I. MKDKI ( Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) MKEK (Majelis Kehormatan Etik...

35
1 I. MKDKI ( Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) MKDKI merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang dalam menjalankan tugasnya bersifat independen Tujuan penegakan disiplin adalah : 1. Memberikan perlindungan kepada pasien. 2. Menjaga mutu dokter / dokter gigi. 3. Menjaga kehormatan profesi kedokteran / kedokteran gigi. MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk : 1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. 2. Menetapkan sanksi disiplin. Tugas MKDKI : 1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan 2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi (sesuai dengan Pasal 4) Anggota MKDKI terdiri dari dokter, dokter gigi, dan sarjana hukum Susunan anggota MKDKI periode 2006 - 2011 : 1. Merdias Almatsier, dr, SpS(K) (Ketua MKDKI) 2. Dr. Sabir Alwy, SH, MH (Wakil Ketua MKDKI) 3. Dr. Hargianti Dini Iswandari, drg, MM (Sekretaris MKDKI) 4. Suyaka Suganda, dr, SpOG 5. Prof. Budi Sampurna, dr, SpF, SH 6. Mgs. Johan T Saleh, dr, MSc

Transcript of I. MKDKI ( Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) MKEK (Majelis Kehormatan Etik...

1

I. MKDKI ( Majelis Kehormatan Disiplin KedokteranIndonesia)MKDKI merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran

Indonesia (KKI) yang dalam menjalankan tugasnya bersifatindependen

Tujuan penegakan disiplin adalah :

1. Memberikan perlindungan kepada pasien.2. Menjaga mutu dokter / dokter gigi.

3. Menjaga kehormatan profesi kedokteran / kedokteran gigi.

MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk :

1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokterdan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokterandan kedokteran gigi.

2. Menetapkan sanksi disiplin.

Tugas MKDKI :

1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasuspelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yangdiajukan; dan

2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasuspelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi (sesuai dengan Pasal 4)

Anggota MKDKI terdiri dari dokter, dokter gigi, dan sarjanahukum

Susunan anggota MKDKI periode 2006 - 2011 :

1. Merdias Almatsier, dr, SpS(K) (Ketua MKDKI)2. Dr. Sabir Alwy, SH, MH (Wakil Ketua MKDKI)

3. Dr. Hargianti Dini Iswandari, drg, MM (Sekretaris MKDKI)

4. Suyaka Suganda, dr, SpOG

5. Prof. Budi Sampurna, dr, SpF, SH

6. Mgs. Johan T Saleh, dr, MSc

2

7. Edi Sumarwanto,drg, MM

8. Muryono Subyakto, drg, SH

9. Ahmad Husni, drg, MARS

10. Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, SH, MH

11. Dr. Otto Hasibuan, SH, MM

II. MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran)Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika

kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akandipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan EtikKedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban(etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuanuntuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuranprofesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesiyang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/ataudisiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hariMajelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 /2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaanpelanggaran disiplin profesi kedokteran.

 MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigidalam penyelenggaraan praktik kedokteran. Domain atauyurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”, yaitupermasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaranseorang profesional atas peraturan internal profesinya, yangmenyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang(profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanyapelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebutkepada MKEK.

Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukanterpisah dari proses persidangan gugatan perdata atautuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinyaberbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan olehMKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidanadilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilanumum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi

3

(kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat puladiperiksa di pengadilan – tanpa adanya keharusan salingberhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputusmelanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah olehpengadilan, demikian pula sebaliknya.

Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaituMajelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukanpemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagaipenuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakansistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acarapidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupayamelakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktianyang lazim.

Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh:

1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit),langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihaklain yang terkait) dan peer-group / para ahli dibidangnya yang dibutuhkan

2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalambentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, buktikeanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat IjinPraktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempatkejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit,hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dansurat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.

Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada hukum pidana ataupun perdata. Bar’sDisciplinary Tribunal Regulation, misalnya, membolehkanadanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilakuteradu di masa lampau. Cara pemberian keterangan juga adayang mengharuskan didahului dengan pengangkatan sumpah,tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia,saksi tidak perlu disumpah pada informal hearing, tetapiharus disumpah pada formal hearing (jenis persidangan yanglebih tinggi dari pada yang informal).[2] Sedangkan buktiberupa dokumen umumnya di”sah”kan dengan tandatangandan/atau stempel institusi terkait, dan pada bukti keterangan

4

diakhiri dengan pernyataan kebenaran keterangan dantandatangan (affidavit).

Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambilberdasarkan bukti-bukti yang dianggap cukup kuat. Memangbukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of proofseperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyondreasonable doubt, namun juga tidak serendah pada hukum acaraperdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyondreasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%,sedangkan pada preponderance of evidence dianggap cukup bilatelah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkatkepastian pada perkara etik dan disiplin bergantung kepadasifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaanpelanggaran dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yangdibutuhkan.

Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangatbervariasi jenisnya. Di MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta diputusperkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplinprofesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkanderajat pelanggarannya. Di Australia digunakan berbagaiistilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactoryprofessional conduct, unprofessional conduct, professionalmisconduct dan infamous conduct in professional respect.Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentangistilah-istilah tersebut, meskipun umumnya memasukkan duaistilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapatdikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik.

Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan,oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti dipengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentukpermintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapatmemberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaanataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannyapersidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilantidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.

Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDIWilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yangbersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepadaDinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan

5

maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankanputusan.

Pengalaman MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta 1997-2004 (8 tahun)

Dari 99 kasus yang diajukan ke MKEK, 13 kasus (13 %) tidakjadi dilanjutkan karena berbagai hal – sebagian karena telahtercapai kesepakatan antara pengadu dengan teradu untukmenyelesaikan masalahnya di luar institusi. Selain itu MKEKjuga menolak 14 kasus (14 %), juga karena beberapa hal,seperti : pengadu tidak jelas (surat kaleng), bukanyurisdiksi MKEK (bukan etik-disiplin, bukan wilayah DKIJakarta, etik RS, dll), sudah menjadi sengketa hukum sehinggasidang MKEK dihentikan. Dengan demikian hanya 74 kasus (75 %)yang eligible sebagai kasus MKEK IDI Wilayah DKI Jakarta.

Dari 74 kasus yang eligible tersebut ternyata sidang MKEKmenyimpulkan bahwa pada 24 kasus diantaranya (32,4 % darikasus yang eligible atau 24 % dari seluruh kasus pengaduan)memang telah terjadi pelanggaran etik dan atau pelanggarandisiplin profesi. Namun perlu diingat bahwa pada kasus-kasusyang dicabut atau ditolak oleh MKEK terdapat pula kasus-kasuspelanggaran etik, dan mungkin masih banyak pula kasuspelanggaran etik dan profesi yang tidak diadukan pasien(fenomena gunung es).

Dari 24 kasus yang dinyatakan melanggar etik kedokteran,sebagian besar diputus telah melanggar pasal 2 yang berbunyi“Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakanprofesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”.

Pasal lain dari Kodeki yang dilanggar adalah pasal 4 yangberbunyi “Setiap dokter harus menghindarkan diri dariperbuatan yang bersifat memuji diri”, pasal 7 yang berbunyi“Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapatyang telah diperiksa sendiri kebenarannya”, dan pasal 12 yangberbunyi “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatuyang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelahpasien itu meninggal”.

Apabila dilihat dari cabang keahlian apa yang paling seringdiadukan oleh pasiennya adalah : SpOG (24), SpB (17), DU(14), SpPD (10), SpAn (7), SpA (4), SpKJ (3), SpTHT (4), SpJP

6

(2), SpM (2), SpP (2), SpR (2) kemudian masing-masing satukasus adalah SpBO, SpBP, SpBS, SpF, SpRM, SpKK, SpS dan SpU.Mereka pada umumnya bekerja di rumah sakit atau klinik ( 90 %), bukan di tempat praktek pribadi.

Dan apabila dilihat dari sisi pengadunya, maka terlihatbahwa pada umumnya pengadu adalah pasien atau keluarganya,tetapi terdapat pula kasus-kasus yang diajukan oleh rumahsakit tempat dokter bekerja dan oleh masyarakat (termasukmedia masa).

Dari sisi issue yang dijadikan pokok pengaduan, atausetidaknya terungkap di dalam persidangan, dapat dikemukakanbahwa menduduki tempat teratas adalah komunikasi yang tidakmemadai antara dokter dengan pasien dan keluarganya.Kelemahan komunikasi tersebut muncul dalam bentuk : kurangnyapenjelasan dokter kepada pasien – baik pada waktu sebelumperistiwa maupun sesudah peristiwa, kurangnya waktu yangdisediakan dokter untuk dipakai berkomunikasi dengan pasien,komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien.

Ditinjau dari sisi sanksi yang diberikan dapat dikemukakanbahwa pada umumnya diberikan sanksi berupa teguran lisan atauteguran tertulis. Terdapat dua kasus diberi sanksireschooling. Tidak ada yang memperoleh sanksi skorsingataupun pencabutan ijin praktek.

Dari sekian banyak yang ditolak oleh MKEK terdapat kasus-kasus sengketa antar dokter, sengketa dokter dengan rumahsakit, dan surat kaleng; sedangkan mereka yang mencabutkasusnya umumnya tidak diketahui alasannya, hanya sebagianyang menyatakan sebagai akibat dari upaya damai.

III. MALPRAKTEK dan INVESTIGASINYA

1. Definisi Malpraktek

7

Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan“praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau tindakan”, sehinggamalpraktik berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dariseseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian danilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazimdipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukurandilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de BienfaisanceMutuelle de Los Angelos, California, 1956).

Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World MedicalAssociations) adalah Involves the physician’s failure to conform to thestandard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, ornegligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury tothe patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standarpelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian,atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebablangsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).

Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarikpemahaman bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yangdisengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu,tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran / ketidak-kompetenan yang tidak beralasan.

Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapatdilakukan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuandisiplin profesi, hukum administratif, serta hukum pidana danperdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikanpasien, fraud, "penahanan" pasien, pelanggaran wajib simpanrahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia, penyeranganseksual, misrepresentasi atau fraud, keterangan palsu,menggunakan iptekdok yang belum teruji / diterima, berpraktektanpa SIP, berpraktek di luar kompetensinya, dll. Kesengajaantersebut tidak harus berupa sengaja mengakibatkan hasil burukbagi pasien, namun yang penting lebih ke arah deliberateviolation (berkaitan dengan motivasi) ketimbang hanyaberupa error (berkaitan dengan informasi).

2. Klasifikasi Malpraktek

Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance,misfeasance dan nonfeasance. Malfeasance berarti melakukan tindakanyang melanggar hukum atau tidak tepat/layak(unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa

8

indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebutsudah improper).Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakanmedis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat(improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medisdengan menyalahi prosedur. Nonfeasance adalah tidak melakukantindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses) yang telah diuraikansebelumnya, namun pada kelalaian harus memenuhi ke-empat unsurkelalaian dalam hukum - khususnya adanya kerugian, sedangkanerror tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pulaadanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampakburuk

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktikmedis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang palingsering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabilaseseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi)yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu(omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yangmemiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasiyang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yangdilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yangdapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yangseharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati,dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatanberlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabilatimbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalahdiukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut.Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpracticedan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.Hal ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenagaperawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehinggaapabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yangdilanggar. Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuandan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukanadanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengansendirinya juga berbeda.

Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridicalmalpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakanethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).

9

Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagidalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :

a. Criminal MalpracticePerbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori

criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhirumusan delik pidana yakni :

Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act)merupakan perbuatan tercela.Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yangberupa kesengajaan (intensional), kecerobohan(reklessness) atau kealpaan (negligence).

Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional)misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membukarahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keteranganpalsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasimedis pasal 299 KUHP). Criminal malpractice yang bersifatceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medistanpa persetujuan pasien informed consent.Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai)

misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat ataumeninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasiensaat melakukan operasi. Pertanggung jawaban didepan hukumpada criminal malpractice adalah bersifatindividual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkankepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

b. Civil MalpracticeSeorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil

malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidakmemberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civilmalpractice antara lain:

Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukantetapi terlambat melakukannya.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukantetapi tidak sempurna.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

10

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifatindividual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihaklain berdasarkan principle of vicarius liability. Denganprinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapatbertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalamrangka melaksanakan tugas kewajibannya.

c. Administrative MalpracticeDokter dikatakan telah melakukan administrative

malpractice, disaat tenaga perawatan tersebut telahmelanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalammelakukan police power, pemerintah mempunyai kewenanganmenerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnyatentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankanprofesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), bataskewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturantersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutandapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpracticepembuktiannya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :

1. Cara langsungOleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :

Duty (kewajiban)Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk

mengobati. Hal ini berarti bahwa harus ada hubungan hukumantara pasien dan dokter/rumah sakit. Dengan adanya hubungan hukum, maka implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokter/perawat rumah sakit itu harus sesuai denganstandar pelayanan medik agar pasien jangan sampai menderita cedera karenanya. Dalam hubungan perjanjian tenaga dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak berdasarkana. Adanya indikasi medisb. Bertindak secara hati-hati dan telitic. Bekerja sesuai standar profesid. Sudah ada informed consent.

11

Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)Apabila sudah ada kewajiban (duty), maka sang dokter

atau perawat rumah sakit harus bertindak sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Jika seorang dokter melakukan penyimpangan dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka dokter tersebut dapat dipersalahkan. Bukti adanya suatu penyimpangan dapat diberikan melalui saksi ahli, catatan-catatan pada rekam medik, kesaksian perawat dan bukti-bukti lainnya. Apabilakesalahan atau kelalaian itu sedemikian jelasnya, sehingga tidak diperlukan kesaksian ahli lagi, maka hakimdapat menerapkan doktrin “ Res ipsa Loquitur”. Tolak ukuryang dipakai secara umum adalah sikap-tindak seorang dokter yang wajar dan setingkat didalam situasi dan keadaan yang sama.

