inovasi strategi pembelajaran pendidikan agama islam pada ...
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Transcript of PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM
DisusunUntukMemenuhiTugas Mata KuliahPendidikan
Agama Islam
Oleh :
AVINDA NUR RAHMAWATI
141710101004
TEKNOLOGI HASIL
PERTANIAN
FAKULATS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. i
DAFTARISI………………………….……………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………….…………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah……….…………………………………………………….. 2
1.3 Tujuan…………...….………………………………………………………..... 3
1.4 Metode Penulisan…………….………………………………………………... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Iptek……………...……….……………………………………..... 4
2.2 Pengertian Integrasi Ilmu…………………….……………………………….. 5
2.3 Pengertian Iman……………………………………….…………………….... 6
2.4 Pengertian Seni dan Teknologi………….………...
………………………...... 8
2.5 Keutamaan Orang Beriman dan Berilmu……………………………………..
13
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………...
4.2 Saran…………………………………………...……………………………. 17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 18
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat
Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Pendidikan Agama Islam yang berjudul “ IPTEK DAN SENI
DALAM ISLAM” Dengan tujuan penulisan sebagai sumber
bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman
dari materi ini. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber
bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman
dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepas pula
dengan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak
menerima bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini ,penulis tidak lupa
mngucapkan terima kasih yang banyak kepada Bapak haidlor
selaku dosen mata kuliah Penddidikan Agama Islam dan
teman-teman yang turut berpartisipasi dalam penulisan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik
yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Jember,24Agustus2014
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada
2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai
paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler
seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan
bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran
(qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini
bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala
macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi
segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan,
sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan
tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam
(yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi
pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar
atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat
Islam, bukan standar manfaat seperti yang ada sekarang.
Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya
pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram
hukum-hukum syariah Islam. Umat Islam boleh memanfaatkan
iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam.
Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan
oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam
memanfaatkannya, walaupun ia menghasilkan manfaat sesaat
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang
kini dipimpin oleh perdaban barat satu abad terakhir ini,
banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan
kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan
iptek modern membuat orang terlalu mengagumi dan meniru
gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis
trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk
beribadah kepada Allah SWT. Ada banyak cara untuk
beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan
menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti
sabda Rasulullah SAW: “ menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban
atas setiap muslim laki-laki dan perempuan”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian iptek, integrasi ilmu, seni
dan teknologi ?
1.2.2 Apakah keutamaan orang yang beriman dan berilmu
?
1.2.3 Bagaimana tanggung jawab ilmuwan terhadap
lingkungan ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian iptek, integrasi ilmu,
seni dan teknologi dalam islam
1.3.2 Mengetahui keutamaan orang yang beriman dan
berilmu
1.3.3 Mengetahui tanggung jawab imuwan terhadap
lingkungan
1.4 Metode penulisan
Penulis menggunakan metode penulisan studi kepustakaan
yang berasal dari berbagai media elektronik yang
berkaitan dengan Iptek dan Seni Dalam Islam.
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Iptek
Iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan
teknologi, secara umum teknologi adalah pembuatan,
modifikasi, penggunaan, dan pengetahuan tentang alat-
alat, mesin, teknik, kerajianan, sistem, metode
organisasi dalam rangka memecahkan masalah, meningkatkan
solusi yang sudah ada sebelumya untuk masalah, mencapai
tujuan menangani masukan diterapkan/ output hubungan atau
melakukan fungsi tertentu. Hal ini juga merujuk pada
alat-alat seperti mesin, modifikasi, pengaturan dan
prosedur. Teknologi secara signifikan mempengaruhi
manusia serta kemampuan spesies hewan lain untuk
mengendalikan dan beradaptasi dengan lingkungan alam
mereka. Dari segi bahasa teknologi berasal dari kata
Yunani (technologia), kata (techne) yang berarti “seni,
keterampilan, kerajianan”, dan (logia) yang berarti
”studi” istilah ini dapat diterapkan umum atau daerah
tertentu, contoh; termasuk teknologi konstruksi,
teknologi medis, dan teknologi informasi.
