustaka Pelajar,Yogyakarta.

15.   1996, Ideologisasi Dakwah; Episod Kehidupan M. Natsir dan Azhar Basyir,Sipres, Yogyakarta.

16.   1997, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Sipres, Yogyakarta.17.   1997, Teologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah, Sipres, Yogyakar-

ta.18.   1998, Bisnis Kaum Sufi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. (karya

bersama Radjasa Mu’tasim)19.   1998, Rekonstruksi Pendidikan dan Tradisi Pesantren dalam Religiusitas Iptek,

Pustaka Pelajar-Fak Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogjakarta,Yogyakarta. (editor; karya bersama)

20.   1999, Studi Islam dalam Percakapan Epistemologis, Sipres, Yogyakarta(editor). 

21.   2000, Islam Murni Dalam Masyarakat Petani, Bentang Budaya-FordFoundation, Yogyakarta-Jakarta.

22.   2000, Menggugat Muhammadiyah, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta.23.   2000, Neo-Sufisme dan Pudarnya Fundamentalisme, UII Press,

Yogyakarta.24.   2000, Kearifan Tradisional, Agama untuk Tuhan atau Manusia, UII Press,

Yogyakarta.25.   2001, Syekh Siti Jenar; Pergumulan Islam-Jawa, Bentang Budaya,

Yogyakarta. (kini cetakan ke-16)

26.   2001, Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar, Kreasi Wacana,Yogyakarta. (kini cetakan ke-12)

27.   2001, Kekerasan dan Konflik; Tantangan Bagi Demokrasi, Forum LSM DIY-Yappika, Yogyakarta. (karya bersama)

28.   2001, Kiai Presiden, Islam dan TNI di Tahun-tahun Penentuan, UII Pres,Yogjakarta.

29.   2002, Jawaban Kyai Muhammadiyah (edisi revisi), Kreasi Wacana,Yogyakarta.

30.   2002, Nalar Spiritual Pendidikan, Solusi Problem Pendidikan Islam, TiaraWacana, Yogyakarta.

31.   2002, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian John P. Miller, Kreasi Wacana,Yogjakarta (karya saduran).

32.   2002, Pendidikan Liberal  Berbasis Sekolah Stevan M. Chan, KreasiWacana, Yogjakarta (karya saduran bersama Umi Yawisah).

33.   2002, Teologi Kiri; Landasan Gerakan Membela Kaum Mustadl’afin, KreasiWacana, Yogjakarta (edisi revisi).

34.   2003, Strategi Sufistik Semar; Aksi Santri Merebut Hati Rakyat, KreasiWacana, Yogyakarta. 

35.   2003, Dari Semar ke Sufi; Kesalehan Multikultural, Al-Ghiyat,Yogjakarta

36.   2003, Burung Surga dan Ajaran Kasampurnan Syekh Siti Jenar, KreasiWacana, Yogyakarta (kini cetakan ke-4).

37.   2003, Nyufi Cara Baru Kiai Ahmad Dahlan dan Petani Modernis, Serambi,Jakarta.

38.   2003, Revolusi Kesadaran Dalam Serat-Serat Sufi, Serambi, Jakarta.39.   2003, Moral Politik Santri; Agama dan Pembelaan Kaum Tertindas, Erlangga,

Jakarta.40.   2004, Kecerdasan Makrifat; Jalan Pembebasan Manusia dari Mekanisme

Konflik, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (pidato pengukuhansebagai guru besar).

41.    2005, Makrifat Siti Jenar; Teologi Pinggiran dalam Kehidupan Wong Cilik,Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta (cet ke 3).

42.   2005, Kesalehan Multikultural Ber-Islam Secara Autentik-Kontkestual di ArasPeradaban Global, PSAP, Jakarta.

43.   2005, Kisah dan Pesan Kiai Ahmad Dahlan, Pustaka Scripta Perenia,Yogyakarta.

44.   2005, The Power Of Angel, Membela Sesama Mengapai Surga, ScriptaPerenia, Yogya

45.   2005, Islam Sejati; Kiai Ahmad Dahlan dalam Kehidupan Petani, Serambi,Jakarta.

46.   2005, Teologi & Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah, (edisi revisi),Roykhan, Yogya.

47.   2006, Bijak & Jenaka, Melipur Jiwa dengan Kisah Sarat Makna, SerambiIlmu Semesta, Jakarta.

48.   2007, Sufi Pinggiran; Menembus Batas-Batas, cet kedua, Impulse-Kanisius, Yogyakarta

49.    2007, Satu Tuhan; Seribu Tafsir, cet kedua, Impulse-Kanisius,Yogyakarta.

50.    2007, Kisah dan Pesan Kiai Ahmad Dahlan; Hikmah Muhammadiyah, SuaraMuhammadiyah, Yogyakarta.

51.    2007, Manusia Alquran; Jalan Ketiga Religiusitas di Indonesia, cet pertama,Impulse-Kanisius, Yogyakarta.

52.    2007, Ajaran dan Jalan Kematian Syech Siti Jenar, cet ke-22, KreasiWacana, Yogyakarta.

53.    2008, Syekh Siti Jenar; Pergumulan Islam-Jawa, cet ke 19, Bentang,Yogyakarta.

54.    2008, Makrifat Burung Surga, Ilmu Kasampurnan Syech Siti Jenar, cet ke-11, Kreasi Wacana, Yogyakarta.

55.    2008, Api Pembaharuan Muhammadiyah,; Etika Welas Asih, MultiPresindo, cet pertama, Yogyakarta.

56.    2008, Bijak & Jenaka, Melipur Hati dengan Kisah Bergizi (edisi revisi),Zaman, Jakarta.

57.    2009, Merebut Hati Rakyat, Cara Menang Politik Santri, Impulse-Kanisius, Yogya (dalam proses).

58.    2009, Guru Sejati Syekh Siti Jenar Guru Sejati; Pemimpin dalam MakrifatJawa,Epistema, Yogyakarta (dalam proses).

59.    2009, Misteri Kematian Syekh Siti Jenar, Mizan, Bandung (dalamproses).

60.    2009, Kesetiaan Perempuan dalam Makrifat Syekh Siti Jenar dan BurungSurga, Impulse-Kanisius, Yogyakarta (dalam proses).[40]

Selain aktif menulis buku-buku yang diterbitkan, AbdulMunir juga merupakan kontributor bagi sejumlah buku denganberagam tema. Buku-buku tersebut diantaranya:

      Kelompok studi lingkaran, Intelektualisme MuhammadiyahMenyongsong Era Baru, Bandung: Mizan, 1995.

      Muslih Usa dan Aden Wijdan SZ, Pendidikan Islam DalamPeradaban Industrial, Yogyakarta: Aditya Media, 1997.

      M. Amin Abdullah, Antologi Studi Islam: Teori danMetodologi, Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000.

      Maryadi (ed), Muhammadiyah Dalam Kritik, Yogyakarta:Muhammadiyah University Press, 2000.

      H.M Amin Abdullah dkk, Tafsir Baru Studi Islam dalam EraMultikultural, Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2001.

Abdul Munir Mulkhan Yang Menulis Kata pengantar untuksejumlah buku diantaranya adalah:

         Muhammad Damami, Akar Gerakan Muhammadiyah, Yogyakarta:Pajar Pustaka Baru, 2000.

         Haifan A. Jawwad. Perlawanan Wanita: Sebuah pendekatanotentik religius, terjemah, Moh. Salik, Yogyakarta: CendekiaPara Mulya, 2002.

         Akhmad Kusuma Jaya (Peny) Jalaluddin Rumi: Kearifan Cinta(Renungan Sufistik sehari-hari Kutipan Fihi Ma Fihi).Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002.

         Th. Sumartana, dkk. Pluralisme, Konkrit dan PendidikanAgama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

         Lukman Hakim, Revolusi Sistemik, Solusi Stagnasi Reformasidalam Bingkai Sosialisme Religius, Yogyakarta: Kreasi Wacana,2003.

G.   Mainstream Pemikiran Abdul Munir MulkhanAbdul Munir Mulkhan dikenal sebagai tokoh pemikir yang

aktif dan produktif. Selain sebagai guru, dosen, beliau jugaaktif di berbagai kegiatan organisasi Muhammadiyah. AbdulMunir Mulkhan dikenal sebagai penulis, baik berupa artikeldi media masa maupun menulis puluhan buku. Beberapapemikiran yang menarik pernah dikemukakan Abdul MunirMulkhan. Misalnya: soal pemahaman yang keliru tentanghubungan antara agama dan kebudayaan. “Agama ya KebudayaanItu Sendiri”, katanya. Agama yang dari Tuhan memang bukankebudayaan, tapi karena watak-Nya yang absolut, olehkarenanya hal itu “Bukan Menjadi Urusan Kita”. Namun yangjelas tambah Abdul Munir Mulkhan, ketika agama masuk dalamstruktur kesadaran manusia maka agama adalah kebudayaan.Konsekuensinya agama menjadi dinamis  negotiabledan karenatidak kebenaran mutlak. Agama adalah tafsir, yang sangatdipengaruhi oleh kondisi di mana seseorang manusia hidup,oleh hubungan-hubungan sosial. Perkembanganintelektualitasnya dan seterusnya.

Untuk memahami hal ini perlu dikemukakan pendapat LorensBagus dalam buku kamus filsafat, bahwa pembagian agama seringdibedakan menjadi dua macam: agama kodrati-natural, dan agamawahyu. agama kodrati-natural bertumbuh dari kodrat manusiayang rohani dan yang diciptakan. Agama wahyu memperlihatkandengan jelas bagaimana kehidupan riligius bertumbuh danberkembang. Dasar kehidupan ini adalah iman, harapan dan

cinta. Agama adalah kebudayaan yang merupakan ragam agama yangpertama.

Dalam kajian Islam agama natural tersebut dikenal denganistilah agamawatsaniyyah atau wadhiyyah, yaitu yang dihubungkankepada bumi dan bukan dihubungkan kepada langit, dihubungkankepada manusia dan bukan kepada Allah, seperti agama Budha,Hindu dan Majusi, adapun agama wahyu disebutagama samawiatau kitabi yaitu agama yang memikili kitab suciWahyu Ilahi  yang turun dari langit membawa petunjuk Allahbagi manusia seperti agama Yahudi, Nasrani dan Islam.

Dalam wacana agama sebagai intelektual, Abdul MunirMulkhan mengimpikan terwujudnya cara agama yang santun dandinamis di tengah masyarakat. Kita membutuhkan konsep tentangTuhan yang manusiawi, agar Tuhan tidak terus bertempur denganTuhan-Tuhan yang lain perlu dikemukakan bahwa konsep tentangTuhan dalam ilmu kalam seperti dikemukakan oleh Harun Nasutiondalam buku Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah analisaperbandingan Tuhan bersifat absolut dalam kehendak dankekuasaan-Nya. Tuhan adalah Maha Pemilik (Al-Malik) yangbersifat absolut dan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nyadidalam kerajaan-Nya dan tak seorang pun yang dapat mencelaperbuatan-Nya apalagi bertempur dengannya.

Selain itu pemikiran beliau juga dilandaskan dengan tigahal yakni: Filosofis, Sosiologis dan Religius. Filosofis karena memangbeliau selalu menggunakan sudut pandang filosofis dalammenelurkan pemikiran-pemikirannya dan di samping itu beliaujuga  mendapat gelar guru besar filsafat di universitas islamnegeri yogyakarta.Sosiologis hal itu terbukti dengan peranbeliau selama ini yang beberapa kali menjabat di selah satuorganisasi ternama di negeri ini yang tak lain adalahorganisasi muhammadiyah. Religius seperti halnya karya-karyabeliau yang rata-rata bertemakan keagamaan.

BAB IIIPENDIDIKAN SUFISTIK MENURUT PROF. DR. ABDUL MUNIR MULKHAN, SU.

A. Pengertian Pendidikan Sufistik Menurut Abdul MunirMulkhan

Membahas masalah pendidikan sufistik tidak akan terlepasdari pengertian pendidikan islam, sehingga akan diperolehbatasan-batasan pengertian pendidikan secara lebih jelas.[41] Namun sebelum penulis paparkan pengertian pendidikansufistik menurut Abdul Munir Mulkhan terlebih dahulu penulis

akan mengetengahkan beberapa pesrspektif pengertian pendidikandan sufistik.

Para ahli pendidikan Indonesia, mendefinisikan pendidikandengan berbagai coraknya. Menurut Hasan Langulung pengertianpendidikan itu dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari sudutpandang masyarakat secara umum dan dari segi pandanganindividu.[42] Lanjut Langulung, masyarakat memandangpendidikan sebagai pewarisan kebudayaan atau nilai-nilaibudaya baik yang bersifat intelektual, ketrampilan, keahliandari generasi tua kepada generasi muda agar masyarakattersebut dapat memelihara kelangsungan hidupnya atau tetapmemelihara kepribadiannya. Sedangkan dari segi pandanganindividu pendidikan berarti upaya pengembangan potensi-potensiyang dimiliki individu yang masih terpandang agar dapatteraktualisasi secara konkrit, sehingga hasilnya dapatdinikmati oleh individu dan masyarakat. Hal ini senada denganpendapat Ishaq al-Shu’aibi yang membagi pendidikan menjadipendidikan individu, yang bertujuan untuk terbinanya personalyang membuat peradaban, dan pendidikan masyarakat, yangberusaha untuk terbinanya ikatan kebudayaan di masyarakat yangbaik.

Pendidikan merupakan usaha sadar bertujuan, yaitumenyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,pengajaran dan juga latihan bagi peranan dimasa yang akandatang. Pendidikan memperhatikan perkembangan selalu pribadianak, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional kitayaitu: [43]“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitumanusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudiluhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani serta tanggungjawab kemasyarakatan  dan kebangsaan.”

Erat kaitannya dengan pendidikan disekolah adalah motivasi, karena motivasimerupakan daya pendorong yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dalampencapaian suatu tujuan. Begitu pula motivasi sangat penting bagi anak dalammenempuh pendidikkannya juga dalam tempat belajarnya. Dalam pendidikan anak inilahada tujuan yang hendak dicapai sebagaimana yang diungkapan Al-Ghazali dalam tujuanpendidikan Islam:

1.      Kesempurnaan manusia yang puncaknya adalah dekat dengan Allah.2.      Kesempurnaan manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat.[44]

Dalam Islam, istilah pendidikan, Setidaknya mengacu dari 3 kata dasar yangada dalam bahasa Aarab yaitu: tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib.[45] Ketiga istilah tersebutmempunyai arti yang berbeda, adapun tarbiyah mengandung arti suatu proses menumbuhkembangkan anak didik secara bertahap dan berangsur-angsur menuju kesempurnaan,sedangkan ta’lim merupakan usaha mewariskan pengetahuan dari generasi tua kepadagenerasi muda dan lebih menekankan pada transfer pengetahuan yang berguna bagi

kehidupan peserta didik. Istialah ta’dib merupakan usaha pendewasaan, pemeliharaandan pengasuhan anak didik agar menjadi baik dan mempunyai adab sopan santun sesuaidengan ajaran Islam dan masyarakat.[46]

Ketiga istilah ini harus dipahami secara bersama-sama karena ketiganyamengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungandalam hubungannnya dengan Tuhan dan saling berkaitan satu dengan yang lain.[47]

Athiyah Al-Abrosyi memaknai pendidikan Islam dengan pengertian mempersiapkanindividu agar ia dapat hidup dengan kehidupan yang sempurna.[48] Sedangkan Drs.Abu Tauhied, mengartikannya dengan suatu upaya mempersiapkan anak atau individu danmenumbuhkannya baik dari sisi jasmani, akal fikiran dan rohaninya denganpertumbuhan yang  terus menerus agar ia dapat hidup dan berpenghidupan sempurna dania dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya dan umatnya.[49] Sedangkan menurut Zakiah Daradjat:“Pendidikan Islam merupakan bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agardapat memahami kandungan agama Islam secara keseluruhan, menghayatimakna, maksud dan tujuan agama Islam serta dapat mengamalkannya danmenjadikannya pandagan hidup, sehingga mendatangkan kebahagiaan di duniadan akhirat.”[50]

Menurut Abdul Munir Mulkhan, pendidikan adalah rancangankegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahanperilaku seseorang dan suatu masyarakat. Pendidikan, merupakanmodel rekayasa sosial yang paling efektif untuk menyiapkansuatu bentuk masyarakat “masa-depan”. Demikian pula halnyadengan masyarakat Islam sebagai sebuah sistem, masa depannyabanyak ditentukan oleh konsep dan pelaksanaan pendidikantersebut.[51]

Dalam literatur yang lain, Munir Mulkhan menyebutkanpendidikan harus dilaksanakan prinsip-prinsip sebagai berikut:[52]

        Setiap manusia memiliki kedudukan dan hak yang samadihadapan Allah.

