makalah asuransi jiwa

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada zaman modern ini sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Seakan-akan masa depan seseorang selalu suram, akan terjadi kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar atau terjadi pencurian, perusahaan pun tidak bisa dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi tiba-tiba membutuhkan biaya besar di tahun-tahun mendatang. Itulah gambaran yang digembosi pihak asuransi. Yang digambarkan adalah masa depan yang selalu suram. Tidak ada rasa tawakkal dan tidak percaya akan janji Allah yang akan selalu memberi pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang selalu dijadikan solusi untuk masa depan? bagaimanakah seharusnya kita bersikap? Berkenaan dengan urgensi asuransi jiwa, perlu disusun sebuah makalah yang mampu menjadi wahana untuk memperoleh wawasan, pengetahuan, dan konsep 1

Transcript of makalah asuransi jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia pada zaman modern ini sarat

dengan beragam macam resiko dan bahaya. Seakan-akan

masa depan seseorang selalu suram, akan terjadi

kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar

atau terjadi pencurian, perusahaan pun tidak bisa

dijamin berjalan terus, pendidikan anak bisa jadi

tiba-tiba membutuhkan biaya besar di tahun-tahun

mendatang. Itulah gambaran yang digembosi pihak

asuransi. Yang digambarkan adalah masa depan yang

selalu suram. Tidak ada rasa tawakkal dan tidak

percaya akan janji Allah yang akan selalu memberi

pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang

selalu dijadikan solusi untuk masa depan?

bagaimanakah seharusnya kita bersikap?

Berkenaan dengan urgensi asuransi jiwa, perlu

disusun sebuah makalah yang mampu menjadi wahana

untuk memperoleh wawasan, pengetahuan, dan konsep

1

keilmuan berkenaan dengan asuransi jiwa. Oleh sebab

itu, penulis menulis sebuah makalah yang bertajuk

“Asuransi Jiwa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. apakah yang dimaksud dengan asuransi jiwa?

2. bagaimana hukum asuransi jiwa dalam pandangan

islam?

3. bagaimana kriteria asuransi yang halal?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Sejalan dengan rumusan masalah di atas,

makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui

dan mendeskripsikan:

1. pengertian asuransi jiwa;

2. hukum asuransi jiwa dalam pandangan islam;

3. kriteria asuransi yang halal.

2

D. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan

kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis.

Secara teoritis makalah ini berguna sebagai

pengembangan konsep tentang asuransi jiwa. Secara

praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan

konsep keilmuan khususnya tentang konsep asuransi

jiwa;

2. pembaca/dosen, sebagai media informasi tentang

asuransi jiwa baik secara teoritis maupun secara

praktis.

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asuransi Jiwa

Asuransi berasal dari kata assurantie dalam

bahasa Belanda, atau assurance dalam bahasa perancis,

atau assurance/insurance dalam bahasa Inggris. Assurance

berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi,

sedangkan insurance berarti menanggung sesuatu yang

mungkin atau tidak mungkin terjadi. Menurut sebagian

ahli, asuransi berasal dari bahasa Yunani, yaitu

assecurare yang berarti menyakinkan orang.

Di dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan

istilah at Takaful, atau at Tadhamun yang berarti saling

menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-

Ta’min, berasal dari kata amina, yang berarti aman,

tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang

berarti takut dan khawatir. (al Fayumi, al Misbah al

Munir, hal. 21). Dinamakan at Ta’min, karena orang yang

melakukan transaksi ini (khususnya para peserta)

telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap

4

bahaya yang akan menimpanya dengan adanya transaksi

ini.

Adapun asuransi menurut terminologi

sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No.

2 Tahun 1992: “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian

antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung

mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi

asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena

kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,

atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan

diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak

pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan

atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan” 

Dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum

Dagang (KUHD) disebut bahwa, “Asuransi atau

pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana

seorang penangung mengikatkan diri kepada seorang

tertanggung, dengan menerima suatu Premi, untuk

memberikan penggantian kepadanya karena suatu

5

kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

diharapakan, yang mungkin akan diderita karena suatu

peristiwa yang tak tertentu.”