Direct Cause (penyebab langsung)Penyebab langsung yang dimaksudkan dimana suatu tindakan

langsung yang terjadi, yang mengakibatkan kecacatan pada pasien akibat kealpaan seorang dokter pada diagnosis dan perawatan terhadap pasien. Secara hukum harus dapat dibuktikan secara medis yang menjadi bukti penyebab langsung terjadinya malpraktik dalam kasus manapun. Untukberhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktek medik, maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap-tindak tergugat (dokter) dengan kerugian (damage) yang menjadi diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan dokter itu harus merupakan penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan saja, belumlah cuklup untuk mengajukan tutunyutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat penyimpangan itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien. Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara edekuat, maka hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumannya.

Damage (kerugian)Damage yang dimaksud adalah cedera atau kerugian yang

diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika

12

tidak sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat dituntutganti-kerugian. Istilah luka (injury) tidak saja dala bentuk fisik, namun kadangkala juga termasuk dalam arti ini gangguan mental yang hebat (mental anguish). Juga apabila tejadi pelanggaran terhadap hak privasi orang lain. Dokter untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan dokter. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikanoleh si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsungCara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah

bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila doktertidak lalai

b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawabdokter

c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasiendengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.

Menurut W.L. Prosser dalam buku The Law of Torts yang dikutip oleh Dagi, T.F dalam tulisannya yang berjudul Cause and Culpability di Journal of Medicine and Philosophy Vol. 1, No. 4, 1976, unsur malapraktik adalah (1) Adanya perjanjian dokter-pasien; (2) Adanya pengingkaran perjanjian; (3) Adanya hubungan sebab akibat antara tindakan pengingkaran itu dengan musibah yang terjadi; (4) Tindakan pengingkaran itu merupakan penyebab utama dari musibah dan; (5) Musibah itu dapat dibuktikan keberadaannya.Adanya perjanjian. Unsur ini yang tersedia untuk digarap

oleh pengacara kasus malapraktik. Perjanjian dokter-pasien, oleh kalangan kedokteran di Indonesia disebut

13

sebagai transaksi terapeutik (TT) atau ikatan untuk pengobatan. Oleh karena perjanjian yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) tidak menguntungkan pasien, Ikatan Dokter Indonesia dengan SKB No. 319/88 yangdikuatkan oleh Menteri Kesehatan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 595/89 tentang Persetujuan Tindakan Medik.Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung

gugat, antara lain:

1. Contractual LiabilityTanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak

dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yangsudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yangharus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukankeberhasilan, karena health care provider baik tenagakesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawabatas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standarprofesi/standar pelayanan.

2. Vicarius LiabilityVicarius liability atau respondeat superior ialah

tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuatoleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya(sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggunggugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaianperawat sebagai karyawannya.

3. Liability In TortLiability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawanhukum tidak terbatas haya perbuatan yang melawan hukum,kewajiban hukum baik terhadap dirisendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasukjuga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanandengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulanhidup terhadap orang lain atau benda orang lain(Hogeraad 31 Januari 1919).

2.3. INVESTIGASI

14

2.4. Upaya pencegahan malpraktik dalam pelayanan kesehatan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga perawatan karena adanya mal praktek diharapkan paradokter dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan

upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya(inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil(resultaat verbintenis).

b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukaninformed consent.

c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekammedis.

d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepadadokter supervisor

e. Memperlakukan pasien secara manusiawi denganmemperhatikan segala kebutuhannya.

f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluargadan masyarakat sekitarnya.

g. Mempekerjakan dan melatih asisten dengan arahan langsungsampai asisten tersebut dapat memenuhi standarkualifikasi yang ada.

h. Mengambil langkah hati-hati untuk menghilangkan faktorresiko di tempat praktik.

i. Memeriksa secara periodik peralatan yang tersedia ditempat praktik.

15

j. Menghindari dalam meletakkan literatur medis di tempatyang mudah diakses oleh pasien. Kesalahpahaman dapatmudah terjadi jika pasien membaca dan menyalahartikanliteratur yang ada.

k. Menghindari menyebut diagnosis lewat telepon.l. Jangan meresepkan obat tanpa memeriksa pasien terlebih

dahulu.m. Jangan memberikan resep obat lewat telepon.n. Jangan menjamin keberhasilan pengobatan atau prosedur

operasi yang ada.o. Rahasiakanlah sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia.

Jangan membocorkan informasi yang ada kepada siapapun.Rahasia ini hanya diketahui oleh dokter dan pasien.

p. Simpanlah rekam medis secara lengkap, jangan menghapusatau mengubah isi yang ada.

q. Jangan menggunakan singkatan-singakatan atau simbol-simbol tertentu di rekam medis.

r. Gunakan formulir persetujuan yang sah dan sesuai Docu-books adalah alat bantu yang penting dalam menyimpansurat persetujuan yang telah dibuat.

s. Jangan mengabaikan pasienmu.t. Cobalah untuk menghindari debat dengan pasien tentang

tarif dokter yang terlampau mahal. Buatlah diskusi danpengertian dengan pasien mengenai tarif dokter yangwajar.