        Setiap manusia memiliki kecenderungan fitrah yang hanifuntuk tunduk kepada kebenaran sesuai dengan posisinya masing-masing.

        Setiap manusia membutuhkan penghargaan dan pengakuan.        Setiap manusia memiliki kesadaran terhadap dirinya,

lingkungan, eksistensinya serta terhadap sejarah.        Islam adalah agama untuk semua manusia bahkan alam.        Kepemelukan Islam adalah hidayah yang merupakan hak Allah.

Manusia hanya mampu menjalani sebuah proses dan menciptakanpeluang.

        Subtansi dari hidup adalah sebuah proses memahami melaluipenalaran dan penghayatan pengalaman dalam amal yang kreatif.

        Pendidikan Al-Islam harus merupakan media dan wahana dariproses tersebut.

Menurut Abdul Munir Mulkhan, pendidikan Islam merupakanpembimbing dan pengarah masyarakat berbagai kawasan untuksaling berdialog, sehingga tumbuh solidaritas sosial yangmurni sabagai manusia seutuhnya yang memiliki keunikan,kedirian dan keterikatan bersama. Pendidikan Islam disampingmemiliki kemampuan memenuhi tuntunan normatife juga mampumenjawab tantangan historis dan sosiologis masyarakat modern.[53]

Lebih lanjut ia menuturkan bahwa pendidikan harusnyadiletakkan dan dikelola sebagai paket pengembangan jiwa ataukepribadian dan keterampilan serta pemberian fasilitas bagisetiap manusia untuk bisa mengalami dan menyelesaikan sebanyakmungkin masalah. Dengan demikian pendidikan merupakanrekonstruksi pengalaman sejarah secara akumulatif, sehinggamanusia bisa belajar dari sejarah masa lalu. Karena itukecerdasan seharusnya diorientasikan bukan sekedar sebagaiprestasi otak, tetapi juga sebagai kualitas spiritual danreligiusitas.[54]

Sedangkan istilah sufistik itu sendiri menurut HarunNasution[55] ada 5 macam pengertian yang berasal dari sukukata yang berbeda-beda, diantaranya:

a.       Suffah;Demikian itu karena adanya kesamaan antara para sufi

dengan Ahl al-suffah dalam kehidupan dan sifat-sifat mereka. Ahl al-suffah adalah sekelompok kaum muhajirin yang miskin danmempunyai hati yang baik, tinggal dalam sebuah ruangan di sisimasjid Rasulullah SAW.

b.      Saff;Dikatakan demikian karena ia berada pada saff (baris)

pertama dihadapan Allah, sebagaimana halnya dengan shalat(berjamaah) dan dalam berjihad.

c.       Safa (Safwun);Artinya bersih, murni dan suci. Demikian itu karena kaum

sufi mempunyai hati nurani yang murni dan sifat-sifat merekatersembunyi, terpilih, tercerahkan dan bersih. Mempunyaipengetahuan tentang Allah dan berjalan menuju-Nya, sertaberpaling dari yang selain-Nya. Mereka itulah orang-orang yangmendapatkan rahmat dari Allah. Karena itu kesucian mereka punakan terjaga dan memang para sufi selalu berusaha menyucikan

dirinya yakni dengan cara memperbanyak ibadah, terutama shalatdan puasa.

d.      Sophos; Nicholson menyatakan, beberapa sarjana eropa

mengidentifikan kata sufi dengan (sophos) berarti kebijakan(hikmah).

e.       Suf;Kata suf berarti wool, istilah sufi untuk pertama kalinya

dinisbahkan pada zahid yang memakai pakaian dari wool.Dikatakan trimingham bahwa dari sinilah munculnya istilahtasawuf untuk mistisisme. Wool dimaksud adalah wool kasarsebagai simbol kesederhanaan sekaligus pertanda kemiskinan.Meraka tidak memakai pakaian yang halus disentuh atau indahdilihat, untuk menyenangkan jiwa. Mereka memakai wool kasartersebut hanyalah untuk menutupi ketelanjangannya.

Secara etimologi, para ahli sufi berselisih pendapattentang asal kata tasawuf, sebagian mengatakan bahwa tasawufberasal dari suffah yang berarti tempat masjid nabawi yangdidiami oleh sebagian sahabat anshar, ada pula yang mengatakanberasal dari shaf, yang berarti barisan, seterusnya ada yangmenyatakan shafa, yang berarti bersih atau jernih. Dan ada lagiyang menyatakan dari shufanah, yakni nama kayu yang bertahantumbuh di padang pasir. Terakhir ada yang menyatakan daribahasa yunani Theosofi, yang berarti ilmu keTuhanan.[56]

Dari beberapa pandangan tersebut, maka dapat dikatakanadanya perbedaan pendapat tentang asal-usul kata tasawuf itudilatarbelakangi oleh perbedaan sudut pandang. Tasawufdikatakan dari kata shuf, karena kata tersebut ditinjau darisegi lahiriyah, yakni pakaian yang terbuat dari bulu yangbiasa dipakai oleh ahli tasawuf. Sementara bagi yangmenyatakan shafa yang berarti bersih, adalah karena para ahlitasawuf berusaha membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela.

Sedangkan pengertian sufistik yang terdapat dalam kamusbesar Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan ilmu tasawuf,sedangkan sufi adalah ahli ilmu suluk atau ahli ilmu tasawuf.[57]

Menurut Abdul Munir Mulkhan bahwa yang dimaksud denganistilah sufistik itu adalah sifat seperti pemikiran sufistikartinya pemikiran yang nyufi, sementara sufi itu sendiriadalah sebutan atau nama suatu tindakan atau pandangan,sedangkan sufisme adalah suatu cara pandang atau sikap yang

memandang bahwa pencapaian kedekatan pada Tuhan dilakukantidak hanya dengan ritual ibadah yang kasat mata atau fisikjasmani, melainkan juga sekaligus dengan ritual hati danketerlibatan hati atau jiwa.[58]

Pada dasarnya aliran sufi merupakan salah satu jalanhidup mistik, yang dimulai dengan perubahan jiwa ataupemutaran menuju Tuhan. Akhir dari jalan ini adalahkesempurnaan penyatuan antara manusia dengan Tuhan ataumeminjam istilah dari ajaran syeh siti jenar yaitu manumggaling kaulo gusti, pandangan seperti ini juga bisa ditemukandalam ajarannya seorang tokoh yang terkenal yakni Al-Hallajyang melahirkan konsep tentang wahdatul wujuh.[59]

Hal yang akan diungkapkan terlebih dahulu adalahdeskripsi singkat dari sebuah proses yang tidak peduliseberapa jauhnya. Dengan kata-kata baik kalimat singkat maupuncerita yang panjang, sufi berusaha untuk membangkitkanperubahan mistisisme yang pada awalnya hanya bersifattransenden (ketuhanan) menjadi sufi yang bersifat humanistanpa harus menghilangkan kualitas ketuhanannya.

Sufistik atau tasawuf di sini tidak hanya sebataskearifan individual yang hanya melakukan ritual-ritual mistikdan cenderung lebih mengedepankan hubungan terhadap Tuhan(Allah) dan Rasulnya tetapi beliau lebih mengedepankankesalehan secara universal (merata) atau dalam bahasa yanglain beliau lebih mengedepankan Hablum Minan Nas tanpamengabaikan hubungan dengan Tuhan dan Rasulnya, beliaumemaknai ritual-ritual ibadah agar tidak hanya bermanfaatuntuk dirinya sendiri tetapi bagaimana caranya agar bisabermanfaat terhadap orang lain, bahkan beliau menganjurkandiri kita agar lebih mengedepankan orang lain dari padadirinya sendiri.

Di samping itu beliau juga sangat mengapresiasi mengenaipara elit negara yang bisa menjalankan amanah rakyatnya denganbaik, bertanggung jawab, jujur, tidak korupsi dan lainsebagainya, begitu juga sebaliknya sebagai wargamasyarakatyang kadang tertindas hak-haknya oleh kebijakan-kebijakanpenguasa yang sering tidak memihak terhadap rakyat miskin, danrakyat miskin tersebut sudah berusaha memperjuangkan haknyanamun tak ada hasil yang diperoleh lalu kemudian rakyat miskintersebut mengiklaskan dan menerimanya dengan lapang dada atasketentuan-ketentuan tersebut maka itulah yang dimaksud oleh

Abdul Munir Mulkhan sebagai prilaku atau sifat-sifat yang baik(mulia) yang tergolong sebagai prilaku yang sufi.

Tasawuf atau sufi merupakan metodologi yang membimbingmanusia ke dalam harmoni dan keseimbangan total. Interaksikaum sufi dalam semua kondisi adalah dalam harmoni dankesatuan dengan totalitas alam, sehingga perilakunya tampaksebagai manifestasi cinta dan kepuasan dalam segala hal.

Bertasawuf berarti pendidikan bagi kecerdasan emosi danspiritual (ESQ) yang sebenarnya adalah belajar untuk tetapmengikuti tuntutan agama, saat berhadapan dengan musibah,keberuntungan, perlawanan orang lain, tantangan hidup,kekayaan, kemiskinan, pengendalian diri, dan pengembanganpotensi diri. Bukankah lahirnya sufi-sufi besar sepertiRabi'ah Adawiah, Al-Ghazali, Sari al-Saqothi atau Asad al-Muhasabi telah memberi teladan, pendidikan yang baik, yakniberproses menuju perbaikan dan pengembangan diri dan pribadi.

Oleh karena itu menurut beliau bahwa sufi itu bisadilakukan oleh siapa saja.[60] baik orang itu kaya, sederhana,maupun miskin jika orang tersebut mempunyai sifat-sifat baik(mulia) maka orang tersebut bisa dikatakan orang yang sufi,bahkan lanjut beliau bahwa orang yang sufi itu tidak harusmengetahui tingkatan (maqomat-maqomat) dalam ilmu tasawufkarena mungkin secara tidak langsung dan tanpa disadari ketikaorang tersebut melakukan kebaikan telah mencapai tingkatan(maqam) tersebut.

Adapun pendidikan sufistik menurut Munir Mulkhan adalahpendidikan yang bisa membuat orang memiliki sifat-sifat mulia,bukan sekedar kognisi, akan tetapi lebih pada afeksi atauaspek kesadaran.[61] Dalam beberapa literature, Munir Mulkhanmenyebut pendidikan sufistik dengan sebutan pendidikan agama.Terdapat sekurangnya tiga hal yang harus ada dalam pendidikan,terutama pendidikan agama, khususnya pendidikan agamaislam. Pertama dimensi pengetahuan atau ilmu, kedua dimensikesadaran, ketiga dimensi perilaku. Pendidikan yang hanyamenekankan ilmu atau pengetahuan akan membuat orang pandaiberkilah tapi sesungguhya sebagai pembangkang.[62] Pendidikansufistik atau pendidikan agama[63] ini lebih menekankan padadimensi kesadaran ketuhanan. Pendidikan sufistik perludipahami bukan sekedar memperkaya ilmu atau pengetahuan agamatanpa kesadaran ketuhanan. Keahlian dalam ilmu tentang Tuhandan ajaran-Nya tanpa kedaran ketuhanan sering membuatseseorang menipu diri sendiri, munafik, malam hari menangis

menyesali diri, terus beristighfar, siang kembali menjadipecundang. Secara sadar mempermainkan Tuhan dan melecehkanTuhan dengan menumpuk pahala guna menghapus dosa yang terusdilakukan secara berulang-ulang.

Pendidikan sufistik diberi arti bukan sebagai hasil kerjakreatif, tetapi sebagai proses kreatif itu sendiri yang terusmenerus berlangsung sepanjang hidup. Proses kreatif selalubersifat unik dan khas bagi setiap orang dan peserta didik.Perbedaan berdasar keunikan dari proses kreatif dari tiappeserta didik tersebut lebih penting daripada abstraksi ataspola kesamaannya.[64]

Pendidikan agama atau sufistik perlu dimaknai sebagaisuatu strategi pembelajaran berorientasi penciptaan situasibelajar ketuhanan hingga peserta didik bisa menjalani proseskreatifnya sendiri dalam ber-Tuhan dan ber-Islam. Dari sinipeserta didik bisa menemukan sendiri dan menyadari kehadiranTuhan dalam kelas atau kehidupan sehari-hari. Kesadaranpersonal seperti itu adalah kunci utama proses pembelajaranbagi penumbuhan daya kreatif yang bebas dan mandiri darisetiap peserta didik.

Syed Sajjad Husaian dan Syed Ali Ashraf juga berpendapatbahwa Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatihperasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalamsikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan merekaterhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekalioleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etisIslam[65], atau "Pendidikan Islam mengantarkan manusia padaperilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariatAllah.[66] Pendidikan Islam bukan sekedar "transfer of knowledge"ataupun "transfer of training", ....tetapi lebih merupakan suatusistem yang ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan;suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan.[67] Pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengansengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengannilai-nilai Islam.

Melalui proses itu peserta didik mampu mengendalikansifat kemanusiaan bagi penumbuhan dan pengembangan sifatketuhanannya seperti teori hulul dalam tradisi sufi.[68] Denganpenuh sadar diri peserta didik memilih menaati semua ajaranTuhan dan bersedia menanggung segala resiko akibat pilihannyatersebut.

Kesadaran yang disebut etis tersebut akan mendorongpeserta didik menggunakan seluruh waktu hidupnya guna mencarisendiri pengetahuan ketuhanan dan ajaran Tuhan. Memperkayapengetahuan itu, serta menaati ajaran Tuhan dengan penuhsemangat dan kegembiraan. Melalui proses aktif itu, pesertadidik terus berusaha menyempurnakan pengetahuan tentang ajaranTuhan dan pemenuhannya sehingga menjadi kaffah baik selamaproses pembelajaran dalam kelas atau diluar lingkungan sekolahdan dalam kehidupan sosial usai sekolahnya nanti.

Pendidikan agama ialah usaha membuat peserta didik beradadalam suasana belajar bagai seorang pengamat sekaligus yangdiamati. Ketika seseorang melihat sebuah cermin yang terlihatadalah dirinya sendiri. Pada posisi cermin diletakkan hal-halketuhanan sehingga ketika melihatnya atau mengamati yangterlihat adalah si pengamat sendiri bagai menggunakan mataTuhan untuk melihat diri sendiri (man arafa nafsahu faqad arafarabbahu).