Peran Islam dalam perkembangan iptek adalah bahwa
Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek.
Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah islam) wajib
dijadikan tolok ukur dan pemanfaatan iptek, bagaimana pun
juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan adalah
yang telah dihalalkan oleh syariah islam. Sedangkan Iptek
yang tidak boleh dimanfaatkan adalah yang telah
diharamkan. Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT sumber segala kebaikan,
Keindahan, dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah SWT hanya akan muncul bila diawali dengan
pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan
Allah SWT dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat
(manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan
Keagungan-Nya.
Islam sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi
kemanusiaan,sangat mendorong dan mementingkan umatnya
untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan
segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam
sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuandan
teknologi. Berbeda dengan pandangan Barat yang melandasi
pengembangan Ipteknya hanya untuk mementingkan duniawi,
maka Islam mementingkan penguasaan Iptek untuk menjadi
sarana ibadah atau pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan
mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah)
di muka bumi untuk berkhidmat kepada manusia dan
menyebarkan rahmat bagi seluruh alam. Ada lebih dari 800
ayat dalam Al-Quran yang mementingkan proses perenungan,
pemikiran, dan pengamatan tehadap berbagai gejala alam,
untuk di tafakuri dan menjadi bahan dzikir kepada Allah.
Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang
menentang fakta ilmiah, maka kemumgkinan yang salah
adalah pemahaman dan tafsiran terhadap ajaran agama
tersebut. Bila ada ilmu pengetahuan yang menentang
prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah adalah
tafsiran filosofis atau paradigma materialisme yang
beradadi balik wajah ilmu pengetahuan modern tersebut.
Karena alam semesta yang dipelajari melalui ilmu
pengetahuan dan ayat-ayat suci Tuhan( Al-Quran) dan
Sunnah Rasulullah SAW yang di pelajari melalui agama
adalah sama-sama ayat (tanda-tanda dan perwujudan ) Allah
SWT, maka tidak mungkin satu sama lain saling
bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya
berasal dari satu sumber sama, Allah Yang Maha Pencipta
dan Pemelihara seluruh Alam Semesta.
2.2 Penegertian Integrasi Ilmu
Integrasi ilmu agama dan umum hakikatnya adalah
usaha menggabungkan atau menyatupadukan ontology,
epistomologi dan aksiologi ilmu-ilmu pada kedua bidang
tersebut. Integrasi kedua ilmu tersebut merupakan sebuah
kepercayaan tidak hanya untuk kebaikan umat islam semata,
tetapi bagi peradaban umat manusia seluruhnya. Karena
dengan integrasi ilmu akan jelas arahnya, yakni mempunyai
ruh yang jelas untuk selalu mengabdi pada nila-nilai
kemanusiaan dan kebajikan jagat raya, nukan malah menjadi
alat dehumanisasi, eksploitasi, dan destruksi alam. Nila-
nilai itu tidak bisa tercapai bila dikotomi ilm masih ada
seperti yang terjadi saat ini.
Integrasi ilmu bukan hanya tuntutan zaman, tetapi
mempunyai legitimasi yang kuat secara normative dari Al-
Qur’an dan hadis serta secara historis dari perilaku para
para ulamaislam yang telah membuktikan sosoknya sebagai
ilmuan integrative yang memberikan sumbangan luar biasa
bagi kemajuan peradapan manusia.
Saat ini, bentukk integrasi ilmu masih
diformulasikan baik oleh pemerintah sendiri maupun para
intelektual muslim. Tawaran model integrasi yang coba
dipraktekkan oleh berbagai Perguruan Tinggi islam masih
menyisahkan perdebatan inter maupun ekstern mereka
sendiri. Karenanya, model integrasi yang dipraktekkan
mereka merupakan hal yang final dan memerlukan evaluasi
yang terus-menerus dari semua komponene masyarakat
pendidikan Indoensia.
