Asuransi islam

28
BAB I PENGERTIAN Asuransi ( Insurance) sering juga diistilahkan dengan pertanggungan, adapun pengertiannya dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1992 ( Tentang Usaha Perasuransian ), yang mana dalam Undang – Undang tersebut didefinisikan sebagai berikut : “Asuaransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Dari rumusan pasal tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggungan adalah merupakan suatu ikhtiar dalam rangka menanggulangi adanya risiko. Adapun yang dimaksud dengan risiko adala setiap kali orang tidak dapat menguasai dengan sempurna, atau mengetahui lebih dahulu mengenai masa yang akan dating. Sri Rejeki mengungkapkan bahwa risiko itu merupakan ( Sri Rejeki,1992 ; 61 ); 1. Kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan/diharapkan terjadi, atau

Transcript of Asuransi islam

BAB I

PENGERTIAN

Asuransi ( Insurance) sering juga diistilahkan dengan

pertanggungan, adapun pengertiannya dapat ditemukan dalam

ketentuan pasal 1 Undang – Undang Nomor 02 Tahun 1992 ( Tentang

Usaha Perasuransian ), yang mana dalam Undang – Undang tersebut

didefinisikan sebagai berikut :

“Asuaransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara

dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung

mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi

asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung

karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga

yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari

suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan

suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Dari rumusan pasal tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa

pada dasarnya asuransi atau pertanggungan adalah merupakan suatu

ikhtiar dalam rangka menanggulangi adanya risiko.

Adapun yang dimaksud dengan risiko adala setiap kali orang

tidak dapat menguasai dengan sempurna, atau mengetahui lebih

dahulu mengenai masa yang akan dating. Sri Rejeki mengungkapkan

bahwa risiko itu merupakan ( Sri Rejeki,1992 ; 61 );

1. Kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang tidak

diinginkan/diharapkan terjadi, atau

2. Peristiwa yang dimungkinkan/diharapkan terjadi, keadaan ini

lazim dikatakan sebagai kehilangan sebagai penurunan atau

pemusnahan nilai ekonomi

Dan akhirnya risiko tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Kemungkinan kehilangan atau kerugian,

b. Kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan

karena kemungkinan penyimpangan harapan merupakan suatu

kehilangan.

Antara asuransi dengan risiko mempunyai keterkaitan yang

sangat erat, sebab asuransi itu sendiri adalah menanggulangi

adanya risiko, dan tanpa adanya risiko, asuransi/pertanggungan

tidak akan ada.

“Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di

antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’

yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu

melalui akad yang sesuai dengan syariah“ Dewan Syariah Nasional – Majelis

Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Definisi asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional

adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong-menolong diantara

sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau

tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi

resiko / bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan

/ anggota / peserta mendonasikan / menghibahkan sebagian atau

seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika

terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan / anggota /

peserta.

Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan

operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana -

dana / kontribusi yang diterima / dilimpahkan kepada perusahaan.

Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang

artinya tolong - menolong

atau saling membantu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syari’at yang

saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan

dalam meringankan bencana yang dialami peserta.

Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al

Maidah ayat 2, yang artinya : "Dan saling tolong – menolonglah

dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong - menolong

dalam dosa dan permusuhan".

BAB II

DASAR HUKUM

AL-QUR’AN :

a. Surat Yusuf :43-49

Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi

menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.

b. Surat Al-Baqarah :188

Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu

sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu

kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta

orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)

c. Al Hasyr:18

Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan

hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok

(masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha

Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.

d. An-Nisa’ : 9

Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir

terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa

kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

HADIST :

Pergunakan 5 Hal sebelum datangnya 5 Perkara :

1. Muda sebelum tua

2. Sehat sebelum sakit

3. Kaya sebelum miskin

4. Lapang sebelum sempit

5. Hidup sebelum mati

(hadist Riwayat Muslim)

Prinsip :

a. Dibangun atas dasar kerjasama (taawun)

b. Asuransi syari’at tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’

atau mudhorobah

c. Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh

karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi

peritiwa, maka diselesaikan menurut syari’at.

d. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang

telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi

menegakkan prinsip ukhuwah.

e. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil

uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang

berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi

uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin

yang diberikan oleh jamaah.

f. Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan

menurut aturan syar’i.

