Fiskal dan Moneter dalam Islam
Transcript of Fiskal dan Moneter dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu ekonomi
modern yang baru muncul pada tahun 1970an, tapi pemikiran
ekonomi telah muncul pada zaman dahulu, yaitu pada masa
Nabi Muhammad SAW. Karena pemikiran ekonomi islam
rujukannya adalah Al-qur’an danHadits maka pemikiran
ekonomi islam pun muncul secara bersamaan, yaitu pada
abad ke 6M hingga 7M.
Setelah masa itu banyak sarjana muslim yang
berkontribusi memberikan karya pemikiran ekonomi islam.
Karya-karya mereka sangat berbobot dan memiliki kapasitas
intelektual yang religious serta di dukung oleh fakta
empiris pada saat itu. Banyak diantaranya yang futuristik
sehingga pemikir pemikir barat mengadopsi ratusan abad
kemudian. Khazanah ekonomi islam pada saat itu menguasai
ekonomi dunia semenjak barat masih dalam kegelapan (dark
age) dan islam pada saat itu sedang mengalami kejayaan.
Dengan kata lain, ada kebijakan kebijakan yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW dan para sahabat-sahabat pada saat
itu terhadap perekonomian.
B. Rumusan Masalah
1
Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan apa saja yang
dilakukan oleh sahabat Khulafaurrasyidin, maka dapat
dirumuskan apa saja yang akan di bahas di makalah ini,
seperti halnya :
- Bagaimana kebijakan fiskal dan moneter pada masa
Khalifah Abu Bakar?
- Bagaimana kebijakan fiskal dan moneter pada masa
Khalifah Umar bin Khatab ?
- Bagaimana kebijakan fiskal dan moneter pada masa
Khalifah Utsman bin Affan ?
- Bagaimana kebijakan fiskal dan moneter pada masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan fiskal dan moneter pada masa Khalifah Abu
Bakar As-shiddiq
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar As-shiddiq
yang bernama lengkap Abdullah ibn Quhafah Al-Tamini
terpilih sebagai khalifah islam yang pertama. Abu bakar
adalah sosok bertubuh kurus, berkulit putih, Aisyah
menerangkan karakter bapaknya : “Beliau sosok yang
berkulit, kurus, tipis pada kedua pelipisnya,kecil
2
pinggang, wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya,,
berkening lebar, tidak bisa bersaja, dan selalu mewarnai
jenggotnya dengan hinai atau katam.”1
Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung
selama dua tahun, Abu Bakar As-shiddiq banyak menghadapi
persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad,
nabi palsu, dan pembangkang zakat. Berdasarkan musyawarah
dengan para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk
memerangi kelompok tersebut dengan perang Riddah (perang
melawan kemurtadan).2 Setelah berhasil menyelesaikan
urusan dalam negeri, Abu Bakar mulai melakukan ekspansi
ke wilayah utar untuk menghadapi pasukan Romawi dan
Persia yang selalu mengancam kedudukan umat islam. Namun,
ia meninggal sebelum usaha ini dilakukan.3
Namun demikian, beberapa waktu menjelang ajalnya,
Abu Bakar banyak menemui kesulitan dalam mengumpulkan
pendapatan negara sehingga ia menanyakan berapa banyak
upah atau gaji yang telah diterimanya. Ketika
diberitahukan bahwa jumlah tunjangannya sebesar 8000
dirham, ia langsung memerintahkan untuk menjual sebagian
besar tanah yang dimilkinya dan seluruh hasil
penjualannya diberikan kepada Negara. Di samping itu, Abi1 Ibn Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, Darul Haq, 20022 Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo, 19943 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta, Rajawali Pers, 2010
3
BAkar Juga menyanyakan lebih jauh mengenai berapa banyak
fasilitas yang telah dinikmatinya selama menjadi
khalifah. Ketika fasilitas yang diberitahukan bahwa
fasilitas yang diberikan kepadanya berupa seorang budak
yang bertukebijakan ekonomi sepergas memelihara anak-
anaknya dan membersihkan pedang-pedang milik kaum
muslimin, seekor unta pembawa air dan sehelai pakaian
biasa, ia segera menginstruksikan untuk mengalihkan semua
fasilitas tersebut kepada pemimpin berikutnya nanti.4
Dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan umat
islam, Khalifah Abu Bakar melaksanakan berbagai
kebijakan seperi Rasulullah SAW. Ia sangat memerhatikan
keakuratan hitungan zakat sehingga tidak ada kekurangan
atau kelebihan pembayarannya. Hasil pengumpulannya
tersebut dijadikan sebagai pendapatan Negara dan disimpan
di Baitul Mal untuk didistribusikan kepada seluruh kaum
muslimin hingga tidak ada yang tersisa. Disamping itu, ia
juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil
taklukan, sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan
