makalah asuransi jiwa
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of makalah asuransi jiwa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia pada zaman modern ini sarat
dengan beragam macam resiko dan bahaya. Seakan-akan
masa depan seseorang selalu suram, akan terjadi
kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar
atau terjadi pencurian, perusahaan pun tidak bisa
dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi
tiba-tiba membutuhkan biaya besar di tahun-tahun
mendatang. Itulah gambaran yang digembosi pihak
asuransi. Yang digambarkan adalah masa depan yang
selalu suram. Tidak ada rasa tawakkal dan tidak
percaya akan janji Allah yang akan selalu memberi
pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang
selalu dijadikan solusi untuk masa depan?
bagaimanakah seharusnya kita bersikap?
Berkenaan dengan urgensi asuransi jiwa, perlu
disusun sebuah makalah yang mampu menjadi wahana
untuk memperoleh wawasan, pengetahuan, dan konsep
1
keilmuan berkenaan dengan asuransi jiwa. Oleh sebab
itu, penulis menulis sebuah makalah yang bertajuk
“Asuransi Jiwa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. apakah yang dimaksud dengan asuransi jiwa?
2. bagaimana hukum asuransi jiwa dalam pandangan
islam?
3. bagaimana kriteria asuransi yang halal?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas,
makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui
dan mendeskripsikan:
1. pengertian asuransi jiwa;
2. hukum asuransi jiwa dalam pandangan islam;
3. kriteria asuransi yang halal.
2
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan
kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis.
Secara teoritis makalah ini berguna sebagai
pengembangan konsep tentang asuransi jiwa. Secara
praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan
konsep keilmuan khususnya tentang konsep asuransi
jiwa;
2. pembaca/dosen, sebagai media informasi tentang
asuransi jiwa baik secara teoritis maupun secara
praktis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asuransi Jiwa
Asuransi berasal dari kata assurantie dalam
bahasa Belanda, atau assurance dalam bahasa perancis,
atau assurance/insurance dalam bahasa Inggris. Assurance
berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi,
sedangkan insurance berarti menanggung sesuatu yang
mungkin atau tidak mungkin terjadi. Menurut sebagian
ahli, asuransi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
assecurare yang berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan
istilah at Takaful, atau at Tadhamun yang berarti saling
menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-
Ta’min, berasal dari kata amina, yang berarti aman,
tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang
berarti takut dan khawatir. (al Fayumi, al Misbah al
Munir, hal. 21). Dinamakan at Ta’min, karena orang yang
melakukan transaksi ini (khususnya para peserta)
telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap
4
bahaya yang akan menimpanya dengan adanya transaksi
ini.
Adapun asuransi menurut terminologi
sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No.
2 Tahun 1992: “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan
atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”
Dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD) disebut bahwa, “Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang penangung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu Premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu
5
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapakan, yang mungkin akan diderita karena suatu
peristiwa yang tak tertentu.”
Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan
terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Asuransi umum atau asuransi kerugian (ta’min al
adhrar)
Asuransi kerugian adalah asuransi yang
memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang
menderita kerugian barang atau benda miliknya,
kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya
terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik
kerugian itu berupa
kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh
tertanggung. Penanggung tidak harus membayar ganti
rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu
perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami
bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
6
2. Asuransi Jiwa (Ta’min al Askhas)
Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari
perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa
apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam
hidupnya, maka perusahaan asuransi akan memberikan
santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris
dari nasabah tersebut.
Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga
bentuk :
a. Term assurance (asuransi berjangka)
Term assurance adalah bentuk dasar dari
asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan
jaminan terhadap risiko meninggal dunia dalam
periode waktu tertentu.
Contoh Asuransi Berjangka (Term Insurance):
1) usia tertanggung 30 tahun
2) masa kontrak 1 tahun
3) rate premi (misal): 5 permill/tahun dari
uang pertanggungan
7
4) uang pertanggungan : rp. 100 juta
5) premi tahunan yang harus dibayar : 5/1000
x 100.000.000 = rp. 500.000
6) Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri
(50%) dan anak pertama (50%)
Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa
kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai
penanggung akan membayar uang Pertanggungan
sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
b. Whole life assurance (asuransi jiwa seumur
hidup)
Merupakan tipe lain dari asuransi jiwa yang
akan membayar sejumlah uang pertanggungan
ketika tertanggung meninggal dunia kapan pun.
Merupakan polis permanen yang tidak dibatasi
tanggal berakhirnya polis seperti pada term
assurance. Karena klaim pasti akan terjadi maka
premium akan lebih mahal dibanding premi term
assurance dimana klaim hanya mungkin terjadi.