Asuransi ditinjau dari aspek pertanggungan

terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:

1. Asuransi umum atau asuransi kerugian (ta’min al

adhrar)

Asuransi kerugian adalah asuransi yang

memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang

menderita kerugian barang atau benda miliknya,

kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya

terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik

kerugian itu berupa

kehilangan nilai pakai atau kekurangan nilainya

atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh

tertanggung. Penanggung tidak harus membayar ganti

rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu

perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami

bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.

6

2. Asuransi Jiwa (Ta’min al Askhas)

Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari

perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa

apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam

hidupnya, maka perusahaan asuransi akan memberikan

santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris

dari nasabah tersebut.

Asuransi jiwa biasanya mempunyai tiga

bentuk :

a. Term assurance (asuransi berjangka)

Term assurance adalah bentuk dasar dari

asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan

jaminan terhadap risiko meninggal dunia dalam

periode waktu tertentu.

Contoh Asuransi Berjangka (Term Insurance):

1) usia tertanggung 30 tahun

2) masa kontrak 1 tahun

3) rate premi (misal): 5 permill/tahun dari

uang pertanggungan

7

4) uang pertanggungan : rp. 100 juta

5) premi tahunan yang harus dibayar : 5/1000

x 100.000.000 = rp. 500.000

6) Yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri

(50%) dan anak  pertama (50%)

Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa

kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai

penanggung akan membayar uang Pertanggungan

sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.

b. Whole life assurance (asuransi jiwa seumur

hidup) 

Merupakan tipe lain dari asuransi jiwa yang

akan membayar sejumlah uang pertanggungan

ketika tertanggung meninggal dunia kapan pun.

Merupakan polis permanen yang tidak dibatasi

tanggal berakhirnya polis seperti pada term

assurance. Karena klaim pasti akan terjadi maka

premium akan lebih mahal dibanding premi term

assurance dimana klaim hanya mungkin terjadi.

Polis whole life merupakan polis substantif dan

8

sering digunakan sebagai proteksi dalam

pinjaman.

c. Endowment assurance (asuransi dwiguna) 

Pada tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan

dibayarkan pada tanggal akhir kontrak yang

telah ditetapkan.

Contoh asuransi dwiguna berjangka:

1) usia tertanggung 30 tahun

2) masa kontrak 10 tahun

3) rate premi (misal) : 85 permill/tahun dari

uang pertanggungan

4) uang pertanggungan : rp. 100 juta

5) premi yang harus dibayar : 85/1000 x

100.000.000 = rp. 8.500.000,-

6) yang ditunjuk sebagai penerima UP : Istri

(50%) dan anak  pertama (50%)

Bila tertanggung meninggal dunia dalam masa

kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai

penanggung akan membayar uang Pertanggungan

sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk. Bila

9

tertanggung hidup sampai akhir kontrak, maka

tertanggung akan menerima uang pertanggungan

sebesar 100 juta.

B. Hukum Asuransi Jiwa dalam Pandangan Islam

Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang

hukum kehalalan sistem asuransi, ada yang

mengharamkannyadan ada juga yang menghalalkannya.

Diantara keduanya ada yang memilah hukumnya, dalam

arti tidak semua haram atau halal, tetapi dilihat

secara lebih detail dan luas.

1. Pendapat yang Mengharamkan

a. Disimpulkan bahwa asuransi sama dengan judi

Padahal Allah SWT. dalam Al Quran telah

mengharamkan perjudian, sebagaimana yang

disebutkan di dalam Al-Qur’an, salah satunya

dalam QS. Al Maidah ayat 90 sebagai berikut:

10

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar,

berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah

termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-

perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

b. Disimpulkan bahwa asuransi mengandung unsur

riba

Sebagian ulama lewat penelitian panjang pada

akhirnya mnyimpulkan bahwa asuransi

(konvensional) tidak pernah bisa dilepaskan

dari riba. Misalnya, uang hasil premi dari

peserta asuransi ternyata didepositokan dengan

sistem riba dan pembungaan uang. Padahal yang

namanya riba telah diharamkan Allah SWT di

dalam Al Quran.