sebagian lain tetap menjadi tanggungan Negara. Ia juga
mengambil alih tanah-tanah dari orang orang yang murtad
untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat islam
secara keseluruhan. Dalam hal mendistribusikan harta
4 Ibid, hlm 55
4
baitul mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip
kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada
semua sahabat Rasulullah SAW. Dan tidak membeda-bedakan
antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk islam dengan
sahabat yang kemudian. Sedangkan dalam masalah hidup
prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.5
Mata uang pada masa itu adalah dinar Heraklius dan
dirham Persia, disamping ada uang fulus untuk pembelian
barang yang murah. Koin dinar dan dirham pada masa Abu
Bakar masih mempunyai berat yang tetap. Nilai dinar sama
dengan sepuluh dirham. Nilai satu dirham sama dengan 48
fulus.6
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar,
harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu
yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh
kaum muslimin. Bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya
ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan Negara.
Seluruh kaum muslimin dibagikan bagian yang sama dari
hasil pendapatan Negara. Apabila pendapatan meningkat
maka seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dan
tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan.
Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate
demand and aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikan5 Adiwarman Azwar Karim, Op.Cit.,hlm 56-576 Dr. Suyanto, Republika.co.id
5
total pendapatan nasional, disamping memperkecil jurang
pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.7
B. Kebijakan fiskal dan moneter pada masa Klahifah Umar
Bin Khatab
Untuk mencegah terjadinya perselisihan dan
perepcahan di kalangan umat islam, Abu Bakar
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang calon
penggantinya. Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, ia
menunjuk Umar Bin Khatab sebagai Khalifah islam yang
kedua. Setelah pergantian tersebut khalifah Umar Bin
Khatab menyebut dirinya sebagai Khalifah Khalifati Rasulullah
(pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (komandan orang-orang
yang beriman).8
Baliau adalah Umar bin Khottob bin Nufail bin ‘Abdil
‘Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razzah bin Adi
bin Kaab bin Luayyi bin Gholib Al-Qurasyi Al-Adawi.
Beliau mendapat gelar AL-Faruq karena terang-terangan
dalam mengumumkan keislamannya, ketika yang lain
menyembinyikan keislaman mereka. Pendapat lain mengatakan
7 Adiwarman Azwar Karim, Op.Cit.,hlm 57-588 Adiwarman Azwar Karim, Op.Cit.,hlm 58
6
bahwa beliau dapat membedakan antara yang hakdan yang
batil.9
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama
sepuluh tahun, Umar Bin Khatab banyak melakukan ekspansi
hingga wilayah islam meliputi jazirah Arab, sebagian
kekuasaan Romawi (Syiria, Palestina dan Mesir), serta
seluruh kerajaan Persia, termasuk Irak. Karena perluasan
daerah terjadi dengan cepat, Umar Bin Khatab segera
mengatur administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan
wilayah provinsi : Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah,
Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Ia juga membentuk
jawatan kepolisian dan tenaga kerja.10
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, administrasi
keuangan kaum muslim didelegasikan kepada orang-orang
Persia. Pada saat itu Umar mempekerjakan ahli pembukuan
dan akuntan orang Persia dalam jumlah besar untuk
mengatur pemasukan dan pengeluaran uang di baitul maal
(keuangan negara). Mereka juga menggunakan satuan dirham
untuk membantu meningkatkan sirkulasi uang.11
1. Pendirian lembaga Baitul Mal
9 Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqih EkonomiUmar bin Khottob, Khalifah: Jakarta, 201010 Adiwarman Azwar Karim, Op.Cit.,hlm 5811 Dr. Suyanto, Republika.co.id
7
Cikal bakalnya lembaga Baitul Mal yang dicetuskan
dan difungsikan oleh Rasulullah SAW. Dan diteruskan oleh
Abu Bakar As-siddiq, semakin dikembangkan fungsinya pada
masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khatab sehingga
menjadi lembaga yang regular dan permanen. Pembangunan
institusi Baitul Mal yang dilengkapi dengan sistem
administrasi yang tertata dengan baik dan rapih merupakan
kontribusi terbesar yang diberikan oleh Khalifah Umar Bin
Khatab kepada dunia islam dan kaum muslimin.