u. Pada tiap kali pertemuan, gunakanlah bahasa yang dapatdimengerti oleh pasien. Jangan pernah menduga jikapasien mengerti apa yang kita ucapkan.

v. Jalinlah empati untuk setiap masalah yang dialamipasien, dengan ini tata laksana akan menjadikomprehensif.

w. Jangan pernah berbohong, memaksa, mengancam, ataumelakukan penipuan kepada pasien. Jangan mengakalipasienmu. Jangan mengarang-ngarang cerita mengenaipenyakit pasien.

x. Jangan pernah melakukan pemasangan alat bantu,pengobatan atau tata laksana jika pasien masih beradadalam pengaruh alkohol atau pengaruh pengobatan yangmengandung narkotika.

y. Jangan pernah menawarkan untuk membiayai pengobatanpasien dengan dana sendiri. Jika pengobatan yangdiberikan melebihi polis asuransi yang pasien miliki,

16

maka jangan limpahkan kepada polis asuransi yang kitamiliki.

z. Jangan menjelek-jelekkan pasien atau teman sejawatmu

Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat bertanggung jawab atas derita(damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanyahubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan danhal inilah yang menguntungkan dokter.

IV. REKAM MEDIS3.1 Definisi Rekam Medis

Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaandituliskan dalam berbagai pengertian, seperti dibawabini:Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yangmenyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan danbagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasienselama dirawat atau menjalani pengobatan.Menurut Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989:- Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan

dokumen mengenai identitas pasien, hasil pemeriksaan,pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yangditerima pasien pada sarana kesebatan, baik rawatjalan maupun rawat inap.

Menurut Permenkes No: 269/Menkes/Per/III/2008 - Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan

dokumen antara lain identitas pasien, hasilpemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta

17

tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikankepada pasien.

Menurut Gemala Hatta- Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang

kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasukkeadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampauyang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upayamereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Waters dan Murphy : Kompendium (ikhtisar) yangberisi  informasi tentang keadaan pasien selamaperawatan atau selama pemeliharaan kesehatan”.IDI :Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaranaktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberipelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien.

3.2Isi Rekam Medis

Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dankesehatan, termasuk data tentang identitas dan datamedis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapatdibagi dalam dua kelompok data yaitu:a) Data medis atau data klinis adalah segala data

tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik,diagnosis, pengobatan serta basilnya, laporandokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium,ronsen dsb. Data-data ini merupakan data yangbersifat rabasia (confidential) sebingga tidak dapatdibuka kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasienyang bersangkutan kecuali jika ada alasan lainberdasarkan peraturan atau perundang-undangan yangmemaksa dibukanya informasi tersebut.

b) Data sosiologis atau data non-medis adalah segaladata lain yang tidak berkaitan langsung dengan datamedis, seperti data identitas, data sosial ekonomi,alamat dan sebagainya. Data ini oleh sebagian orangdianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagianlainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia(confidensial).

Isi Rekam Medis juga dapat berubah :

18

Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien,pemeriksaanpasien, diagnosis, pengobatan, tindakandan pelayanan lainbaikdilakukan oleh dokter dandokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnyasesuaidengan kompetensinya.Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatantersebut, antara lainfoto rontgen, hasillaboratorium dan keterangan lain sesuaidengankompetensi keilmuannyaMenurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-

data yang harus dimasukkan dalam Medical Recorddibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawatjalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiappelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawatdarurat dapat membuat rekam medis dengan data-datasebagai berikut:1. Pasien Rawat Jalan

Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalammedical record sekurang-kurangnya antara lain:a. Identitas Pasienb. Tanggal dan waktu.c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayatpenyakit).

d. Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.e. Diagnosisf. Rencana penatalaksanaang. Pengobatan dan atau tindakanh. Pelayanan lain yang telah diberikan kepadapasien.

i. Untuk kasus gigi dan dilengkapi denganodontogram klinik dan

j. Persetujuan tindakan bila perlu.2. Pasien Rawat Inap

Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalammedical record sekurang-kurangnya antara lain:a. Identitas Pasienb. Tanggal dan waktu.c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayatpenyakit.

d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.e. Diagnosisf. Rencana penatalaksanaan

19

g. Pengobatan dan atau tindakanh. Persetujuan tindakan bila perlui. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatanj. Ringkasan pulang (discharge summary)k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atautenaga kesehatan tertentu yang memberikanpelayanan ksehatan.

l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenagakesehatan tertentu.

m. Untuk kasus gigi dan dilengkapi denganodontogram klinik

3. Ruang Gawat DaruratData pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam

medical record sekurang-kurangnya antara lain:a. Identitas Pasienb. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanankesehatan

c. Identitas pengantar pasiend. Tanggal dan waktu.e. Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan,riwayat penyakit.

f. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.g. Diagnosish. Pengobatan dan/atau tindakani. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkanpelayanan unit gawat darurat dan rencana tindaklanjut.

j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atautenaga kesehatan tertentu yang memberikanpelayanan kesehatan.

k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasienyang akan dipindahkan ke sarana pelayanankesehatan lain dan

l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenagakesehatan tertentu.