Mengenai asuransi pada umumnya, dalam syari’at islam

dikategorikan kedalam masalah – masalah ijtihad, sebab tidak ada

ditemukan penjelasan resmi baik dalla Al-Qur’an maupun Al-Hadis,

disamping itu para Imam Mazhab juga tidak ada memberikan

pendapatnya tentang ini, sebab ketika itu masalah perasuransian

belum dikenal.

KH. Ahmad Azhar Basyir,MA. Mengungkapkan : bahwa perjanjian

asuransi adalah hal yang baru , belum pernah terjadi pada masa

Rasullullah SAW dan para sahabat serta tabi’in. Didunia Barat

asuransi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1182, waktu itu

orang – orang Yahudi diusir dari Prancis, untuk menjamin risiko

barang – barang mereka yang diangkut keluar lewat laut”. ( Ahmad

Basyir, 1993 : 149 ).

Denga apa yang dikemukakan diatas, maka dapatlah dikatakan,

bahwa apabila berbicara tentang “ dasar hukum perasuransian

menurut syari’at islam, tentunya hanya dapat dilakukan dengan

metode ijtihad, dan kemudian melalui ijtihad ini pulalah dicari

dan ditetapkan hukumnya.

Untuk memngambil ketetapan hukum dengan menggunakan metode

ijtihad dapat dipergunakan beberapa cara, antara lain :

1. Maslahah Mursalah / untuk kemaslahatan umum.

2. Melakukan interpretasi atau penafsiran hukum secara analogi

( metode qiyas ).

Dengan menggunakan metode tersebut diatas tentunya akan

melahirkan pendapat / pandangan yang berbeda satu sama lain, dan

tentunya pendapat tersebut akan dipengaruhi oleh pola pikir

masing – masing ahli.

Adapun hasil ijtihad para ahli hukum islam tentang hukum

asuransi ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Pendapat pertama mengemukakan bahwa asuransi dengan segala

bentuk perwujudannya dipandang haram menurut ketentuan Hukum

Islam.

2. Pendapat kedua asuransi dengan segala bentuknya dapat

diterima dalam syari’at Islam.

3. Pendapat ketiga Asuransi Sosial dibolehkan sedangkan

asuransi yang bersifat komersial tidak dibolehkan/atau

bertentangan dengan syari’at Islam.

4. Pendapat keempat asuransi dengan segala jenisnya dipandang

syubhat

BAB III

SEJARAH ASURANSI ISLAM / SYARI’AH

Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman sebelum

masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya

dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan.

Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada

jaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa. Suatu hari sang

raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama 7 tahun

negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian

diikuti oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk

berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja Firaun

mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil

panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makanan pada

masa paceklik. Dengan demikian pada masa 7 tahun paceklik rakyat

Mesir terhindar dari risiko bencana kelaparan hebat yang melanda

seluruh negeri. Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan

aktor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam

lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak

yatim dari para anggota yang meninggal.

Perkumpulan serupa yaitu Collegia Nititum, kemudian berdiri

dengan beranggotakan para budak belian yang diperbanatukan pada

ketentaraan kerajaan Roma (Rahman, Afzalur). Konsep auransi

sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat primitif yang

berkelompok. Dalam masyarakat primitif, orang hidup bersama dalam

keluarga besar atau suku dimana kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi

dan dilindungi melalui kerjasama dan saling membantu. Oleh karena

itu mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi karena semua

resiko sepenuhnya dilindungi oleh masyarakat. Pada waktu keluarga

atau suku berubah menjadi kehidupan yang berpindah-pindah secara

teori keluarga tersebut mulai menghadapi berbagai macam bahaya

tanpa adanya perlindungan dari keluarga maupun sukunya. Saat

itulah mulai dirasakan perlunya perlindungan terhadap ancaman

tersebut sebagai unsur awal munculnya asuransi.

