Sejarah kedokteran islam

22
Nama : Winda Sari Siregar Npm : 1408260071 I. PENDAHULUAN Dalam dunia Islam, Ilmu kedokteran Islam merupakan salah satu bagian peradaban Islam yang paling masyhur. Selama abad pertengahan, ilmu kedokteran Islam dikaji di dunia Barat. Ilmu kedokteran Islam lahir sebagai pembaruan ilmu kedokteran Yunani yang dirintis oleh Hipokrates dan tradisi Galen dengan teori serta praktik bangsa Persia dan India. Penghubung yang paling penting antara tradisi kedokteran Islam dan tradisi kedokteran sebelumnya adalah perguruan di Jundisapur (sekarang wilayah Iran). Para dokter aliran Nestoria mengajarkan dan mempraktikkan kedokteran Yunani. Sementara itu, pengaruh kedokteran India mulai ada di Jundisapur. Pengaruh langsung pertama kedokteran Jundisapur dalam kalangan Islam terjadi pada tahun 865 M. Pada waktu itu, Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur meminta para dokter Jundisapur mengobatinya dari penyakit dyspepsia atau menahun (peradangan selaput lendir lambung). Dokter Jirjis Bukhtyishuri dapat menyembuhkan penyakit Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur tersebut. Keberhasilan itu membuat Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur memindahkan pusat kedokteran Jundisapur ke Baghdad.

Transcript of Sejarah kedokteran islam

Nama : Winda Sari Siregar

Npm : 1408260071

I. PENDAHULUAN

Dalam dunia Islam, Ilmu kedokteran Islam merupakan

salah satu bagian peradaban Islam yang paling masyhur.

Selama abad pertengahan, ilmu kedokteran Islam dikaji

di dunia Barat.

Ilmu kedokteran Islam lahir sebagai pembaruan ilmu

kedokteran Yunani yang dirintis oleh Hipokrates dan

tradisi Galen dengan teori serta praktik bangsa Persia

dan India. Penghubung yang paling penting antara

tradisi kedokteran Islam dan tradisi kedokteran

sebelumnya adalah perguruan di Jundisapur (sekarang

wilayah Iran). Para dokter aliran Nestoria mengajarkan

dan mempraktikkan kedokteran Yunani. Sementara itu,

pengaruh kedokteran India mulai ada di Jundisapur.

Pengaruh langsung pertama kedokteran Jundisapur

dalam kalangan Islam terjadi pada tahun 865 M. Pada

waktu itu, Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur meminta para

dokter Jundisapur mengobatinya dari penyakit dyspepsia

atau menahun (peradangan selaput lendir lambung).

Dokter Jirjis Bukhtyishuri dapat menyembuhkan penyakit

Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur tersebut. Keberhasilan

itu membuat Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur memindahkan

pusat kedokteran Jundisapur ke Baghdad.

Pada pemerintahan Bani Abbasiyah, rumah sakit

menjadi pusat pengajaran ilmu kedokteran. Sementara

itu, aspek teoritisnya dibahas di masjid dan madrasah.

Selain terdapat pusat pengajaran ilmu kedokteran,

banyak pula buku-buku kedokteran yang diterjemahkan

dari bahasa Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa

Arab. Pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, terdapat

800 orang dokter di Kota Baghdad. Hal itu menunjukan

kemajuan ilmu kedokteran pada masa itu.

Kegiatan penerjemahan ilmu kedokteran ke dalam

bahasa Arab merupakan awal munculnya tokoh kedokteran

Islam. Banyak ilmuwan muslim menulis kitab kedokteran.

Ahli kedokteran Islam pada mulanya mendirikan tempat-

tempat penelitian dan praktik dengan alat yang

didatangkan dari Yunani. Dalam perkembangannya, mereka

mendapat temuan-temuan asli dalam ilmu kedokteran.