3.3 Kegunaan Rekam Medis

Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa RekamMedis mempunyai manfaat yaitu:a. Pengobatan Pasien

20

Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjukuntuk merencanakandan menganalisis penyakit sertamerencanakan pengobatan, perawatandan tindakanmedisyang harus diberikan kepada pasien.

b. Peningkatan Kualitas PelayananMembuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik

kedokteran denganjelas dan lengkap akan meningkatkankualitas pelayanan untuk melindungitenaga medis danuntuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.

c. Pendidikan dan PenelitianRekam medis yang merupakan informasi perkembangan

kronologispenyakit, pelayanan medis, pengobatan dantindakan medis, bermanfaatuntuk bahan informasi bagiperkembangan pengajaran dan penelitian dibidangprofesi kedokteran dan kedokteran gigi.

d. PembiayaanBerkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan

bahan untuk menetapkanpembiayaan dalam pelayanankesehatan pada sarana kesehatan. Catatantersebutdapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.

e. Statistik KesehatanRekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik

kesehatan,khususnya untuk mempelajari perkembangankesehatan masyarakat danuntuk menentukan jumlahpenderita pada penyakit-penyakit tertentu

f. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan EtikRekam medis merupakan alat bukti tertulis utama,

sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum,disiplin dan etik..

3.4 3.4 Aspek Hukum, Disiplin, Etik dan Kerahasiaan Rekam Medis

a. Rekam Medis Sebagai Alat BuktiRekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat

bukti tertulis di pengadilan.b. Kerahasiaan Rekam Medis

Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakanpraktik kedokteran wajibmenyimpan kerahasiaan yangmenyangkut riwayat penyakit pasien yangtertuang dalamrekam medis. Rahasia kedokteran tersebut dapat

21

dibukahanya untuk kepentingan pasien untuk memenuhipermintaan aparatpenegak hukum (hakim majelis),permintaan pasien sendiri atauberdasarkan ketentuanperundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasiakedokteran(isi rekam medis) baru dapat dibukabila diminta olehhakimmajelis di hadapan sidang majelis. Dokter dandokter gigi bertanggungjawab atas kerahasiaan rekammedis sedangkan kepalasarana pelayanankesehatanbertanggung jawab menyimpan rekam medis.

c. Sanksi HukumDalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas

mengatur bahwasetiap dokter atau dokter gigi yangdengan sengaja tidak membuat rekammedis dapatdipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)tahunatau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (limapuluh juta rupiah). Selain tanggung jawab pidana,dokter dan dokter gigi yang tidak membuatrekammedisjuga dapat dikenakan sanksi secara perdata,karena dokterdan dokter gigi tidak melakukan yangseharusnya dilakukan (ingkarjanji/wanprestasi) dalamhubungan dokter dengan pasien.

d. Sanksi Disiplin dan EtikDokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam

medis selain mendapatsanksi hukum juga dapatdikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai denganUUPraktik Kedokteran, Peraturan KKI, Kode EtikKedokteran Indonesia(KODEKI) dan Kode Etik KedokteranGigi Indonesia (KODEKGI).

Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor16/KKI/PER/VIII/2006tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan PelanggaranDisiplin MKDKIdan MKDKIP,ada tiga alternatif sanksi disiplinyaitu :a. Pemberian peringatan tertulis.b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau

surat izin praktik.c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di

institusi pendidikan kedokteran atau kedokterangigi.

22

Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigiyangtidak membuat rekammedis dapat dikenakan sanksi etikoleh organisasi profesi yaitu MajelisKehormatan EtikKedokteran (MKEK) dan Majelis KehormatanEtikKedokteran Gigi (MKEKG)

V. INFORMED CONSENT1. Definisi Informed consent

“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed”yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan(informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan ataumemberi izin. Jadi “informed consent” mengandungpengertian suatu persetujuan yang diberikan setelahmendapat informasi. Dengan demikian “informed consent”dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikanoleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasanmengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadapdirinya serta resiko yang berkaitan dengannya Menurut D.Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskansebagai “suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upayamedis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelahmemperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yangdapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasimengenai segala resiko yang mungkin terjadi. Suatuinformed consent baru sah diberikan oleh pasien jikamemenuhi minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut :a. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter.b. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuanc. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam

memberikan persetujuan.