Integrasi ilmu adalah keharusan bagi umat islam,
oleh karenanya tanggung jawab ini bukan hanya kewajiban
pemerintah semata dan Perguruan Tinggi Agama Islam, tapi
juga kalangan Perguruan Tinggi Umum dan seluruh umat
islam yang menginginkan kemajuan islam dan peradaban
manusia yang lebih maju dan humanis.
2.3 Penegertian Iman
Iman berasal dari Bahasa Arab ( ( م���ان� ي�� secara (الإetimologis berarti percaya. Perkataan iman ( م�����ان� ي�� (اdiambil dari kata kerja aamana ( م�ن� yukminu (ا� ( م�ن� ؤ� (ي����yang berarti percaya atau membenarkan.
Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah
membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada
dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya,
kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin
(orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga
unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam
hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan
dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka
orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang
sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan
satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat
mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat
manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah
Surat An-Nisa ayat 136 :
وا ن����� م� ا� اهلل�� �ول ب� س����� ر� اب� و� كت&����� ال� ي� و� ذ� ل� ال��� ز.�� ى ن������� ل� وله ع�� س����� اب� ر� كت&����� ال� و�ا ا ب��� ه� � ي�8 ن�� ا�� ي�� ذ� وا ال��� ن� م�� ا�
ه� ت&� ك� إب�� ل� م�� له و� رس�� وم و� �� ن� ال� ر و� خ�� ذالإ� ق&�� ل�� ف��� ن� ض��� م�� ف��ر و� ك ب��� اهلل�� �ل ب� � �ب ق�&�
ي�� ذ� إل��� ل� ز.� ن�� ن� ا�� م�
إلإ ل� ذا ض��� عت� � Oب�Yang artinya :“Wahai orang-orang yang beriman.
Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan
kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya,
serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa
ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-
Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh
orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa :
136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa bila kita
ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang
nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan
dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah
sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia
Perkataan iman yang berarti “membenarkan” itu
disebutkan dalam Al-Quran, di antaranya dalam Surah At-
Taubah ayat 62:
وه (٦٢) زض�� ن� ن�� ق&� ا�� ح�� وله ا�� س� ر� و� اهلل�� م و� وك� رض�� م لي� ك ل�� اهلل�� �ون�� ب� لف� ح � ي��
ين�� ت� م� و� ؤا م� اي�� ن� ك�� ا yang bermaksud "Dia (Muhammad) itu membenarkan
(mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para
orang yang beriman."
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah
iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali
bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan
kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan
anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu
mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan
mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan
makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan
pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan
rukun-rukun." (Wikipedia)
Sebagaimana dijelaskan juga dalam Al-qur’an Surah
Ali Imron ayat 110 :
ون�� ه� ن� �fت� � و� عروف� م� ال� �ز ب� ك� مت� ال� ن� ون�� ع�� ن� م� ؤ� ي�& ت& و� � �رج� خ�� ا� ه& م�� ر� ا� ي� م خ�� ت& ن� ك�
مرون�� ا� اس ب�&� لت��� را ل� ي� ان�� خ�� ك� ون�� ل�� ف& اس� ق�� م ال� ي~�ره� ك� ا�� ون�� و� ن� م� مو� هم ال� ن� م�
ن�� م�� ؤ ا�� ل�� و� اهلل�� �اب� ب� كت&� ل ال� ه� هم ا�� ل��Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka;
di antara mereka ada yang beriman,dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik”. (Qs.ali Imran : 110)
Ibnu Abdil Barr dalam kitab beliau At Tamhid
berkata, “Iman menurut ulama Ahlus Sunnah di mana mereka
adalah Ahlul Atsar dari ulama fikih dan hadits, mereka
telah bersepakat, iman itu perkataan dan perbuatan dan
tidak ada amalan kecuali dengan niat. Imam menurut Ahlus
Sunnah bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena
maksiat. Segala ketaatan termasuk bagian dari iman. Lalu
Imam Ibnu Abdil Barr menyebutkan perselisihan para ulama
tentang hal iman.