Tim TEPATI memulai kerjanya di bidang Perekenomian syariah

dengan modal 30 juta (masing-masing 10 juta dari ICMI< BMI dan

Tugu Mandiri). Modal inilah yang digunakan untuk membiayai tim ke

MAlaysia untuk mengadakan Seminar dan persiapan-persiapan lain

yang bersifat asuransi ke Depkeu.

Setelah melakukan beberapa persiapan, akhirnya pada tanggal

24 Februari 1994 berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai

holding company dengan direktur Utama Rahmat Husen yang

selanjutnya mendirikan dua anak perusahaan yatu PT Asuransi

Takaful Keluarga (berdiri tanggal 25 Agustus 1994, dan diresmikan

oleh Menteri Keuangan Mar`ie Muhammad) dan PT Asuransi Takaful

Umum (berdiri pada tanggal 2 Juni 1995, dan diresmkan oleh

Menristek/Ketua BPPT BJ Habibie di Hotel Shangri La)

Sumber : Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Oleh Wirdyaningsih, SH,MH ,

Karnaen Perwataadmaja,SE,MPA.,Gemala Dewi,SH,LL.M , Yeni Salma Barlinti,SH.,MH

Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia

Saat ini, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan

jumlah operator asuransi syariah cukup banyak di dunia.

Berdasarkan data Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

(DSN MUI), terdapat 49 pemain asuransi syariah di Indonesia yang

telah mendapatkan rekomendasi syariah. Mereka terdiri dari 40

operator asuransi syariah, tiga reasuransi syariah, dan enam

broker asuransi dan reasiuransi syariah.

Perkembangan industri asuransi syariah di negeri ini diawali

dengan kelahiran asuransi syariah pertama Indonesia pada 1994.

Saat itu, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada 24

Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim

Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat

Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI,

serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia.

Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan. Mereka

adalah perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi

Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan

asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU)

pada 2 Juni 1995. Setelah Asuransi Takaful dibuka, berbagai

perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis

asuransi syariah di Indonesia.

Hal tersebut kemudian mendorong berbagai perusahaan ramai-

ramai masuk bisnis asuransi syariah, di antaranya dilakukan

dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh

maupun membuka divisi atau cabang asuransi syariah.

Stretegi pengembangan bisnis asuransi syariah melalui

pendirian perusahaan dilakukan oleh Asuransi Syariah Mubarakah

yang bergerak pada bisnis asuransi jiwa syariah. Sedangkan

strategi pengembangan bisnis melalui pembukaan divisi atau cabang

asuransi syariah dilakukan sebagian besar perusahaan asuransi,

antara lain PT MAA Life Assurance, PT MAA General Assurance, PT

Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi Tri Pakarta, PT AJB

Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa BRIngin Life Sejahtera.

Bahkan, sejumlah pemain asuransi besar dunia pun turut

tertarik masuk dalam bisnis asuransi syariah di Indonesia. Mereka

menilai Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di

dunia merupakan potensi pengembangan bisnis cukup besar yang

tidak dapat diabaikan. Di antara perusahaan asuransi global yang

masuk dalam bisnis asuransi syariah Indonesia adalah PT Asuransi

Allianz Life Indonesia dan PT Prudential Life Assurance.

(Sumber: Republika, 17 Maret 2008)

Penulis: DR. Ahmad Zain An-Najah

Sejarah Singkat berdirinya Asuransi Islam di Indonesia

Berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 (tepatnya

Bulan Juli) memunculkan pemikiran baru di kalangan ulama dan

praktisi ekonomi syariah ketika itu untuk membuat asuransi islam.

Hal ini dikarenakan operasional bank Islam tidak bisa lepas dari

praktik asuransi yang sesuai yang sudah barang tentu harus sesuai

pula dengan prinsip-prinsip syariah pula.

Pada tanggal 27 Juli 1993 dibentuk tim TEPATI (Tim

Pembentukan Takaful Indonesia) yang disponsori oleh Yayasan Abadi

Bangsa (ICMI), Bank Muamalat, Asuransi Tugu Mandiri dan

Departemen Keuangan (yang pada saat itu diwakili oleh Pejabat

Depkeu Firdaus Djaelani dan Karnaen A Perwataadmaja). Selanjunya

beberapa orang anggota tim Tepati berangkat ke Malaysia untuk

mempelajari operasional asuransi Islam yang sejak tahun 1984

telah beroperasi dan telah didukung penuh oleh Malaysia.

