Sejarah kedokteran islam
-
Upload
malikusssaleh -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Sejarah kedokteran islam
Nama : Winda Sari Siregar
Npm : 1408260071
I. PENDAHULUAN
Dalam dunia Islam, Ilmu kedokteran Islam merupakan
salah satu bagian peradaban Islam yang paling masyhur.
Selama abad pertengahan, ilmu kedokteran Islam dikaji
di dunia Barat.
Ilmu kedokteran Islam lahir sebagai pembaruan ilmu
kedokteran Yunani yang dirintis oleh Hipokrates dan
tradisi Galen dengan teori serta praktik bangsa Persia
dan India. Penghubung yang paling penting antara
tradisi kedokteran Islam dan tradisi kedokteran
sebelumnya adalah perguruan di Jundisapur (sekarang
wilayah Iran). Para dokter aliran Nestoria mengajarkan
dan mempraktikkan kedokteran Yunani. Sementara itu,
pengaruh kedokteran India mulai ada di Jundisapur.
Pengaruh langsung pertama kedokteran Jundisapur
dalam kalangan Islam terjadi pada tahun 865 M. Pada
waktu itu, Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur meminta para
dokter Jundisapur mengobatinya dari penyakit dyspepsia
atau menahun (peradangan selaput lendir lambung).
Dokter Jirjis Bukhtyishuri dapat menyembuhkan penyakit
Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur tersebut. Keberhasilan
itu membuat Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur memindahkan
pusat kedokteran Jundisapur ke Baghdad.
Pada pemerintahan Bani Abbasiyah, rumah sakit
menjadi pusat pengajaran ilmu kedokteran. Sementara
itu, aspek teoritisnya dibahas di masjid dan madrasah.
Selain terdapat pusat pengajaran ilmu kedokteran,
banyak pula buku-buku kedokteran yang diterjemahkan
dari bahasa Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa
Arab. Pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, terdapat
800 orang dokter di Kota Baghdad. Hal itu menunjukan
kemajuan ilmu kedokteran pada masa itu.
Kegiatan penerjemahan ilmu kedokteran ke dalam
bahasa Arab merupakan awal munculnya tokoh kedokteran
Islam. Banyak ilmuwan muslim menulis kitab kedokteran.
Ahli kedokteran Islam pada mulanya mendirikan tempat-
tempat penelitian dan praktik dengan alat yang
didatangkan dari Yunani. Dalam perkembangannya, mereka
mendapat temuan-temuan asli dalam ilmu kedokteran.
Kitab-kitab yang mereka karang jauh lebih maju daripada
kitab-kitab terjemahan. Jika pada abad ke 8 M-ke 9 M
orang Islam masih menjadi murid, pada abad ke 10M -ke
11M mereka menjadi guru bagi orang-orang Kristen dan
Yahudi. Pengarang kedokteran pertama Islam adalah Ali
bin Rabban at-Tabari yang menulis Firdaus al-Hikmah
pada tahun 850 M. Karyanya memuat berbagai hal dalam
bidang patologi, farmakologi, dan diet. Buku itu juga
menjadi tanda munculnya aliran kedokteran yang baru
pada waktu itu.
Setelah at-Tabani, lahir ratusan dokter dan
ilmuwan kedokteran Islam, seperti ar-Razi, Ali bin al-
Abbas, Ibnu Sina, Jabir bin Hayyan, al-Kindi, dan al-
Farabi. Sejak saat itu mulai dari Baghdad, Mesir,
Suriah, Persia (Iran), Spanyol, Afrika Utara, sampai
India banyak sekali tabib (dokter) yang muncul. (Buku
Sejarah)
II. Sejarah Perkembangan Ilmu Kedokteran
2.1. Awal Perkembangan Sebelum Islam
Seperti ungkapan Dr. Ezzat Abouleist di statemen
awal pendahuluan, “Ilmu kedokteran tidak lahir dalam
waktu semalam”. Keilmuan yang berkembang dan praktek-
prakteknya tidak tanpa mula. Tapi mempunyai sejarah
panjang yang dihasilkan para pendahulu hingga hasilnya
dapat dilihat saat ini. Awal mula kelahirannya dimulai
pada masa peradaban Yunani. Dan bangsa-bangsa lain
sekitar pada masa itu.