Polis whole life merupakan polis substantif dan
8
sering digunakan sebagai proteksi dalam
pinjaman.
c. Endowment assurance (asuransi dwiguna)
Pada tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan
dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang
telah ditetapkan.
Contoh asuransi dwiguna berjangka:
1) usia tertanggung 30 tahun
2) masa kontrak 10 tahun
3) rate premi (misal) : 85 permill/tahun dari
uang pertanggungan
4) uang pertanggungan : rp. 100 juta
5) premi yang harus dibayar : 85/1000 x
100.000.000 = rp. 8.500.000,-
6) yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri
(50%) dan anak pertama (50%)
Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa
kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai
penanggung akan membayar uang Pertanggungan
sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk. Bila
9
tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka
tertanggung akan menerima uang pertanggungan
sebesar 100 juta.
B. Hukum Asuransi Jiwa dalam Pandangan Islam
Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang
hukum kehalalan sistem asuransi, ada yang
mengharamkannyadan ada juga yang menghalalkannya.
Diantara keduanya ada yang memilah hukumnya, dalam
arti tidak semua haram atau halal, tetapi dilihat
secara lebih detail dan luas.
1. Pendapat yang Mengharamkan
a. Disimpulkan bahwa asuransi sama dengan judi
Padahal Allah SWT. dalam Al Quran telah
mengharamkan perjudian, sebagaimana yang
disebutkan di dalam Al-Qur’an, salah satunya
dalam QS. Al Maidah ayat 90 sebagai berikut:
10
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar,
berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
b. Disimpulkan bahwa asuransi mengandung unsur
riba
Sebagian ulama lewat penelitian panjang pada
akhirnya mnyimpulkan bahwa asuransi
(konvensional) tidak pernah bisa dilepaskan
dari riba. Misalnya, uang hasil premi dari
peserta asuransi ternyata didepositokan dengan
sistem riba dan pembungaan uang. Padahal yang
namanya riba telah diharamkan Allah SWT di
dalam Al Quran.
11
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman.
(QS. Al Baqarah: 278)
c. Disimpulkan bahwa asuransi mengandung unsur
pemerasan
Para ulama juga menyimpulkan bahwa para peserta
asuransi atau para pemegang polis, bila tidak
bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan
hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.
Inilah yang dikatakan sebagai pemerasan. Dan Al
Quran pastilah mengharamkan pemerasan atau
pengambilan uang dengan cara yang tidak benar.
12
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS.
An-Nisa: 29)
d. Disimpulkan bahwa hidup dan mati manusia
mendahului takdir Allah
Meski alasan ini pada akhirnya menjadi kurang
populer lagi, namun harus diakui bahwa ada
sedikit perasaan yang menghantui para peserta
untuk mendahului takdir Allah.
Misalnya asuransi kematian atau kecelakaan,
di mana seharusnya seorang yang telah melakukan
kehati-hatian atau telah memenuhi semua
prosedur, tinggal bertawakkal kepada Allah.
13
Tidak perlu lagi menggantungkan diri kepada
pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.
Padahal takdir setiap orang telah ditentukan
oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan di
dalam Al Quran.
Artinya:
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. Ath-
Thalaq: 3)
2. Pendapat yang Membolehkan
beberapa ulama membolehkan asuransi, tentunya
dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut.
14
a. Pada dasarnya Al Quran sama sekali tidak
menyebut-nyebut hukum asuransi. Sehingga
hukumnya tidak bisa diharamkan begitu saja.
Karena semua perkara muamalat punya hukum dasar
yang membolehkan, kecuali bila ada hal-hal yang
dianggap bertentangan.
b. Karena pada kenyataannya sistem asuransi
dianggap dapat menanggulangi kepentingan umum,
sebab premi-premi yang terkumpul dapat di
investasikan untuk proyek-proyek yang produktif
dan pembangunan.
c. Asuransi telah nyata menyantuni korban
kecelakaan atau kematian dalam banyak kasus,
termasuk juga pada kerusakan atau kehilangan
harta benda, sehingga secara darurat asuransi
memang dibutuhkan.
C. Kriteria Asuransi yang Halal
15
Asuransi sistem syariah pada intinya memang
punya perbedaan mendasar dengan yang konvensional,
antara lain.
1. Dari sisi prinsip dasar
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah kedua-
duanya bertugas untuk mengelola dan menanggulangi
resiko, hanya saja di dalam Asuransi Syariah
konsep pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan
pola saling menanggung resiko antara
pengelola/perusahaan dan peserta (risk sharing) atau
disebut dengan at takaful dan at tadhamun. Sedangkan,
dalam Asuransi Konvensional pola kerjanya adalah
memindahkan resiko dari nasabah kepada perusahaan,
yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko
yang mengenai peserta akan ditanggung secara penuh
oleh perusahaan.