Perkembangan Asuransi di Indonesia

Prof. Dr. Drs. M. Amin Summa, SH, MA, MM, Asuransi Syariah dan

Asuransi Konvensional, Hal 69-73

Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di Indonesia adalah

NILIMIJ yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859 M,

kemudian pada tahun 1912 orang-orang pribumi Indoensia mendirikan

OL-Mij yang pada hakekatnya hanyalah pengembangan dari NILIMIJ di

atas.  Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT Asuransi Jiwa

Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi

konvensional berkembang pesat hingga  tahun 2005 telah tercatat

sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya ( 1 % ) setiap

tahunnya. Diantara asuransi jiwa yang ada adalah : American

International Group Lippo ( Aig Lippo ), Asuransi Jiwa Eka Life,

Asuransi Jiwa Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa Metlife

Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.

Adapun asuransi Syariah pertama kali di Indonesia baru

muncul pada 24 Pebruari tahun 1994, yaitu Syarikat Takaful.

Walaupun begitu, perkembangan asuransi Syari’at jauh lebih pesat

dari asuransi konvensional, ,karena sampai tahun 2005 telah

tercatat 29 perusahaan, sehingga laju pertumbuhannya hingga ( 8 %

) dalam satu tahun. Bahkan kini menjadi 34 perusahaaan lebih.

Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas, adalah

jelmaan dari asuransi konvensional yang berpindah menjadi

asuransi Syari’at secara total atau memiliki dual programme,

yaitu menjual produk-produk konvensional dan syari’at dalam satu

waktu  . Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri

sebagai asuransi syariah adalah  PT Asuransi Takaful Keluarga

yang berdiri pada 4 Agustus 1994.   Contoh-contoh lain dari

perusahaan asuransi syariah adalah PT Asuransi Al Mubarakah yang

berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun

perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah

adalah : PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa

Sinar Mas.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah

dikenal dengan sebutan Al-aqila. Saat itu suku Arab terdiri atas

berbagai suku besar dan kecil. Sebagaimana kita ketahui, Nabi

Muhammad SAW adalah keturunan suku Qurais, salah satu suku yang

terbesar. Menurut Dictionary of Islam, jika salah satu anggota suku

yang terbunuh oleh anggota suku lain, sebagai kompensasi,

keluarga terdekat si pembunuh akan membayarkan sejumlah uang

darah atau diyat kepada pewaris korban.

BAB IV

Pro Kontra Asuransi Modern

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi

ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan

tersebut terbagi tiga, yaitu:

I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk

asuransi jiwa

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-

Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-

Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:

a) Asuransi sama dengan judi

b) Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.

c) Asuransi mengandung unsur riba/renten.

d) Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang

polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran

preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di

kurangi.

e) Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam

praktek-praktek riba.

f) Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata

uang tidak tunai.

g) Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama

halnya dengan mendahului takdir Allah.

II. Asuransi konvensional diperbolehkan

Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf,

Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas

Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar

Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa

(pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha).

Mereka beralasan:

a) Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang

asuransi.

b) Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

c) Saling menguntungkan kedua belah pihak.

d) Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab

premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk

proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.

e) Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)

f) Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).

g) Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun

seperti taspen.

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang

bersifat komersial diharamkan

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu

Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).Alasan

kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi

yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan

kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).

Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah

karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya

asuransi itu.Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah

asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih

ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga

sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada

ketentuan hukum yang benar.Sekiranya ada jalan lain yang dapat

ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui.

Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi

menurut ketentuan agama Islam.Dalam keadaan begini, sebaiknya

berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:“Tinggalkan hal-hal yang

meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan

kamu.” (HR. Ahmad)Asuransi syariah

Karena dirasa sudah melenceng jauh dari prinsip awal tentang

asuransi mutual, banyak pihak dari kalangan Muslim yang merasa

keberatan dengn praktek asuransi modern.