Pada intinya bahwa pendidikan sufistik menurut AbdulMunir Mulkhan adalah pendidikan yang mengajarkan atau membuatorang memiliki sifat-sifat baik (mulia).

Pembelajaran sufistik ini hanya mungkin dilaksanakandengan syarat-syarat:[69]

1.      Jika guru agama bebas dari beban teologis. Beban teologisterlihat dari peletakan seluruh perkembangan moral danketaatan ritual peserta didik di sekolah umum dan madrasahpada guru agama dengan system pembelajaran terpisah danalokasi waktu yang minimal.

2.      Beban birokrasi kurikulum sesuai kemampuan dan alokasiwaktu yang disediakan dengan fokus pembelajaran.. Bebanbirokrasi kurikulum bisa dilihat dari kewajiban guru agamamenyelesaikan seluruh rancangan kurikulum dalam satuan waktuterbatas dan system evaluasi ranah kognisi.

B.     Signifikansi Pendidikan SufistikMenurut Munir Mulkhan, pendidikan sufistik dapat terwujud

dengan redefinisi dan rekonseptualisasi pendidikan agamaislam. Dimana pendidikan agama islam hanya bersifat tempelanatau mengikut pada sistem pendidikan nasional atau pendidikanumum.[70] Akibatnya, pendidikan hampir selalu gagal melahirkan

manusia-manusia kreatif yang memiliki gairah penemuan teoriiptek atau pengembangan teori tersebut. Rekonseptualisasi itumeliputi pendidikan agama islam mulai dari pendidikan tingkatdasar hingga tingkat perguruan tinggi. Signifikansirekonseptualisasi dan/ atau redefinisi pendidikan agama islamadalah bahwa pendidikan agama islam selama ini cenderungkognitif – doktrinal.[71]Pendidikan agama islam haruslah lebihmenitikberatkan pada sisi afektif , bagaimana anak didikmelalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari guru ataupunpengalaman pribadi diluar sekolah dapat membentuk kesadarnberketuhanan.

Rekonseptualisasi tujuan dan pembelajaran agama tersebutdidasari beberapa pertimbangan:[72]

1.      Pendidikan agama disekolah umum atau (kini) madrasah yangselama ini diletakkan secara terpisah dari system pembelajarandisekolah dalam posisi hanaya sekitar 4% dari keseluruhanwaktu belajar itu tidak bisa lagi diberi tanggung jawabtunggal terhadap perkembangan moral dan relogiositas siswa.

2.      Basis epistemologi pendidikan agama dan metodepembelajarannya seringkali bertentangan dengan hampir semuabidang studi lainnya.

3.      Sementara moral dan religiositas siswa bertumpu padakesadaran etik dan ketuhanan, pembelajaran agama dengan systemevaluasinya lebih terfokus pada ranah kognitif, kurangmenyentuh ranah psikomotor, dan hampir tak menyentuh afeksi.

4.      Kemampuan profesional guru agama yang cenderung lebihrendah dengan fasilitas yang kurang memadai (pelatihan, bukupustaaka, dan media), menyebabkan guru agama mudah kehilangankewibawaan dihadapan peserta didik. Suatu kewibawaan yangmerupakan nilai kunci pengembangan moral dan religiositaspeserta didik.

5.      Religiositas peserta didik yang dipahami sebagai kekayaanpengetahuan ketuhanan dan aturan spiritual, serta kemampuanmembaca kitab suci, menyebabkan guru agama kehabisan waktu dantidak memiliki kesempatan dan mengembangkan model pembelajarankonsep diri dan penyadaran diri tersebut.

6.      Kemampuan ritual dan penguasaan aturannya bisa dipenuhimelalui serangkaian praktikum terprogram, kesadaran ketuhananlebih mungkin diperoleh dengan pengayaan pengalaman ketuhanandan pengalaman mengenal Tuhan melalui studi sejarah, biologi,dan fisika yang menampakkan kehebatan Tuhan.

Pendapat Munir Mulkhan diatas bukanlah suatu hal yangtanpa alasan, begitu komplek problem pendidikan dan kondisimasyarkat sekarang. Banyak pendapat yang mengemukakandemikian, diantaranya, Pertama, kondisi dewasa ini, pendidikanterlihat lebih mengupayakan peningkatan potensi intelegensiamanusia. IQ telah menjadi sebuah "patok absolut" dalam melihattingkat progresivitas kedirian manusia.[73] Manusia dituntutmengasah ketajaman intelektualnya demi kemampuanmengoperasikan mekanisme alam yang menurut Jurgen Habermas,menghunjamnya hegemoni ratio instrumentalis. Produk dariinstrumentalisasi intelek ini adalah terbangunnya manusia-manusia mekanis yang kering dari nuansa kebasahan ruang diri,atau dalam istilah Herbert Marcuse, one dimensional men.

Alvin Tofler berpendapat dalam bukunya The Third Wave(1980) yang bercerita tentang peradaban manusia, yaitu; (1)perdaban yang dibawa oleh penemuan pertanian, (2) peradabanyang diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi industri, dan(3) peradaban baru yang tengah digerakan oleh revolusikomunikasi dan informasi. Perubahan tersebesar yangdiakibatkan oleh gelombang ketiga adalah, terjadinyapergeseran yang mendasar dalam sikap dan tingkah lakumasyarakat.[74] Salah satu ciri utama kehidupan di masasekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya terjadiperubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Banyakparadigma yang digunakan untuk menata kehidupan, baikkehidupan individual maupun kehidupan organisasi yang padawaktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan zaman(Djamaluddin Ancok, 1998: 5).[75]Secara umum masyakarat modernadalah masyarakat yang proaktif, individual, dan kompetitif.

Masyarakat modern dewasa ini yang ditandai denganmunculnya pasca industri [postindustrial society] seprti dikatakanDaniel Bell, atau masyarakat informasi [information society}sebagai tahapan ketiga dari perkembangan perdaban sepertidikatakan oleh Alvin Tofler, tak pelak lagi telah menjadikankehidupan manusia secara teknologis memperoleh banyakkemudahan. Tetapi juga masyarakat modern menjumpai banyakparadoks dalam kehidupannya. Dalam bidang revolusi informasi,sebagaimana dikemukakan Donald Michael, juga terjadi ironibesar. Semakin banyak informasi dan semakin banyak pengetahuanmestinya makin besara kemampuan melakukan pengendalian umum.Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, semakin banyakinformasi telah menyebabkan semakin disadari bahwa segala

sesuatunya tidak terkendali. Karena itu dengan ekstrimZiauddin Sardar [1988], menyatakan bahwa abad informasiternyata sama sekali bukan rahmat. Di masyarakat Barat, iatelah menimbulkan sejumlah besar persoalan, yang tidak adapemecahannya kecuali cara pemecahan yang tumpul. Di lingkunganmasyarakat kita sendiri misalnya, telah terjadi swastanisasitelevisi, masyarakat mulai merasakan ekses negatifnya.

Keprihatinan Toynbee melihat perkembangan peradabanmodern yang semakin kehilangan jangkar spritual dengan segaladampak destruktifnya pada berbagai dimensi kehidupan manusia.Manusia modern ibarat layang-layang putus tali, tidak mengenalsecara pasti di mana tempat hinggap yang seharusnya. Teknologiyang tanpa kendali moral lebih merupakan ancaman. Dan "ancamanterhadap kehidupan sekarang" tulis Erich Fromm, "bukanlahancaraman terhadap satu kelas, satu bangsa, tetapi merupakanancaman terhadap semua".[76] Menurut A. Syafi'i Ma'arif, bahwasistem pendidikan tinggi modern yang kini berkembang diseluruh dunia lebih merupakan pabrik doktor yang kemudianmenjadi tukang-tukang tingkat tinggi, bukan melahirkan homosapiens. Bangsa-bangsa Muslim pun terjebak dan terpasung dalamarus sekuler ini dalam penyelenggaraan pendidikan tingginya.Kita belum mampu menampilkan corak pendidikan alternatifterhadap arus besar high learning yang dominan dalam peradabansekuler sekarang ini. Prinsip ekonomi yang menjadikan pasarsebagai agama baru masih sedang berada di atas angin. Manusiamodern sangat tunduk kepada agama baru ini.[77]

Dampak dari semua kemajuan masyarakat modern, kinidirasakan demikian fundamental sifatnya. Ini dapat ditemuidari beberapa konsep yang diajukan oleh kalangan agamawan,ahli filsafat dan ilmuan sosial untuk menjelaskan persoalanyang dialami oleh masyarakat. Misalnya, konsep keterasingan(alienation) dari Marx dan Erich Fromm, dan konsep anomie dariDurkheim. Baik alienation maupun anomie mengacu kepada suatukeadaan dimana manusia secara personal sudah kehilangankeseimbangan diri dan ketidakberdayaan eksistensial akibatdari benturan struktural yang diciptakan sendiri. Dalamkeadaan seperti ini, manusia tidak lagi merasakan dirinyasebagai pembawa aktif dari kekuatan dan kekayaannya, tetapisebagai benda yang dimiskinkan, tergantung kepada kekuatan diluar dirinya, kepada siapa ia telah memproyeksikan substansihayati dirinya.[78]

Semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh masyarakatmodern yang digambarkan di atas, "menjadi pemicu munculnyakesadaran epistemologis baru bahwa persoalan kemanusian tidakcukup diselesaikan dengan cara empirik rasional, tetapi perlujawaban yang bersifat transendental".[79] Melihat persoalamini, maka ada peluang bagi pendidikan Islam yang memilikikandungan spritual keagamaan untuk menjawab tantanganperubahan tersebut. Fritjop Capra dalam buku The TurningPoint, yang dikutip A.Malik Padjar, "mengajak untukmeninggalkan paradigma keilmuan yang terlalu materialistikdengan mengenyampingkan aspek spritual keagamaan.[80] Demikianlah, agama pada akhirnya dipandang sebagaialternatif paradigma yang dapat memberikan solusi secaramendasar terhadap persoalan kemanusian yang sedang dihadapioleh masyarakat modern".

Kedua, Bangunan pemikiran keagamaan umat islam hingga kinimasih ditandai oleh lima karakteristik dasar, yaitu 1)Penyamaan antara pemikiran dan agama, 2) penafsiran terhadaprealitas histories-empiris yang bertumpu pada causa prima, 3)bersandar sepenuhnya pada otoritas “tradisi” (turats) atau salaf,4) absolutisme-ideologis , dan 5) pengabaian aspek histories.[81] Cukup beralasan bila kemudian dikatakan bahwa pendidikanislam, baik pada dataran konsep maupun praktik, merupakanmedia institutionalization of absolutism (pelembagaan dan kristalisasiberbagai bentuk absolutisme) karena pendidikan telahkehilangan ruh transformatifnya akibat terlalu banyak“malpraktik” dalam kegiatan edukasi yang dilakukan.

Munir mulkhan mengemukakan bahwa praktek pendidikan agamaislam (PAI) yang memandang islam yang sempurna – mutlak benaritu ialah islam yang ada dalam kitab-kitab besar susunan ulamamasa lalu. Islam sudah selesai sehingga PAI yang baik, danbenar ialah memahami apa yang sudah ada dan meniru apa yangdilakukan ulama itu, baik dalam ilmu baik dalamilmu(keagamaan) atau pengalamannya.[82]

Praktik lebih sebagai pengulangan proses penemuan teoriilmu (iptek) yang sudah baku, bahkan sekadar  memahami temuaniptek. Akibatnya, pendidikan hampir selalu gagal melahirkanmanusia-manusia kreatif yang memiliki gairah penemuan teoriiptek atau pengembangan teori tersebut.[83]

Setidaknya, hal ini bisa ditunjukkan lewat polapendidikan tradisional yang hingga kini masih terusdipraktikkan dan multikrisis sebagaimana yang tengah dialami

oleh pendidikan islam. Menurut Pervez Hoodbhoy, sebagaimanadikutip oleh Mahmud Arif, bila dibandingkan dengan polapendidikan modern, pola pendidikan tradisional memperlihatkanperbedaan-perbedaan sebagai berikut:[84]

No Pendidikan Tradisional Pendidikan Modern1. Orientasi akhirat;

orientasi ke masasilam

Orientasi modern,orientasi ke masadepan

2. Tujuan untuksosialisasi ke dalamislam

Tujuan untukperkembanganindividualitas

3. Kurikulum tidakberubah sejak AbadPertengahan

Kurikulum mengikutiperubahan matapelajaran

4. Pengetahuan diWahyukan dan tidakdapat dirubah

Pengetahuan diperolehmelalui prosesempiris dan deduktif

5. Pengetahuan diperolehkarena perintah Tuhan

Pengetahuandiperlukan sebagaialat pemecah masalah

6. Mempertnyakan persepsidan asumsi tidakdibenarkan

Mempertanyakanpersepsi dan asumsidibenarkan

7. Cara mengajarotoriter-indoktrinatif(tidak melibatkanpartisipasi murid)

Cara mengajarmelibatkanpartisipasi murid

8. Menghafal (memorizing)diluar kepala sangatdipentingkan

Internalisasi konsepkunci sangatdipentingkan

9. Pola piker muridadalah pasif selalumenerima, dan

Pola pikir muridadalah aktif-positvistik (kritis),dan

10.

Pendidikan tidakterdiferensisiasikan

Pendidikan dapatmenjadi sangatterspesialisasi

Melihat kondisi diatas, maka pendidikan agama islam punperlu diarahkan untuk melakukan perombakan substansial menujupenyadaran hakiki dengan bertumpu pemaknaan hidup secara lebihhuman. Perubahan ini sepatutnya dibidikkan pada "wilayah

esoteris" yang merupakan kesadaran hakiki yang berwatak multidimensional.[85]

Kesadaran esoteris senantiasa meneguhkan nilai-nilaikeillahiahan yang menjadi sumber segala bentuk kesadaran.Padahal, kesadaran akan hadirnya kekuatan illahiah bisamenghadirkan kesadaran praksis yang amat signifikan bagipengembangan kepribadian baik privat maupun sosial, disinilahsignifikansi keberadaan pendidikan sufistik.[86]

Apabila disederhanakan, maka ragam persoalan (krisis)yang terjadi sebenarnya memiliki kaitan erat dengan tendensifilosofis masyarakat muslim, mengingat pendidikan islam adalahwujud implementasi dan sisi dinamis dari pandangan masyarakatbersangkutan.[87] Proposisi ini bisa dijabarkan denganbertolak dari tesis dasar bahwa pandangan filsafatmasyarakatlah yang turut serta membentuk kesadaran kolektif(ekspektasi sosial) mereka tentang nilai dan makna realitaskehidupan.[88]Dalam kaitan ini, pendidikan islam lantasdifungsikan sebagai saluran utama untuk usaha pentransmisiandan perealisasian kesadarn kolektif tersebut.