11

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah

dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman.

(QS. Al Baqarah: 278)

c. Disimpulkan bahwa asuransi mengandung unsur

pemerasan

Para ulama juga menyimpulkan bahwa para peserta

asuransi atau para pemegang polis, bila tidak

bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan

hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.

Inilah yang dikatakan sebagai pemerasan. Dan Al

Quran pastilah mengharamkan pemerasan atau

pengambilan uang dengan cara yang tidak benar.

12

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka

di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS.

An-Nisa: 29)

d. Disimpulkan bahwa hidup dan mati manusia

mendahului takdir Allah

Meski alasan ini pada akhirnya menjadi kurang

populer lagi, namun harus diakui bahwa ada

sedikit perasaan yang menghantui para peserta

untuk mendahului takdir Allah.

Misalnya asuransi kematian atau kecelakaan,

di mana seharusnya seorang yang telah melakukan

kehati-hatian atau telah memenuhi semua

prosedur, tinggal bertawakkal kepada Allah.

13

Tidak perlu lagi menggantungkan diri kepada

pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.

Padahal takdir setiap orang telah ditentukan

oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan di

dalam Al Quran.

Artinya:

Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-

sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah

niscaya Allah akan mencukupkan nya. Sesungguhnya Allah

melaksanakan urusan yang Nya. Sesungguhnya Allah telah

mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. Ath-

Thalaq: 3)

2. Pendapat yang Membolehkan

beberapa ulama membolehkan asuransi, tentunya

dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut.

14

a. Pada dasarnya Al Quran sama sekali tidak

menyebut-nyebut hukum asuransi. Sehingga

hukumnya tidak bisa diharamkan begitu saja.

Karena semua perkara muamalat punya hukum dasar

yang membolehkan, kecuali bila ada hal-hal yang

dianggap bertentangan.

b. Karena pada kenyataannya sistem asuransi

dianggap dapat menanggulangi kepentingan umum,

sebab premi-premi yang terkumpul dapat di

investasikan untuk proyek-proyek yang produktif

dan pembangunan.

c. Asuransi telah nyata menyantuni korban

kecelakaan atau kematian dalam banyak kasus,

termasuk juga pada kerusakan atau kehilangan

harta benda, sehingga secara darurat asuransi

memang dibutuhkan.

C. Kriteria Asuransi yang Halal

15

Asuransi sistem syariah pada intinya memang

punya perbedaan mendasar dengan yang konvensional,

antara lain.

1. Dari sisi prinsip dasar

Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah kedua-

duanya bertugas untuk mengelola dan menanggulangi

resiko, hanya saja di dalam Asuransi Syariah

konsep pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan

pola saling menanggung resiko antara

pengelola/perusahaan dan peserta (risk sharing) atau

disebut dengan at takaful dan at tadhamun. Sedangkan,

dalam Asuransi Konvensional pola kerjanya adalah

memindahkan resiko dari nasabah kepada perusahaan,

yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko

yang mengenai peserta akan ditanggung secara penuh

oleh perusahaan.

2. Dari sisi akad

Pada bagian tertentu, asuransi syariah akadnya

adalah tabarru’ (sumbangan kemanusiaan) dan ta’awun

(tolong menolong), serta akad wakalah dan

16

mudharabah (bagi hasil). Sedangkan pada asuransi

konvensional, akadnya adalah jual beli yang

bersifat al-gharar (spekulatif).

3. Dari sisi kepimilikan dana

Di dalam Asuransi Konvensional, dana yang

dibayarkan nasabah kepada perusahaan (premi)

menjadi menjadi milik perusahaan secara penuh,

khususnya jika peserta tidak melakukan klaim

apapun selama masa asuransi. Sedangkan di dalam

Asuransi Syariah dana tersebut masih menjadi milik

peserta, setelah dikurangi pembiayaan dan fee

perusahaan. Karena di dalam Asuransi Syariah,

perusahaan hanya sebagai pemegang amanah yang

digaji oleh peserta, atau yang sering disebut

dengan istilah al Wakalah bi al Ajri. Bisa juga

perusahaan sebagai pengelola dana (mudharib) dalam

akad mudharabah (bagi hasil). Bahkan ada

perusahaan yang mengembalikan underwriting surplus

pengelolaan dana tabarru’nya kepada peserta selama

tidak ada klaim pada masa asuransi.