Kontrak asuransi ditolak oleh ulama atau kalangan terpelajar

Islam dengan berbagai alasan antara lain :

1. Asuransi modern merupakan kontrak perjudian

2. Asuransi hanyalah pertaruhan

3. Asuransi bersifat tidak pasti

4. Asuransi jiwa adalah alat dengan mana suatu usaha

dilakukan untuk mengganti kehendak Tuhan

5. Dalam asuransi jiwa jumlah premi tidak tentu, karena

peserta asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang

akan dibayarkan sampai ia meninggal, Perusahaan

asuransi menginvestasikan uang yang dibayarkan oleh

peserta asuransi dalam surat berharga berbunga. Dalam

hal asuransi jiwa si peserta asuransi atas kematiannya

berhak mendapatkan jauh lebih banyak dari jumlah yang

telah dibayarkannya yang merupakan riba

6. Seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba yang

hukumnya haram.

Jadi karena berbagai alasan itulah para ulama dengan tegas

menyatakan perang terhadap prkatek asuransi modern. Para tokoh

yang termasuk kontra asuransi modern antara lain : Sayyid Sabiq,

Abdullah al-Qalqii, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhii al-Muth’i

(Muslehuddin, Muhammad).

Ditengah derasnya hujatan terhadap praktek asuransi modern

ternyata ada beberapa ulama yang justru mendukung pelaksanaan

asuransi modern. Para ulama yang pro tehadap asuransi modern

tersebut berpendapat :

1. Asuransi bukan perjudian juga bukan pertaruhan karena

didasarkan pada mutualitas (kebersamaan) dan kerja sama.

Perjudian adalah suatu permainan keberuntungan dan

karenanya merusak masyarakat. Asuransi adalah suatu

anugerah bagi umat manusia, karena ia melindungi mereka

dari bahaya yang mengancam jiwa dan harta mereka dan

memberikan keuntungan bagi perdagangan dan industri.

2. Ketidakpastian dalam transaksi dilarang dalam Islam karena

menyebabkan perselisihan. Jelas dari ucapan Nabi saw bahwa

kontrak penjualan dilarang bila penjual tidak sanggup

menyerahkan barang yang dijanjikan kepada pembeli karena

sifatnya yang tidak tentu. Kontrak asuransi adalah salah

satu ganti rugi yang sesuai dengan hukum Islam, karena

telah diketahui jumlah hartanya.

3. Asuransi jiwa bukan alat untuk menolak kekuasaan Tuhan atau

menggantikan kehendak-Nya, karena asuransi ini tidak

menjamin suatu peristiwa yang tidak terjadi tapi sebaliknya

mengganti kerugian kepada peserta asuransi terhadap akibat-

akibat dari suatu peristiwa atau resiko yang sudah

ditentukan. Gerakan kooperatiflah yang mengurangi kerugian

akibat peristiwa tertentu dan itu didukung oleh ayat Al

Quran :”Dan tolong menolonglah kamu dalam

(mengerjakan)kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong

menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.

4. Keberatan mengenai tidak tentunya asuransi jiwa dalam arti

bahwa peserta suransi tidak mengetahui berapa banyak jumlah

cicilan yang dibayarnya sampai kematiannya adalah tidak

beralasan.

5. Keberatan mengenai riba dalam asuransi tak berguna sebab

asuransi membolehkan peserta asuransi untuk tidak menerima

lebih dari yang telah dibayarnya.

Itulah secara ringkas pendapat dari pihak ulama yang pro

terhadap praktek asuransi modern. Mereka juga menambahkan

bahwasanya secara tidak langsung kontrak bantuan(‘aqd al-muwalat)

dalam Islam serupa dengan asuransi kewajiban. Para tokoh yang

setuju dengan asuransi modern antara lain : Abd. Wahab Khalaf,

Mustafa Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abd Rakhman Isa.

Begitulah seiring dengan perjalanan waktu perdebatan antara

kaum pro dan kontra asuransi terus berlangsung. Ditengah

perdebatan sengit tersebut kemudian muncul kaum yang moderat

dalam arti mereka tidak langsung menolak asuransi modern namun

juga tidak langsung membenarkan. Kaum ini berpendapat bahwa :

1) Asuransi kendaraan untuk perbaikannya tidak dilarang

namun asuransi jiwa adalah semacam perjudian karena

tidak ada pembenaran bagi seseorang yang memberikan

hanya sebagian dari suatu jumlah untuk berhak mendapat

seluruhnya jika ia meninggal (riba).

2) Sistem asuransi adalah haram jika dilandasarkan pada

riba. Jelas ada unsur ketidakpastian dan kekacau-

balauan dalam asuransi yang seringkali mengakibatkan

kerugian bagi individu dan keuntungan yang banyak bagi

perusahaan.

3) Asuransi dalam segalan jenisnya adalah contoh kerja

sama dan berguna bagi masyarakat.

Berdasar pandangan dari golongan ketiga inilah kemudian

muncul pendapat bahwa asuransi sosial diperbolehkan akan tetapi

asuransi komersial adalah haram hukumnya. Pendapat ketiga ini di

anut antara lain oleh :Muhammda Abdu Zahrah,

BAB V

ASURANSI MENURUT ISLAM

Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam

Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di

Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di

dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari

sudut pandang agama Islam.Di kalangan ummat Islam ada anggapan

bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi

sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah.

Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan

rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang

artinya:“Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan

Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)“……dan siapa

(pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?

Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml:

64)“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan

hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu

sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah

sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua

makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia

masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.

BAB VI

KONDISI ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia

Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi

syariah pada tahun 2001 baru mencapai 0.3% dari total premi

asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini sedang digodog

aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat

memberi dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU

Perbankan tahun 1998.

Hambatan Pengembangan Asuransi Syariah

a. Instrumen tidak dikenal masyarakat luas

b. Anggapan masyarakat Indonesia pengurusn klaim asuransi

menyulitkan

c. Instrumen Asuransi kalah bersaing dengan isntrumen

investasi seperti surat berharga

d. Asuransi syariah belum tersosialisasikanluas seperti

perbankan syariah

Peluang pengembangan Asuransi Syariah

a. Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang

menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam

b. Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi

syariah untuk pengamanan aset dan transaksi perbankan

c. Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan

Asuransi Syariah adalah ditetapkannnya kewajiban agar

asuransi haji dikelola oleh perusahaan asuransi syariah.

BAB VII

ASURANSI SOSIAL ( SOCIAL INSURANCE )

Asuransi sosial di Indonesia adalah berupa bantuan yang

diberikan oleh pihak pemerintah, sebagi sarana untuk menciptakan

kesejahteraan masyarakat. Adapun bentuk bantuan yang diberikan

oleh pemerintah tersebut berupa jaminan kepada seseorang atau

beberapa orang anggota masyarakat yang mengalami suatu kerugian

dalam memperjuangkan hidup dan kehidupannya.

Adapun ciri – ciri khas asuransi soaial ini diperinci ( Emmy

Pangaribuan,1990 : 106 ) sebagai berikut :

1) Yang menyelenggarakan pertanggungan ( asuransi,

pertanggungan ) itu biasanya adalah pemerintah

2) Sifat hubungan hukum pertanggungan itu adalah wajib bagi

seluruh anggota masyarakat atau sebagian anggota tertentu

masyarakat ( misalnya, bagi para penumpang kendaraan, baik

darat, laut dan udara ).

3) Penentuan penggantian kerugian diatur oleh pemerintah dengan

peraturan khusus yang dibuat untuk itu.

4) Tujuannya adalah untuk memberikan suatu jaminan sosial

( social security ), bukan mencari keuntungan

Dapat dikemukakan bahwa Asuransi Sosial ini merupakan jawaba

atas tuntutan Undang – Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33

Mengenai Kesejahteraan Sosial

Adapun jenis – jenis Asuransi Sosial yang diselenggarakan oleh

pemerintah adalah

a) Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri atau sering disingkat

dengan TASPEN

b) Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia disingkat

ASABRI

c) Asuransi Sosial Tenaga Kerja atau disingkat ASTEK

d) Pertanggungan Kecelakaan Penumpang

e) Pertanggungan Kecelakaan Lalu Lintas

BAB VIII

ASURANSI TAKAFUL

Asuransi takaful, pengertiannya adalah pertanggungan yang

berbentuk tolong – menolong, atau disebut juga dengan perbuatan

kafal, yaitu perbuatan saling tolong – menolong dalam menghadapi

suatu risiko yang tidak diperkirakan sebelumnya.