Al-Quran dan sunnah telah memberikan panduan umum tentangpersoalan mendasar pemikiran (filsafat) pendidikan, yakni;1) Midan al-haqiqah (ontologi), 2)Nazhariyyat al-ma’rifah (epistemologi), dan 3) Nazhariyyat al-qiyam (aksiologi).Pendek kata, bangunan pemikiran (filsafat) pendidikanditegakkan pada tiga pilar penopang; 1) wahyu (revelation), 2)akal (reason; intellect), dan 3) realitas empiris (reality) sehinggadapat dihasilkan formulasi pemikiran “normatif”, empiris,ilmiah-rasional, dan intuitif.[89]

Kekayaan pengetahuan tentang Tuhan dan ketaatan formalagama tanpa didasari kesadaran ketuhanan tidak menjaminsesorang untuk tidak melanggar hukum Tuhan. Penguasaan ilmuagama sering mempermudah seseorang memanipulasi tindakan salehguna memutihkan perilaku maksiat dengan matematika pahala.[90]Dorongan memenuhi kebutuhan tubuh, sering lebih kuatdisbanding pemenuhan kebutuhan rohaninya. Dari sinipembelajaran agama bukan sekedar pengayaan ilmu agama, tapibagi pengayaan pengalaman ketuhanan, ibadah ritual, danberakhlak mulia.[91]

Menurut islam, keutamaan ilmu tidak dapat dipisahkan daribasis iman dan realisasi amal. Ilmu yang utama adalah ilmuyang dihasilkan dari dorongan iman, ilmu yang mampu memberipenguatan dan penyegaran terhadap iman agar tidak menjadi iman

dogmatic, tetapi iman yang memiliki kepekaan dan sekaliguskekuatan untuk memahami dan berbuat, mengingat kondisikeimanan manusia pada umumnya memang mengenal pasang-surut.Selain itu, ilmu yang utama adalah ilmu yang membuahkan amalsebagai karya nyata kehidupan yang diabdikan untukkemaslahatan manusia dan penghambaan diri kepada Tuhan.Sementara amal itu sendiri merupakan proses aktualisasi dirimanusia dalam membangun budaya islami, memajukan peradaban,memcahkan problem kehidupan, dan meneguhkan eksistensi harkatkemanusiaan sebagai hamba dan khalifah-Nya.

Kerangka dasar wawasan pengetahuan dalam pendidikan islamtelah digariskan oleh al-Quran, khususnya pada QS. al-‘Alaq(96): 1-5. Disini pengetahuan manusia disenut dengan“pembacaan” (al-qiraah) yang meliputi dua wilayah pokok, yakni;1) pembacaan “kitab penciptaan dan 2) pembacaan “kitabtertulis”. Dengan demikian, pengetahuan manusia adalah sesuatuyang hushuli (tanpa menutup kemungkinan terhadap yang hudhuri)seiring proses dinamis yang digumulinya dalam upaya menyingkaptirai-tirai realitas.

Pembacaan terhadap “kitab penciptaan” dapat berupa:pembacaan terhadap asal kejadian, kehidupan, dan akhirkejadian, pembacaan pagelaran semesta dan pembacaan fenomenasosial-kemasyarakatan. Pembelajaran pengetahuan keagamaan bisadisatukan denagan semua bidang studi dari berbagai raagambidang ilmu kealaman dan sosial-humaniora. Pembelajaran ilmukealaman seperti fisika, biologi, geofisika, atau pembelajaranilmu dalam gugus sosial-humaniora seperti bidang studisejarah, sosiologi dan lain-lain sekaligus mengandung muatankepribadian berbasis keagamaan. Karena itulah gurupengampubidang ini sekaligus harus menguasai secara baik(memiliki sertifikasi) pembelajaran akhlak., kalam (tauhid),fikih atau sebaliknya.[92]

Munir Mulkhan menyebutkan bahwa Pembelajaran kesadaranketuhanan melalui pelibatan peserta didik di setiap prosesberpengetahuan melalui studi alam dan kemanusiaan. Tujuanutamanya adalah agar peseta didik menemukan dan mengenalsendiri Tuhan. Inilah makna fungsional surat Ali Imran ayat191 tentang perilaku ulul albab yang menjadikan seluruh hidupnyabagi penelitian jagad raya dengan segala isinya,ttbrã�ä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ 

tbrã�¤6xÿtGtƒur ’ÎûÈ,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur

(baca: studi fisika, biologi, dan sejarah sosial). Kesadaranketuhanan itu menumbuhkan pengakuan bahwa (rabbana) maa khalaqtahaadza batilan subhanaka, lalu berusaha membebaskan diri dariperilaku yang bisa membuatnya menderita (faqina adzaab al-naari).[93] Pendek kata, realitas empiris kehidupan dan alam semestaperlu dijadikan modus belajar (kajian) manusia untukmenghasilkan in-here knowledge dan affirmative action bagi kehidupankonkret yang dijalaninya.

Sementara itu, pembacaan terhadap “kitab tertulis”mencakup dua tingkatan, yakni: 1) “pembacaan literal” yangbersikukuh pada arti linguistikal, dan 2) “pembacaan-pemaknaan” yang berupaya menguak makna dan signifikansi.[94] Dalam kaitan ini, perlu dikomplementasikan ragam/ tingkatpembacaan tersebut untuk bisa membebaskan akal manusia darianeka hegemoni, semisal taqlid buta, yang akan memalingkannyadari “pembacaan” secara jernih terhadap ayat-ayat-Nya, baikyang tertulis maupun yang terbentang dalam pagelaran semesta.[95] Muara akhir yang akan dituju oleh proses pembacaantersebut adalah pengenalan Allah, yakni pengenalan atastindakan kreatif-Nya, sifat-sifat-Nya, dan fenomenapengaturan-Nya terhadap penciptaan semesta.[96]

Dalam konteks ini, pembacaan manusia terhadap dinamikarealitas kehidupan dan pagelaran alam yang dpadukan denganpembacaannya terhadap realitas wahyu mampu memberikan maknamental-spiritual, kearifan, dan wawasan progresif. PengenalanAllah yang dikehendaki disini tidak dalam pengertian“teosentris”, tetapi pengenalan Allah yang mampu menjadisarana efektif untuk merealisasikan tujuan penciptaan manusia,yaitu ibadah. Dalam pengertia generiknya, konsep ibadahmencakup tri-tunggal dimensi: (1) dimensi “agamawi”, (2)dimensi “sosial-kemasyarakatan”, dan (3) dimensi “kealaman”.[97] Pengenalan Allah sebagai muara akhir pengetahuan manusiadalam bingkai ibadah lebih merupakan “manifesto” prinsip teo-antroposentris yang bermakna peneguhan dimensi kemanusiaanmanusia dengan segenap potensi (fitrah) kritis-kreatifnya,namun dalam diri manusia yang bersangkutan muncul kesadaranspiritual (ketuhanan) yang kokoh dan sehat. Jika kita meminjamistilah Kuntowijoyo, dalam pendidikan islam sarat dengannilai-nilai humanisasi, liberalisasi, dan transendensi.[98] Ini berarti pendidikan islam memiliki visi transformatifdan pemberdayaan terhadap insane didik dalam kerangka cita-

cita etik-profetik pemanusiaan, pembebasan, dan penyadarankeilahian.

Keterpaduan di antara ketiga instrument epistimologistersebut (indera, akal, dan wahyu) secara sederhana bisadiilustrasikan sebagai berikut: wahyu ibarat cahaya/ sinarterang, akal ibarat penglihatan, dan penggunaan akal [99] danindera untuk berfikir,menalar, merenung, dan mnegkajiadalah an-nazhar yang dianjurkan Al-Quran. Proses an-nazhar sebagai sebuah aktivitas intelektual dalam sinaranspirit wahyu adalah alur yang paling memungkinkan bagiseseorang untuk dapat mengungkapkan dan menyinergikan”kebenaran agamawi” (haqa’iq diniyyah) dan ”kebenaran kealaman”(haqa’iq kawniyyah); [100] membangun in-here knowledgeyang mampumenopang religiusitas seseorang karena pengetahuan tidak lagisekedar ditransmisikan kedalam struktur kognitifnya, tetapidiinternalisasikan kedalam struktur mental-spiritual dan jugaditransformasikan menjadi tindakan dan karya nyata kehidupan.Dengan demikian, sebagai sebuah proses intelektual, an-nazhar merupakan pengintegrasian secara dinamis-dialektisantara pengamatan empiris, pemikiran logis-rasional, danpengalaman spiritual dalam satu kesepaduan.[101] Dengandemikian, an-nazhar adalah proses intelektual yang bisamenghasilkan jenis pengetahuan empiris, rasional, intuitif,dan revelasional, [102] karena ia dibangun daripengintensifantafakkur terhadap segenap ayat-ayat Tuhandan tadzakkur atas kebesaran-Nya. Jadi, dalam konteks ini an-nazhar dapat dilihat sebagai wujud tauhid epistimologis yangmengintegrasikan bashar (pengamatan indriawi)dengan bashirah (pemahaman akal budi) sewaktu mempelajari alamsemesta. Terhadap produk intelektual, an-nazharmenganggap segalailmu pengetahuan dapat disebut ”ilmu pengetahuan islami”.Sebab, adakalanya ilmu pengetahuan itu bersember dari wahyuseperti pada ilmu-ilmu keagamaan, dan adakalanya ilmupengetahuan itu berasal dari eksplorasi akal dan indera atasdorongan wahyu, seperti pada ilmu-ilmu kealaman dan sosial-humaniora.[103]

Implikasi penerimaan konsep an-nazhar secara epistimologisadalah pengintegrasian entitas supernatural (yang menjadibagian dari kebenaran agamawi) yang berpuncak pada SebabPertama, Tuhan, pada ilmu pengetahuan, dan pengakuan keragamanmetode ilmiah, tidak hanya observasi (bayani) dan kalkulasi,tetapi juga metode domonstrasi (burhani) dan intuitif (’irfani),

mengingat objek ilmu merental dari hal fisik hingga halmetafisis. Menurut al-Kailani, kelemahan utama wawasanepistimologi dunia Barat terletak pada penyangkalan wahyusebagai instrumen epistimologi, sedangkan kelemahan utamadunia Islam terletak pada ”glorifikasi” wahyu hinggamengabaikan pengembangan peran akal dan indera.[104] Olehkarena itu, dunia Islam saat ini hanya piawi dalam melakukanpembacaan terhadap ayat a;-kitab (meskipun belum sampai padapembacan produktif), namun mengalami ketertinggalan dalammelakukan pembacaaan terhadap ayat al-afaq wa al-anfus.

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari kuatnyapengaruh bayani yang selama ini lebih banyak mengembangkan polapemikiran yang bertumpu pada teks dan otoritas denganmengedepankan perspektif kebahasaan, fiqh, dan teologi.Akibatnya, ranah intelektual dunia Islam tampak lebihdisemarakkan oleh tradisi keilmuan normatif, baik yangdeklaratif maupun yang apologetis. Tradisi keilmuan normatif-deklaratif adalah orientasi keilmuan megarah pada ”dakwah’ dansemangat ingin menampilkan keunggulan ajaran Islam sebagaimanatermaktub dalam teks-wahyu dengan argumentasi-argumentasidoktrinal-teologisnya, sedangkan tradisi keilmuan padapembekalan aspek ajaran agama yang didiskreditkan oleh pihakluar.

Jadi, pendidikan sufistik dimaksud disini adalahintegrasi antara iman, ilmu dan realisasi amal. Sebagaimanadijelaskan diatas bahwa ilmu yang utama adalah ilmu yangdilahirkan dari dorongan iman, iman yang dimaksud disiniadalah iman yang memiliki kepekaan dan sekaligus kekuatanuntuk memahami dan berbuat. Selain itu, ilmu yang utama adalahilmu yang membuahkan amal sebagai karya nyata kehidupan yangdiabdikan untuk kemaslahatan manusia dalam bentuk amal salehdan penghambaan diri kepada Tuhan. Sementara amal itu sendirimerupakan proses aktualisasi diri manusia dalam membangunbudaya islami, memajukan peradaban, memcahkan problemkehidupan, dan meneguhkan eksistensi harkat kemanusiaansebagai hamba dan khalifah-Nya.C. Metode Pembelajaran Sufistik Menurut Abdul Munir Mulkhan

Berbicara mengenai pendidikan, maka secara teoritis takada pendidikan tanpa guru dalam pengertian yang luas sehinggausaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadimustahil. Hal ini akan mengakibatkan mobilitas sosial terutamadalam dimensi vertikal kehilangan peluang. Bagaimana pun,

keberadaan guru akan merupakan indikasi masa depan suatumasyarakat dan bangsa.[105] Pendidik atau guru adalah salahsatu faktor dalam proses pendidikan yang memegang perananpenting. Pendidik inilah yang bertanggung jawab dalam prosespenyampaikan materi pelajaran dan juga nilai-nilai yang telahditetapkan oleh lembaga pendidikan untuk dimiliki oleh paraterdidik. Keberhasilan aktifias pendidikan banyak bergantungpada keberhasilan para pendidiknya dalam mengemban misikependidikannya. Begiti pentingnya peran pendidik dalampendidikan, maka pendidik perlu menguasai metode atau caramenyampaikan materi yang ingin disampaikan.

Metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu, caraitu mungkin baik ataupun sebaliknya buruk dan berakibat fatal.Dalam pengertian letterlijk, kata metode berasal dari bahasalatin “meta” yang berarti melalui dan “hodes” yang berartijalan atau cara yang dilalui. Dalam bahasa arab disebut dengan“thariqah” artinya jalan, cara atau, sistem atau ketertibandalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialahsuatu sistem atau cara yang mengatur cita-cita.[106] Metodeyaitu cara kerja yang bersistem yang memudahkan pelaksanaansuatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.[107]

Dalam sistem pendidikan, metodologi merupakan unsur yangsangat penting dan memegang peran kunci bagi keberhasilan dariproses pembelajaran yang telah direncanakan. Seorang gurudalam menentukan strategi mengajarnya sangat memerlukanpengetahuan dan penguasaan metodologi, tanpa penguasaanmetodologi yang cukup memadai maka seorang guru mengalamikesulitan dalam mentrasferknowledge dan value kepada siswa.

Metode dalam hal ini menurut M. Arifin mempunyaikedudukan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan,karena ia menjadi sarana yang membermaknakan materi pelajaranyang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupasehingga dapat dipahami atau diserap oleh peserta didikmenjadi pengertian-pengertian yang fungsional terhadap tingkahlaku.[108]

Sedagkan Zakiah Daradjat berpendapat bahwa metodehendaknya disajikan dengan cara membantu siswa dalammenyelesaikan kegoncangan jiwanya dan tanpa mengindahkanperasaan serta pikirannya.[109] Dengan kata lain penyampaianmateri pelajaran agama hendaknya melalui pendekatanpsikologis. Ranah hati-lah yang seharusnya disentuh, dengan

demikian mereka akan termotivasi dan ingin mengetahui lebihjauh.

Adapun metode pengajaran itu banyak sekali jenisnya dantidak ada satupun metode yang paling cocok dipergunakan untuksemua materi pelajaran dan dalam semua situasi.[110] Setiapmetode mempunyai kelebihan dan kekurangan, oleh karena itukepiawaian guru sangat dibutuhkan dalam memilih dan menentukanmetode yang akan digunakan. Semakin guru mampu mengurangikelemahan dalam menggunakan metode maka akan semakin tinggitingkat efisiensi dan efektifitas dari proses pengajaran itu.

M. Arifin mengungkapkan bahwa  ayat-ayat al Qur’anapabila dikaji secara filosofis, mengandung nilai-nilaimetodologis dalam pendidikan, yaitu: 

a.       Mendorong manusia berfikir analitik dan sintetik dansintentik melalui proses berfikir induktif dan deduktif

b.      Metode perintah dan larangan serta praktikc.       Metode motivatif, baik motivasi teogenetik, sosiogenetik

maupun motivasi biogenetikd.      Metode situasionale.       Metode instruksional.

