KEBIJAKAN FISKAL MAKALAH

36
KEBIJAKAN FISKAL OLEH: KELOMPOK 8. ARDY MARWAN (0912000167) MUTIAH ADAWIYYAH (0912000178) MARKUS NUGRAHA (0912000185)

Transcript of KEBIJAKAN FISKAL MAKALAH

KEBIJAKAN FISKAL

OLEH:

KELOMPOK 8.

ARDY MARWAN (0912000167)

MUTIAH ADAWIYYAH (0912000178)

MARKUS NUGRAHA (0912000185)

HILMAN ALDIANSYAH (1112000110)A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

1. Fungsi

Diseluruh negara, baik yang beraliran sosial maupun berbasis

kapitalis atau gabungan dari dua sistem ekonomi tersebut,

pemerintah mempunyai suatu peran sangat penting di dalam kegiatan

ekonomi nasional. Walaupun didalam praktiknya, bahkan pemerintah

menguasai atau memonopoli ekonomi seperti China (walaupun

sekarang sudah jauh berkurang dibandingkan 20 tahun silam), Korea

Utara, Myanmar, dan Kuba, dimana jumlah perusahaan milik negara

(BUMN) jauh lebih banyak daripada jumlah perusahaan swasta,

namun pada prinsipnya tugas pemerintah di dalam ekonomi hanyalah

sebagai stabilisator, fasilitator, stimulator, dan regulator,

sedangkan pelaku ekonomi sepenuhnya diserahkan kepada swasta.

Tugas pemerintah ini direalisasikan lewat berbagai macam

kebijakan, peraturan dan perundang-undangan dengan tujuan untuk

mendorong atau menggairahkan ekonomi pada saat ekonomi sedang

lesu dan mengerem laju ekonomi pada saat memanas (pertumbuhan

ekonomi rata-rata per tahun tinggi yang lebih didorong oleh

konsumsi yang mengancam meroketnya laju inflasi), terutama untuk

mencegah inflasi yang tinggi. Dengan begitu tugas pemerintah

adalah untuki menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus mendorong

pertumbuhan ekonomi pada tingkat tertentu yang menciptakan

kesempatan kerja penuh, yang berarti mengurangi/ menghilangkan

pengangguran dan kemiskinan.

Dalam sejarah Indonesia sejak Orde Baru hingga sekarang,

pemerintah berperan sebagai peran utama. Bukti paling nyata

besarnya peran pemerintah didalam perekonomian Indonesia selama

ini adalah keberadaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN). Jika setiap perusahaan selalu menyusun anggaran

pengeluaran dan pendapatan/ pemasukannya setiap tahun agar

perusahaan bisa berkinerja dengan baik sesuai rencana tahunan,

demikian juga pemerintah, hal ini dapat dilihat di dalam APBN

yang dibuat setiap tahun agar perekonomian nasional bisa terus

bergerak dengan laju pertumbuhan bukan hanya berkelanjutan tetapi

juga dengan laju akselerasi yang meningkat disatu sisi, dan untuk

menjaga stabilitas ekonomi nasional, disisi lain.

Selama Orde Baru hingga krisis ekonomi 1997-1998, APBN disusun

dan diumumkan setiap April. Pada masa itu, tahun fiskal dimulai

setiap bulan April. Setelah krisis keuangan Asia 1997-1998, tahun

fiskal ditetapkan mulai Januari hingga Desember. Setiap menjelang

akhir tahun semua Departmen pemerintah dan lembaga pemerintah

non-departmen sibuk menyiapkan anggaran pengeluarannya, tidak

saja yang sifatnya rutin seperti gaji, subsidi dan tunjangan

pegawai negeri hingga biaya rutin lainnya untuk menjalankan

kegiatan rutin departmen dan lembaga non-departmen, tetapi untuk

membiayai proyek-proyek dan program pembangunan.

2. Komponen-komponen APBN

APBN mempunyai dua komponen besar, yaitu anggaran pengeluaran

pemerintah pusat dan anggaran pendapatan negara. Anggaran

pendapatan negara terdiri dari berbagai macam pajak, retribusi,

royalti, bagian laba BUMN, dan berbagai pendapatan non-pajak

lainnya. Yang paling dominan dan sekaligus paling krusial sebagai

instrumen fiskal dari sisi penerimaan adalah pajak. Sedangkan

anggaran pengeluaran pemerintah pusat terdiri dari dua sub

komponen besar yakni, pengeluaran pemerintah pusat dan

pengeluaran pemerintah daerah, yaitu transfer ke pemerintah

daerah. Yang terakhir ini berlaku sejak penerapan otonomi daerah

dan desentralisasi fiskal, yang dibagi menjadi dua komponen,

yaitu dana perimbangan dan dana penyesuaian dan otonomi khusus.