Adapun yang menjadi perbedaan pokok asuransi takaful ini

dengan asuransi konvensional lainnya adalah para peserta saling

bertanggung jawab diantara mereka sendiri” ( Forum Keadilan N,.

15 Tahun II:68 ).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian

pertanggungan bukanlah antara pihak penanggung ( perusahaan

perasuransian ) dengan pihak tertanggung ( peserta asuransi ),

akan tetapi para tertanggung sendirinya yang saling berjanji

untuk menanggung diantara mereka.

Konsekuensi tidak adanya perjanjian pertanggungan antara

perusahaan dengan para tertanggung adalah tidak adanya perusahaan

memungut premi asuransi, yang ada hanya pengumpulan iuran.

K.H. Ahmad Azhar Basyir, MA mengemukakan bahwa : “dalam

asuransi takaful, bukan perusahaan yang memungut premi, melainkan

pesertalah yang memungut iuran, sehingga pesertalah sebenarnya

yang saling menjamin”.

Dalam asuransi konvensional, pihak perusahaan asuransi

merupakan pihak berhadapan dengan pihak lain yaitu peserta, dan

mereka itulah yang mengikat perjanjian, sedangkan dalam asuransi

takaful pihak perusahaan hanyalah sebagai pemegang amanah dari

para peserta untuk melaksanakan tugas yang semestinya

dilaksanakan oleh peserta sendiri, yaitu untuk mengolah iuran

yang mereka kumpulkan, dan selanjutnya memberikan santunan kepada

peserta yang mengalami musibah. Tindakan peserta disini ( sebagai

pengelola dan memberikan santunan ) adalah untuk dan atas nama

peserta, karena yang mengikat perjanjian adalah para peserta

sendiri.

Selain itu manajemen, termasuk kebijaksanaan investasi dari

peruashaan asuransi harus diketahui dengan jelas oleh segenap

peserta, dan investasi yang dilakukan itu tidak boleh

bertentangan dengan ketentuan syari’at Islam.

Perbedaan lainnya dengan asuransi konvensional, bahwa dalam

asuransi konvensional jika tertanggung memutuskan kontrak

asuransi sebelum jangka waktu pertanggungan berakhir, maka premi

yang dibayar oleh pihak peserta tidak dapat ditarik kembali,

karena premi tersebut sudah menjadi hak perusahaan, kecuali

asuransi yang diikuti oleh si tertanggung berbentuk asuransi plus

tabungan. Namun demikian perlu diketahui bahwa dalam asuransi

konvensional tidak semua jenis asuransi berbentuk asuransi plus

tabungan.

Sebaliknya dalam asuransi takaful, apabila peserta berhenti

sebelum masa pertanggungan berakhir, peserta dapat menarik

kembali seluruh iuran yang telah dibayarkannya, bahkan ditambah

lagi dengan keuntungan yang diperoleh selama uangnya ( yang

berasal dari iuran – iuran ) dikelola oleh perusahaan.

Dapat ditambahkan bahwa asuransi takaful ini sudah

dilaksanakan di Negara tetangga kita yaitu Malaysia terhitung

semenjak bulan Agustus 1985.

REFERENSI

Pasaribu, Drs.H. Chairuman , Suhrawardi K. Lubis, S.H. 2004 .

HUKUM PERJANJIAN DALAM ISLAM. Jakarta : Sinar Grafika

Umam, Khotibul, S.H,LL.M. 2009 . Hukum Ekonomi Islam, Dinamika dan

Perkembangan di Indonesia.Yogyakarta : Instan Lib

Sumber:

http://id.shvoong.com/business-management/investing/2142361-

sejarah-singkat-berdirinya-asuransi-islam/#ixzz1vb47LemR

http :// www. Republika . com