Di kalangan masyarakat kita, masih terdapat pandanganyang membedakan pengertian antara apa yang dimaksud denganpendidikan dan apa pengajaran. Dua istilah itu dalam persoalanteknis pedagogis tidak pernah diperdebatkan.[111] Oleh karenaitu dalam pembahasan metode pendidikan khususnya pendidikanIslam, perlu melihat semua aspek dari kegiatan pendidikan danpengajaran baik di lihat dari pendidik maupun anak didik, haltersebut bisa dilihat antara lain: [112]

a.       Pendidik dengan metodenya harus mampu membimbing,mengarahkan dan membina amal didik menjadi manusia yang matangatau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya, sehinggatergambarlah dalam tingkah lakunya nilai-nilai ajaran Islamdalam dirinya.

b.        Anak didik yang tidak hanya menjadi obyek pendidikan ataupengajaran, melainkan juga menjadi subyek yang belajar,memerlukan suatu metode belajar agar dalam proses belajarnyadapat searah dengan cita-cita pendidik atau pengajarnya.

Prof. HM Arifin, M.Ed., menjabarkan metode pengajaranyang disandarkan pada khitab Allah di dalam al Quran sebagaiberikut:

a.       Mendorong manusia untuk menggunakan akal fikirannya dalammenelaah dan mempelajari gejala kehidupannnya sendiri dangejala kehidupan alam sekitarnya.

b.       Mendorong manusia untuk mengamalkan ilmu pengetahuan danmengaktualisasikan  keimanan dan takwanya dalam kehidupansehari-hari atau perintah dan larangan.

c.       Mendorong berjihad, dalam hubungan ini maka metode yang digunakan menggunakan pendekatan motivatif dari tiga aspekyaitu: teogenetis yang memberikan dorongan berdasarkan nilaiagama, sosiogenetis yang memberikan dorongan berdasarkannilai-nilai dari kehidupan masyarkat serta motivasi biogenetisyang mendorongnya berdasarkan kehidupan biologisnya selakumanusia.

d.       Dalam usaha meyakinkan manusia bahwa Islam merupakankebenaran yang hak, Tuhan sering pula menggunakan metodepemberian suasana pada suatu kondisi tertentu

e.       Metode mendidik secara kelompok yang dapat disampaikandengan metode mutual education, seperti nabi mengajarkanshalat dengan mendemonstrasikan gerakan-gerakan shalat didepan para sahabat

f.         Metode pendidikan dengan menggunakan cara instruksional,bersifat mengajar yang lebih menitik beratkan pada kecerdasandan ilmu pengetahuan, misalnya Allah mengajarkan tentang ciri-ciri orang yang beriman dalam bersikap dan bertingkah lakuagar mereka mengetahui bagaimana sebenarnya cara bersikap danbertingkah laku

Ibnu Khaldun berpendapat tentang perbedaan metode yangdiajarkan pada anak-anak diberbagai kota Islam: mengajar anak-anak mendalami al Qur’an merupakan  suatu simbol dan pekertiIslam. Orang Islam memiliki al Qur’an dan mempraktekkanajarannya, dan menjadikannya pengajaran, ta’lim, disemua kotamereka. Hal ini akan mengilhami hati dengan suatu keimanan,dan memperteguh keyakinan kepada Allah dan matan-matan hadits.[113]

Selanjutnya upaya penanaman nilai-nilai keagamaanberbasis kesadaran ketuhanan (pendidikan sufistik) bisaditempuh melalui tiga cara:[114]

1.      Penanaman nilai secara bertahap, dari inderawi sampai kerasional, dari parsial sampai universal, dsb.

2.      Penerapan jiwa khusyu’, taqwa, dan ibadah. Cara ini disadarisulit untuk dilaksanakan, tetapi bila anak sudah diberiperingatan, ia akan berubah karakternya.

3.      Penyadaran akan pengawasan Allah terhadap setiap tingkahlaku dan situasi melalui latihan dan keyakinan.

Adapun metode pendidikan sufistik menurut Munir Mulkhanadalah:

1.      Kegiatan pembelajaran dimulai dengan usaha agar pesertadidik mendefinisikan siapa dirinya, apa yang akan dipilih, danmenyadari resiko yang akan dihadapi dengan pilihannya itu.Berikutnya, peserta didik menyusun sendiri konsep tentangkebenaran dan kebaikan menurut pandangannya sehingga bisamenjadi miliknya sendiri. Dari sini diharapkan bisa berkembangkepekaan sosial dalam kesediaan berbagi rasa dengan oranglain. Selanjutnya akan tumbuh kecerdasan yang utuh dan bulatsebagai dasar baginya dalam melatih intuisi dan imaginasiketuhanannya, serta melatih kemampuan kecerdasan rasionalnya.[115]

2.      Metode pembelajaran berorientasi penciptaan situasi belajarketuhanan. Dari sini diharpkan peserta didik bisa menjalaniproses kreatifnya sendiri dalam ber-Tuhan dan ber-Islam. Darisini peserta didik bisa menemukan sendiri dan menyadarikehadiran Tuhan dalam kelas atau kehidupan sehari-hari.Kesadaran personal seperti itu adalah kunci utama prosespembelajaran bagi penumbuhan daya kreatif yang bebas danmandiri dari setiap peserta didik. Harapannya,  peserta didikterus berusaha menyempurnakan pengetahuan tentang ajaran Tuhandan pemenuhannya sehingga menjadi kaffah baik selama prosespembelajaran dalam kelas atau diluar lingkungan sekolah dandalam kehidupan sosial usai sekolahnya nanti.[116]

3.      Melibatkan peserta didik di setiap proses berpengetahuanmelalui studi alam dan kemanusiaan. Tujuan utamanya adalahagar peseta didik menemukan dan mengenal sendiri Tuhan.[117]

4.      Praktikum ritual dan pelatihan akhlak terprogram. Sesuaiajaran agama meliputi iman, akhlak, dan ibaadah, lebihstrategis jika pendidikan agama difokuskan pada pengayaanpengalaman ketuhanan (iman), ritual (ibadah), dan akhlak,bukan hanya ilmu. Pengayaan pengalaman ritual bisa ditempuhmelalui Pengayaan pengalaman ketuhanan melalui studi sejarahtentang kisah-kisah sukses dan gagal dari kehidupan sehari-hari atau sejarah bangsa-bangsa didunia. Selain itu juga

melalui studi fisika, biologi, kimia yang difokuskan padakehebatan Tuhan menciptakan alam dan seluruh makhluk hidupdari tingkatan paling rendah hingga energi dan manusia.[118]

Pendidikan sufistik yang berbasis kesadaran ilahiah jugasebagai landasan semua dimensi perilaku peserta didik dalamhubungan sosial.[119] Untuk merealisasikan tataran sosialtersebut terdapat beberapa cara:

1.      Penanaman dasar-dasar kejiwaan yang mulia berupa:a.       Ketakwaan pada Allah sebagai hasil hakiki dan alami dari

emosi iman yang menjadi benteng guna menangkal kehendakperbuatan jahat.

b.      Persaudaraan (ukhuwwah) yang bisa melahirkan sikap positifuntuk saling menolong dan tidak mementingkan diri sendiri.

c.       Kasih sayang terhadap sesama manusia yang merupakankepekaan untuk bisa merasa senasib sepenanggungan terhadapproblem orang lain.

d.      Toleran, berani membela, dan menyatakan kebenaran sertatidak egois yang berpengaruh penting bagi integritas dansolidaritas serta kebaikan manusia.

2.      Pemeliharaan hak orang lain dengan dasar kejiwaan yangmulia. Dasar-dasar kejiwaan itu merupakan ruh dari fenomenadalam berinteraksi dengan orang lain yang bersumber darispirit kejiwaan itu. Hak orang lain meliputi:

a.       Hak orang tua untuk ditaati segala perintahnya yang baikyang menjadi pangkal tolak segala hak kemasyarakatan.

b.      Hak kerabat untuk selalu mendapat jalinan persaudaraandengan jalan silaturahmi yang dapat mendorong anak untuk cintakepada kerabat.

c.       Hak tetangga mendapatkan rasa aman dan ketentraman supayadalam diri anak bisa tumbuh semangat memperhatikan orang lainsehingga menjadi insane sosial yang tidak mengisolasi diri.

d.      Hak guru untuk memperoleh penghormatan akan kemuliaannyayang merupakan kewajiban seorang murid.

e.       Hak teman sebagai mitra dalam pergaulan dan berinteraksiyang darinya dapat dikenali watak seseorang.

f.        Hak orang dewasa mendapatkan perlakuan yang sopan yangtermasuk indikator keikhlasan dan loyalitas terhadap agama.

3.      Disiplin etika sosial supaya anak dapat menangkap esensiproblematika dalam pergaulan dimasyarakat dengan kebaikan dancinta kasih dan budi luhur. Karena itu, disiplin etika sosialmenjadi dasar pendidikan yang sebenarnya. Keberhasilannya punberkaitan erat dengan penanaman dasar kejiwaan. Islam

meletakkan system pendidikan itu untuk membentuk akhlak anak,mempersiapkan tingkah laku dan sikap sosialnya yang disebutetika sosial. Dengan bekal itu, diharapkan seorang anak dalampergaulannya bisa bersikap dan berperilaku secara bijakseperti orang dewasa. Disiplin etika itu meliputi: etika makandan minum, memberi salam, meminta izin masuk rumah, dudukdalam pertemuan, berbicara, bergurau, memberikan ucapanselamat, menjenguk orang sakit, melawat kematian, bersin, danmenguap. Semua diatur secara terinci guna merealisasikanakhlak yang diajarkan islam untuk dilaksanakan semua orangdalam segala jenis, tingkatan dan statusnya. Meski ajaranetika ini diberikan Nabi Muhammad pada zaman dahulu, nilai-nilai moralnya tetap relevan untuk dilaksanakan pada masa kinidan datang. Disiplin etika menunjukkan bahwa islam merupakanagama sosial  yang datang untuk memperbaiki masyarakatmanusia.

4.      Kontrol dan kritik sosial itu menjadi sarana dalammewujudkan prinsipamar ma’ruf nahi munkar. Prinsip ini olehQardlawi dipandang sebagai pendidikan politik yang menjadiinti dari pendidikan sosial.[120]Tujuannya untuk memberikankesadaran sosial kepada anak. Karena itu, control dan kritikini menjadi dasar pokok ajaran islam guna mengawasi danmemerangi kejahatan, dekadensi moral, kezaliman dan memeliharanilai, idealisme dan moralitas islam. Oleh karena itu, controldan kritik ini harus memperhatikan prinsip bahwa:

a.       Kontrol pendapat umum merupakan tugas sosial yang tak kenalkompromi sehingga semua orang harus melaksanakan kegiatan ini.Dengan tugas sosial ini diharapkan akidah dan moralitas umatbisa tetap eksis sehingga menjadi kenyataan dan selaluterhindar dari perilaku zalim.

b.      Pelaksanaannya harus bertahap, sesuai kesepakatan ulama,kebal terhadap cercaan dan berwawasan luas. Untuk itu pendidikharus mengetahui perilaku, akhlak, dan emosi anak gunamembentuk pribadi muslim menuju martabat yang tinggi.

c.       Selalu mengenang ulama termasuk faktor yang memantapkanperibadi muslim dalam menumbuhkan keberanian dan wibawa dalammengontrol pendapat umum dan mewujudkan sikap tegas dalammelaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Kemenangan sejarah masa laluitu bisa menjadi dorongan untuk berani maju dalam menumpaspembangkang yang dengan sengaja tidak memelihara kehormatanislam dan tidak menghargai moral yang luhur.[121]

Dengan demikian, pendidikan nilai sosial itudiarahkan  untuk membentuk kepribadian sehingga terbentukmasyarakat yang damai dan tenteram. Masyarakat seperti itumenjadi tujuan pendidikan islam. Mereka adalah manusia yangsesuai dengan eksistensi sebagai manusia beradab yang akhirnyamembetuk masyarakat ideal.

Nasih Ulwan berpendapat, Cara atau metode dalammenyampaikan nilai-nilai pendidikan islam bisa diklasifikasimenjadi lima macam.[122]

1.      KeteladananMetode ini sangat efektif dalam mempersiapkan dan membentuk

moral, spiritual, dan sosial, sebab guru menjadi contoh idealbagi anak. Semua tingkah laku, sikap dan ucapan akan melekatpada diri dan perasaan anak. Ini menjadi faktor penentukeberhasilannya. Dengan keteladanan ini akan menjadi imitasidan di ikuti dengan identifikasi nilai-nilai kebaikan untukdipilih dan dilakukan. Metode ini memiliki nilai persuasifsehingga tanpa disadari akan bisa terjadi perembesan danpenularan nilai-nilai kebaikan. Metode keteladanan ini bisadilaksanakan melalui pelajaran agama dan pendidikan moral atauyang lain.[123] Sehingga perlu peningkatan kualitas atauperformance yang memiliki nilai islam.

2.      KebiasaanManusia meiliki potensi baik dan buruk. Bila lingkungannya

baik dia akan menjadi baik, begitu pula sebaliknya. Karenaitu, dalam pendidikan perlu ada praktik nyata dalam dilakukanoleh anak sehingga menjadi kebiasaan yang pola sikap danperilaku sehari-hari. Asy-Syaibani memandang metode pembiasaanini mencakup juga tujuan pendidikan nilai itu sendiri,[124] sebab kebiasaan anak yang berupa bentukan sikap diri itujuga menjadi salah satu tujaun pendidikan itu sendiri.Meskipun demikian, pembiasaan itu bisa dilaksanakan jika anaksegan terhadap orang lain yang dihormati dan ditaatiperintahnya.

3.      NasihatKeperluan metode ini adalah karena dalam kenyataan tidak

semua orang bisa menangkap nilai-nilai kebaikan dan keburukanyang telah menjadi kebiasaan dan keteladanan. Karena itu,dalam upaya menanamkan nilai itu diperlukan pengarahan ataunasihat yang berfungsi untuk menunjukkan kebaikan dankeburukan. Dalam metode ini bisa memungkinkan terjadinyadialog sebagai usaha mengerti sistem nilai yang dinasihatkan.

Nasihat berperan dalam menunjukkan nilai kebaikan untukselanjutnya diikuti dan dilaksanakan serta menunjukkan nilaikejahatan untuk dijauhi. Karena persoalan nilai merupakanrealitas kompleks dan bukan hasil kreativitas yang tertutupdan berdikari, pemberian nasihat itu sama halnya menjadiproses sosialisasi.[125]

4.      PengawasanMetode ini dilaksanakan dengan cara mendampingi anak dalam

membentuk nilai psikis dan sosial. Pengawasan ini berperanmengetahui perkembangan atau kebiasaan anak supaya diketahuipenyimpangan yang harus diluruskan. Bila metode pengawasan initidak dilaksanakan, berarti di dunia pendidikan telah memberipeluang kepada anak untuk berbuat semaunya tanpamempertimbangkan nilai baik dan buruknya. Peranan pengawasanini sangat dominan dalam membentuk kepribadian mulia pada dirianak yang menjadi tujuan dari pendidikan sendiri.

5.      HukumanDasar penggunaan metode ini adalah adanya potensi

membangkang dalam diri manusia untuk melakukan kejahatan.Pembangkangan terhadap kejahatan ini berlanjut terus-menerusmeski telah diberi nasihat. Karena itu, perlu hukuman atausanksi sesuai dengan kadar kejahatan yang diperbuatnya. Dengansanksi itu anak diharapkan bisa tumbuh kesadaran untukmeninggalkan kejahatan yang diperbuatnya. Dengan sanksi ituanak diharapkan bisa tumbuh kesadaran untuk meninggalkankejahatan dan kembali ke jalan yang benar sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Ibnu Maskawih menyatakan bahwa hukuman ituperlu dilaksanakan supaya anak terbiasa menjalankan hidupberagama.