Sedangkan anggaran pengeluaran pemerintah pusat meliputi gaji

pegawai negeri, pengeluaran material, investasi, pembayaran bunga

pinjaman, subsidi, dan lainnya.

Sesuai pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan kegiatan

ekonomi serta semakin kompleksnya permasalahan ekonomi dan sosial

yang muncul ditengah masyarakat, jumlah anggaran negara terus

bertambah setiap tahunnya. Pada Orde Lama, periode saat

perekonomian Indonesia sangat buruk, jumlah anggaran sangat minim

karena pemasukan pemerintah sangat kecil dan hal terakhir

disebabkan oleh kegiatan ekonomi nasional yang nyaris tidak

bergerak (sektor swasta waktu itu nyaris tidak ada) jika

dibandingkan dengan sekarang.

3. APBN Realisasi versus APBN Revisi

Ada dua versi APBN, yakni APBN realisasi dan APBN revisi. APBN

yang direvisi biasanya disebut APBN Perubahan (APBN-P). Revisi

bisa dilakukan dengan atau tanpa kebijakan (misalnya mengeluarkan

suatu regulasi/ deregulasi). Realisasi APBN bisa lebih besar,

sama atau lebih kecil dari anggaran, baik anggaran awal atau

anggaran yang telah direvisi. Misalnya pada tahun 2000, realisasi

defisit anggaran tercatat sekitar Rp 16,1 triliun, jauh lebih

rendah dari anggaran semula yang mencapai lebih dari Rp 44

triliun, atau pada tahun 2001 realisasi defisiti APBN memang

lebih besar daripada realisasi tahun 2000, tetapi lebih kecil

dari anggaran 2001.

Bagi pemerintah yang penting adalah setelah dilakukan revisi,

defisit anggaran bisa lebih kecil atau paling tidak tidak

bertambah besar, tetapi tentu ini sangat tergantung pada kondisi

perekonomian saat itu yang menjadi alasan utama revisi APBN atau

RAPBN dilakukan. Revisi APBN tidak selalu berarti beban

pemerintah semakin berat, atau pengeluaran dan defisit APBN yang

direvisi tidak harus selalu lebih besar dari anggaran semula,

tergantung penyebab utama dilakukannya revisi dan metode

penghitungannya serta asumsi-asumsi baru yang menjadi dasar

revisi. Dengan kata lain, revisi terhadap APBN yang sedang

berjalan atau telah disetujui tidak harus karena kondisi

perekonomian yang memburuk atau karena ada musibah, bisa karena

ada kemingkinan dilakukan efisiensi atau penghematan tanpa

mengorbankan target atau tujuan dari anggaran bersangkutan, atau

realisasi anggaran cenderung tidak mencapai 100 persen menjelang

akhir periode dari anggaran bersangkutan. Memang yang lebih

sering terjadi adalah revisi karena kondisi yang tidak positif.

Bahkan sering kali APBN yang sedang berjalan terpaksa direvisi

untuk penyesuaian terhadap perubahan kondisi ekonomi, terutama

ekonomi global, karena sejak pemerintahan Orde Baru Indonesia

menerapkan sistem ekonomi terbuka dan sejak itu hingga sekarang

perekonomian Indonesia semakin terintegrasi dalam perekonomian

global lewat tiga saluran utama yaitu, perdagangan luar negeri

(ekspor dan impor), investasi asing (investasi jangka panjang dan

investasi jangka pendek/ portofolio) dan bantuan luar negeri

(atau dalam bentuk ULN).

Revisi terhadap APBN yang sedang berjalan juga sering kali

diperlukan karena munculnya masalah-masalah didalam negeri yang

tidak terduga sangat memerlukan bantuan besar dari pemerintah

seperti bencana alam. Misalnya selama tahun 2005 ada lima masalah

besar yang sangat mempengaruhi realisasi APBN 2005, yakni gempa

bumi dan tsunami di Aceh dan Nias, tingginya harga minyak dipasar

Internasional, melemahnya nilai tukar rupiah karena pergerakkan

dolar AS dipasar Internasional, munculnya kasus-kasus virus flu

burung, dan bom bunuh diri di Jimbaran dan Kuta Bali, juga dalam

hal dana kompensasi kenaikan harga BBM untuk orang miskin, jumlah

keluarga miskin yang terjaring dalam survei BPS hingga 18 Oktober

2005 meningkat menjadi 16,5 juta atrau bertambah 1juta keluarga

dari target awal.