Secara tidak langsung, Baitul Mal berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan fiskal Negara islam dan khalifah
merupakan pihak yang berkuasa penuh terhadap harta baitul
mal. Namun dengan demikian, khalifah tidak diperbolehkan
menggunakan harta baitul Mal untuk kepentingan pribadi.
Dalam hal ini, tunjangan Umar sebagai khalifah untuk
setiap tahunnya adalah tetap, yakni sebesar 5000 dirham,
dua stel pakaian yang masing masing untuk musing panas
dan musim dingin serta seekor binatang tunggangan untuk
menunaikan ibadah haji.
Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal,
sekalipun berada dalam kendali dan tanggung jawabnya,
para pejabat Baitul Mal tidak mempunyai wewenang dalam
membuat suatu keputusan terhadap harta Baitul Mal yang
berupa Zakat dan Ushr. Kekayaan Negara tersebut ditujukan
8
untuk berbagai golongan tertentu dalam masyarakat dan
harus dibelanjakan sesuai dengan prinsip-prinsip Al-
qur’an. Khalifah Umar juga membuat ketentuan bahwa pihak
eksekutif tidak boleh turut ikut campur dalam mengelola
harta baitul mal. Ditingkat provinsi, pejabat yang
bertanggung jawab terhadap harta umat bergantung pada
gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam
melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab langsung
kepada pemerintahan pusat.12
2. Ushr
Sebelum datangnya islam, setiap suku atau kelompok
yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak (Ushr) jual
beli (maqs). Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai
barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Akan
tetapi, setelah islam hadir dan menjadi sebuah Negara
yang berdaulat dari semenanjung Arab, nabi mengambil
keputusan untuk mendorong usaha perdagangan dengan
menghapus bea masuk antar provinsi yang masuk dalam
wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang
ditandangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk
pada kekuasaannya. Secara jelas dikatakan bahwa
pembebanan sepersepuluh hasil pertanian kepada pedagang
12 Adiwarman Azwar Karim, Op.Cit.,hlm 61
9
Manjib (Hierapolis) diriwayatkan sebagai hal yang pertama
di masa Umar. Orang orang Manjib adalah orang orang harbi
yag meminta izin kepada khalifah memasuki Negara muslim
untuk melakukan perdagangan dengan membayar sepersepuluh
dari nilai barang. Menurut Ziyad ibn Hudair, seorang Asyir
atau pengumpul Ushr di jembatan Efrat mengatakan kita
biasanya mengumpulkan Ushr dari para pedagang Roma saja.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kafir harbi yang tinggal
di Negara muslim selama periode 6 bulan atau kurang
dikenai sepuluh persen dan, bila memperpanjang masa
tinggal hingga satu tahun, mereka dikenakan pajak sebesar
5%.13
Ushr dibebankan kepada suatu barang hanya sekali
dalam setahun. Seolang Taghlibi dating ke wilayah islam
untuk menjual kudanya. Setelah dilakukan penaksiran oleh
Zaid, seorang Asyir, kuda tersebut bernilai 20.000
dirham. Oleh karena itu, Zaid memintanya untuk membayar
1000 dirham (5%) sebagia ushr. Pos pengumpulan ushr
terletak di berbagai tempat yang berbeda-beda, termasuk
di ibu kota. Pengumpulan ushr juga dilakukan di pasar-
pasar Madinah, orang-orang Nabatean yang berdagang di
Madinah juga dikenalkan pajak pada tingkat yang umum,
tetapi setelah beberapa waktu Umar menurunkan
13 Ibid, hlm 71
10
persentasenya menjadi 5% untuk minyak dan gandum untuk
mendorong import barag-barang tersebut di kota.14