2.4 Pnegertian Seni dan Teknologi
2.4.1 Definisi seni
Kata “seni” adalah sebuah kata yang semua orang di
pastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman
yang berbeda. Konon kata seni berasal dari kata “sani”
yang kurang lebih artinya jiwa yang luhur atau ketulusan
jiwa. Namun menurut kajian ilmu di Eropa mengatakan “Art”
(artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang atau
karya dari sebuah kegiatan.
Pandangan Islam tentang seni. Seni merupakan
ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu
sifat yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya
ini. Allah melalui kalamnya di Al-Qur’an mengajak manusia
memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan
keindahannya. Allah berfirman: “Maka apakah mereka tidak
melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-
retak?”
Allah itu indah dan menyukai keindahan. Nabi
bersabda,” Sesungguhnya Allah Maha Indah, menyukai keindahan.
Sedangkan sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan
orang lain.” (HR. Muslim).
Bahkan salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah
bahasanya yang sangat indah, sehingga para sastrawan arab
dan bangsa arab pada umumnya merasa kalah berhadapan
dengan keindahan sastranya, keunggulan pola redaksinya,
spesifikasi irama, serta alur bahasanya, hingga sebagian
mereka menyebutnya sebagai sihir. Dalam membacanya, kita
dituntut untuk menggabungkan keindahan suara dan akurasi
bacaannya dengan irama tilawahnya sekaligus.
Rasulullah bersabda :“Hiasilah Al-Qur’an dengan
suaramu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Majah,
Ibnu Hibban, Darimi)
Manusia menyukai kesenian dari fitrahnya mencintai
keindahan. Dan tak bisa dipisahkan lagi antara kesenian
dengan kehidupan manusia. Namun bagaimana dengan fenomena
sekarang yang ternyata dalam kehidupan sehari-hari
nyanyian-nyanyian cinta ataupun gambar-gambar seronok
yang diklaim sebagai seni oleh sebagian orang semakin
marak menjadi konsumsi orang-orang bahkan anak-anak.
Sebaiknya di kembalikan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Jika kalau kata-kata dalam nyanyian itu merupakan
perkataan-perkataan yang tidak berguna bahkan menyesatkan
manusia dari jalan Allah, maka haram nyanyian tersebut.
Nyanyian-nyanyian yang membuat manusia terlena,
mengkhayalkan hal-hal yang tidak patut maka kesenian
tersebut haram hukumnya.
Pendapat Tentang Seni Menurut Para Ulama
1. Imam asy- Syaukani, dalam kitabnya Nail UL Authar
menyatakan sebagai berikut:
a. Para ulama berselisih pendapat tentang hukum menyanyi
dan alat musik. Menurut mazhab Jumhur adalah haram,
sedangkan mazhab Ahl ul Madinah, Azh-Zhahiriyah dan
jama’ah Sufiyah memperbolehkannya.
b. Abu Mansyur Al-Baghdadi (dari mazhab Asy-Syāfi‘ī)
menyatakan Adullah bin ja’far berpendapat bahwa menyanyi
dan musik itu tidak menjadi masalah.
c. Imam Al-Haramain di dalam kitabnya An-Nihayah menukil
dari para ahli sejarah bahwa Abdullāh bin Az-Zubair
memiliki beberapa jariyah (wanita budak) yang biasa
memainkan alat gambus.
d. Ar-Ruyani meriwayatkan dari Al-Qaffal bahwa mazhab
Maliki membolehkan menyanyi dengan ma‘azi (alat-alat
musik yang berdawai).
e. Abu Al-Fadl bin Tahir mengatakan: "Tidak ada
perselisihan pendapat antara ahli Madinah tentang,
menggunakan alat gambus. Mereka berpendapat boleh saja."
Ibnu An Nawawi di dalam kitabnya AL-Umdah mengatakan
bahwa para shahabat Rasulullah yang membolehkan menyanyi
dan mendengarkannya antara lain Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan, Abdur Rahman bin Auf, Sa‘ad bin Abi Waqqas dan
lain-lain. Sedangkan dari tabi‘in antara lain Sa‘id bin
Musayyab, Salim bin Umar, Ibnu Hibban, Kharijah bin Zaid,
dan lain-lain.