Maka revisi APBN sangat diperlukan terutama saat kondisi

perekonomian cenderung berubah, yang artinya asumsi-asumsi

tersebut melandasi penyusunan anggaran pemerintah tidak dapat

terealisasi atau tidak dapat dipertahankan.

B. Utang Luar Negeri (ULN)

1. Penyebab Utama: Suatu Perspektif Teori

Sejak krisis ULN dunia pada awal 1980-an, masalah ULN yang

dialami oleh banyak NB tidak semakin baik. Banyak NB semakin

terjerumus kedalam krisis ULN sampai negara-negara pengutang

besar terpaksa melakukan program-program penyesuaian struktural

terhadap ekonomi mereka atas desakan dari Bank Dunia dan IMF,

sebagai syarat utama untuk mendapatkan pinjaman baru atau

pengurangan terhadap pinjaman lama (Tambunan, 2001), bahkan

Indonesia sudah beberapa kali nyaris terjerumus kekrisis ULN yang

serius sejak Orde Lama hingga krisis keuangan Asia 1997-1998.

Pada saat krisis tersebut, Indonesia mendapat bantuan yang besar

dari IMF yang akhirnya bisa dilunasi setelah beberapa tahun

kemudian.

Tingginya ULN terhadap NB disebabkan oleh tiga jenis defisit:

defisit transaksi berjalan (TB) atau tanpa melihat komponen

lainnya dari TB, defisit neraca perdagangan (dalam literatur umum

disebut trade gap), yakni ekspor (X) lebih sedikit daripada impor

(I) didalam negeri lebih besar daripada tabungan nasional atau

domestik (S), dan defisit fiskal (fiscal gap). Dari faktor-faktor

tersebut, defisit TB sering disebut didalam literatur sebagai

penyebab uitama membengkaknya ULN dari banyak NB. Besarnya

defisit TB melebihi surplus neraca modal (CA) (kalau saldonya

memang positif) mengakibatkan defisit neraca pembayaran (BoP),

yang berarti cadangan devisa (CD) berkurang. Apabila saldo TB

setiap tahun negatif, maka CD dengan sendirinya akan habis jika

tidak ada sumber-sumber lain (misalnya modal investasi dari luar

negeri), seperti yang dialami oleh negara-negara paling miskin

dibenua Afrika.

C. Kebijakan Fiskal

1. Teori dan Model

Kebijakan ekonomi makro secara garis besar dapat dibedakan

menjadi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, seperti juga

ekonomi dapat dibagi menjadi dua sektor, yakni sektor rill dan

sektor moneter. Sektor rill menghasilkan barang dan jasa (sisi

produktif dari ekonomi). Sektor ini dapat lagi dibagi menurut

kelompok kegiatan atau subsektor seperti pertanian, pertambangan,

industri, dan lain-lain. Sedangkan sektor moneter boleh dikatakan

merupakan hasil dari sektor rill dalam bentuk uang (sisi moneter

dari ekonomi). Pertumbuhan dan stabilitas sektor rill dipengaruhi

oleh pemerintah lewat kebijakan fiskal, dan di Indonesia

kebijakan ini merupakan tanggung jawab Menteri Keuangan.

Sedangkan pertumbuhan dan stabilitas sektor moneter dipengaruhi

oleh pemerintah lewat kebijakan moneter yang sepenuhnya adalah

tanggung jawab Bank Indonesia. Keserasian antara kedua kebijakan

tersebut sangat penting karena akan menciptakan suatu stabilitas

didalam ekonomi dengan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Di Indonesia, kebijakan fiskal mempunyai dua prioritas.

Prioritas petama adalah mengatasi APBN, dan masalah APBN lainnya.

Defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil

daripada pengeluarannya. Prioritas kedua adalah mengatasi masalah

stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara laju

pertumbuhan ekonomi, tingkat atau laju pertumbuhan inflasi,

jumlah kesempatan kerja/ pengangguran dan saldo neraca

pembayaran. Apabila APBN defisit, pemerintah hanya mempunyai dua

pilihan untuk membiayai saldo negatif tersebut, yaitu didanai

oleh Bank Indonesia lewat printing money yang berarti jumlah uang

beredar dimasyarakat meningkat, atau melalui pinjaman, baik dari

dalam negeri misalnya dengan menerbitkan obligasi, atau dari luar

negeri (cara kedua ini berarti ekonomi tidak lagi tertutup).

Karena opsi pertama tersebut sangat berisiko terhadap peningkatan

laju inflasi, maka biasanya opsi kedua yang dipilih.