3. Sedekah dari non-muslim
Bani Taghlib merupakan suku Arab Kristen yang gigih
dalam pertempuran . Umar mengenakan Jizyah kepada mereka,
tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar
Jizyah dan malah membayar sedekah. Nu’man ibn Zuhra
memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan
bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka
menjadi asset Negara. Umar pun memanggil mereka dan
menggandakan sedekah yang harus di bayar dengan syarat
mereka setuju untuk tidak membaptis seorang anak atau
memaksanya utuk menerima kepercayaan mereka. Mereka
setuju dan menerima untuk membayar sedekah ganda.15
Menurut Ali, dengan mengkristenkan anak-anak mereka,
Bani Taghlib telah melanggar persetujuan dan tidak lagi
dapat dipercaya. Walaupun demikian, kaum muslimin sepakat
bahwa yang didapat dari Bani Taghlib tidak untuk
dibelanjakan seperti kharaj karena sedekah tersebut
merupakan pengganti pajak.16
14 Ibid, hlm 7215 Ibid.16 Ibid, hlm 73
11
4. Mata Uang
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, administrasi
keuangan kaum muslim didelegasikan kepada orang-orang
Persia. Pada saat itu Umar mempekerjakan ahli pembukuan
dan akuntan orang Persia dalam jumlah besar untuk
mengatur pemasukan dan pengeluaran uang di baitul maal
(keuangan negara). Mereka juga menggunakan satuan dirham
untuk membantu meningkatkan sirkulasi uang.
Pada masa kekhilafahan Umar juga diterbitkan surat
pembayaran cek yang penggunaannya diterima oleh
masyarakat. Menurut Al-Yaqubi, Umar mengintruksikan untuk
mengimpor sejumlah barang dagangan dari Mesir ke Madinah.
Karena barang yang diimpor jumlahnya cukup besar,
pendistribusiannya menjadi terhambat.
Oleh karena itu, Khalifah Umar menerbitkan sejumlah
cek kepada orang-orang yang berhak dan rumah tangga
sehingga secara bertahap setiap orang dapat pergi ke
bendahara kaum muslimin dan mengumpulkan hartanya.
Penggunaan sejumlah cek oleh Khalifa Umar yang diterima
oleh publik menunjukkan penggunaanya sebagai alat
pembayaran di periode awal Islam (Sadr, 1989).
Bobot dinar adalah sama dengan satu mitsqal atau
sama dengan dua puluh qirat atau seratus grains of barley .
12
Oleh karena itu, rasio antara satu dirham dan satu
mitsqal adalah tujuan pesepuluh.17
Dalam sistem pemerintahannya tersebut khalifah Umar
Bin Khatab menetapkan perbaikan ekonomi di bidang
pertanian dan perdagangan sebagai prioritas utama. Untuk
mencapai tujuan tersebut, di Mesir, Syiria, Irak, dan
Persia Selatan telah dilakukan pengukuran ladang demi
ladang dan penilaian dilakukan secara seragam. Seperti
halnya Rasulullah SAW, Khalifah Umar menetapkan bahwa
Negara bertanggung jawab membayarkan atau melunasi utang
orang-orang yang menderita pailit atau jatuh miskin,
membayar tebusan para tahanan muslim, membayar diyat orang-
orang tertentu, serta membayar biaya perjalanan delegasi
dan tukar menukar hadiah dengan Negara lain.
C. Kebijakan fiskal dan moneter pada masa Khalifah
Utsman ibn Affan
Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyah bin Abdusy
syam bin Abdu manaf bin Qushai bi Kilab bin Murrah bin
Kaab bin luwa’I bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-
nadhr bin Kinanan bin Khudzaimah binMudrikah bin Ilyas
17 Adiwarman Azwar Karim, Op.Cit.,hlm 73
13
bin Mudhar bin Nidzar bin Ma’addu bin Adnan18 terpilih
sebagai Khalifah selanjutnya setelah Umar Bin Khatab
wafat.