Di Indonesia perkembangan “informed consent” secarayuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataanIkatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent”melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988.Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun1989 tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau InformedConsent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenagakesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan“informed consent” karena jauh sebelum itu telah adakebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu memintapersetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganyasebelum tindakan operasi itu dilakukan.Secara umum bentuk

23

persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis(pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis(dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakanmenjadi tiga bentuk, yaitu :a. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuktindakan medis yang mengandung resiko besar,sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDINo. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiaptindakan medis yang mengandung resiko cukup besar,mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelahsebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yangadekuat tentang perlunya tindakan medis serta resikoyang berkaitan dengannya (telah terjadi informedconsent)

b. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuktindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidakmengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihakpasien;

c. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melaluiisyarat, misalnya pasien yang akan disuntik ataudiperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkanlengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akandilakukan terhadap dirinya.

2. Tujuan Informed consentTujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat

informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atasterapi yang akan dilaksanakan. Informed consent jugaberarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untukmenentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurnaapabila pasien telah menerima semua informasi yang iaperlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikandapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena

informed consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:

1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selakumanusia

2. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

24

3. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien

4. Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter

5. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

6. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan

7. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.

Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiappengobatan oleh dokter. Akan tetapi,urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangatterasa dalam kasus-kasus sebagai berikut :

1. Dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi

2. Dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai teknologi baru yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.

3. Dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.

4. Dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien

5. Dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan riset dan eksperimen dengan berobjekan pasien.

3. Aspek Hukum Informed Consent

Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasatindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai“subjek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dankewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “objekhukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagiorang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatanhukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum,

25

baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksanajasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (KodeEtik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidakdapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukunperdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjanghal itu dapat diterapkan. Pada pelaksanaan tindakan medis,masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakanadalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jikaterjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yangmerugikan pasien, maka sudah dapat dimintakanpertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkanpada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barangsiapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”.Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yangdipergunakan adalah “kesalahan berat” (culpa lata). Olehkarena itu adanya kesalahan kecil (ringan) padapelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagaitolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana. Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan

oleh pelaksana jasa tindakan medis(dokter) tanpa adanyapersetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis(pasien), sedangkanpasien dalam keadaan sadar penuh danmampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagaipelaksanatindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telahmelakukan suatu perbuatanmelawan hukum (onrechtmatigedaad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undangHukumPerdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hakatas tubuhnya, sehingga dokter danharus menghormatinya.Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus

dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang HukumPidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakaninvasive (misalnya pembedahan, tindakan radiologyinvasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medistanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasatindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindakpidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaranterhadap Pasal 351 KUHP. Sebagai salah satu pelaksana jasatindakan medis dokter harus menyadari bahwa “informedconsent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubunganhukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar salingmemenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang

26

seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyakseluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative,misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatuinforamsi sudah ataubelum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulituntuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukanpengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukumyang berkenaan dengan informed consent ini.

4. Elemen-Elemen Informed ConsentSuatu informed consent harus meliputi :

1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenaitindakan, terapi dan penyakitnya

2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yangdiharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya

3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatifyang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati

4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabilamenerima atau menolak terapi.

Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yangmungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakanpemeriksaan dan operasi yang dilakukan.

5. Hal-Hal Yang Di Informasikan Hasil Pemeriksaan

Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaanyang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan padahasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, makakeputusan selanjutnya berada di tangan pasien.

 RisikoRisiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus

diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukandokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi

27

idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibatpengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagiankalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut jugaharus diberitahu pada pasien. Jika seorang doktermengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko danterdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, iaharus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang doktertidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatuprosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapatmelakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.

 AlternatifDokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam

proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskanprosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkandari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalahterapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapiyaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi.Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dankerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.

 Rujukan/ KonsultasiDokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia

menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia milikikurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasientertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harusmerujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapikarena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanyadokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebihbaik darinya.

 PrognosisPasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi,

sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risikodari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatanatau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhakmengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadidengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter.Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakanbagian dari informed consent. 

6. Otoritas Untuk Memberikan PersetujuanSeorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu

harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa

28

yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaandan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapatmemberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya,persetujuan diperoleh dari orang lain yang memilikiotoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telahmemutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yangditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadappasien.

Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapamasalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuanpengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untukmenolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasihak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidakrasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumahsakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawatdarurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukanperawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untukmemohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasidengan satu atau beberapa sejawatnya.

Jika keluarga dekat pasien tidak setuju denganperawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipuninkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginankeluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapatbeberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkankeinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untukmemberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus,terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekatsetuju, (2) jika memang secara medis perlupenatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarangundang-undang.

Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum daripersetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompetenadalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

 3.5 Kemampuan memberi perijinan

Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secarafisik dan psikis mampu memahami informasi yang diberikanoleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusanterkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yangmenolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkankemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh

29

digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itumembutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atauyang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuanpengganti.

Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihakketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas namapokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidakada wali bagi pasien inkompeten yang sebelumnya telahditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untukmemperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksanakasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau daripihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumahsakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapatdiantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien ataukeluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempattinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legaldan formal untuk menentukan siapa yang dapat memberikanperijinan bagi pasien inkompeten.