Dalam peradaban Yunani, orang Yunani Kuno
mempercayai Asclepius sebagai dewa kesehatan. Pada era
ini, menurut penulis Canterbury Tales, Geoffrey
Chaucer, di Yunani telah muncul beberapa dokter atau
tabib terkemuka. Tokoh Yunani yang banyak berkontribusi
mengembangkan ilmu kedokteran adalah Hippocrates atau
`Ypocras' (5-4 SM). Dia adalah tabib Yunani yang
menulis dasar-dasar pengobatan.
Selain itu, ada juga nama Rufus of Ephesus (1 M)
di Asia Minor. Beliau adalah dokter yang berhasil
menyusun lebih dari 60 risalah ilmu kedokteran Yunani.
Dunia juga mengenal Dioscorides. Dia adalah penulis
risalah pokok-pokok kedokteran yang menjadi dasar
pembentukan farmasi selama beberapa abad. Dokter asal
Yunani lainnya yang paling berpengaruh adalah Galen (2
M). Ketika era kegelapan mencengkram Barat pada abad
pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih
dunia Islam yang telah berkembang pesat di Timur
Tengah, menurut Ezzat Abouleish, seperti halnya ilmu-
ilmu yang lain.
2.2. Pada Masa Peradaban Islam
2.2.1. Masa Awal
Perkembangan kedokteran Islam melalui tiga periode
pasang-surut. Periode pertama dimulai dengan gerakan
penerjemahan literatur kedokteran dari Yunani dan
bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab yang berlangsung
pada abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Pada masa ini,
sarjana dari Syiria dan Persia secara gemilang dan
jujur menerjemahkan litelatur dari Yunani dan Syiria
kedalam bahasa Arab.
Rujukan pertama kedokteran terpelajar dibawah
kekuasaan khalifah dinasti Umayyah, yang memperkerjakan
dokter ahli dalam tradisi Helenistik. Pada abad ke-8
sejumlah keluarga dinasti Umayyah diceritakan
memerintahkan penterjemahan teks medis dan kimiawi dari
bahasa Yunani ke bahasa Arab. Berbagai sumber juga
menunjukkan bahwa khalifah dinasti Umayyah, Umar ibn
Abdul Aziz (p.717-20) memerintahkan penterjemhan dari
bahasa Siria ke bahasa Arab sebuah buku pegangan medis
abad ketujuh yang ditulis oleh pangeran Aleksandria
Ahrun.
Pengalihbahasaan literatur medis meningkat drastis
dibawah kekuasaan Khalifah Al-Ma'mun dari Diansti
Abbasiyah di Baghdad. Para dokter dari Nestoria dari
kota Gundishpur dipekerjakan dalam kegiatan ini.
Sejumlah sarjana Islam pun terkemuka ikut ambil bagian
dalam proses transfer pengetahuan itu. Tercatat
sejumlah tokoh seperti, Yuhanna Ibn Masawayah (w. 857),
Jurjis Ibn-Bakhtisliu, serta Hunain Ibn Ishak (808-873
M) ikut menerjemahkan literatur kuno dan dokter masa
awal.
Karya-karya original ditulis dalam bahasa Arab oleh
Hunayn. Beberapa risalah yang ditulisnya, diantaranya
al-Masail fi al-Tibb lil-Mutaallimin (masalah
kedokteran bagi para pelajar) dan Kitab al-Asyr Maqalat
fi al-Ayn (sepuluh risalah tentang mata). Karya
tersebut berpengaruh dan sangat inovatif, walaupun
sangat sedikit memaparkan observasi baru. Karya yang
paling terkenal dalam periode awal ini disusun oleh Ali
Ibn Sahl Rabban al-Tabari (783-858), Firdaws al-Hikmah.
Dengan mengadopsi satu pendekatan kritis yang
memungkinkan pembaca memilih dari beragam praktek,
karya ini merupakan karya kedokteran Arab komprehensif
pertama yang mengintegrasikan dan memuat berbagai
tradisi kedokteran waktu itu.
Perkembangan tradisi dan keberagaman yang nampak
pada kedokteran Arab pertama, dikatan John dapat
dilacak sampai pada warisan Helenistik. Dari pada
khazanah kedokteran India. walaupun keilmuan kedokteran
India kurang terlalu mendapat perhatian, tidak
menafikan adanya sumber dan praktek berharga yang dapat
dipelajari. Warisan ilmiah Yunani menjadi dominan,
khususnya helenistik, John Esposito mengatakan “satu
kesadaran atas (perlunya) lebih dari satu tradisi
mendorong untuk pendekatan kritis dan selektif “.