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat

pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui

pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan

fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-

stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan

jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah

pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan

pengeluaran pemerintah dapat berikut:

Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi

Pola persebaran sumber daya

Distribusi pendapatan

Menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas,

yang pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan

belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya.  Defisit

APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari

pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi stabilitas

ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan

ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.

Contoh kebijakan fiskal yang dikelurkan oleh pemerintah:

Kebijakan tentang penghasilan tidak kena pajak yang dinaikan

10% pada awal Januari yang tertuang dalam PP/UU APBN 2006

(Pajak ditanggung pemerintah).

Subsidi BBM dan listrik

Apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah

dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara

memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar

tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan

pengelolaan anggaran.

MASALAH DALAM KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan fiskal sering kali menghadapi permasalah seperti yang

disebutkan di bawah ini :

•    Masalah waktu

•    Pertimbangan politis

•    Respon pelaku ekonomi

•    Dampak crowding-out

•   Kondisi perekonomian dunia/luar negeri

PERANAN KEBIJAKAN FISKAL BAGI PEREKONOMIAN

Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian dalam

kenyataannya menunjukkan bahwa volume transaksi yang diadakan

oleh pemerintah di kebanyakan Negara dari tahun ke tahun

bertendensi untuk meningkat lebih cepat daripada meningkatnya

pendapatan Nasional. ini berarti bahwa peranan dari tindakan

fiskal pemerintah dalam turut menentukan tingkat pendapatan

nasional lebih besar. Untuk Negara-negara yang sudah maju

perekonomiannya, peranan tindakan fiskal pemerintah semakin besar

dalam mekanisme pembentukan tingkat pendapatan nasional terutama

dimaksudkan agar supaya pemerintah dapat lebih mampu dalam

mempengaruhi jalannya perekonomian. Dengan demikian diharapkan

bahwa dengan adanya kebijakan fiskal, pemerintah dapat

mengusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan-keadaan yang

tidak diinginkan seperti misalnya keadaan dimana banyak

pengangguran, inflasi, neraca pembayaran internasional yang terus

menerus defisit, dan sebagainya.

Bagi Negara-negara yamg sedang berkembang, pemerintah pada

umumnya menyadari akan rendahnya investasi yang timbul atas

inisiatif dari masyarakat sendiri. Dari bagian 1 kita telah

mengetahui bahwa untuk meningkatnya tingkat hidup suatu

masyarakat, kapasitas produksi nasional perlu ditingkatkan. Untuk

memperbesar kapasitas produksi nasional dibutuhkan adanya capital

formation. Dengan demikian berarti masyarakat perlu mengadakan

investasi yang cukup besar untuk terwujudnya capital formation yang

dibutuhkan tersebut.

BENTUK-BENTUK KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan :

penstabil otomatik (bentuk-bentuk sistem fiskal yang sedang

berlaku yang secara otomatik cenderung untuk menimbulkan

kestabilan dalam kegiatan ekonomi) dan kebijakan fiskal

diskresioner (langkah-langkah dalam bidang pengeluaran pemerintah

dan perpajakan yang secara khusus membuat perubahan ke atas

sistem yang ada, yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah

ekonomi yang dihadapi).

Penstabil otomatik adalah sistem perpajakan yang progresif

dan proporsional, kebijakan harga minimum, dan sistem asuransi

pengangguran. Pajak progresif dan pajak proporsional, pajak ini

biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan individu dan

praktekkan hampir disemua negara. Pada pendapatan yang sangat

rendah pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan

tetapi semakin tinggi pendapatan, semakin besar pajak dikenakan

ke atas tambahan pendapatan yang diperoleh. Dibeberapa negara

sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak

ke atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat, yaitu pajak

yang harus dibayar adalah proporsional dengan keuntungan yang

diperoleh.

Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan

anggaran yaitu:

1. Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance)

kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat

berbagai akibat tidak langsung terhadap  pendapatan nasional

dan bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.

2. Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach)

kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan,

dan pinjaman untuk mencapai ekonomi yang mantap.

3. Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget)

kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat

besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.

Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan

jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi

empat jenis, yaitu :

1. Kebijakan Anggaran Seimbang

Kebijakan anggaran seimbang, adalah kebijakan anggaran yang

menyusun pengeluaran sama besar dengan penerimaan.

2. Kebijakan Anggaran Defisit

Kebijakan anggaran defisit yaitu kebijakan anggaran dengan

cara menyusun pengeluaran lebih besar  daripada penerimaan.