Kitab-kitab yang mereka karang jauh lebih maju daripada

kitab-kitab terjemahan. Jika pada abad ke 8 M-ke 9 M

orang Islam masih menjadi murid, pada abad ke 10M -ke

11M mereka menjadi guru bagi orang-orang Kristen dan

Yahudi. Pengarang kedokteran pertama Islam adalah Ali

bin Rabban at-Tabari yang menulis Firdaus al-Hikmah

pada tahun 850 M. Karyanya memuat berbagai hal dalam

bidang patologi, farmakologi, dan diet. Buku itu juga

menjadi tanda munculnya aliran kedokteran yang baru

pada waktu itu.

Setelah at-Tabani, lahir ratusan dokter dan

ilmuwan kedokteran Islam, seperti ar-Razi, Ali bin al-

Abbas, Ibnu Sina, Jabir bin Hayyan, al-Kindi, dan al-

Farabi. Sejak saat itu mulai dari Baghdad, Mesir,

Suriah, Persia (Iran), Spanyol, Afrika Utara, sampai

India banyak sekali tabib (dokter) yang muncul. (Buku

Sejarah)

II. Sejarah Perkembangan Ilmu Kedokteran

2.1. Awal Perkembangan Sebelum Islam

Seperti ungkapan Dr. Ezzat Abouleist di statemen

awal pendahuluan, “Ilmu kedokteran tidak lahir dalam

waktu semalam”. Keilmuan yang berkembang dan praktek-

prakteknya tidak tanpa mula. Tapi mempunyai sejarah

panjang yang dihasilkan para pendahulu hingga hasilnya

dapat dilihat saat ini. Awal mula kelahirannya dimulai

pada masa peradaban Yunani. Dan bangsa-bangsa lain

sekitar pada masa itu.

Dalam peradaban Yunani, orang Yunani Kuno

mempercayai Asclepius sebagai dewa kesehatan. Pada era

ini, menurut penulis Canterbury Tales, Geoffrey

Chaucer, di Yunani telah muncul beberapa dokter atau

tabib terkemuka. Tokoh Yunani yang banyak berkontribusi

mengembangkan ilmu kedokteran adalah Hippocrates atau

`Ypocras' (5-4 SM). Dia adalah tabib Yunani yang

menulis dasar-dasar pengobatan.

Selain itu, ada juga nama Rufus of Ephesus (1 M)

di Asia Minor. Beliau adalah dokter yang berhasil

menyusun lebih dari 60 risalah ilmu kedokteran Yunani.

Dunia juga mengenal Dioscorides. Dia adalah penulis

risalah pokok-pokok kedokteran yang menjadi dasar

pembentukan farmasi selama beberapa abad. Dokter asal

Yunani lainnya yang paling berpengaruh adalah Galen (2

M). Ketika era kegelapan mencengkram Barat pada abad

pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih

dunia Islam yang telah berkembang pesat di Timur

Tengah, menurut Ezzat Abouleish, seperti halnya ilmu-

ilmu yang lain.

2.2. Pada Masa Peradaban Islam

2.2.1. Masa Awal

Perkembangan kedokteran Islam melalui tiga periode

pasang-surut. Periode pertama dimulai dengan gerakan

penerjemahan literatur kedokteran dari Yunani dan

bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab yang berlangsung

pada abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Pada masa ini,

sarjana dari Syiria dan Persia secara gemilang dan

jujur menerjemahkan litelatur dari Yunani dan Syiria

kedalam bahasa Arab.

Rujukan pertama kedokteran terpelajar dibawah

kekuasaan khalifah dinasti Umayyah, yang memperkerjakan

dokter ahli dalam tradisi Helenistik. Pada abad ke-8

sejumlah keluarga dinasti Umayyah diceritakan

memerintahkan penterjemahan teks medis dan kimiawi dari

bahasa Yunani ke bahasa Arab. Berbagai sumber juga

menunjukkan bahwa khalifah dinasti Umayyah, Umar ibn

Abdul Aziz (p.717-20) memerintahkan penterjemhan dari

bahasa Siria ke bahasa Arab sebuah buku pegangan medis

abad ketujuh yang ditulis oleh pangeran Aleksandria

Ahrun.