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12
tahun, Khalifah Utsman ibn Affan berhasil melakukan
ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan
bagian yang tersisa di Persia, Transoxania, dan
Tabaristan.19
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya,
khalifah Utsman ibn Affan melakukan penataan baru dengan
mengikuti kebijakan Umar ibn Khatab. Dalam rangka
pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan
saluran air, jalan-jalan, dan pembentukan organisasi
kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur
perdagangan.
Khalifah Utsman ibn Affan tetap mempertahankan
sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan
sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda.
Meskipun prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada
tingkat yang lebih tinggi.
Dalam hal zakat, Khalifah Utsman bin Affan
mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakatkan18 Ibn Katsir Op,.Cit hlm 31919 Badri yatim Op,.Cit hlm 38
14
kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan
untuk mengamankan zakat dari gangguan dan masalah dalam
pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum
pengumpul zakat. Selama menjadi Khalifah Utsman bin Affan
menaikan dana pensiun sebesar 100 dirham, di samping
memberikan tradisi mendistribusikan makanan di masjid
untuk para fakir miskin dan musafir.20
Khalifah Utsman bin Affan membuat beberapa perubahan
administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa
gubernur. Sebagai hasilnya, jumlah pemasukan kharaj dan
jizyah yang berasal dari Mesir meningkat dua kali lipat,
yakni dari 2 juta dinar menjadi 4 juta dinar setelah
dilakukan pergantian gubernur dari Amr kepada Abdullah
bin Saad. Namun hal ini mendapat kecaman dari Amr.
Menurutnya pemasukan besar yang diperoleh gubernur
Abdullah bin Saad tersebut merupakan hasil pemerasan
terhadap rakyatnya.21
Sekalipun tidak ada kebijakan kontrol harga, seperti
halnya khalifah sebelumnyayang tidak menyerahkan tingkat
harga sepenuhnya kepada para pengusaha, tetapi berusaha
untuk tetap memperoleh informasi yang akurat tentang
kondisi harga di pasaran, bahkan terhadap harga dari
suatu barang yang sulit dijangkau sekalipun, Khalifah20 Adiwarman Azwar Karim, Op.Cit.,hlm 8021 Ibid, hlm 81
15
Utsman bin Affan selalu mendiskusikan tingkat harga yang
sedang berlaku di pasaran dengan seluruh kaum muslimin di
setiap selesai melaksanakan shalat berjamaah.22
Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman
bin Affan tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang
cukup signifikan. Berbagai kebijakan ekonomi Utsman bin
Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah
menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian
besar kaum muslimin. Akibatnya, pada masa ini,
pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik
yang berakhirnya dengan terbunuhnya sang Khalifah.
D. Kebijakan fiskal dan moneter pada masa Khalifah Ali
bin Abi Thalib
Setelah diangkat menjadi khalifah islam keempat oleh
segenap kaum muslimin, Ali bin Abi Thalib langsung
mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para
pejabat yang korup, membuka kembali lahan perkebunan yang
telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman, dan
mendistribusikan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditentukan oleh Umar ibn Khatab.23
22 Ibid.
23 Badri yatim Op,.Cit hlm 39
16
Khalifah Ali bin Abi Thalib melaksanakan berbagai
kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan
umat islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela
menarik diri dari daftar penerima dana pensiun Baitul
Mal, bahkan menurut riwayat yang lain, Ali memberikan
sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun. Apapun
faktanya, kehidupan Ali sangat sederhana dan ketat dalam
membelanjakan keuangan Negara. Dalam sebuah riwayat,
saudaranya yang bernama Aqil pernah mendatangi Khalifah
Ali bin Abi Thalib untuk meminta bantuan keuangan dari
dana Baitul Mal. Namun, Ali menolak permintaan tersebut.