3. Kebijakan Anggaran Surplus

Kebijakan anggaran surplus, yaitu kebijakan anggaran dengan

cara menyusun pengeluaran lebih kecil dari penerimaan.

4. Kebijakan Anggaran Dinamis

Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran dengan

cara terus menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran

sehingga semakin lama semakin besar (tidak statis). 

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran

pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak

jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh

pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli

masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan

jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya

beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR BARANG DAN

JASA

Kebijakan fiscal dapat menggerakkan perekonomian, karena

peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak

mempunyai efek multiplier dengan cara menstimulasi tambahan

permintaan untuk barang konsumsi rumah tangga. Begitu pula halnya

apabila pemerintah melakukan pemotongan pajak sebagai stimulus

perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable

income dan akhirnya mempengaruhi permintaan.

TUJUAN KEBIJAKAN FISKAL

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya

perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalannya memperkecil

pengeluaran konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah

(Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga

dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat

kesempatan kerja (N).

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran

dan menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos

penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja

Negara (APBN). Dengan semakin kompleknya struktur ekonomi

perdagangan dan keungan. Maka semakin rumit pula cara

penanggulangan infalsi. Kombinasi beragam harus digunakan secara

tepat seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan

dan penentuan harga.

Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan

pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan laju investasi.

Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju

investasi disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu,

kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan

menghambat bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah

harus menerapkan kebijaan investasi berencana di sektor public,

namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan

tertinggal terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan

sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan terjadi investasi

dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara tersbut.

Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik

swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan fiskal

memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio

tabungan inkremental yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan,

memacu, mendorong dan menghambat laju investasi. Menurut Dr. R.

N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh pemerintah

dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi

volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya; control

fisik langsung, peningkatan tariff pajak yang ada,penerapan pajak

baru, surplus dari perusahaan Negara, pinjaman pemerintah yang

tidak bersifat inflationer dan keuangan defisit.

2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.

Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal

secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana

yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara

secara  serentak berupaya memacu laju pembentukkan modal.

Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam

pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan

pengurangan biaya produksi.

3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.

Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan

dalam hal pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk

anggaran belanja untuk mendirikan  perusahaan Negara dan

mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan

dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta

tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga

diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.

4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak

stabilan internasional

Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam

mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan

internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak

internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan

pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki

nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea

impor yang tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah

juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli tambahan.

5. Untuk menanggulangi inflasi.

Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah

satunya adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif

yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini

cendrung menyedot sebagian besar tambahan pendapatan uang yang

tercipta dalam proses inflasi.

6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional

Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan

pendapatan nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan

nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih

tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi dari

pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional yang

berimbang pada berbagai sektor perekonomian.

PENGARUH KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP PEREKONOMIAN

Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa

dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu :

a.         Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi

suatu APBN

b.         Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.

APBN mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu,

mencatat pengeluaran dan penerimaan yang terdiri dari beberapa

pos utama diantaranya :

PENERIMAAN PENGELUARAN

PAJAK PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK

PEMBELIAN BARANG & JASA

PINJAMAN DARI BANK SENTRAL PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK

GAJI PEGAWAI

PINJAMAN DARI MASYARAKAT DALAM

NEGERI

PENGELUARAN PEMERINTAH UNTUK

TRANSFER PAYMENT

PINJAMAN DARI LUAR NEGERI

Kebijakan anggaran pemerintah dahulu selalu mengharuskan

kebijakan anggaran berimbang. Kebijakan anggaran berimbang

terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar

dengan pemasukan. Namun pada saat ini kebijakan anggran dapat

menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit budget), anggaran

surplus (surplus budget).

Kebijakan anggaran emplisit  adalah kebijakan pemerintah

untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna

memberi stimulus pada perekonomian. Dalam hal ini, peningkatan

pengeluaran yaitu pembelian pemerintah atas barang dan jasa.

Peningkatan pembelian atau belanja pemeritah berdampak terhadap

peningkatan pendapatan nasional. Contohnya pemerintah mengadakan

proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini pemerintah

membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan

kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini

membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah. Anggaran

defisit memiliki keunggulan maupun kelemahan, salah satu

keunggulannya adalah terdapat penertiban pada angka defisit dan

nilai tambahan utang yang jelas dan lebih transparan serta bisa

diawasi masyarakat. Menurut Menkeu Agus DW Martowardojo penerapan

kebijakan anggaran defisit tujuannya untuk menciptakan ekspansi

fiskal dan menguatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap terjaga pada

level yang tinggi. Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan

ekonomi sedang resesif. . Anggaran defisit salah satunya dengan

melakukan peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno

pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan

meminjam dari Bank Indonesia, yang terjadi kemudian adalah

inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang beredar

di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit

dipinjamlah uang dari rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai

cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya,

pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri. Ini merupakan

salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan dari anggaran

defisit.