  3.6 Pengecualian Terhadap Materi Pemberitahuan

Terdapat empat pengecualian yang dikenal secara umumterhadap tugas dokter untuk membuat pemberitahuanmeskipun keempatnya tidak selalu ada.

Pertama, seorang dokter dapat saja dalam pandanganprofesionalnya menyimpulkan bahwa pemberitahuan memilikiancaman kerugian terhadap pasien yang memangdikontradiinkasikan dari sudut pandang medis. Hal inidikenal sebagai ”keistimewaan terapetik” atau”kebijaksanaan profesional”. Dokter dapat memilih untukmenggunakan kebijaksanaan profesional terapetik untukmenjaga fakta medis pasien atau walinya ketika doktermeyakini bahwa pemberitahuan akan membahayakan ataumerugikan pasien. Tergantung situasinya, dokter bolehnamun tidak perlu membuka informasi ini kepada keluargadekat yang diketahui.

Kedua, pasien yang kompeten dapat meminta untuk tidakdiberitahu. Pasien dapat melepaskan haknya untuk membuatinformed consent.

Ketiga, dokter berhak untuk tidak menyarankan pasienmengenai masalah yang diketahui umum atau jika pasien

30

memiliki pengetahuan aktual, terutama berdasarkanpengalaman di masa lampau.

Keempat, tidak ada keharusan untuk memberitahu padakasus kegawatdaruratan dimana pasien tidak sadar atautidak mampu memberikan persetujuan sah dan bahaya gagalpengobatan sangat nyata.

Contoh Inform Consent: 

SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS 

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :Nama    :                       (L/P)Umur/Tgl Lahir   :Alamat  :Telp  :

 Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang tua/*suami/*istri/*anak/*wali dari :Nama   :                        (L/P)Umur/Tgl Lahir :

 Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis berupa…………………………………………………………………………….Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca tindakan yang dapat terjadisesuai penjelasan yang diberikan.

                                                                                    Jakarta,………………….20……

Dokter/Pelaksana,                                                        Yang membuat pernyataan,

                        

Ttd                                                                                           ttd

 (……………………)                                                  (…………………………..)*Coret yang tidak  perlu

31

VI. UNDANG – UNDANG BERKAITAN DENGAN KESEHATANBAB XIX

PENYIDIKANPasal 189

1. Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindakpidana di bidang kesehatan.

2. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:a) Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;

b) Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;

c) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan;

d) Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan;

e) Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;

f) Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;

g) Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukupbukti yang membuktikan adanya tindak pidana di bidang kesehatan.

3. Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

32

BAB XX KETENTUAN PIDANA

Pasal 1901. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 191Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan

kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologisebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehinggamengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematiandipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dandenda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratusjuta rupiah).

Pasal 192Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan

organatau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimanadimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidanapenjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 193Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik

dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diancam denganpidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda palingbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 194Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak

sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

33

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).

Pasal 195Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah

dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Ayat(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahundan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah).

Pasal 196Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau

mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidakmemenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat ataukemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat(2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah).

Pasal 197Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau

mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidakmemiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliarlima ratus juta rupiah).

Pasal 198Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan

untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalamPasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 1991. Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

2. Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 200Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program

pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam

34

Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahundan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

Pasal 2011. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh orporasi,selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidanayang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana dendadengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.

2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:a) pencabutan izin usaha; dan/ataub) pencabutan status badan hukum.

UU Tentang Perlindungan PasienUU No. 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mempunyai2 sasaran pokok, yaitu :

1. Memberdayakan konsumen dalam hubungannya dengan pelaku usaha (publik atau privat) barang dan atau jasa;

2. Mengembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab

UU tentang Praktik kedokteranPasal 29

1. Surat tugas yang diberikan kepada dokter spesialis dan dokter gigi spesialis tertentu berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi dinyatakan masih berlaku sampai dengan habis masa berlakunya

2. Ketentuan pembaharuan surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan dalam Peraturan ini.

Kapan Suatu Tindakan Disebut Perbuatan Pidana/Perdata ?

Aturan-aturan mengenai tindakan hukum dibedakan menjadi dua (2) yaitu: Hukum Pidana dan Hukum Perdata.

35

Apakah beda Hukum Pidana dan Hukum Perdata?Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang satu dengan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan.

Sedang hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara seorang anggota masyarakat (sebagai warga Negara) dengan Negara (sebagai penguasa tata tertib masyarakat).

Bagaimana penerapan ke dua hukum tersebut?Pelanggaran terhadap aturan hukum perdata baru dapat

diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan olehpihak berkepentingan yang merasa dirugikan(disebut: penggugat)

Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana segera diambiltindakan oleh aparat hukum tanpa ada pengaduan dari pihak yangdirugikan, kecuali tindak pidana yang termasuk dalam delikaduan seperti perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga,