translate jurnal

6
PENDAHULUAN Kehamilan yang tidak diinginkan telah menjadi masalah manusia dari sejak lama. WHO memperkirakan bahwa pada daerah India 15-24 aborsi yang tidak aman dilakukan setiap 1000 wanita berusia 15-19(1), bahkan setelah 40 tahun implementasi terminasi medis pada kehamilan di India. Aborsi yang diinduksi secara ilegal adalah penyebab utama kematian pada wanita usia produktif. Aborsi yang diinduksi oleh bidan yang tidak terlatih atau dai yang berakhir pada sepsis, perforasi uterus, peritonitis dan gagal ginjal akut (oligouria/anuria). Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai kasus aborsi septik, untuk menilai morbiditas dan mortalitas dan untuk meningkatkan strategi pencegajan untuk mengurangi masalahnya. MATERI DAN METODE Studi ini dilakukan selama 18 bulan selama November 2007 sampai Mai 2009 di departemen obgyn Institut Ilmu Kesehatan Himalaya, Dehdaruun, yang merupakan sentral kesehatan tersier di daerah semi-urban provinsi Uttarakhand, India. Sentral ini menerima kasus-kasus rujukan dari kota-kota di sekitarnya. Studi ini termasuk 32 wanita yang dirawat akibat aborsi septik sampai 20 minggu kehamilan. KRITERIA INKLUSI Wanita dengan riwayat terminasi kehamilan medis dengan gambaran aborsi septik KRITERIA EKSKLUSI Wanita dengan penyakit pendahulu yang berat Riwayat menyeluruh, termasuk kontrasepsi, riwayat obstetri dan aborsi diambil. Pemeriksaan kesehatan lengkap dilakukan, yang termasuk keadaan umum, sistemik, abdomen, inspekulo dan pervaginam. Seluruh pasien menjalani pemeriksaan darah lengkap, profil koagulasi, golongan darah, urin rutin dan mikroskopi, swab vagina, uji fungsi liver dan ginjal. Kultur darah dan urin diambil. USG dilakukan untuk

description

translate jurnal obgyn

Transcript of translate jurnal

Page 1: translate jurnal

PENDAHULUAN

Kehamilan yang tidak diinginkan telah menjadi masalah manusia dari sejak lama. WHO memperkirakan bahwa pada daerah India 15-24 aborsi yang tidak aman dilakukan setiap 1000 wanita berusia 15-19(1), bahkan setelah 40 tahun implementasi terminasi medis pada kehamilan di India. Aborsi yang diinduksi secara ilegal adalah penyebab utama kematian pada wanita usia produktif. Aborsi yang diinduksi oleh bidan yang tidak terlatih atau dai yang berakhir pada sepsis, perforasi uterus, peritonitis dan gagal ginjal akut (oligouria/anuria).

Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai kasus aborsi septik, untuk menilai morbiditas dan mortalitas dan untuk meningkatkan strategi pencegajan untuk mengurangi masalahnya.

MATERI DAN METODE

Studi ini dilakukan selama 18 bulan selama November 2007 sampai Mai 2009 di departemen obgyn Institut Ilmu Kesehatan Himalaya, Dehdaruun, yang merupakan sentral kesehatan tersier di daerah semi-urban provinsi Uttarakhand, India. Sentral ini menerima kasus-kasus rujukan dari kota-kota di sekitarnya. Studi ini termasuk 32 wanita yang dirawat akibat aborsi septik sampai 20 minggu kehamilan.

KRITERIA INKLUSI

Wanita dengan riwayat terminasi kehamilan medis dengan gambaran aborsi septik

KRITERIA EKSKLUSI

Wanita dengan penyakit pendahulu yang berat

Riwayat menyeluruh, termasuk kontrasepsi, riwayat obstetri dan aborsi diambil. Pemeriksaan kesehatan lengkap dilakukan, yang termasuk keadaan umum, sistemik, abdomen, inspekulo dan pervaginam.