Seperti dalam sains Arab awal.
2.2.2. Masa Kejayaan
Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran
Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah RS (RS) besar
berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya
berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para
pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para
dokter baru. Tak heran, bila penelitian dan
pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu
medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah
melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di
dunia kedokteran, hingga sekarang. `'Islam banyak
memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran,''
papar Ezzat Abouleish.
Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh
kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi,
Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes.
Ia pernah menjadi dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-
Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke Baghdad
dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter
pribadi khalifah. Buku kedokteran yang dihasilkannya
berjudul “Al-Mansuri” (Liber Al-Mansofis) dan
“Al-Hawi”.
Tokoh kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-
1013 M) atau dikenal di Barat Abulcasis. Beliau adalah
ahli bedah terkemuka di Arab. Al-Zahrawi menempuh
pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi dokter
istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Sebagain
besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku
kedokteran dan khususnya masalah bedah.
Salah satu dari empat buku kedokteran yang
ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an Al-
Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad
pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad
ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk
mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol
dan lilin untuk mengentikan pendarahan dari tengkorak
selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi juga menulis buku
tentang tentang operasi gigi.
Dokter Muslim yang juga sangat termasyhur adalah
Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M). Salah satu kitab
kedokteran fenomela yang berhasil ditulisnya adalah Al-
Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu
menjadi semacam ensiklopedia kesehatan dan kedokteran
yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17, kitab
itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di
Eropa.
Tokoh kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu
Rusdy atau Averroes (1126-1198 M). Dokter kelahiran
Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di
Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum
dalam karyanya berjudul 'Al- Kulliyat fi’l-Tibb'
(Colliyet). Buku itu berisi rangkuman ilmu kedokteran.
Buku kedokteran lainnya berjudul 'Al-Taisir' mengupas
praktik-praktik kedokteran.
Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah
Ibnu El-Nafis (1208 - 1288 M). Ia terlahir di awal
era meredupnya perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-
Nafis sempat menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo.
Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salah satunya yang
tekenal adalah 'Mujaz Al-Qanun'. Buku itu berisi kritik
dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina.
Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga
mengembangkan ilmu kedokteran antara lain; Ibnu Wafid
Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol;
Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185
M; dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi
tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika.
Setelah abad ke-13 M, ilmu kedokteran yang
dikembangkan sarjana-sarjana Islam mengalami masa
stagnasi. Perlahan kemudian surut dan mengalami
kemunduran, seiring runtuhnya era kejayaan Islam di
abad pertengahan. sampai disini, penulis tidak akan
menjelaskan nasib Ilmu kedokteran masa kemunduran
Islam. Karena sudah jelas Peradaban Islam mengalami
kematian. Oleh karena itu, dalam sub-bab selanjutnya
penulis akan terus menulusuri warisan-warisan peradaban
Islam berkaitan dengan bidang ini. Karena banyak sekali
warisan peradaban Islam dalam bidang kedokteran, baik
itu berupa teori-teori pengobatan, lembaga-lembaga,
beserta sistemnya.
2.3. Warisan-Warisan Peradaban Islam Dalam Bidang
Kedokteran
Era kejayaan Islam, kegiatan kedokteran semakin
maju pesat. Dokter-dokter Islam sangat berjasa dengan
kontribusinya pada dunia ilmu kedokteran. Hal ini dapat
dilihat melalui penemuan-penemuan mereka dalam
menganilisis dan menemukan penyakit beserta obat
penawarnya, cara-cara pengobatan, institusi-intitusi
pengobatan maupun pendidikan, serta bangunan-bangunan
lembaga tang berdiri kokoh hingga sekarang, antara
lain:
1) Urologi, Bakteriologi, Anesthesia, Surgery, Ophthamology,
Psikoterapi
Salah satu penemuan Islam yang juga diungkap oleh
karya-karya Barat dalam bidang medis adalah Urologi.
Urologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang khusus
menangani tentang penyakit ginjal dan saluran kemih
serta alat reproduksi. Mengenai cabang ilmu ini ditulis
dalam kitab Prof. Rabie E Abdel-Halim, bertajuk
Paediatric Urology 1000 Years Ago. Dalam kitab ini
disebutkan keberhasilan dunia kedokteran muslim pada
seratus tahun seribu tahun silam dalam bidang Urologi.
Dalam ilmu Urologi dikaji oleh empat dokter Islam
dalam karyanya masing-masing. Kitab keempat dokter
tersebut ialah Kitab al-Hawi fi al-Tibb karya al-Razi,
Risalah fi Siyasat as-Sibian wa-Tadbirihim, karya Ibnu
al-Jazzar, kitab at-Tasrif li-man ‘Ajiza ‘an at-Ta’lif,
karya Al-Zahrawi, dan Al-Qanun fi at-TIbb, karya Ibnu
Sina. Dalam Urologi ini, mereka membahas dan
menganalisis penyakit ginjal dan yang lainnya dengan
gejala-gejala yang timbul tentunya. Mereka berhasil
mengembangkan warisan-warisan ilmu medis Yunani dan
menciptakan penemuan baru.
Cabang-cabang Ilmu kedokteran yang tidak bias
saya jelaskan semuanya dari ilmuwan Islam, diantaranya
Anesthesia, Surgery, Ophthamology, Psikoterapi.
Bakteriologi, Ilmu yang mempelajari kehidupan dan
klasifikasi bakteri. Dokter Muslim yang banyak memberi
perhatian pada bidang ini adalah Al-Razi serta Ibnu
Sina. Anesthesia, suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Ibnu
Sina tokoh yang memulai mengulirkan ide menggunakan
anestesi oral. Ia mengakui opium sebagai peredam rasa
sakit yang sangat manjur.
Surgery, Bedah atau pembedahan adalah adalah
spesialisasi dalam kedokteran yang mengobati penyakit
atau luka dengan operasi manual dan instrumen. Dokter
Islam yang berperan dalam bedah adalah Al-Razi dan Abu
al-Qasim Khalaf Ibn Abbas Al-Zahrawi. Ophthamology,
cabang kedokteran yang berhubungan dengan penyakit dan
bedah syaraf mata, otak serta pendengaran. Dokter
Muslim yang banyak memberi kontribusi pada Ophtamology
adalah lbnu Al-Haytham (965-1039 M).
Selain itu, Ammar bin Ali dari Mosul juga ikut
mencurahkan kontribusinya. Jasa mereka masih terasa
hingga abad 19 M. Psikoterapi, serangkaian metode
berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang digunakan untuk
mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang.
Dokter Muslim yang menerapkan psikoterapi adalah Al-
Razi serta Ibnu Sina.
2) Aneka Metode Terapi dalam Medis Islam
Kometerapi, Krometerapi, Hirudoterapi
Kometerapi adalah metode peratan penyakit dengan
menggunakan zat kimia untuk membunuh sel penyakit
kangker. Perawatan ini berguna untuk menghambat kerja
sel. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini merujuk
kepada obat antineoplastik yang digunakan untuk melawan
kangker. Kometerapi pertama kali dikenalkan oleh dokter
legendaris muslim, Al-Razi. Al-Razi merupakan dokter
pertama yang memperkenalkan penggunaan zat-zat kimia
dan obat-obatan dalam penyembuhan. Zat-zat itu meliputi
belerang, tembaga, merkuri, garam arsenik, sal
ammoniac, gold scoria, ter, aspal dan alcohol.
Krometerapi merupakan metode perawatan penyakit
dengan menggunakan warna-warna. Terapi ini merupakan
terapi suportif yang dapat mendukung terapi utama.
Menurut praktisi krometerapi, penyebab dari beberapa
panyakit dapat diketahui dari pengurangan warna-warna
tertentu dari system dalam menusia. Terapi ini
dikembangkan oleh Ibnu Sina. Ia mampu menggunakan warna
sebagai salah satu bagian paling penting dalam
mendiagnosa dan perawatan. Seperti yang telah ia
ungkapkan dalam kitabnya, The Canon of Medicane, “warna
merupakan gejala yang nampak dalam penyakit”.
Hirudoterapi merupakan terapi penyembuhan penyakit
dengan menggunakan pacet/lintah sebagai obat untuk
tujuan pengobatan. Metode terapi ini juga diperkanalkan
oleh Ibnu Sina dalam karya yang sama. Tapi dalam
kemajuannya, pengobatan dengan lintah inidiperkenalkan
lagi oleh Abdel-Latief pada abad ke-12 M yang kurang
lebih menulis bahwa lintah dapat digunakan untuk
membersihkan jaringan penyakit setelah operasi
pembedahan.
Metode-metode ini banyak disadur dan dikembangkan
dalam dunia modern. Hingga istilah dan penyebutannya
pun berbeda. Misalnya, kometerepi, di dunia modern bisa
digunakan kombinasi sitostika dan disebut regimen
kometerapi. Padahal sebelumnya penggunaan kometerapi
digunakan satu jenis saja. Kometerapi pertama modern
adalah asrsphenamine karya Paul Ehrlich, sebuah Arsenic
komplel ditemukan pada tahun1909 dan digunakan untuk
merawat sipilis. Dan tentunya masih banyak lagi metode
terapi atau cara pengobatan lain dari khaazanah ilmu
kedokteran Islam.
Institusi-Institusi dan Sistemnya
1. Pendidikan
Abad ke-12 dan ke-13 gelombang besar melanda
aktivitas kedokteran, ketika para dokter dari seluruh
dunia Muslim mengejar karir institusi medis di Damaskus
dan Kairo. Karena sudah banyak Rumah Sakit yang
didirikan dan memerlukan lebih banyak dokter dalam
pengoprasiaanya. Rujukan pertama dalam mendapatkan ilmu
kedokteran adalah Institusi pendidikan seperti madrasah
(sekolahan).
Di Damaskus abad ke-13, Muhadzadzab al-Din al-
Dakhwar membuat sebuah sekolahan dalam rangka
pengajaran kedokteran eksklusif. Sekolah tersebut
disambut gembira oleh pemimpin otoritas keagamaan kota
tersebut. Ada yang mengatakan, sekolah kedokteran
pertama yang dibangun umat Islam sekolah Jindi Shapur.
Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah yang
mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu
sebagai dekan sekolah kedokteran itu. Pendidikan
kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur sangat serius
dan sistematik.
Pendirian Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang
tidak hanya mempelajari bidang keagamaan, mulai gencar
pada abad ke-14 pada era Usmaniah hingga Sultan
Muhammad berkuasa. Madrasah tersebut banyak mencetak
yang tidak hanya ulama’, tapi seorang ilmuwan. Dokter-
dokter pun banyak terlahir dalam pendidikan ini.
Pendidikan era Usmani ini, mempunyai konsep dan metode
khusus dalam mendidik tenaga medis, selain sudah
memiliki tabib, yang dikenal spesialis penyakit pada
era itu.
Ternyata dalam era Usmani, pendidikan kedokteran tidak
hanya dilakukan di gedung sekolahan, tapi juga di
sebuah Rumah Sakit yang memang ada khusus tempat didik
calon dokter. Bedanya dengan madraah, di RS tidak hanya
diajari teori-teori seputar kedokteran, tapi juga
praktek medis langsung. Sedangkan Madrasah lebih banyak
mempelajari seluk beluk kedokteran secara teoritis.
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan salah satu prestasi institusional
terbesar masyarakat Islam abad pertengahan. Antara abad
ke-9 dan ke-10 lima RS dibangun di Baghdad. Rumah sakit
paling terkenal adalah RS Adudi yang dibangun di bawah
pemerintahan Buyudiyah pada tahun 982. Setelah periode
ini jumlah RS meningkat signifikan. Ketika institusi
terkenal seperti RS Nuri di Damaskus (abad ke-12), dan
RS al-Mansuri di Kairo (abad ke-13) dibangun bersamaan
dengan RS lain di Qayrawan, Mekkah, Madinah, dan Rayy.
Institusi-intitusi medis terbuka bagi semua orang yang
memerlukan pengobatan atau obat. Tidak memandang
gender, ras, kelas, orang miskin atau kaya, agama.
Perawatan medis bergerak secara bergilir ke pelosok-
pelosok desa dan juga melayani pengobatan para
narapidana. System peraturan dan menageman RS juga
telah diterapkan. Dengan adanya pemisahan antara pasien
wanita dan laki-laki, jadwal kerja para dokter,
terdapat seorang administrator kepala, seorang kepala
setaf yang juga memiliki wewenang menjalankan operasi
medis.
Beberapa RS tersedia tempat pendidikan, perpustakaan
dan juga ruang-ruang khusus operasi atau pembedahan.
Regulasi yang telah terorganisasikan secara sistematis,
juga didukung dengan sarana-sarana lainnya. Seperti
Muhtasib (supervisor pasar) yang merupakan pegawai
public, berwenang untuk memberikan perlindungan melawan
praktek curang. Manual hisbah (supervise pasar),
disusun untuk menjelaskan kewajiban muhtasib.
Dalam RS lebih maju terdapat berbagai fasilitas seperti
apa yang telah dijelaskan. Termasuk apotek (toko obat)
khusus untuk melayani pembelian obat masyarakat umum.
Berbicara mengenai apotek, Islam juga mewarisi apotek-
apotek yang dibangun oleh apoteker Islam zaman dulu.
Sharif Kaf al-Ghazal dalam tulisannya bertajuk The
Valueble contributions of Al-Razi in the History of
pharmacy during the middle Ages, mengungkapkan, apotek
pertama di dunia berdiri di kota Baghdad pada tahun 754
M. Saat itu Baghdad sudah menjadi Ibu kota Kekhalifahan
Abbasiyah.
Selain itu, peradaban Islam juga merupakan pendiri
sekolah farmasi pertama. Dengan berkembangnya ilmu
farmasi yang begitu cepat membuat apotek atau toko-toko
obat tumbuh berdiri di kota-kota Islam. Hampir di
setiap RS besar dilengkapi dengan apotek instalasi
farmakologi. Bahkan di era Abbasyiah, para ahli-ahli
obat mempunyai apotek sendiri dirumahnya dan
menggunakan keahliannya untuk meracik, menyimpan aneka
obat-obatan sendiri. Pemerintah Islam juga mendukung
pembangunan dibidang farmasi, dengan tujuan adanya
selektifikasi atau ketelitian dalam obat. Secara
bersamaan, praktek sosial medis ini menjadikan
kedokteran Islam berada pada satu tingkatan yang tak
terprediksikan dalam sejarah yang selanjutnya memberi
kontribusi pada perkembangan tradisi medis Timur maupun
Barat.
2.4. Etika Kedokteran
Dalam praktek pengobatan dan perawatan pada pasien
perlu diterapkan etika. Para dokter harus memiliki
sikap tersebut dalam menjalankan profesinya itu. Karena
itu sangat berpengaruh pada keberhasilannya dalam
menyembuhkan pasien. Selain sikap itu khusus untuk
menjaga nama baik atau keprofesionalan seorang dokter,
sikap-sikap etis dokter juga berkaitan dengan psikologi
pasien. Bagaimana seorang dokter mampu menciptakan
suasana, menciptakan rasa percaya diri untuk sembuh dan
sebagainya.
Profesi dokter yang disandang seseorang, sangat
terhomat di mata pasiennya. Oleh karena itu untuk
menjaga kehormatan, nama baik maupun keharmonisan
antara dokter dan pasiennya, perlu diterapkan sikap-
sikap etis yang diemban para dokter. Berangkat dari
situ, tradisi kedoteran para era kejayaan Islam
menetapkan peraturan atau kode etik harus diemban oleh
para dokter. Hingga era kekhalifahan Usmani peraturan
berjalan sangat ketat. Para dokter muslim diwajibkan
memegang teguh etika kedokteran dalam mengobati
pasiennya.
Akdeniz (sari) N mengatakan dalam karyanya,
Osmanlilarda Hekim ve Hekimlik Ahlaki (Dokter Ottoman
dan Etika Kedokteran), “setiap dokter harus mematuhi
etika kedokteran dalam setiap tindakannya”. Menurut is
secara garis besar ada empat hal yang harus dipegang
teguh oleh para dokter di era kekhalifahan Turki
Usmani, yaitu kesederhanaan/kesopanan, kepuasan,harapan
dan kesetiaan. Akdeniz juga berpendapat berdasarkan
catatan para tokoh di zaman Turki Usmani, etika
kedokteran mengatur dokter saat berinteraksi dengan
pasiennya.