Sedangkan, anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah

untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.

Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian

pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk

menurunkan tekanan permintaan.

Anggaran surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal

Kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya

lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran

surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang

ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan

tekanan permintaan.  Cara kerja anggara surplus adalah kebalikan

dari anggaran defisit, uang yang didapat pemerintah dari

pendapatan pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan, pemerintah

memenfaatkan selisihnya untuk melunasi beberapa hutang pemerintah

yang masih ada. Surplus anggaran akan menaikkan dana pinjaman,

mengurangi suku bunga dan meningkatkan investasi. Investasi yang

lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi modal dan

mempercepat pertumbuhan ekonomi.

PENGARUH KENAIKAN HARGA MINYAK TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Pada kurun waktu tahun 1970-an, sampai dengan tahun 1980-an,

naiknya harga minyak (krisis minyak) memberikan keuntungan yang

relatif sangat besar kepada Indonesia. Pada kurun waktu tersebut,

Indonesia “ketiban pulung” windfall dari kenaikan harga minyak

karena pada saat itu Indonesia merupakan eksportir minyak.

Kenaikan harga minyak ini, mampu mendongkrak jumlah “pundi-pundi”

devisa negara sehingga pada saat itu untuk sementara keadaan

terselamatkan (Anggaran Negara).

Untuk saat sekarang (mulai tahun 2004, 2005 dan oktober

2007), apa yang disebut windfall di masa lampau tidak mungkin

lagi dirasakan oleh Indonesia. Ini disebabkan karena pada masa-

masa sekarang kita tidak lagi menjadi eksportir tetapi sudah

tumbuh menjadi importir yang haus minyak (transisi dari eksportir

ke importir) dan semakin lama ladang minyak kitapun sudah tidak

bisa diandalkan. Dengan kondisi sekarang (transisi) maka kenaikan

harga ini akan berpengaruh terhadap perekonomian yang hingga saat

ini menjadikan minyak sebagai pendorong proses produksi

(kecenderungan ketergantungan) dan anggaran pemerintah.

Kenaikan harga minyak memiliki pengaruh dua sisi terhadap

anggaran pemerintah, di satu sisi meningkatkan penerimaan

pemerintah dari minyak dan sisi yang lain akan meningkatkan beban

subsidi. Dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga ini pasti

akan mempengaruhi beban fiskal (defisit anggaran), yang

dikarenakan Indonesia hingga kini masih memberikan subsidi untuk

konsumsi minyak domestik. Akan tetapi dampak tersebut relatif

tidak terlalu besar atau cenderung netral, ini disebabkan karena

sejak tahun 2005 subsidi BBM untuk bensin dan solar sebagian

besar sudah dihapuskan dan yang masih disubsidi dengan cukup

besar adalah minyak tanah.

Dampak ini akan relatif lebih besar terhadap anggaran

apabila target produksi minyak Indonesia (Lifting Minyak) tidak

tercapai (sensitifitas perubahan asumsi produksi terlihat dari

perhitungan setiap penurunan prokusi meniyak mentah 50.000 barel

per harga akan mengakibatkan defisit anggaran bertambah Rp 4

Trilliun) dan jika produksi tidak meningkat dan konsumsi di dalam

negeri melaju seperti sekarang, maka pembengkakan defisit

anggaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan. Selain itu kenaikan

harga minyak akan sangat semakin berdampak terhadap defisit

anggaran apabila konsumsi BBM domestik terus meningkat dan

aktifitas penyelendupan minyak keluar negeri meningkat (semakin

marak) akibat disparitas harga di dalam negeri dan harga di luar

negeri semakin melebar sebagimana yang terjadi pada tahun 2004.

Koreksi proyeksi pertumbuhan dunia dari 5,2% menjadi 4,8%

untuk tahun 2008 dan Indonesia hanya 6,1% (proyeksi IMF) juga

bisa membuat kita melihat gambaran kondisi perekonomian global

yang lebih suram sehingga sudah pasti akan mempengaruhi

penerimaan negara dari pajak. Dengan demikian ini pasti akan

menimbulkan semakin menganganya defisit anggaran apabila

pemerintah tidak melakukan tindak antisipatif yang cepat.