Seluruh pasien menjalani pemeriksaan darah lengkap, profil koagulasi, golongan darah, urin rutin dan mikroskopi, swab vagina, uji fungsi liver dan ginjal. Kultur darah dan urin diambil. USG dilakukan untuk menyingkirkan sisa konsepsi atau benda asing lainnya di dalam uterus, dan untuk menilai sistem genitouriner.

Menurut kondisi pasien dan hasil pemeriksaan, diputuskan untuk merawat pasien secara konservatif atau operatif. Manajemen awal termsuk pemberian antibiotik spektrum luas intravena, hidrasi yang cukup dan tindakan suportif lainnya. Darah dan komponennya ditransfusi kalau perlu. Setelah 24-48 jam manajemen konservatif, keputusan untuk intervensi pembedahan diambil. Prosedur pembedahan termasuk dilatasi dan evakuasi, kolpotomi, laparotomi dengan drainase pus dan kumbah peritoneal, perbaikan perforasi uterus, histerektomi dengan atau tanpa reseksi dan anastomosis dari organ pencernaan jika terdapat cedera intestinal.

HASIL

Page 2: translate jurnal

Tabel 1 menunjukkan sekitar 72% pasien berada dalam kelompok pasien berusia 26-35 tahun, yang merupakan usia produktif primer, dengan strata sosioekonomi rendah.

81,2% pasien menjalani terminasi kehamilan medis akibat kehamilan tidak diinginkan dan faktor ekonomi. Kebanyakan dilakukan di rumah (62,5%) oleh tenaga tidak terlatih, namun yang mengejutkannya, terminasi kehamilan medis dilakukan di sentral kesehatan primer juga berkontribusi terhadap aborsi yang tidak aman (37,5%). 53% wanita menjalani aborsi pada semester pertama akhir (tabel 2).

Seperti yang terlihat pada tabel 3, kebanyakan pasien dirujuk ke rumah sakit dengan keluhan demam tinggi yang berhubungan dengan nyeri pelvis (90,6%). 68,8% dari pasien mengeluhkan sekret vagina dengan berbagai karakter.

Seluruh pasien memiliki leukositosis (100%), 19 pasien datang dengan kelainan profil koagulasi, kemungkinan akibat rujukan yang terlambat, dan 53,1% memiliki anemia dalam berbagai derajat.

Mayoritas (15/32) dari kasus yang dilaporkan memerlukan transfusi darah dan komponennya, 4 pasien menjalani dialisis akibat gagal ginjal akut. Hanya 12,4% dari kasus hanya bisa ditata secara sukses dengan tindakan medis tanpa intervensi pembedahan.

DISKUSI

Aborsi septik adalah masalah besar yang bertanggung jawab akan mortalitas dan morbiditas ibu tetapi mudah untuk dicegah. Menurut statistik, angka mortalitas aborsi septik adalah 7,8 per 1.000 aborsi (2). Dalam studi kami, mayoritas pasien (37,5%) berad dalam kelompok usia 26-30 tahun, diikuti oleh kelompok usia 31-35 tahun (34,35%), temuan ini mirip dengan pada studi lain (3,4). Namun, Meenakshi et al., Jain V et al. dan Bhattacharya et al. (5,6,7) menemukan bahwa tiga-perempat dari wanita yang menjalani aborsi yang tidak aman berada di rentang usia 20-30 tahun. Hal ini mungkin karena kami tidak mendapatkan kehamilan di luar nikah.

Kebanyakan pasien beragama Hindu (75%) karena distribusi populasi geografis dan regional di dalam studi kami.