Pengalihbahasaan literatur medis meningkat drastis

dibawah kekuasaan Khalifah Al-Ma'mun dari Diansti

Abbasiyah di Baghdad. Para dokter dari Nestoria dari

kota Gundishpur dipekerjakan dalam kegiatan ini.

Sejumlah sarjana Islam pun terkemuka ikut ambil bagian

dalam proses transfer pengetahuan itu. Tercatat

sejumlah tokoh seperti, Yuhanna Ibn Masawayah (w. 857),

Jurjis Ibn-Bakhtisliu, serta Hunain Ibn Ishak (808-873

M) ikut menerjemahkan literatur kuno dan dokter masa

awal.

Karya-karya original ditulis dalam bahasa Arab oleh

Hunayn. Beberapa risalah yang ditulisnya, diantaranya

al-Masail fi al-Tibb lil-Mutaallimin (masalah

kedokteran bagi para pelajar) dan Kitab al-Asyr Maqalat

fi al-Ayn (sepuluh risalah tentang mata). Karya

tersebut berpengaruh dan sangat inovatif, walaupun

sangat sedikit memaparkan observasi baru. Karya yang

paling terkenal dalam periode awal ini disusun oleh Ali

Ibn Sahl Rabban al-Tabari (783-858), Firdaws al-Hikmah.

Dengan mengadopsi satu pendekatan kritis yang

memungkinkan pembaca memilih dari beragam praktek,

karya ini merupakan karya kedokteran Arab komprehensif

pertama yang mengintegrasikan dan memuat berbagai

tradisi kedokteran waktu itu.

Perkembangan tradisi dan keberagaman yang nampak

pada kedokteran Arab pertama, dikatan John dapat

dilacak sampai pada warisan Helenistik. Dari pada

khazanah kedokteran India. walaupun keilmuan kedokteran

India kurang terlalu mendapat perhatian, tidak

menafikan adanya sumber dan praktek berharga yang dapat

dipelajari. Warisan ilmiah Yunani menjadi dominan,

khususnya helenistik, John Esposito mengatakan “satu

kesadaran atas (perlunya) lebih dari satu tradisi

mendorong untuk pendekatan kritis dan selektif “.

Seperti dalam sains Arab awal.

2.2.2. Masa Kejayaan

Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran

Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah RS (RS) besar

berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya

berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para

pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para

dokter baru. Tak heran, bila penelitian dan

pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu

medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah

melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di

dunia kedokteran, hingga sekarang. `'Islam banyak

memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran,''

papar Ezzat Abouleish.

Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh

kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi,

Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.

Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes.

Ia pernah menjadi dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-

Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke Baghdad

dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter

pribadi khalifah. Buku kedokteran yang dihasilkannya

berjudul “Al-Mansuri” (Liber Al-Mansofis) dan

“Al-Hawi”.

Tokoh kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-

1013 M) atau dikenal di Barat Abulcasis. Beliau adalah

ahli bedah terkemuka di Arab. Al-Zahrawi menempuh

pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi dokter

istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Sebagain

besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku

kedokteran dan khususnya masalah bedah.

Salah satu dari empat buku kedokteran yang

ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an Al-

Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad

pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad

ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk

mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol

dan lilin untuk mengentikan pendarahan dari tengkorak

selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi juga menulis buku

tentang tentang operasi gigi.

Dokter Muslim yang juga sangat termasyhur adalah

Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M). Salah satu kitab

kedokteran fenomela yang berhasil ditulisnya adalah Al-

Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu

menjadi semacam ensiklopedia kesehatan dan kedokteran

yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17, kitab

itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di

Eropa.

Tokoh kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu

Rusdy atau Averroes (1126-1198 M). Dokter kelahiran

Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di

Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum

dalam karyanya berjudul 'Al- Kulliyat fi’l-Tibb'

(Colliyet). Buku itu berisi rangkuman ilmu kedokteran.

Buku kedokteran lainnya berjudul 'Al-Taisir' mengupas

praktik-praktik kedokteran.

Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah

Ibnu El-Nafis (1208 - 1288 M). Ia terlahir di awal

era meredupnya perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-

Nafis sempat menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo.

Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salah satunya yang

tekenal adalah 'Mujaz Al-Qanun'. Buku itu berisi kritik

dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina.

Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga

mengembangkan ilmu kedokteran antara lain; Ibnu Wafid

Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol;

Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185

M; dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi

tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika.

Setelah abad ke-13 M, ilmu kedokteran yang

dikembangkan sarjana-sarjana Islam mengalami masa

stagnasi. Perlahan kemudian surut dan mengalami

kemunduran, seiring runtuhnya era kejayaan Islam di

abad pertengahan. sampai disini, penulis tidak akan

menjelaskan nasib Ilmu kedokteran masa kemunduran

Islam. Karena sudah jelas Peradaban Islam mengalami

kematian. Oleh karena itu, dalam sub-bab selanjutnya

penulis akan terus menulusuri warisan-warisan peradaban

Islam berkaitan dengan bidang ini. Karena banyak sekali

warisan peradaban Islam dalam bidang kedokteran, baik

itu berupa teori-teori pengobatan, lembaga-lembaga,

beserta sistemnya.

2.3. Warisan-Warisan Peradaban Islam Dalam Bidang

Kedokteran

Era kejayaan Islam, kegiatan kedokteran semakin

maju pesat. Dokter-dokter Islam sangat berjasa dengan

kontribusinya pada dunia ilmu kedokteran. Hal ini dapat

dilihat melalui penemuan-penemuan mereka dalam

menganilisis dan menemukan penyakit beserta obat

penawarnya, cara-cara pengobatan, institusi-intitusi

pengobatan maupun pendidikan, serta bangunan-bangunan

lembaga tang berdiri kokoh hingga sekarang, antara

lain:

1) Urologi, Bakteriologi, Anesthesia, Surgery, Ophthamology,

Psikoterapi

Salah satu penemuan Islam yang juga diungkap oleh

karya-karya Barat dalam bidang medis adalah Urologi.

Urologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang khusus

menangani tentang penyakit ginjal dan saluran kemih

serta alat reproduksi. Mengenai cabang ilmu ini ditulis

dalam kitab Prof. Rabie E Abdel-Halim, bertajuk

Paediatric Urology 1000 Years Ago. Dalam kitab ini

disebutkan keberhasilan dunia kedokteran muslim pada

seratus tahun seribu tahun silam dalam bidang Urologi.

Dalam ilmu Urologi dikaji oleh empat dokter Islam

dalam karyanya masing-masing. Kitab keempat dokter

tersebut ialah Kitab al-Hawi fi al-Tibb karya al-Razi,

Risalah fi Siyasat as-Sibian wa-Tadbirihim, karya Ibnu

al-Jazzar, kitab at-Tasrif li-man ‘Ajiza ‘an at-Ta’lif,

karya Al-Zahrawi, dan Al-Qanun fi at-TIbb, karya Ibnu

Sina. Dalam Urologi ini, mereka membahas dan

menganalisis penyakit ginjal dan yang lainnya dengan

gejala-gejala yang timbul tentunya. Mereka berhasil

mengembangkan warisan-warisan ilmu medis Yunani dan

menciptakan penemuan baru.

Cabang-cabang Ilmu kedokteran yang tidak bias

saya jelaskan semuanya dari ilmuwan Islam, diantaranya

Anesthesia, Surgery, Ophthamology, Psikoterapi.

Bakteriologi, Ilmu yang mempelajari kehidupan dan

klasifikasi bakteri. Dokter Muslim yang banyak memberi

perhatian pada bidang ini adalah Al-Razi serta Ibnu

Sina. Anesthesia, suatu tindakan menghilangkan rasa

sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur

lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Ibnu

Sina tokoh yang memulai mengulirkan ide menggunakan

anestesi oral. Ia mengakui opium sebagai peredam rasa

sakit yang sangat manjur.