2 Abu Ishak Asy-Syiraza dalam kitābnya AL-Muhazzab :
a. Diharamkan menggunakan alat-alat permainan yang
membangkitkan hawa nafsu seperti alat musik gambus,
tambur (lute), mi‘zah (sejenis piano), drum dan seruling.
b. Boleh memainkan rebana pada pesta perkawinan dan
khitanan. Selain dua acara tersebut tidak boleh.
c. Dibolehkan menyanyi untuk merajinkan unta yang sedang
berjalan.
3. Al-Alusi dalam tafsirnya Ruhul Ma’ani adalah sebagai
berikut :
a. Al-Muhasibi di dalam kitabnya AR-Risalah berpendapat
bahwa menyanyi itu haram seperti haramnya bangkai.
b. Ath-Thursusi menukil dari kitab Adabul Qadha bahwa
Imām Syaf‘i berpendapat menyannyi itu adalah permainan
makrah yang menyerupai pekerjaan bathil (yang tidak
benar). Orang yang banyak mengerjakannya adalah orang
yang tidak beres pikirannya dan ia tidak boleh menjadi
saksi.
c. Al-Manawi mengatakan dalam kitābnya: Asy-Syahul Kabir
bahwa menurut mazhab Syafi‘i menyanyi adalah makruh
tanzih yakni lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan
agar dirinya lebih terpelihara dan suci. Tetapi perbuatan
itu boleh dikerjakan dengan syarat ia tidak khawatir akan
terlibat dalam fitnah.
4. Abdurahman AL-Jazaridi dalam kitabnya AL-Fiqh AL
Madzahib menyatakan :
a. Ulama-ulama Syafi‘iyah seperti yang diterangkan oleh
Al-Ghazali di dalam kitabIhmya Ulumudin.beliau berkata:
"Nash nash syara' telah menunjukkan bahwa menyanyi,
menari, memukul rebana sambil bermain dengan perisai dan
senjata-senjata perang pada hari raya adalah mubah
(boleh) sebab hari seperti itu adalah hari untuk
bergembira. Oleh karena itu hari bergembira dikiaskan
untuk hari-hari lain, seperti khitanan dan semua hari
kegembiraan yang memang dibolehkan syara'.
b. Al-Ghazali mengutip perkataan Imam Syafi'i yang
mengatakan bahwa sepanjang pengetahuannya tidak ada
seorangpun dari para ulama Hijaz yang benci mendengarkan
nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya
mengandung hal-hal yang tidak baik. Maksud ucapan
tersebut adalah bahwa macam-macam nyanyian tersebut tidak
lain nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang telah
dilarang oleh syara'.
c. Para ulama Hanfiyah mengatakan bahwa nyanyian yang
diharamkan itu adalah nyanyian yang mengandung kata-kata
yang tidak baik (tidak sopan), seperti menyebutkan sifat-
sifat jejaka (lelaki bujang dan perempuan dara), atau
sifat-sifat wanita yang masih hidup. Adapun nyanyian yang
memuji keindahan bunga, air terjun, gunung, dan
pemandangan alam lainya maka tidak ada larangan sama
sekali. Memang ada orang orang yang menukilkan pendapat
dari Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa ia benci
terhadap nyanyian dan tidak suka mendengarkannya. Baginya
orang-orang yang mendengarkan nyanyian dianggapnya telah
melakukan perbuatan dosa. Di sini harus dipahami bahwa
nyanyian yang dimaksud Imam Hanafi adalah nyanyian yang
bercampur dengan hal-hal yang dilarang syara'.
d. Para ulama Malikiyah mengatakan bahwa alat-alat
permainan yang digunakan untuk memeriahkan pesta
pernikahan hukumnya boleh. Alat musik khusus untuk momen
seperti itu misalnya gendang, rebana yang tidak memakai
genta, seruling dan terompet.
e. Para ulama Hanbaliyah mengatakan bahwa tidak boleh
menggunakan alat-alat musik, seperti gambus, seruling,
gendang, rebana, dan yang serupa dengannya. Adapun
tentang nyanyian atau lagu, maka hukumnya boleh. Bahkan
sunat melagukannya ketika membacakan ayat-ayat Al-Quran
asal tidak sampai mengubah aturan-aturan bacaannya.