2. Dari sisi akad
Pada bagian tertentu, asuransi syariah akadnya
adalah tabarru’ (sumbangan kemanusiaan) dan ta’awun
(tolong menolong), serta akad wakalah dan
16
mudharabah (bagi hasil). Sedangkan pada asuransi
konvensional, akadnya adalah jual beli yang
bersifat al-gharar (spekulatif).
3. Dari sisi kepimilikan dana
Di dalam Asuransi Konvensional, dana yang
dibayarkan nasabah kepada perusahaan (premi)
menjadi menjadi milik perusahaan secara penuh,
khususnya jika peserta tidak melakukan klaim
apapun selama masa asuransi. Sedangkan di dalam
Asuransi Syariah dana tersebut masih menjadi milik
peserta, setelah dikurangi pembiayaan dan fee
perusahaan. Karena di dalam Asuransi Syariah,
perusahaan hanya sebagai pemegang amanah yang
digaji oleh peserta, atau yang sering disebut
dengan istilah al Wakalah bi al Ajri. Bisa juga
perusahaan sebagai pengelola dana (mudharib) dalam
akad mudharabah (bagi hasil). Bahkan ada
perusahaan yang mengembalikan underwriting surplus
pengelolaan dana tabarru’nya kepada peserta selama
tidak ada klaim pada masa asuransi.
17
4. Dari sisi obyek dan keuntungan
Asuransi Syariah hanya membatasi pengelolaannya
pada obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak
mengandung syubhat. Oleh karenanya tidak boleh
menjadikan obyeknya pada hal-hal yang haram atau
syubhat, seperti gedung-gedung yang digunakan
untuk maksiat, atau pabrik-pabrik minuman keras
dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak
syariah. Adapun Asuransi Konvensional tidak
membedakan obyek yang haram atau halal, yang
penting mendatangkan keuntungan.
Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah
selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku
pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan
dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya
menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim,
nasabah tidak memperoleh apa-apa
5. Dari sisi investasi dana
Dana dari kumpulan premi dari peserta selama belum
dipakai, oleh perusahaan asuransi syariah
18
diinvestasikan pada lembaga keuangaaan yang
berbasis syariah atau pada proyek-proyek yang
halal yang didasarkan pada sistem upah atau bagi
hasil. Adapun asuransi konvensional pengelolaan
investasinya pada sistem bunga yang banyak
mengandung riba dan spekulatif (gharar).
6. Dari sisi pembayaran klaim
Pada asuransi syariah pembayaran klaim diambilkan
dari rekening tabarru’ (dana sosial) dari seluruh
peserta yang sejak awal diniatkan untuk diinfakkan
untuk kepentingan saling tolong menolong bila
terjadi musibah pada sebagian atau seluruh
peserta. Sedangkan pada asuransi konvensional,
pembayaran klaim diambil dari dana perusahaan
karena sejak awal perjanjian bahwa seluruh premi
menjadi milik perusahaan dan jika terjadi klaim,
maka secara otomatis menjadi pengeluaraan
perusahaan.
7. Dari sisi pengawasan
19
Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas
Syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini
berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta
kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan
dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi
konvensional, maka hal itu tidak mendapat
perhatian.
8. Dari sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam asuransi syariah ada kewajiban untuk
mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan syariat
Islam. Adapun dalam asuransi konvensional tidak
mengenal istilah zakat.
20
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis
dapat mengemukakan simpulan sebagai berikut.
1. Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan
asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si
nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya,
maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan
dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari
nasabah tersebut. Asuransi jiwa mempunyai tiga
bentuk, yaitu asuransi berjangka, asuransi jiwa
seumur hidup dan asuransi dwiguna.
2. Beberapa ulama fiqih berbeda pendapat mengenai
hukum asuransi. Diantara keduanya ada yang memilah
hukumnya, dalam arti tidak semua haram atau halal,
tetapi dilihat secara lebih detail dan luas.
3. Criteria asuransi yang diperbolehkan adalah
criteria yang ada pada asuransi syariah, yaitu
21
asuransi yang tidak bertentangan dengan syariat
islam.
B. Saran
Sejalan dengan simpulan di atas, penulis
merumuskan saran sebagai berikut.
1. Kita hendaknya menguasai konsep asuransi jiwa.
2. Kita hendaknya menerapkan konsep asuransi jiwa
yang benar berdasarkan hukum Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
(n.d.). retrieved 1 25, 2014, from
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/hukum-
asuransi.html
An-Najah, A. (2011, 12 15). retrieved 1 25, 2014, from
http://www.arrahmah.com/read/2011/12/15/16834-
hukum-asuransi-dalam-
islam.html#sthash.nb4ldoef.dpuf
22