Surgery, Bedah atau pembedahan adalah adalah

spesialisasi dalam kedokteran yang mengobati penyakit

atau luka dengan operasi manual dan instrumen. Dokter

Islam yang berperan dalam bedah adalah Al-Razi dan Abu

al-Qasim Khalaf Ibn Abbas Al-Zahrawi. Ophthamology,

cabang kedokteran yang berhubungan dengan penyakit dan

bedah syaraf mata, otak serta pendengaran. Dokter

Muslim yang banyak memberi kontribusi pada Ophtamology

adalah lbnu Al-Haytham (965-1039 M).

Selain itu, Ammar bin Ali dari Mosul juga ikut

mencurahkan kontribusinya. Jasa mereka masih terasa

hingga abad 19 M. Psikoterapi, serangkaian metode

berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang digunakan untuk

mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang.

Dokter Muslim yang menerapkan psikoterapi adalah Al-

Razi serta Ibnu Sina.

2) Aneka Metode Terapi dalam Medis Islam

Kometerapi, Krometerapi, Hirudoterapi

Kometerapi adalah metode peratan penyakit dengan

menggunakan zat kimia untuk membunuh sel penyakit

kangker. Perawatan ini berguna untuk menghambat kerja

sel. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini merujuk

kepada obat antineoplastik yang digunakan untuk melawan

kangker. Kometerapi pertama kali dikenalkan oleh dokter

legendaris muslim, Al-Razi. Al-Razi merupakan dokter

pertama yang memperkenalkan penggunaan zat-zat kimia

dan obat-obatan dalam penyembuhan. Zat-zat itu meliputi

belerang, tembaga, merkuri, garam arsenik, sal

ammoniac, gold scoria, ter, aspal dan alcohol.

Krometerapi merupakan metode perawatan penyakit

dengan menggunakan warna-warna. Terapi ini merupakan

terapi suportif yang dapat mendukung terapi utama.

Menurut praktisi krometerapi, penyebab dari beberapa

panyakit dapat diketahui dari pengurangan warna-warna

tertentu dari system dalam menusia. Terapi ini

dikembangkan oleh Ibnu Sina. Ia mampu menggunakan warna

sebagai salah satu bagian paling penting dalam

mendiagnosa dan perawatan. Seperti yang telah ia

ungkapkan dalam kitabnya, The Canon of Medicane, “warna

merupakan gejala yang nampak dalam penyakit”.

Hirudoterapi merupakan terapi penyembuhan penyakit

dengan menggunakan pacet/lintah sebagai obat untuk

tujuan pengobatan. Metode terapi ini juga diperkanalkan

oleh Ibnu Sina dalam karya yang sama. Tapi dalam

kemajuannya, pengobatan dengan lintah inidiperkenalkan

lagi oleh Abdel-Latief pada abad ke-12 M yang kurang

lebih menulis bahwa lintah dapat digunakan untuk

membersihkan jaringan penyakit setelah operasi

pembedahan.

Metode-metode ini banyak disadur dan dikembangkan

dalam dunia modern. Hingga istilah dan penyebutannya

pun berbeda. Misalnya, kometerepi, di dunia modern bisa

digunakan kombinasi sitostika dan disebut regimen

kometerapi. Padahal sebelumnya penggunaan kometerapi

digunakan satu jenis saja. Kometerapi pertama modern

adalah asrsphenamine karya Paul Ehrlich, sebuah Arsenic

komplel ditemukan pada tahun1909 dan digunakan untuk

merawat sipilis. Dan tentunya masih banyak lagi metode

terapi atau cara pengobatan lain dari khaazanah ilmu

kedokteran Islam.