Nilai kesopanan dalam kutipan Akdeniz, tercermin
dari sikap seorang dokter bijak abad 16 M zaman Turki
Usmani yang bernama Nidai. Nidai menasehati pasiennya
ketika memuji dirinya setelah berhasil menyembuhkan,
bahwa Allah-lah yang sebenarnya menyembuhkan. Nilai
kesetiaan disarankan dokter terkemuka era Turki, Vesim
Abbas bahwa dokter harus setia dengan pasien dalam
pengobatannya walaupun pasien bertindak tidak baik.
Dalam nilai kepuasan ia juga menuturkan bahwa
seorang dokter harus merasa puas terhadap
keberhasilannya mengobati dan menyembuhkan pasien tanpa
ambisi mendapatkan uang. Begitu juga rasa optimisme,
seorang dokter tidak boleh menyebabkan pasiennya
mengalami keputusasaan. Seperti yang diajarkan dokter
abad 15 M, Ibnu Shareef, dokter harus mengembangkan dan
menumbuhkan rasa optimisme para pasiennya. Bahkan tidak
boleh memberitahukan terkait kematiannya.
Tapi dalam karyanya, “Tip Deontolojisi” Prof. Nil
tampaknya menunjukkan kesayanga. Menurut Prof. Nil
dizan modern ini, telah terjadi perubahan yang begitu
besar. Akibat pesatnya perkembangan pengetahuan dan
teknologi medis. Akibatnya nilai-niai moral yang
dipegang teguh dokter mulai terkikis dan tergantikan
dengan nilai-nilai baru. Berbeda dengan ungkapan
Beauchamp LT dalamkarya Childress FJ: Principless of
Biomedical Ethics, pada abad ke-20 M, kemajuan besar
telah dicapai dibidang studi etika medis. Etika medis
saat ini terkonsentrasi pada pemecahan pilihan moral
sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan peraturannya.
III. KESIMPULAN
Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan
Islam pada abad Pertengahan. Sebagai kondisi atas
keadaan waktu dan tempat mereka maka, para dokter Islam
mengembangkan literature medis yang kompleks dengan
meneliti dan menyintesa teori dan praktik kedokteran.
Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama
pengetahuan teoretis dan praktis yang telah berkembang
sebelum Yunani, Romawi, dan Persia. Bagi para ilmuwan
Islam seperti, Galen dan Hippokrates yang merupakan
orang-orang yang unggul, kemudian disusul oleh para
ilmuwan Hellenik di Iskandariyah. Para ilmuwan Islam
menerjemahkan banyak sekali tulisan-tulisan Yunani ke
bahasa Arab dan kemudian menghasilkan pengetahuan
kedokteran baru dari tulisan-tulisan tersebut. Untuk
menjadikan tradisi Yunani lebih mudah diakses,
dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam mengusulkan
dan menjadikan ilmu kedokteran menjadi lebih sistematis
dengan cara menulis ensikolpedia dan ikhtisar.
Pembelajaran ilmu kedokteran Yunani dan Latin
dipandang sangat jelek di Eropa Kristen pada abad
pertengahan awal, dan pada abad ke-12, setelah adanya
penerjemahan, Eropa pada abad pertengahan kembali
mempelajari kedokteran Hellenik, termasuk karya-karya
Galen dan Hippokrates. Bahkan kedokteran karya Ibnu
Sina mampu memberikan pengaruh yang setara atau bahkan
lebih besar di Eropa Barat, yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip lalu dicetak
dan disebarkan ke seluruh Eropa. Selama abad kelima
belas dan keenam belas saja, karya tersebut diterbitkan
lebih dari lima kali.
Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai
dibangun di semua kota besar, misalnya di Kairo (rumah
sakit Qalawun) yang memiliki staf pegawai yang terdiri
dari dokter, apoteker, dan suster. Orang-orang juga
dapat mengakses apotek, dan fasilitas penelitian yang
menghasilkan kemajuan dari pemahaman mengenai penyakit
menular, dan penelitian mengenai mata serta mekanisme
kerja mata.
Daftar Pustaka
Anonymous. 2006. http://id.wikipedia.org/wiki/Zaman
Kejayaan Islam# Kedokteran. [ 29 September
2014 ].
Anonymous. 2011.
http://beritaislam.mywapblog.com/sejarah-
perkembangan-ilmu-kedokteran-isl.xhtml . [ 29
September 2014].
Anonymous. 2012.
http://zulfikarhr.blogspot.com/2012/03/sejarah
-kedokteran-islam.html. [ 29 September 2014].