17

4. Dari sisi obyek dan keuntungan

Asuransi Syariah hanya membatasi pengelolaannya

pada obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak

mengandung syubhat. Oleh karenanya tidak boleh

menjadikan obyeknya pada hal-hal yang haram atau

syubhat, seperti gedung-gedung yang digunakan

untuk maksiat, atau pabrik-pabrik minuman keras

dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak

syariah.  Adapun Asuransi Konvensional tidak

membedakan obyek yang haram atau halal, yang

penting mendatangkan keuntungan.

Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah

selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku

pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan

dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya

menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim,

nasabah tidak memperoleh apa-apa

5. Dari sisi investasi dana

Dana dari kumpulan premi dari peserta selama belum

dipakai, oleh perusahaan asuransi syariah

18

diinvestasikan pada lembaga keuangaaan yang

berbasis syariah atau pada proyek-proyek yang

halal yang didasarkan pada sistem upah atau bagi

hasil. Adapun asuransi konvensional pengelolaan

investasinya pada sistem bunga yang banyak

mengandung riba dan spekulatif (gharar).

6. Dari sisi pembayaran klaim

Pada asuransi syariah pembayaran klaim diambilkan

dari rekening tabarru’ (dana sosial) dari seluruh

peserta yang sejak awal diniatkan untuk diinfakkan

untuk kepentingan saling tolong menolong bila

terjadi musibah pada sebagian atau seluruh

peserta. Sedangkan pada asuransi konvensional,

pembayaran klaim diambil dari dana perusahaan

karena sejak awal perjanjian bahwa seluruh premi

menjadi milik perusahaan dan jika terjadi klaim,

maka secara otomatis menjadi pengeluaraan

perusahaan.

7. Dari sisi pengawasan

19

Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas

Syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini

berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta

kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan

dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi

konvensional, maka hal itu tidak mendapat

perhatian.

8. Dari sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.

Dalam asuransi syariah ada kewajiban untuk

mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan syariat

Islam. Adapun dalam asuransi konvensional tidak

mengenal istilah zakat.

20

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis

dapat mengemukakan simpulan sebagai berikut.

1. Asuransi jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan

asuransi kepada nasabahnya bahwa apabila si

nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya,

maka perusahaan asuransi akan memberikan santunan

dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari

nasabah tersebut. Asuransi jiwa mempunyai tiga

bentuk, yaitu asuransi berjangka, asuransi jiwa

seumur hidup dan asuransi dwiguna.

2. Beberapa ulama fiqih berbeda pendapat mengenai

hukum asuransi. Diantara keduanya ada yang memilah

hukumnya, dalam arti tidak semua haram atau halal,

tetapi dilihat secara lebih detail dan luas.

3. Criteria asuransi yang diperbolehkan adalah

criteria yang ada pada asuransi syariah, yaitu

21

asuransi yang tidak bertentangan dengan syariat

islam.

B. Saran

Sejalan dengan simpulan di atas, penulis

merumuskan saran sebagai berikut.

1. Kita hendaknya menguasai konsep asuransi jiwa.

2. Kita hendaknya menerapkan konsep asuransi jiwa

yang benar berdasarkan hukum Islam dalam kehidupan

sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). retrieved 1 25, 2014, from

http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/hukum-

asuransi.html

An-Najah, A. (2011, 12 15). retrieved 1 25, 2014, from

http://www.arrahmah.com/read/2011/12/15/16834-

hukum-asuransi-dalam-

islam.html#sthash.nb4ldoef.dpuf

22

Tuasikal, M. (n.d.). retrieved 1 25, 2014, from

http://www.fimadani.com/hukum- asuransi-dalam-

pandangan-islam/

23