Pengulangan dan pelaksanaan pendidikan nilai akan menjadipenghayatan, dengan syarat : 1) Nilai harus memiliki teladanyang menjadi tempat melekatnya nilai itu, 2) Teladan itu harusberupa manusia biasa yang dengan kekurangannya bisa menjadimodel, dan 3) Semua guru menjadi pengajar nilai sebab semuamemiliki pengaruh terhadap terwujudnya nilai itu.[126]

Dari beberapa paparan diatas, Munir Mulkhan berpendapatbahwa Dosen PAI dan Guru-guru agama dituntut memilikikompetensi atau kemampuan sehingga mampu memanfaatkan waktudan sarana serta media pembelajaran bagi berlangsungnya prosesbelajar peserta didik. Secara teknologis hal itu berartiseorang dosen dan guru harus bisa memanipulasi semua media dan

sumber pembelajaran dan waktu yang tersedia sehingga terciptasuasana belajaran bagi mahasiswa.[127]

Waktu yang terbatas dan letak PAI dalam materi ilmu yanglain di PTU hendaknya menjadi catatan serius dosen PAI dalammemenuhi tugas menyelenggarakan pembelajaran PAI. Model PAIkonvensional di PTU mungkin berkait dengan meluasnya apa yangbelakangan ini populer dengan radikalisasi islam dan berbagaiaksi kekerasan atas nama islam. PAI tidak mampu memberi solusipertentangan antara doktrin ajaran islam dengan Iptek.Sementara itu PAI lebih terfokus pada ranah kognisi danpsikomotor atau teknik ritual.[128]

Tidaklah mungkin menyajikan 30 juz al-Quran dan 23 tahunsejarah Rasul selama proses pembelajaran di PTU. Palingefektif adalah mendorong setiap mahasiswa untuk menemukansendiri pengalaman ilahiah melalui kisah-kisah historis,hubungan dengan alam, dan manusia sesamanya. Disini mungkinbisa dicatat pengalaman berketuhanan dan berislam dari paarasahabat nabi seperti Ibnu Utsal, Umar, Abu Bakar, Ali, atauHadijah sendiri.[129]

Penting bagi dosen PAI untuk memanfaatkan berbagaitayangan TV yang berkaitan dengan dinamika alam dan manusia.Bagaimana seorang ibu melahirkan bisa lebih berarti bagipembelajaran birrul walidain, struktur geofisika yang menjelaskanperistiwa gempa lebih berarti bagi pembelajaran kesadaranketuhanan daripada kisah tentang siksa neraka dan nikmatsurga. Demikian pula kisah kehidupan berbagai jenis makhluklain dan seterusnya.[130]

D. Materi Pendidikan Sufistik Menurut Abdul Munir MulkhanTermasuk persoalan yang integral dalam pendidikan agama

islam dewasa ini adalah persoalan materi Pendidikan Islam.Meteri pendidikan Islam "terlalu dominasi masalah-maslah yangbersifat normatif, ritual dan eskatologis. Materi disampaikandengan semangat ortodoksi kegamaan, suatu cara dimana pesertadidik dipaksa tunduk pada suatu "meta narasi" yang ada, tanpadiberi peluang untuk melakukan telaah secara kritis.Pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari,kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal untukmenghabiskan materi atau kurikulum yang telah diprogramkandengan batas waktu yang telah ditentukan.[131]

Mencermati persoalan yang dikemukakan di atas, maka perlumenyelesaikan persoalan internal yang dihadapi pendidikan

Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab pendidikan sekarangini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukupkompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkanmanusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapiperubahan masyarakat yang begitu cepat, sehingga produkpendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapimempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif danproaktif dalam dunia masyarakat modern. Pertanyaannya, disainpendidikan Islami yang bagaimana? Yang mampu menjawabtantangan perubahan ini, antara lain: Pertama, lembaga-lembagapendidikan Islam perlu mendisain ulang fungsi pendidikannya,dengan memilih apakah (1) model pendidikan yang mengkhususkandiri pada pendidikan keagamaan saja untuk mempersiapkan danmelahirkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid tangguh dalambidangnya dan mampu menjawab persoalan-persoalan aktual ataukontemporer sesuai dengan perubahan zaman, (2) modelpendidikan umum Islami, kurikulumnya integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkanintelektual Islam yang berfikir secara komprehensif, (3) modelpendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsep-konsepIslam, (4) atau menolak produk pendidikan barat, berarti harusmendisain model pendidikan yang betul-betul sesuai dengankonsep dasar Islam dan sesuai dengan lingkungan sosial-budayaIndonesia, (5) pendidikan agama tidak dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi dilaksanakan di luar sekolah, artinyapendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungankeluarga dan lingkungan masyarakat berupa kursur-kursus, dansebagainya. Kedua disain "pendidikan harus diarahkan pada duadimensi, yakni : (1) dimensi dialektika (horisontal),pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentangkehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam ataulingkungan sosialnya. Manusia harus mampu mengatasi tantangandan kendala dunia sekitarnya melalui pengembangan Iptek, dan(2) dimensi ketunduhan vertikal, pendidikan selain menjadialat untuk memantapkan, memelihara sumber daya alami, jugamenjembatani dalam memahamai fenomena dan misteri kehidupanyang abadi dengan maha pencipta. Berati pendidikan harusdisertai dengan pendekatan hati.[132] Ketiga, sepuluhparadigma yang ditawarkan oleh Prof. Djohar, dapat digunakanuntuk membangun paradiga baru pendidikan Islam, sebagaiberikut : Satu, pendidikan adalah proses pembebasan. Dua,pendidikan sebagai proses pencerdasan. Tiga, pendidikan

menjunjung tinggi hak-hak anak. Empat, pendidikan menghasilkantindakan perdamaian. Lima, pendidikan adalah prosespemberdayaan potensi manusia. Enam, pendidikan menjadikan anakberwawasan integratif. Tujuh, pendidikan wahana membangunwatak persatuan. Delapan, pendidikan menghasilkan manusiademokratik. Sembilan, pendidikan menghasilkan manusia yangpeduli terhadap lingkungan. Sepuluh, sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan.[133]

Dalam konfrensi pendidikan Islam se Dunia kedua diIslamabad, Pakistan pada tahun 1980, berhasil dirumuskan polakurikulum pendidikan Islam, yaitu  kelompok 1, pengetahuanabadi, terdiri dari: pertama, al Qur’an mencakup di dalamnyabacaan (qira’ah), hafalan (hifdz) dan tafsir(tafsir), kedua, Sunnah., ketiga, sirah nabi mencakup sahabat-sahabat nabi, dan para pengikut mereka pada awal sejarahIslam,keempat, tauhid., kelima  ushul fiqh., dan keenam bahasaArab Qur’an mencakup fonologi, sintaksis dan simantik,dan kelompok 2, pengetahuan yang diperoleh terdiri dari: pertama,imajinatif mencakup seni, arsitektur Islam, bahasa dansastra, kedua, ilmu-ilmu intelektual mencakup studi sosial,filsafat, pendidikan ekonomi, ilmu politik, sejarah, peradabanIslam, geografi, sosiologi, linguistik, psikologi, danantropologi,ketiga,  ilmu-ilmu yang mencakup filsafat ilmupengetahuan, matematika, kimia, ilmu-ilmu terapan yangmencakup rekayasa dan teknologi  (Sipil dan Mesin sebagaicontohnya), obat-obatan  dan sebagainya, kelima ilmu-ilmupraktis mencakup perdagangan, ilmu-ilmu administerasiperusahaan, ilmu perpustakaan, ilmu-ilmu komunikasi dan lainsebagainya.[134]

Karel A. Steenbrink, menyebutkan beberapa materipelajaran yang ada di lembaga pendidikan Islam klasik sebagaiberikut: [135]

a.       Para murid pengajian ini umumnya masuk asrama dalamlingkungan lembaga pendidikan agama yang disebut pesantren.

b.      Mata pelajaran yang diberikan meliputi mata pelajaran yanglebih banyak dari pada pengajian al Qur’an. Fase pertamapendidikannya pada umumnya dimulai dengan pendidikan bahasa.

c.       Pendidikan diberikan tidak hanya secara individual tetapijuga secara kelompok.

Pendidikan agama yang menekankan pada kesadaranketuhanan  sebagai upaya mengikat anak dengan dasar-dasar

keimanan dan syariat haruslah dimulai sejak dini.[136] Wujudnya dapat meliputi empat hal:[137]

1.      Pengenalan kepada anak sejak lahir dengankalimat tauhid, yaitu la ilaha illa Allah untuk mengikat anak padadasar akidah, tauhid, dan iman kepada Allah.

2.      Pengenalan syariat Allah sebagai hukum pertama yangdikenalkan pada anak supaya tumbuh kesadaran untuk menjalankanperintah dan menjauhi larangan agama.

3.      Perintah melaksanakan ibadah sesuai kemampuan sehingga anakbisa belajar dan terbaisa melaksanakan ketaatan kepada Allah.

4.      Penanaman nilai kecintaan kepada rasul dan keluarganyaserta kecintaan membaca al-Quran.

Sebagaimana pendapat Munir Mulkhan diatas bahwa, satuankurikulum dan materi pembelajaran agama tidak sistematis dandiulang-ulang dihampir semua jenjang. Ia menawarkan gambaranjalan keluar terkait dengan materi pembelajaran agama islamyang berbasis kesadaran ketuhanan. Pada pembelajaran tingkatdasar lebih tetap difokuskan pada praktikum ibadah dan akhlak,kisah-kisah spektakuler dalam sejarah alam dan manusia (iman).Dikelas akhir SLTP difokuskan kategorisasi pengalaman ritual(rukun slat, wudlu, sunat, dan wajib), kategorisasi nilaitindakan (akhlakmahmudah, madlmumah), pengenalan nama-namaTuhan dan makhluk gaib-Nya. Ditingkat menengah dikenalkandalil-dalil nash (al-Quran dan sunnah) dan ditingkat lanjut,mulai akhir kelas menengah dikenalkan makna hukum fikih,kalam, dan akhlak dari dalil-dalil nash tersebut.[138]

Banyak bukti sejarah yang bisa dijadikan sumber referensipembelajaran kreatif ketuhanan atau keagamaan dan kisahbagaimana seseorang menemukan Tuhannya dan secara sadarmemilih mengikuti jejak para nabi dan rasul. Kita bisa membacakembali proses kreatif nabi Ibrahim menemukan Tuhannya.Demikian pula baiat Ibnu Utsal, musuh bebuyutan islam, kepadanabi Muhammad hanya sesuadah ia dibebaskan sebagai tahananperang tanpa syarat. Sama halnya dengan konversi Umar Ibnukhattab sesudah ia dengan penuh semangat melawan Nabi Muhammadatau pemuda yang hendak memancung Nabi dengan pedangnya.[139]

E.     Implikasi Pendidikan Sufistik Abdul Munir Mulkhan DalamPendidikan Islam

Pemikiran Munir Mulkhan tentang konsep Pendidikansufistik ntersebar dalam beberapa tulisan. Tulisan HasanLanggulung yang membahas konsep pendidikan sufistik dan

implikasinya terhadap pendidikan Islam secara utuh jarangditemukan. Namun dari berbagai macam tulisan itu terdapatbenang merah yang saling berkaitan antara tulisan yang satudengan yang lain.

Di bawah ini akan penulis uraikan pemikiran MunirMulkhan tentang implikasi pendidikan sufistik terhadappendidikan Islam.

Beliau selalu menegaskan bahwa Kesadaran adalah aspekpaling penting pendidikan nilai lebih-lebih bagi pendidikanagama yang memang berbasis nilai. Nilai ialah memilih komitmenuntuk tidak melakukan sesuatu atau melakukan sesuatu, memilihyang benar dari yang salah, yang lebih benar diantara yangbenar, dan kurang salah diantara yang salah.

Penegasan-penegasan bahwa pendidikan sufistik adalahpendidikan berbasis kesadaran ketuhanan dapat disimpulkanmempunyai implikasi:

1.      Agar peserta didik mendefinisikan siapa dirinya, apa yangakan dipilih, dan menyadari resiko yang akan dihadapi denganpilihannya itu. Berikutnya, peserta didik menyusun sendirikonsep tentang kebenaran dan kebaikan menurut pandangannyasehingga bisa menjadi miliknya sendiri. Dari sini diharapkanbisa berkembang kepekaan sosial dalam kesediaan berbagi rasadengan orang lain. Selanjutnya akan tumbuh kecerdasan yangutuh dan bulat sebagai dasar baginya dalam melatih intuisi danimaginasi ketuhanannya, serta melatih kemampuan kecerdasanrasionalnya. Kesadaran ilahiyah adalah perilaku yangdiharapkan bisa dihasilkan dari proses pembelajaran PAIsebagai akar dari kompetensi kepribadian. Kesadaran ilahiahjuga landasan semua dimensi perilaku mahasiswa diantaranyadalam hubungan sosial.[140]

2.      Melalui proses itu peserta didik mampu mengendalikan sifatkemanusiaan bagi penumbuhan dan pengembangan sifatketuhanannya seperti teori hululdalam tradisi sufi. Denganpenuh sadar diri peserta didik memilih menaati semua ajaranTuhan dan bersedia menanggung segala resiko akibat pilihannyatersebut (Miller, 1976, Mulkhan, Cerdas dikelas, 2002).[141]

3.      Mendorong peserta didik menggunakan seluruh waktu hidupnyaguna mencari sendiri pengetahuan ketuhanan dan ajaran Tuhan.Memperkaya pengetahuan itu, serta menaati ajaran Tuhan denganpenuh semangat dan kegembiraan. Melalui proses aktif itu,peserta didik terus berusaha menyempurnakan pengetahuantentang ajaran Tuhan dan pemenuhannya sehingga

menjadi kaffah baik selama proses pembelajaran dalam kelas ataudiluar lingkungan sekolah dan dalam kehidupan sosial usaisekolahnya nanti.[142]

4.      Penumbuhan kesadaran ketuhanan sehingga peserta didikmemperoleh apa yang disebut Danah Zohar dan Ian Marshall goodspot. Berdasar kesadaran sendiri seorang penjahat kakap berubahjadi alim, tekun beribadah, bergairah mengembangkan danmencari sendiri pengetahuan tentang Tuhan dan ajaran-Nya.Konversi keagamaan ini bisa dibaca dari banyak kisah dalam al-quran dan sejarah kenabian. Kisah-kisah perubahan perilakuseperti itu juga bisa ditemukan dalam realitas kehidupansosial di sekitar kita.

5.      Agar tercipta proses kreatif anak didik, proses kreatif itusendiri yang terus menerus berlangsung sepanjang hidup. Proseskreatif selalu bersifat unik dan khas bagi setiap orang danpeserta didik. Perbedaan berdasar keunikan dari proses kreatifdari tiap peserta didik tersebut lebih penting daripadaabstraksi atas pola kesamaannya. Penciptaan situasi belajarketuhanan membuat peserta didik bisa menjalani proseskreatifnya sendiri dalam ber-Tuhan dan ber-Islam. Dari sinipeserta didik bisa menemukan sendiri dan menyadari kehadiranTuhan dalam kelas atau kehidupan sehari-hari. Kesadaranpersonal seperti itu adalah kunci utama proses pembelajaranbagi penumbuhan daya kreatif yang bebas dan mandiri darisetiap peserta didik.[143]

6.      Agar peseta didik menemukan dan mengenal sendiri Tuhan.Inilah makna fungsional surat Ali Imran ayat 191 tentangperilaku ulul albab yang menjadikan seluruh hidupnya bagipenelitian jagad raya dengan segala isinya,ttbrã�ä.õ‹tƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4’n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ 

tbrã�¤6xÿtGtƒur ’Îû È,ù=yzÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚö‘F{$#ur(baca: studi fisika, biologi, dan sejarah sosial). Kesadaranketuhanan itu menumbuhkan pengakuan bahwa (rabbana) maa khalaqtahaadza batilan subhanaka, lalu berusaha membebaskan diri dariperilaku yang bisa membuatnya menderita (faqina adzaab al-naari).[144]

7.      Membuat peserta didik berada dalam suasana belajar bagaiseorang pengamat sekaligus yang diamati. Ketika seseorangmelihat sebuah cermin yang terlihat adalah dirinya sendiri.Pada posisi cermin diletakkan hal-hal ketuhanan sehinggaketika melihatnya atau mengamati yang terlihat adalah si

pengamat sendiri bagai menggunakan mata Tuhan untuk melihatdiri sendiri (man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu).[145]

8.      Mempermudah proses pengayaan pengalaman ketuhanan (iman),ritual (ibadah), dan akhlak, anak didik, bukan hanya ilmu.Pengayaan pengalaman ritual bisa ditempuh melalui praktikumritual dan pelatihan akhlak terprogram. Pengayaan pengalamanketuhanan melalui studi sejarah tentang kisah-kisah sukses dangagal dari kehidupan sehari-hari atau sejarah bangsa-bangsadidunia. Selain itu juga melalui studi fisika, biologi, kimiayang difokuskan pada kehebatan Tuhan menciptakan alam danseluruh makhluk hidup dari tingkatan paling rendah hinggaenergi dan manusia.

9.      Sebagai benteng moral peserta didik dengan tujuan ketakwaandan kepribadian Muslim dikonsep ulang secara proporsional danempiris. Ketakwaan di derivasi dalam rumusan yang lebihkonkret agar bisa diukur dan dievaluasi. Tanpa itu,pembelajaran agama bisa selalu gagal atau sebaliknyakeberhasilan palsu.[146]

BAB IVPENUTUP

A.     KesimpulanDari uraian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat

disimpulkan:1. Konsep Pendidikan sufistik menurut Munir Mulkhan tidakjauh beda dengan pendidikan agama islam secara umum, haltersebut terindikasi dari pengertian, materi dan metode yangbeliau kemukakan. Konsep pendidikan sufistik yang beliautawarkan dilatar belakangi oleh metode  penyampaian materipendidikan agama islam selama ini yang cenderung kognitif-doktrinal, lebih lanjut sebagai solusi beliau berpendapatbahwa pendidikan agama islam seharusnya lebih memperhatikansisi afektif yang menitik beratkan pada kesadaran berketuhananpeserta didik. Konsep ini bukan hal yang sama sekali barudalam pendidikan agama islam, dan menjadi keharusan bahwapendidikan itu meliputi sisi kognitif, afektif, danpsikomotorik.2. Selanjutnya implikasi pendidikan sufistik menurut MunirMulkhan adalah:

a.       Agar peserta didik mendefinisikan siapa dirinya, apa yangakan dipilih, dan menyadari resiko yang akan dihadapi denganpilihannya itu.

b.      Peserta didik mampu mengendalikan sifat kemanusiaan bagipenumbuhan dan pengembangan sifat ketuhanannya sepertiteori hulul dalam tradisi sufi.

c.       Mendorong peserta didik menggunakan seluruh waktu hidupnyaguna mencari sendiri pengetahuan ketuhanan dan ajaran Tuhan.

d.      Penumbuhan kesadaran ketuhanan sehingga peserta didikmemperoleh apa yang disebut Danah Zohar dan Ian Marshall goodspot.

e.       Agar tercipta proses kreatif anak didik, proses kreatif itusendiri yang terus menerus berlangsung sepanjang hidup.

f.        Agar peseta didik menemukan dan mengenal sendiri Tuhan.g.       Membuat peserta didik berada dalam suasana belajar bagai

seorang pengamat sekaligus yang diamati.h.       Mempermudah proses pengayaan pengalaman ketuhanan (iman),

ritual (ibadah), dan akhlak, anak didik, bukan hanya ilmu.i.         Sebagai benteng moral peserta didik dengan tujuan

ketakwaan dan kepribadian Muslim dikonsep ulang secaraproporsional dan empiris.

B.     Saran-saranPenulis sadar betul, bahwa dalam penulisan skripsi ini

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, perlu ada suatupenelitian lanjutan terkait dengan pendidikan sufistik secaraumum, maupun secara khusus pemikiran Prof. Dr. Munir Mulkhan,SU. Karena, penulis sadar, sangat sedikit sekali literatur danpenjelasan mengenai metode, materi, dan system evaluasimengenai pendidikan sufistik.

Penulis menyarankan beberapa poin untuk dilakukanpenilitian tindak lanjut:

      Mencari rumusan pendidikan sufistik yang kompherensif yangsesuai dengan konteks masa kini dan masa depan.

      Metode dan strategi pendidikan sufistik yang tersistematis.      Materi pendidikan sufistik yang terstruktur rapi mulai dari

pendidikan tingkat paling dasar sampai tingkat tinggisekaligus model evaluasinya.

C.     Kata Penutup

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT karenatelah memberikan kesehatan sehingga pada saat ini penulisdapat menyelesaikan skripsi ini walaupun masih penuh dengankekurangan.

Demikian skripsi ini, kiranya dapat menjadi sumbanganpikiran bagi pemerhati pendidikan secara umum, khususnyapendidikan agama islam, terutama bagi civitas akademika UINSunan Kalijaga Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masihterdapat banyak kekurangan dan sangat jauh dari kesempurnaan,sehingga penulis mengharapkan masukan dan saran-saran daripihak lain sehingga sempurnanya skripsi ini.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat berguna bagi semua pihakdan menjadi tambahan khasanah keilmuan bagi setiap orang yangmemerlukan, dan akhirnya penulis mengucapkan terima kasihterhadap semua pihak yang telah membantu penulis dalammenyusun skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkhan,2007. Sufi Pinggiran, menembus batas-batas. Yogyakarta: Impulse-Kanisius.

___________________,2007. Satu Tuhan Seribu Tafsir. Yogyakarta: Impulse-Kanisius.

___________________,1994. Runtuhnya Mitos Politik Sanri, Yogyakarta: Sipress.

___________________,2000. Islam Murni dalam Masyarakat Petani, Yogyakarta: BentangBudaya-Ford Foundation.

___________________,2000.Menggugat Muhammadiyah, Yogyakarta: Pajar Pustaka

Baru.

___________________,2009. Ajaran dan Jalam Kematian Syeh Siti Jenar, Yogyakarta: KreasiWacana.

___________________,2004. “Kecerdasan Makrifat dan Revolusi Spiritual DalamTradisi Sufi:. Jurnal Kependidikan Islam, Jurusan Kependidikan Islam FakultasTarbiyah UIN Sunan Kalijaga.

___________________,

2006. Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian: Rangkuman Model PengembanganKepribadian dalam Pendidikan Berbasis Kelas, Yogyakarta: Kreasi Wacana.

___________________,2003. Dari Semar ke Sufi: Kesalehan Multikultural Sebagai Solusi Islam di TengahTragedi Keagamaan Umat Manusia, Yogyakarta: al-Ghiyats

Abdul Kholiq,2009.“Memaknai agama sabagai kritik sosial”, Kompas, Senin, 7 Desember2009.

___________________,dkk,1999. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Tokoh Klasik danKontemporer,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Abdullah Nasih Ulwan,1981, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, Beirut: Dar al-Salam, cet II.

Abdurrahman An-Nahlawi,1995. Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: GemaInsani Press.

Abu Tauhied,1990, Beberapa Asfek Pendidikan Islam, Yogyakarta : Fak Tarbiyah IAINSunan Kalijaga.

Ahmad D. Marimba,1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif.

Ahmad Syafi'i Ma'arif,1997. Pengembangan Pendidikan Tinggi Post Graduate Studi Islam melaluiParadigma Baru yang Lebih Efektif, Makalah Seminar, 1997.

Abidin Ibn Rus,1998. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: PustakaPelajar.

Alfatih Suryadilaga,dkk,2008. Miftahus Sufi, Yogyakarta: Teras.

A. Malik Fadjar,1995. Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan AgamaLuar Sekolah, Seminar dan Lokakarya Pengembangan Pendidikan IslamMenyongsong Abad 21, Cirebon: IAIN.

Amin Syukur,1999. Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amiruddin dan Zainal Asikin,2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.

Anton Baker dan Achmad Charis Zubair,1990.Metode Penelitian Filsafat.Yogyakarta: Kanisius.

Athiyah Al-Abrasyi,1996. Dasar-Dasar Pokok  Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang.

Armahedi Mahzar,1998. Merumuskan Paradigma Sains dan Teknologi Islami: Revolusi IntegralismeIslam, Bandung: Mizan.Azyumardi Azra,1998. Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: logosWacana ilmu.

________________,1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju MilleniumBaru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Bruno Guiderdoni,2004. Membaca Alam Membaca Ayat, Bandung: Mizan.

Carl w.Ernest,2003. Ekspresi Ekstase dalam Sufrisme, Yogyakarta:Putra langit.

Departemen Agama RI,2003. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit

Diponegoro.

DepDipBud,1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Djamaluddin Ancok,1998. Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium Ke Tiga,Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi,Nomor : 6 Tahun III, Yogyakarta:UII.

Djohar,1999. Omong Kosong, Tanpa Mengubah UU No. 2/89, Koran Harian"Kedaulatan Rakyat", Tanggal, 4 Mei 1999.

Emile durkheim,1990. Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi SosiologiPendidikan, alih bahasa: Lukas Ginting, Jakarta: Erlangga.

Faisal ismail,1998. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis Dalam RefleksiHistoris,Yogyakarta: Titian Ilahi Press.

Fatmawati,2004. Strategi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Perubahan Masyarakat (StudiAtas Pemikiran Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU). Tarbiyah: Yogyakarta.

Fathiyah Hasan Sulaiman,,1986. Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta, P3M.

Fauzan,2004. Studi Pemikiran Prof. Dr. Abdul Munir Mulkan, SU Tentang ProblematikaSosial dan Dakwah (Upaya Membangun Manajemen Konflik dalam StrukturKomunikasi). Dakwah UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

Fuad Hasan,1997. Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: Balai Pustaka Cipta.

Hasan Bin Ali Al-hijazi,2001. Manhaj Tarbiyah Ibnu Qoyyim. Jakarta: Pustaka Al-kausar.

Hasan  Langulung,1993. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna.

________________,1995. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan

Pendidikan, Jakarta: al-Husna.

Ibnu Kholdun,2001. Mukaddimah terj Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka

Firdaus, Cet. III.

Imam Barnabid, dan Sutari Imam Barnabid,1996. Beberapa Aspek Substansial Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: AndiOffset.

Imam Barnabid,

1982. Arti dan Metode Sejarah Pendidikan , Yogyakarta: Yayasan PenerbitFIP-IKIP.

Jalaluddin Rahmat,1995.Islam Alternatif. Bandung: Mizan.

Jalaluddin Rahmat,1997. Catatan Kang Jalal Visi Media, Politik dan Pendidikan, Bandung:RosdaKarya.

Karel A. Steenbrink,1994. Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,Cet. Ke-2,  Jakarta: LP3ES.

Lexy J. Moleong,2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: RemajaRosdakarya.

LPM Paradigma,2001. Edisi 08/Th VIII/April. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah.

Mahmud Arif,2008. Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKiS.

Majid Irsan al-Kailani,1988. Filsafat a-Tarbiyah al-Islamiyyah, Makkah: Maktabah Hadi.

M. Arifin,1994. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis BerdasarkanPendekatan Interdisipliner Jakarta: Bumi Aksara.

M.Irsyad Sudiro,1995. Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, Seminar dan LokakaryaNasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah dalam Masyarakat Modern,Cirebon, tanggal, 30-31 Agusrus 1995.

Moh. Nasir,2005. Metodologi Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Muhaimin,2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: PustakaPelajar.

__________________,

2001. Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya.

__________________,dkk,Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Karya Abditama, tt.

Muhammad Jadwal Ridla,2002. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam. (Perspektif Sosiologis-Filosofis).Yogyakarta: Tiara Wacana.

Mulyadhi Kartanegara,2003. Menyibak Tirai Kejahitan: Pengantar Epistimologi Islam, Bandung:Mizan.

M. Quraish Shihab,1998. Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan.

Noeng Muhadjir,1993. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori Pendidikan, EdisiIV, Yogyakarta: Rake Sarasih.

Nur Uhbiyati,1998. Ilmu Pendidikan Islam, Untuk Fakultas Tarbiyah komponen MKDK,Bandung: Pustaka Setia.

Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany,1979. Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Laguulung Jakarta: BulanBintang.

Pius A. Partanto dan M. Dahlan A Barry.1994.Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkolo.

Rosyidi,                                         2004. Dakwah Sufistik Kang Jalal. Jakarta: Paramadina.

Roehan Achwan,1991. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Versi Mursi, Jurnal PendidikanIslam, Volume 1, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1991.

Sayyid Hussein Nasr,1987. Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, alih bahasa: LuqmanHakim, (Bandung: Pustaka.

Sudarwan Danim,            2002. Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. PustakaSetia.

Sugiyono,2009. Metode Peneitian Kuantitatif Kualitaif danR&D, Bandung :    Alfabeta.

Suyanto dan Djihan Hisyam,2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki MilleniumIII.Yogyakarta: Adicita.

Syed M. Naquib al-Attas,1995. Islam dan Flsafat Sains,Bandung: Mizan, 1995.

Syed Sajjad Husaian dan Syed Ali Ashraf,1986. Crisis Muslim Educatio"., Terj. Rahmani Astuti, Krisis PendidikanIslam, Bandung: Risalah.

Tim Dosen KI,2009. Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi S-1, Jurusan KependidikanIslam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Ted Peters dan Gaymon Bennet,2004. Menjembatani Sains dan Agama, Jakarta: PT. BPK GunungMulia.  Undang-undang RI No 2 tahun 1989,1989. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Semarang , Aneka Ilmu,

Waliuddin,2003. Pendidikan Sebagai Proses Pembudayaan (Telaah Atas Pemikiran Dr. AbdulMunir Mulkhan, SU). Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

Wawancara,[email protected], tanggal 23, 12, 2009.

Yusuf Qardlawi,1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. BustamiAbdul Gani Jakarta: Bulan Bintang.

Zakiyah Daradjat,1992. Ilmu Pendidikan Islam Jakarta: Bumi Aksara.

Zuhairini, dkk.1995. Filsafat Ilmu Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

[1]  Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2003), hal. 148.

[2]  Ibid, hlm. 149.[3]  Muhammad Jadwal Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, (Perspektif Sosiologis-

Filosofis) (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002),  hlm. 78.[4]  Suyanto dan Djihan Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki

MilleniumIII (Yogyakarta: Adicita, 2000), hlm. 55.[5]  Hasan Bin Ali Al-Hijazi, Manhaj Tarbiyah Ibnu Qoyyim, (Jakarta: Pustaka Al-

Kausar, 2001), hlm. 207.[6] Buku Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi S-1, Jurusan Kependidikan Islam

Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009, hlm. 12.[7]  Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,

2004) Cet ke-4, hlm. 1.[8] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-

maarif, 1981), cet ke-5, hlm. 19.[9]  Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2005), Cet ke-4 hlm. 4[10] Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka

Setia, 1998), Cet. ke-2, hlm. 11.[11]  Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 23[12]  Dr. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi

Aksara, 1992), cet ke-2, hlm. 86

[13]  Jalaluddin rakhmat, Catatan Kang Jalal Visi Media, Politik dan Pendidikan, (Bandung:Rosda Karya, 1997), hlm.  357.