Dalam riwayat lain, Khalifah Ali pernah memenjarakan
gubernur Ray yang dianggapnya telah melakukan tindak
pidana korupsi.24
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, prinsip
utama dari pemerataan distribusi uang rakyat telah
dipekenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk
pertama kalinya diadopsi. Khalifah Ali memiliki konsep
yang sangat jelas tentang pemerintahan, administrasi umum
dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini
dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan
kepada Malik Ashter bin Harits. Surat yang panjang
tersebut antara lain mendeskripsikan tugas, kewajiabn
24 Adiwarman Azwar Karim, Op.Cit.,hlm 83
17
serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur
berbagai prioritas pelaksanaan dispensasi keadilan serta
pengawasan terhadap para pejabat tinggi dan satf-stafnya.
Surat ini menjelaskna bagiaman berhubungan dengan rakyat
sipil, lembaga peradilan dan angkatan perang. Ali
menekankan Malik agar lebih memerhatikan kesejahteraan
para prajurit dan keluarga mereka dan diharapkan
berkomunikasi langsung denganmasyarakat melalui pertemuan
terbuka, terutama dengan orang-orang miskin, orang-orang
yang teraniaya, dan para penyandang cacat. Dalam surat
tersebut, juga terdapat instruksi untuk melawan korupsi
dan penindasan, mengontrol pasar, dan memberantas para
tukang catut laba, penimbun barang, dan pasar gelap.
Singkatnya, surat itu menggambarkan kebijakan Khalifah
Ali bin Abi Thalib yang ternyata konsep-konsepnya
tersebut dikutip secara luas dalam administrasi publik.25
25 Ibid, hlm 84-85
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwasannya Kebijakan fiskal dan
moneter setelah wafatnya Rosulullah dilanjutkan oleh
Khulafaurrasyidin, yaitu oleh khalifah Abi Bakar As-
19
siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib.
Setiap kekhalifahan mempunyai kebijakan tersendiri,
seperti halnya Khalifah Abu Bakar, ia memerangi orang
orang yang murtad, peperangan tersebut bernama perang
Riddah, kemudian ia memerangi pula orang-orang yang tidak
membayar zakat. Dalam penyaluran zakat ketika zaman
khalifah Abu Bakar As-shiddiq tidak ada seorangpun yang
tidak kebagian zakat karena ia menerapkan prinsip
kesamarataan, bahkan pada akhir hayatnya khalifah Abu
Bakar hanya menyisakan satu dirham.
Kemudian pada zaman Umar bin Khatab, pendirian
Baitul Mal secara resmi dan permanen dilaksanakan pada
zaman Khalifah Umar, pemerintahan khalifah Umar pun
mengatur pajak bea yang di tetapkan pada pendatang atau
kegiatan transaksi impor (Ushr), dan menetapkan sedekah
bagi non muslim, akan tetapi non muslim enggan untuk
membayarnya karena gengsi, dan akhirnya non muslim hanya
membayar sedekah dengan syarat anak yang baru lahir di
berikan kebebasan untuk memeluk keyakinan.
Pada zaman Utsman bin Affan, khalifah Utsman
memiliki kebijakan pada prinsip persamaan dalam memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang
berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Khalifah Utsman
20
bin Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang
dizakatkan kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini
dilakukan untuk mengamankan zakat dari gangguan dan
masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh
beberapa oknum pengumpul zakat. Di zaman kekhalifahannya
tidak terdapat banyak perubahan yang signifikan, akan
tetapi banyak diwarnai dengan kekacauan politik yang
berujung pada wafatnya khalifah Utsman.
Dan yang terakhir adalah pada masa kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
tidak jauh berbeda dengan kebijakan sahabat-sahabat yang
lainnya. Namun di zaman khalifah Ali, ia membuat surat
yang monumental yang berisikan adiministrasi public yang
di amanahkan kepada Malik Asther bin Harits.
B. Penutup
Demikian pembahasan kebijakan-kebijakan fiskal dan
moneter pada masa khulafaurrasyidin, mudah mudahan
bermanfaat, dan mohon maaf apabila terdapat kekurangan
dan kesalahan pada teknik penulisan ataupun isi
materinya. Penulis berharap mendapatkan kritikan dan
saran pembangun untuk menulis makalah yang lebih baik di
kemudian hari.
21