Kenaikan ini juga (kenaikan tarif listrik non-subsidi) akan

menambah beban sektor industri dan akan mengakibatkan turunya

daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang sehingga pada

akhirnya akan dapat mengganggu target perekonomian.

Bagi Indonesia, setiap kenaikan harga minyak mentah dunia

akan selalu mengundang kekhawatiran. Seperti diungkapkan Menteri

Keuangan pada saat itu, Agus Martowardojo, setiap kenaikan harga

minyak USD 1 per barel, pemerintah harus menyiapkan dana tambahan

subsidi BBM sebesar Rp 2,6 triliun, sebuah jumlah yang tidak

sedikit bagi negeri ini.

Selain itu, kenaikan harga minyak mentah dunia akan

meningkatkan harga jual BBM non subsidi yang selama ini mengikuti

harga pasar. Seperti pada saat sekarang ini, harga pertamax di

Jakarta dan sekitarnya menembus di angka Rp 10.300 per liter,

sebuah nilai yang sangat besar bagi konsumen di negeri ini.

Dampak lain yang mungkin timbul adalah disparitas harga BBM

bersubsidi (premium) dengan pertamax yang begitu tajam akan

berpeluang mengganjal program penghematan BBM bersubsidi. Kondisi

akan semakin parah bila hal itu diabaikan, karena bisa mengundang

spekulasi di tengah masyarakat sehingga terjadi penimbunan BBM

oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab dengan berharap

keuntungan dibalik kekisruhan hilangnya BBM di pasaran. Ini

sebuah dampak langsung dari kenaikan harga minyak mentah dunia

yang harus diantisipasi.

Ancaman lain yang harus diwaspadai adalah inflasi. Jika

harga minyak mentah naik, harga barang-barang akan cenderung ikut

naik sehingga kemungkinan terjadi pembelian besar-besaran di

masyarakat untuk mengamankan pasokan. Akibatnya, laju inflasi

sulit ditahan. Bagi kalangan industri, kenaikan harga minyak akan

menyebabkan kenaikan harga produksi sampai lima persen, sementara

kenaikan di tingkat konsumen bisa sampai 7,5 persen. Jika ini

terus terjadi, bukan tidak mungkin target inflasi dalam APBN 2011

akan jauh terlampaui, dan berbahaya bagi perekonomian Indonesia

ke depannya.

Oleh karena itu, pemerintah harus mewaspadai gejolak

kenaikan harga minyak mentah dunia ini. Dan yang lebih penting

lagi, upaya-upaya konkrit dan sistematis wajib dilakukan oleh

pemerintah, untuk menyelamatkan negeri ini dari kehancuran.

POLICY MIX KOORDINASI KEBIJAKAN FISKAL DAN

KEBIJAKAN MONETER

Tantangan dan risiko perekonomian yang semakin kompleks

belakangan ini membuat pengelolaan ekonomi nasional menjadi

semakin tidak mudah. Koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang

semakin solid bukan sekadar penting namun sudah merupakan

keharusan agar kebijakan ekonomi yang dihasilkan dapat efektif

mencapai sasaran yang diinginkan, seperti tingkat pertumbuhan

ekonomi yang tinggi disertai terkendalinya stabilitas moneter dan

stabilitas sistem keuangan.

Tujuan dan implikasi dari kebijakan parsial yang diambil

kedua agen ekonomi besar, pemerintah dan Bank Sentral, tanpa

adanya koordinasi dikhawatirkan justru akan berdampak sub-optimal

bagi perekonomian, karena seringkali saling tidak sama bahkan

bertentangan atau saling meniadakan. Kebijakan moneter ataupun

kebijakan fiskal tidak dapat berjalan sendiri, karena dalam

prakteknya dan yang seringkali dijumpai adalah kebijakan fiskal

mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter sebagaimana kebijakan

moneter memiliki konsekuensi-konsekuensi fiskal (Boediono, 2001).

Bayangkan apa jadinya suatu perekonomian apabila kebijakan

fiskal terkait jumlah defisit anggaran dan struktur sumber

pembiayaan- yang mempengaruhi tingkat suku bunga, kurs, dan

inflasi- diterapkan dengan mengabaikan efektivitas kebijakan

moneter yang diinginkan bank sentral dalam mengendalikan

likuiditas perekonomian dan inflasi.

Demikian pula sebaliknya, arah suku bunga kebijakan moneter

yang mengabaikan potensi defisit anggaran yang akan ditanggung

Pemerintah melalui beban bunga yang perlu dibayar tentunya akan

mempengaruhi kesinambungan kebijakan fiskal yang kredibel. Selain

itu, kebijakan moneter yang terlalu ketat dapat berdampak buruk

terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang merupakan

tujuan utama dari kebijakan fiskal.