Institusi-Institusi dan Sistemnya

1. Pendidikan

Abad ke-12 dan ke-13 gelombang besar melanda

aktivitas kedokteran, ketika para dokter dari seluruh

dunia Muslim mengejar karir institusi medis di Damaskus

dan Kairo. Karena sudah banyak Rumah Sakit yang

didirikan dan memerlukan lebih banyak dokter dalam

pengoprasiaanya. Rujukan pertama dalam mendapatkan ilmu

kedokteran adalah Institusi pendidikan seperti madrasah

(sekolahan).

Di Damaskus abad ke-13, Muhadzadzab al-Din al-

Dakhwar membuat sebuah sekolahan dalam rangka

pengajaran kedokteran eksklusif. Sekolah tersebut

disambut gembira oleh pemimpin otoritas keagamaan kota

tersebut. Ada yang mengatakan, sekolah kedokteran

pertama yang dibangun umat Islam sekolah Jindi Shapur.

Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah yang

mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu

sebagai dekan sekolah kedokteran itu. Pendidikan

kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur sangat serius

dan sistematik.

Pendirian Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang

tidak hanya mempelajari bidang keagamaan, mulai gencar

pada abad ke-14 pada era Usmaniah hingga Sultan

Muhammad berkuasa. Madrasah tersebut banyak mencetak

yang tidak hanya ulama’, tapi seorang ilmuwan. Dokter-

dokter pun banyak terlahir dalam pendidikan ini.

Pendidikan era Usmani ini, mempunyai konsep dan metode

khusus dalam mendidik tenaga medis, selain sudah

memiliki tabib, yang dikenal spesialis penyakit pada

era itu.

Ternyata dalam era Usmani, pendidikan kedokteran tidak

hanya dilakukan di gedung sekolahan, tapi juga di

sebuah Rumah Sakit yang memang ada khusus tempat didik

calon dokter. Bedanya dengan madraah, di RS tidak hanya

diajari teori-teori seputar kedokteran, tapi juga

praktek medis langsung. Sedangkan Madrasah lebih banyak

mempelajari seluk beluk kedokteran secara teoritis.

2. Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu prestasi institusional

terbesar masyarakat Islam abad pertengahan. Antara abad

ke-9 dan ke-10 lima RS dibangun di Baghdad. Rumah sakit

paling terkenal adalah RS Adudi yang dibangun di bawah

pemerintahan Buyudiyah pada tahun 982. Setelah periode

ini jumlah RS meningkat signifikan. Ketika institusi

terkenal seperti RS Nuri di Damaskus (abad ke-12), dan

RS al-Mansuri di Kairo (abad ke-13) dibangun bersamaan

dengan RS lain di Qayrawan, Mekkah, Madinah, dan Rayy.

Institusi-intitusi medis terbuka bagi semua orang yang

memerlukan pengobatan atau obat. Tidak memandang

gender, ras, kelas, orang miskin atau kaya, agama.

Perawatan medis bergerak secara bergilir ke pelosok-

pelosok desa dan juga melayani pengobatan para

narapidana. System peraturan dan menageman RS juga

telah diterapkan. Dengan adanya pemisahan antara pasien

wanita dan laki-laki, jadwal kerja para dokter,

terdapat seorang administrator kepala, seorang kepala

setaf yang juga memiliki wewenang menjalankan operasi

medis.

Beberapa RS tersedia tempat pendidikan, perpustakaan

dan juga ruang-ruang khusus operasi atau pembedahan.

Regulasi yang telah terorganisasikan secara sistematis,

juga didukung dengan sarana-sarana lainnya. Seperti

Muhtasib (supervisor pasar) yang merupakan pegawai

public, berwenang untuk memberikan perlindungan melawan

praktek curang. Manual hisbah (supervise pasar),

disusun untuk menjelaskan kewajiban muhtasib.

Dalam RS lebih maju terdapat berbagai fasilitas seperti

apa yang telah dijelaskan. Termasuk apotek (toko obat)

khusus untuk melayani pembelian obat masyarakat umum.