2.4.2 Definisi Teknologi
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk
menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan
pengubahan sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana.
Penemuan prasejarah tentang kemampuan mengendalikan api
telah menaikkan ketersediaan sumber-sumber pangan,
sedangkan penciptaan roda telah membantu manusia dalam
beperjalanan dan mengendalikan lingkungan mereka.
Perkembangan teknologi terbaru, termasuk di antaranya
mesin cetak, telepon, dan Internet, telah memperkecil
hambatan fisik terhadap komunikasi dan memungkinkan
manusia untuk berinteraksi secara bebas dalam skala
global. Tetapi, tidak semua teknologi digunakan untuk
tujuan damai; pengembangan senjata penghancur yang
semakin hebat telah berlangsung sepanjang sejarah, dari
pentungan sampai senjata nuklir.
Teknologi telah memengaruhi masyarakat dan sekelilingnya
dalam banyak cara. Di banyak kelompok masyarakat,
teknologi telah membantu memperbaiki ekonomi (termasuk
ekonomi global masa kini) dan telah memungkinkan
bertambahnya kaum senggang. Banyak proses teknologi
menghasilkan produk sampingan yang tidak dikehendaki,
yang disebut pencemar, dan menguras sumber daya alam,
merugikan dan merusak Bumi dan lingkungannya. Berbagai
macam penerapan teknologi telah memengaruhi nilai suatu
masyarakat dan teknologi baru seringkali mencuatkan
pertanyaan-pertanyaan etika baru. Sebagai contoh,
meluasnya gagasan tentang efisiensi dalam konteks
produktivitas manusia, suatu istilah yang pada awalnynya
hanya menyangku permesinan, contoh lainnya adalah
tantangan norma-norma tradisional.
bahwa keadaan ini membahayakan lingkungan dan mengucilkan
manusia; penyokong paham-paham seperti transhumanisme dan
tekno-progresivisme memandang proses teknologi yang
berkelanjutan sebagai hal yang menguntungkan bagi
masyarakat dan kondisi manusia. Tentu saja, paling
sedikit hingga saat ini, diyakini bahwa pengembangan
teknologi hanya terbatas bagi umat manusia, tetapi
kajian-kajian ilmiah terbaru mengisyaratkan bahwa primata
lainnya dan komunitas lumba-lumba tertentu telah
mengembangkan alat-alat sederhana dan belajar untuk
mewariskan pengetahuan mereka kepada keturunan mereka.
(Wikipedia, Ensiklopedia Indonesia)
2.5 Keutamaan orang yang beriman dan berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi
dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran
menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan
terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian
kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya.
Mereka digelari sebagai “Al-Raasikhun fil Ilm” (Al
Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al Imran : 18), “Ulul al-Bab”
(Al Imran : 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24),
“al-A'limun” (al-A'nkabut : 43), “al-Ulama” (Fatir : 28),
“al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan gelar
mulia lain.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT
berfirman:
ه ن���8 لإ�� ا�� ه� ا ل��� ا و� لإ�� ه& ه��� ك��� ب�� لإ� م� ال� ؤ و� ول��� ا� علم و� ط ال� س�� ق& ال� �ا ب� م�� ي�� ا� ط ق�&� س�� ق& ال� �لإ�� ب� ه� ا ل��� ا لإ��
هذ� ال�له ش�~�
( ) و� و� ن��ز� ه� ع�ر� م ال� كت� ح� ال�Yang artinya :"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para
Malaikat dan orang- orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana". (Ali Imran ; 18)
Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang
berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT .
Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang
menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah dan
Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang
menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya:
ز ان�� ع� س�~� ن� اهلل�� �� ف���م� ج� ت&� ح�� ي� � Oن و ال� ا�� �ر� م ت&� لإ اع� اح� ق��� ب�� �ه ج� ت� ل� ن� ع�� ا��ن��� اا ق�� ه&� ال�ص�� �رو� م ال� ن� و� م�
م (١٥٨) لت� ع��
ف�� و�� ط�� ا ي��� هم� �ن� ي� م�� ع� و� و�� ط� راي�&� ي� ن��� خ�� ا � ق��� ر اهلل�� اك� س�~�Artinya :"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu
dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat
melaknati." (Al-Baqarah: 159) Rasulullah saw juga bersabda:
"Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh
Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR Ibnu
Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan
oleh Al-Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa
hadits ini sahih). Jadi, setiap orang yang berilmu harus
mengamalkan ilmunya agar ilmu yang ia peroleh dapat
bermanfaat. Misalnya dengan cara mengajar atau
mengamalkan pengetahuanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
2.6 tanggung Jawab ilmuwan terhadap Lingkungan
Manusia, sebagaimana makhluk lainnya, memiliki
ketergantungan terhadap alam. Namun, di sisi lain,
manusia justru suka merusak alam. Bahkan tak cukup
merusak, juga menhancurkan hingga tak bersisa. Tiap
sebentar kita mendengar berita menyedihkan tentang
kerusakan baru yang timbul pada sumber air, gunung atau
laut. Para ilmuwan mengumumkan ancaman meluasnya padang
pasir, semakin berkurangnya hutan, berkurangnya cadangan
air minum, menipisnya sumber energi alam, dan semakin
punahnya berbagai jenis tumbuhan dan hewan.
Sayangnya, meski nyata terasa dampak akibat
kerusakan tersebut, sebagian besar manusia sulit
menyadarinya. Mereka berdalih apa yang mereka lakukan
adalah demi kepentingan masa depan. Padahal yang terjadi
justru sebaliknya; tragedi masa depan itu sedang berjalan
di depan kita. Dan, kitalah sesungguhnya yang menjadi
biang kerok dari tragedi masa depan tersebut. Manusia
telah diperingatkan Allah SWT dan Rasul-Nya agar jangan
melakukan kerusakan di bumi. Namun, manusia mengingkari
peringatan tersebut.
Allah SWT menggambarkan situasi ini dalam Al-Qur’an: “Dan
bila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan.” (QS Al-Baqarah:11)
Allah SWT juga mengingatkan manusia: “Telah tampak kerusakan
di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)’. Katakanlah, ‘Adakan perjalanan
di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah).’’ (QS Ar-ruum: 41-42)
Pada masa sekarang pendidikan lingkungan menjadi
mutlak diperlukan. Tujuannya mengajarkan kepada
masyarakat untuk menjaga jangan sampai berbagai unsur
lingkungan menjadi hancur, tercemar, atau rusak. Untuk
itu manusia sebagai khalifah di bumi dan sebagai ilmuwan
harus bisa melestarikan alam. Mungkin bisa dengan cara
mengembangkan teknlogi ramah lingkungan, teknologi daur
ulang, dan harus bisa memanfaatkan sumber daya alam.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/40012829/Tugas-Makalah-Iptek-Dan-Seni-Dalam-Islam
http://www.scribd.com/doc/66379308/MAKALAH-AGAMA-IPTEK-DAN-SENI-DALAM-ISLAM
http://diaharrazy.files.wordpress.com/2011/10/5-ipteks-dalam-islam-makalah.pdf
https://motivasinet.files.wordpress.com/2011/05/2-iman-kepada-allah3.pdf
http://rumaysho.com/aqidah/pengertian-iman-menurut-ahlus-sunnah-5873
http://munifatun.wordpress.com/2012/03/08/posisi-teknologi-dalam-islam/
Asy Syatsri, Sa’ad bin Nashri (guru kami), Haqiqotul Iman wa Bida’ Al Irja’ fil Qodim wal Hadits, hal. 13-14, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan kedua, tahun 1430 H.