[14] Ibid, hlm. 359.[15] Hasan Bin Ali Al-hijazi, Manhaj TarbiyahIbnu Qoyyim, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2001), hlm. 155.[16] Ibid, hlm. 158.[17]  Ibid, hlm. 59.[18] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar 1998), hlm. 57.[19] Zurhani Jahja, Teologi Al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996),  hlm. 17.[20]  Wawancara, [email protected], tanggal 30, 01, 2010.[21]  Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan 1995),  hlm. 99.[22]  Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, (Jakarta: Paramadina, 2004),  hlm. 46.[23]  Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R & D, (Bandung: Penerbit

Alfabeta, 2009), hlm. 2.[24] Ibid.,hlm. 3.[25] Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami venomena

tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi,motifasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara diskriptif dalambentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah serta denganmemanfaatkan berbagai metode alamiah. Lihat Lexy J Moleong, Metode PenelitianKualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), hlm. 6.

[26] Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002),hal. 60-63.

[27] Deskriptif yaitu menggambarkan sifat-sifat individu, keadaan, gejala ataukelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengangejala lain dalam ruang lingkup sosial. Baca Amiruddin dan Zainal Asikin, PengantarMetode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 25.

[28]  Anton Baker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi PenelitianFilsafat, (Yogyakarta, Kanisius, 1990),  hlm. 92.

[29]  Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung: RemajaRosdakarya, 2006), hlm. 280.

[30]  Pius A. Partanto dan M. Dahlan A Barry. Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya:Arkolo, 1994), hlm. 105.

[31] Moh. Nasir, Metodologi Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 54.[32] Ibid, hlm. 262.[33]  Tim Dosen KI, Buku Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi S-

1, Jurusan  Kependidikan Islam (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,2009), hlm. 7.

[34] Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir, (Yogyakarta: Impulse-kanisius,2007), hal. 173.

[35] Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Sanri, (Yogyakarta: Sipress,1994), hlm. vii.

[36] Ibid., hlm. vii[37] Ibid., hlm. ix.[38] Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni dalam Masyarakat Petani, (Yogyakarta: Bentang

Budaya-Ford Foundation, 2000), hlm. v.[39] Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Muhammadiyah, (Yogyakarta: Pajar Pustaka

Baru, 2000), hlm. Sampul.[40] Wawancara, [email protected], tanggal 23, 12, 2009.[41]  Hasan Langulung, Pengertian Pendidikan Islam dalam Adul Kholiq,

dkk, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 1999), hlm. 36.

[42] Hasan  Langulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna ,1993), hlm. 3

[43] Undang-undang RI No 2 tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,Semarang , Aneka Ilmu, 1989, hlm 4

[44] Fathiyah Hasan Sulaiman,, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta, P3M,1986, hlm20

[45] Tarbiyah berasal dari kata robba-yarbuw (tumbuh danberkembang), ta’lim berasal dari kataalima-ya’lamu (mengerti atau memberitanda), ta’dib berasal dari kata adaba-ya’dibu (berbuat dan berperilaku sopan).Muhaimin dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Surabaya: Karya Abditama, tt), hlm. 14

[46] Ibid.[47] Azumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju Milinium

Baru (Jakarta: Logos, 2002), hlm. 5[48] Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok  Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan

Bintang, 1996) , hlm.[49]  Abu Tauhied, Beberapa Asfek Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Fak Tarbiyah

IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1990), hlm. 14.[50] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm.

339[51] Hasil wawancara dengan Abdul Munir Mulkhan di rumahnya Perumahan

Tinalan Kota Gede Yogyakarta, 22 April 2010.[52]  Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, (Yogyakarta: Sipress,

1994), hlm. 54.[53] Ibid, hlm. 238.[54] Abdul Munir Mulkhan, Dari Semar ke Sufi: Kesalehan Multikultural Sebagai Solusi Islam di

Tengah Tragedi Keagamaan Umat Manusia, (Yogyakarta: al-Ghiyats 2003), hlm. 201.[55] Alfatih Suryadilaga,dkk, Miftahus Sufi, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 3.

[56] Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.8.

[57] DEPDIPBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998),hlm. 863.

[58]  Wawancara, [email protected], tanggal 30, 01, 2010.[59] Abdul Munir Mulkhan, Ajaran dan Jalam Kematian Syeh Siti Jenar, ( Yogyakarta:

Kreasi Wacana, 2009) hlm.6[60]  Hasil wawancara dengan Abdul Munir Mulkhan di rumahnya Perumahan

Tinalan Kota Gede Yogyakarta, 22 April 2010.[61] Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta, 22 April 2010.[62]  Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),

hlm.81.

[63]  Ibid, hlm. 88.[64]  Ibid, hlm. 88-89.[65]  Syed Sajjad Husaian dan Syed Ali Ashraf, Crisis Muslim Educatio".,

Terj. Rahmani Astuti, Krisis Pendidikan Islam, (Bandung: Risalah 1986), hlm 2[66] Abdurrahman an-Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalabih fi Baiti wa Madrasati

wal Mujtama', Dar al-Fikr al-Mu'asyr, Beirut-Libanon., Terj. Shihabuddin, PendidikanIslam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 26.

[67] Roehan Achwan, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Versi Mursi, JurnalPendidikan Islam, Volume 1, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1991), hlm.50.

[68] Mulkhan, Kecerdasan Makrifat dan Revolusi Spiritual Dalam Tradisi Sufi, (Yogyakarta:Jurnal Jurusan Kependidikan Islam UIN Suka, 2004), hlm. 125.

[69]  Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),hlm.91-92.

[70]  Hasil wawancara dengan Abdul Munir Mulkhan di rumahnya PerumahanTinalan Kota Gede Yogyakarta, 18 Mei 2010.

[71]  Hasil wawancara dengan Abdul Munir Mulkhan di rumahnya PerumahanTinalan Kota Gede Yogyakarta, 18 Mei 2010.

[72]  Hasil wawancara dengan Abdul Munir Mulkhan di rumahnya PerumahanTinalan Kota Gede Yogyakarta, 18 Mei 2010.

[73] Hasil wawancara dengan Abdul Munir Mulkhan di rumahnya PerumahanTinalan Kota Gede Yogyakarta, 22 April 2010.

[74]  M.Irsyad Sudiro, Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, Seminardan Lokakarya Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah dalamMasyarakat Modern, (Cirebon, tanggal, 30-31 Agusrus 1995), hlm. 2.

[75]  Djamaluddin Ancok, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium KeTiga, Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor : 6Tahun III, (Yogyakarta:UII, 1998), hlm. 5.

[76]  Erich Fromm, dikutip Ahmad Syafi'i Ma'arif,  PengembanganPendidikan Tinggi Post Graduate Studi Islam melalui Paradigma Baru yangLebih Efektif, Makalah Seminar, 1997, hlm. 7.

[77]  Ahmad Syafi'i Ma'arif,  Pengembangan Pendidikan Tinggi PostGraduate Studi Islam melalui Paradigma Baru yang Lebih Efektif, MakalahSeminar, 1997, hlm. 7-8.

[78] Kuntowijoyo, 1987, dikutip A.Malik Fadjar, Menyiasati KebutuhanMasyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah, Seminar dan Lokakarya

Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21, (Cirebon: IAIN, tanggal,31 Agustus s/d 1 September 1995), hlm. 4.

[79]  A.Malik Fadjar, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern TerhadapPendidikan Agama Luar Sekolah, Seminar dan Lokakarya Pengembangan PendidikanIslam Menyongsong Abad 21, (Cirebon: IAIN, tanggal, 31 Agustus s/d 1September 1995), hlm. 4.

[80]  Ibid, hlm. 4.[81]  Nasr Hamid Abi Zaid, Naqd al-Khitab ad-Dini, (Kairo: Sina Li an-Nasyr,

1994), hlm. 67-68.[82]  Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),

hlm. 77.[83]  Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),

hlm. 78.[84]  Perves Hoodbhoy, Ihtiar Menegakkan Rasionalitas, dalam Mahmud Arif.

(ed), Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKiS, 2008), hlm. 229.[85]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta, 18 Mei 2010.[86]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010.[87]  Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKiS, 2008), hlm.

233.[88] Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKiS, 2008), hlm.

233-234.[89]  Ibid, hlm. 235.[90]  Mulkhan, Tuhan Tak Lagi Membela Orang Saleh?, (Republika, 6 Oktober

2004),  hlm. 5.[91] Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010.[92]  Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),

hlm. 90.[93]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010.[94]  Majid Irsan al-Kailani, Filsafat a-Tarbiyah al-Islamiyyah, (Makkah: Maktabah

Hadi, 1988), hlm. 214.[95]  Ted Peters dan Gaymon Bennet, Menjembatani Sains dan Agama, (Jakarta: PT.

BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 177.[96]  Dalam Q.S. Ali Imran (3): 190-191, misalnya disebutkan:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dansiang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yangmengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan merekamemikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalahkami dari siksa neraka”. Lihat Tim Yayasn Penyelenggara Penerjemah al-Quran, Alqurandan Terjemahannya, (Jakarta: DEPAG RI, 1982), hlm. 109-110.

[97]  Majid Irsan al-Kailani, Filsafat a-Tarbiyah al-Islamiyyah, (Makkah: MaktabahHadi, 1988), hlm. 85.

[98]  Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung,: Mizan, 1996).Hlm. 288-289.

[99] Sebagaimana diuraikan al-Attas, tema akal (‘aql) mengandung artisubstansi ruhaniyah yang melekat dalam organ ruhaniyah pemahaman yang disebuthati. Akal ini memliki kemampuan nalar (akal diskursif) dan intelek (akalintuitif). Lihat Syed M. Naquib al-Attas, Islam dan Flsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995),hlm. 27-28 dan 37.

[100] Kebenaran agamawi “adalah istilah yang digunakan al-Kailani untukmenujukkan jenis objek realitas (kebenaran) yang menyangkut sang kholik dan relasi-Nya dengan makhluk (ciptaan), dan kepatuhan manusia terhadap-Nya dalam lingkupsosial-kemasyarakatan. Sedangkan ”kebenaran kealaman ” adalah sejenis kebenaranyang menyangut fenomena semesta alam. Lihat al-Kailani, Filsafat at-Tarbiyah,hlm. 291.Menurut Guiderdoni, manusia mempunyai dua sisi kecerdasan: sisi kekuatan silogistikdan sisi kekuatan kontemplatif; sains sebagai hasil kekuatan sisi silogistik tidakmampu memantau dan menjelajahi keseluruhan realitas sehingga masih menyisakanbanyak ruang bagi pendekatan lain yang membahas masalah pemaknaan/perenungan. LihatBruno Guiderdoni, Membaca Alam Membaca Ayat, (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 173.

[101] Menurut Armahedi Mahzar, paradigma sains integratif tersebut (konsepan-nazhar) adalah yang mampu menjebatani monoteisme transendental dan sainssekuler. Lihat Armahedi Mahzar, ”Menuju Paradigma Sains Posmodern”, dalam MulyadhiKartanegara, Menyibak Tirai Kejahitan: Pengantar Epistimologi Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hlmxxviii.

[102] Bandingkan dengan Armahedi Mahzar, Merumuskan Paradigma Sains dan TeknologiIslami: Revolusi Integralisme Islam, (Bandung: Mizan), hlm. 227

[103] Al-Kailani, Filsafat at-Tarbiyah…, hlm. 291[104] Ibid, hlm. 247. Sebagai salah satu bentuk penghayatan wahyu, seperti

dikemukakan oleh Guiderdoni, adalah bahwa pendidikan sains modern di Baratmengesampingkan Tuhan. Lihat Guiderdoni,Membaca Alam…, hlm. 21

[105] Abdul Munir Mulkhan, Dari Semar ke Sufi: Kesalehan Multikultural Sebagai Solusi Islamdi Tengah Tragedi Keagamaan Umat Manusia, (Yogyakarta: al-Ghiyats 2003), hlm. 201240

[106] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Untuk Fakultas Tarbiyah komponenMKDK, (Bandung : Pustaka Setia, 1998), Hlm. 123

[107] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembimbing dan Pengembangan BahasaDep.  Pendidikan dan Kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Putaka,1989), Hlm. 581

[108] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis BerdasarkanPendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 132

[109] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan…, hlm. 132[110] Seperti dituliskan Muhaimin dan Abdul Mujib metode Pendidikan Agama

Islam meliputi: metode diakronis, singkronis, problem solving, empiris, induktifdan metode deduktif dan pengaplikasian metode tersebut menggunakan beberapa teknikantara lain: teknik periklanan dan pertemuan, teknik dialog, teknik bercerita,teknik metafor, teknik imitasi, teknik drill, teknik ibrah, teknik pemberian janjidan ancaman, teknik korelasi dan kritik, dan teknik perlombaan. Muhaimin dan AbdulMujid, Pemikiran…, hlm. 251-276

[111] Ibid.,  hlm. 90.[112] Ibid., hlm. 91.[113] Ibnu Khlmdun, Mukaddimah terj Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2001), Cet. III, hlm 759.[114]  Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, (Beirut: dar al-Salam,

1981), cet II. Hlm. 163-172.[115]  John P. Miller, oleh Abdul Munir Mukhan, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian:

Rangkuman Model Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Berbasis Kelas, (Yogyakarta: KreasiWacna), hlm. 25.

[116]  Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir, (Yogyakarta: Kanisius,2007), hlm. 79.

[117]  Ibid, hlm. 79.[118]  Ibid, hlm. 79.[119]  Ibid, hlm. 79.[120]  Yusuf Qardlawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami

Abdul Gani (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 80.

[121]  Yusuf Qardlawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. BustamiAbdul Gani (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 359-509.

[122]  Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, (Beirut: dar al-Salam,1981), cet II. Hlm. 542.

[123]  Y. Singgih Dirgunarsa, Tanggung Jawab Keluarga dan Sekolah dalam PendidikanNilai,

[124]  Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, terj. HasanLaguulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 585.

[125]  Yvon Ambroise, Pendidikan Nilai, dalam Kaswadi (ed.), Pendidikan Nilai, hlm.22.

[126]  Hasan Laggulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,(Jakarta: al-Husna, 1995), hlm. 402-303.

[127]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010.

[128]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010.

[129]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010.

[130]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010.

[131] A.Malik Fadjar, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan AgamaLuar Sekolah, Seminar dan Lokakarya Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21, (Cirebon:IAIN, 1995), hlm. 5.

[132] M.Irsyad Sudiro, Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, Seminar dan LokakaryaNasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah dalam Masyarakat Modern, (Cirebon, tanggal,30-31 Agusrus 1995), hlm. 2.

[133]  Djohar, Omong Kosong, Tanpa Mengubah UU No. 2/89, (Koran Harian"Kedaulatan Rakyat", Tangga, 4 Mei 1999), hlm. 12.

[134] Ali Ashraf, Horizon…, hlm.116.[135] Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun

Modern, Cet. Ke-2,  (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 12[136] Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010.[137]  Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam, (Beirut: dar al-Salam,

1981), cet II. Hlm. 155-158.[138]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010. bandingkan MunirMulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir,(Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 95.

[139] Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010

[140]  John P. Miller, oleh Abdul Munir Mukhan, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian:Rangkuman Model Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Berbasis Kelas, (Yogyakarta: KreasiWacna), hlm. 25.

[141]  Ibid, hlm. 25.[142]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010[143]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,

dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010[144]  Abdul Munir Mulkhan, Satu Tuhan Seribu Tafsir, (Yogyakarta: Kanisius,

2007), hlm.90.

[145]  Ibid, hlm. 91.

[146]  Hasil wawancara dengan Prof . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU,dikediamannya Perumahan Tinalan Kota Gede Yogyakarta18 Mei 2010Posted by Muh Rofiq Nasihudin at 6:44 PM