Berbicara mengenai apotek, Islam juga mewarisi apotek-

apotek yang dibangun oleh apoteker Islam zaman dulu.

Sharif Kaf al-Ghazal dalam tulisannya bertajuk The

Valueble contributions of Al-Razi in the History of

pharmacy during the middle Ages, mengungkapkan, apotek

pertama di dunia berdiri di kota Baghdad pada tahun 754

M. Saat itu Baghdad sudah menjadi Ibu kota Kekhalifahan

Abbasiyah.

Selain itu, peradaban Islam juga merupakan pendiri

sekolah farmasi pertama. Dengan berkembangnya ilmu

farmasi yang begitu cepat membuat apotek atau toko-toko

obat tumbuh berdiri di kota-kota Islam. Hampir di

setiap RS besar dilengkapi dengan apotek instalasi

farmakologi. Bahkan di era Abbasyiah, para ahli-ahli

obat mempunyai apotek sendiri dirumahnya dan

menggunakan keahliannya untuk meracik, menyimpan aneka

obat-obatan sendiri. Pemerintah Islam juga mendukung

pembangunan dibidang farmasi, dengan tujuan adanya

selektifikasi atau ketelitian dalam obat. Secara

bersamaan, praktek sosial medis ini menjadikan

kedokteran Islam berada pada satu tingkatan yang tak

terprediksikan dalam sejarah yang selanjutnya memberi

kontribusi pada perkembangan tradisi medis Timur maupun

Barat.

2.4. Etika Kedokteran

Dalam praktek pengobatan dan perawatan pada pasien

perlu diterapkan etika. Para dokter harus memiliki

sikap tersebut dalam menjalankan profesinya itu. Karena

itu sangat berpengaruh pada keberhasilannya dalam

menyembuhkan pasien. Selain sikap itu khusus untuk

menjaga nama baik atau keprofesionalan seorang dokter,

sikap-sikap etis dokter juga berkaitan dengan psikologi

pasien. Bagaimana seorang dokter mampu menciptakan

suasana, menciptakan rasa percaya diri untuk sembuh dan

sebagainya.

Profesi dokter yang disandang seseorang, sangat

terhomat di mata pasiennya. Oleh karena itu untuk

menjaga kehormatan, nama baik maupun keharmonisan

antara dokter dan pasiennya, perlu diterapkan sikap-

sikap etis yang diemban para dokter. Berangkat dari

situ, tradisi kedoteran para era kejayaan Islam

menetapkan peraturan atau kode etik harus diemban oleh

para dokter. Hingga era kekhalifahan Usmani peraturan

berjalan sangat ketat. Para dokter muslim diwajibkan

memegang teguh etika kedokteran dalam mengobati

pasiennya.

Akdeniz (sari) N mengatakan dalam karyanya,

Osmanlilarda Hekim ve Hekimlik Ahlaki (Dokter Ottoman

dan Etika Kedokteran), “setiap dokter harus mematuhi

etika kedokteran dalam setiap tindakannya”. Menurut is

secara garis besar ada empat hal yang harus dipegang

teguh oleh para dokter di era kekhalifahan Turki

Usmani, yaitu kesederhanaan/kesopanan, kepuasan,harapan

dan kesetiaan. Akdeniz juga berpendapat berdasarkan

catatan para tokoh di zaman Turki Usmani, etika

kedokteran mengatur dokter saat berinteraksi dengan

pasiennya.

Nilai kesopanan dalam kutipan Akdeniz, tercermin

dari sikap seorang dokter bijak abad 16 M zaman Turki

Usmani yang bernama Nidai. Nidai menasehati pasiennya

ketika memuji dirinya setelah berhasil menyembuhkan,

bahwa Allah-lah yang sebenarnya menyembuhkan. Nilai

kesetiaan disarankan dokter terkemuka era Turki, Vesim

Abbas bahwa dokter harus setia dengan pasien dalam

pengobatannya walaupun pasien bertindak tidak baik.