Studi empiris di Bank Indonesia menemukan bukti bahwa

koordinasi kebijakan moneter dan fiskal dapat memberikan kerugian

output (output loss) yang lebih kecil dibandingkan jika kedua

kebijakan tidak berkoordinasi. Hubungan timbal balik antara

instrumen fiskal dan moneter dapat bersifat saling menetralkan

dampak ekonomi yang dihasilkan.

Di Indonesia, koordinasi kebijakan fiskal dan moneter

semakin diperlukan setelah Bank Indonesia tidak lagi berada di

bawah Pemerintah, paska diluncurkannya Undang-undang Nomor 23

tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Koordinasi fiskal dan moneter

sebelum itu bukanlah suatu isu penting. Dengan adanya Dewan

Moneter di mana Menteri Keuangan sebagai pimpinan yang juga

membawahi otoritas moneter, Bank Indonesia.

Meskipun otoritas fiskal dan otoritas moneter menjadi dua

institusi yang berbeda, studi empiris di Bank Indonesia

menunjukkan bahwa dalam kondisi krisis keuangan atau krisis

ekonomi, kombinasi kebijakan di antara kedua lembaga berupa

ekspansi fiskal dan ekspansi moneter justru sangat efektif

mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ekspansi fiskal yang berpotensi meningkatkan suku bunga

telah dinetralisir dengan penurunan suku bunga melalui ekspansi

moneter. Hasil temuan itu senada dengan hasil penelitian Krugman

dalam Corsetti dan Mueller (2008) yang menyatakan bahwa kebijakan

fiskal berupa stimulus fiskal dapat berjalan dengan baik dan

lebih efisien bila dibarengi dengan kebijakan moneter yang

akomodatif guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang konsisten

dengan mandat menjaga kestabilan harga.

Hasil-hasil penelitian di Bank Indonesia semakin memperkuat

hipotesa bahwa kebijakan bauran (policy mix) antara fiskal dan

moneter lebih efektif dibandingkan apabila hanya dilakukan

kebijakan ekspansi fiskal saja atau hanya dilakukan kebijakan

ekspansi moneter saja.

Lebih jauh lagi, studi empiris itu juga menemukan bukti

bahwa kombinasi kebijakan ekspansi fiskal dan moneter memiliki

dampak multiplier yang besar, karena mampu mendorong permintaan

agregat.

Untuk mencapai tujuan kebijakan makro secara optimal,

biasanya diterapkan policy mix atau bauran kebijakan yang

terkoordinasi antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya

(Warjiyo dan Solikin 2003). Pengertian optimal di sini adalah

pencapaian tujuan antar kebijakan dapat terkoordinasi sehingga

tidak menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi

pencapaian tujuan kebijakan ekonomi makro secara keseluruhan.

Salah satu contoh penerapan bauran kebijakan yang banyak dikenal

adalah bauran kebijakan fiskal-Moneter (monetary–fiscal policy

mix). Secara konseptual, koordinasi bauran kebijakan fiskal-

moneter dapat dilakukan melalui beberapa scenario, yaitu:

NO SKENARIO KEBIJAKAN

FISKAL

KEBIJAKAN

MONETER

KETERANGAN

1 POLICY MIX EKSPANSIF EKSPANSIF EFEKTIF SAAT RESESI

2 POLICY MIX EKSPANSIF KONTRAKTIF CENDERUNG MENAIKAN

SUKU BUNGA

3 POLICY MIX KONTRAKTIF EKSPANSIF TERGANTUNG KEKUATAN

RELATIF

4 POLICY MIX KONTRAKTIF KONTRAKTIF EFEKTIF SAAT

INFLASI

Sebagai contoh, apabila bauran kebijakan fiskal-moneter dapat

dilakukan secara terkoordinasi, maka scenario kebijakan 1 dan 4

merupakan scenario kebijakan yang paling efektif diterapkan untuk

mengatasi fluktuasi ekonomi yang berlebihan.

KESIMPULAN

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah

untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan

pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal dapat

dibedakan kepada dua golongan : penstabil otomatik dan kebijakan

fiskal diskresioner. Jika dilihat dari perbandingan jumlah

penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat

dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : Kebijakan Anggaran

Seimbang, Kebijakan Anggaran Defisit, Kebijakan Anggaran Surplus,

Kebijakan Anggaran Dinamis.

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran

dan menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos

penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja

Negara (APBN).

Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa

dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu : bagaimana suatu

kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN dan

bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.