Dalam nilai kepuasan ia juga menuturkan bahwa

seorang dokter harus merasa puas terhadap

keberhasilannya mengobati dan menyembuhkan pasien tanpa

ambisi mendapatkan uang. Begitu juga rasa optimisme,

seorang dokter tidak boleh menyebabkan pasiennya

mengalami keputusasaan. Seperti yang diajarkan dokter

abad 15 M, Ibnu Shareef, dokter harus mengembangkan dan

menumbuhkan rasa optimisme para pasiennya. Bahkan tidak

boleh memberitahukan terkait kematiannya.

Tapi dalam karyanya, “Tip Deontolojisi” Prof. Nil

tampaknya menunjukkan kesayanga. Menurut Prof. Nil

dizan modern ini, telah terjadi perubahan yang begitu

besar. Akibat pesatnya perkembangan pengetahuan dan

teknologi medis. Akibatnya nilai-niai moral yang

dipegang teguh dokter mulai terkikis dan tergantikan

dengan nilai-nilai baru. Berbeda dengan ungkapan

Beauchamp LT dalamkarya Childress FJ: Principless of

Biomedical Ethics, pada abad ke-20 M, kemajuan besar

telah dicapai dibidang studi etika medis. Etika medis

saat ini terkonsentrasi pada pemecahan pilihan moral

sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan peraturannya.

III. KESIMPULAN

Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan

Islam pada abad Pertengahan. Sebagai kondisi atas

keadaan waktu dan tempat mereka maka, para dokter Islam

mengembangkan literature medis yang kompleks dengan

meneliti dan menyintesa teori dan praktik kedokteran.

Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama

pengetahuan teoretis dan praktis yang telah berkembang

sebelum Yunani, Romawi, dan Persia. Bagi para ilmuwan

Islam seperti, Galen dan Hippokrates yang merupakan

orang-orang yang unggul, kemudian disusul oleh para

ilmuwan Hellenik di Iskandariyah. Para ilmuwan Islam

menerjemahkan banyak sekali tulisan-tulisan Yunani ke

bahasa Arab dan kemudian menghasilkan pengetahuan

kedokteran baru dari tulisan-tulisan tersebut. Untuk

menjadikan tradisi Yunani lebih mudah diakses,

dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam mengusulkan

dan menjadikan ilmu kedokteran menjadi lebih sistematis

dengan cara menulis ensikolpedia dan ikhtisar.

Pembelajaran ilmu kedokteran Yunani dan Latin

dipandang sangat jelek di Eropa Kristen pada abad

pertengahan awal, dan pada abad ke-12, setelah adanya

penerjemahan, Eropa pada abad pertengahan kembali

mempelajari kedokteran Hellenik, termasuk karya-karya

Galen dan Hippokrates. Bahkan kedokteran karya Ibnu

Sina mampu memberikan pengaruh yang setara atau bahkan

lebih besar di Eropa Barat, yang telah diterjemahkan ke

dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip lalu dicetak

dan disebarkan ke seluruh Eropa. Selama abad kelima

belas dan keenam belas saja, karya tersebut diterbitkan

lebih dari lima kali.

Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai

dibangun di semua kota besar, misalnya di Kairo (rumah

sakit Qalawun) yang memiliki staf pegawai yang terdiri

dari dokter, apoteker, dan suster. Orang-orang juga

dapat mengakses apotek, dan fasilitas penelitian yang

menghasilkan kemajuan dari pemahaman mengenai penyakit

menular, dan penelitian mengenai mata serta mekanisme

kerja mata.

Daftar Pustaka

Anonymous. 2006. http://id.wikipedia.org/wiki/Zaman

Kejayaan Islam# Kedokteran. [ 29 September

2014 ].

Anonymous. 2011.

http://beritaislam.mywapblog.com/sejarah-

perkembangan-ilmu-kedokteran-isl.xhtml . [ 29

September 2014].

Anonymous. 2012.

http://zulfikarhr.blogspot.com/2012/03/sejarah

-kedokteran-islam.html. [ 29 September 2014].