Penelitian lain oleh Kamlajayaram dan Parameshwari menunjukkan bahwa 76% dari aborsi septik beragama Hindu (8). Agarwal dan Salhan juga melaporkan temuan serupa, dimana 77,3% kasus pada penganut Hindu (9), sedangkan Bansal dan Sharma mengamati bahwa 95,97% kasus pada agama Hindu (10). Sulit untuk menyimpulkan bahwa muslim tidak khawatir tentang kehamilan yang tidak diinginkan dan maka dari itu tidak melakukan terminasi.

Kebanyakan pasien aborsi septik dalam studi kami berasal dari strata sosioekonomis rendah (59,4%). Mukhopadya dan Das juga menunjukkan bahwa 70% dari kasus mereka berasal dari sosioekonomi rendah (11) dan pengamatan serupa juga dilakukan oleh Das et al. (92,2%) (12). Tampaknya populasi ini tidak mengamati kontrasepsi dan menggunakan aborsi yang tidak aman sebagai metode untuk penundaan kelahiran. Banyak mitos tentang IUD, OCP dan metode keluarga berencana lainnya yang beredar di masyarakat dan perlu ditelaah.

Page 3: translate jurnal

Status sosioekonomi dan kehamilan yang tidak diinginkan adalah alasan utama untuk terminasi kehamilan medis (81,2%) pada kebanyakan pasien kami. Ini sejalan dengan temuan oleh Padubidri dan Kotwani (54%) (13) dan Das et al (78%) (12).

Terminasi kehamilan medis adalah prosedur yang aman dan mudah bagi mereka yang terlatih namun dapat mengancam jiwa ketika dilakukan oleh oknum yang tak terlatih dalam lingkungan yang tidak steril. Dalam penelitian kami, mayoritas pasien menjalani terminasi kehamilan medis di rumah (62,5%) atau di tempat yang tidak resmi lainnya oleh oknum tak terlatih. Diamati bahwa kadang sikap dari pegawai, residen, dan dokter di rumah sakit tidak ramah terhadap pasien, khususnya jika dia mencari jasa terminasi kehamilan medis untuk kehamilan yang tidak diinginkan. Maka dari itu pasien diarahkan menuju orang yang tidak terlatih, mencari kerahasiaan. Sharma et al. mendapatkan temuan yang sama; 67,7% dari kasus dilakukan oleh dai dan oknum tak terlatih lainnya di rumah atau tempat tidak higienis lainnya (2). Penulis lainnya juga melaporkan hasil yang serupa (6, 13, 14, 15).

Hal ini menunjukkan adanya kekurangan dalam dokter berkualifikasi di daerah pingiran UP dan Uttarakhand, jadi para wanita merasa lebih mudah untuk menjumpai dai. Terminasi kehamilan medis dilakukan oleh oknum tak terlatih tetap menjadi penyebab utama aborsi septik.

Perlu diperhatikan bahwa 37,5% dari aborsi dalam studi kami dilakukan di sentral kesehatan primer dan puskesmas, seperti yang dilaporkan oleh Sule-Odu et al. dan Bhattacharya S. et al (16,7). Hal ini menunjukkan bahwa banyak dokter dan penyedia layanan kesehatan lainnya di negara berkembang tidak dilatih secara baik untuk melakukan jasa aborsi yang aman.

DIC sebagai komplikasi telah diamati pada rentang 2,08 sampai 3,2 (2,7,47), sedangkan kami mengamati DIC pada 9,3% (3 pasien) selama kedatangan awal. Hal ini terjadi mengingat fakta bahwa kami adalah institusi pelayanan tersier, yang menerima pasien sepsis setelah perlakuan awal dari kota-kota sekitar. Selama ini, komplikasi yang mengancam nyawa mungkin sudah membaik.

Kultur swab vagina melaporkan E.coli (24-57,8%) sebagai organisme terbanyak oleh Das et al. dan Singh et al. (12, 17) sedangkan kami hanya menerima 21,8% kultur swab vagina positif untuk E.coli. Mayoritas kasus kami adalah kultur steril (43,8%) mungkin disebabkan fakta bahwa pasien telah menerima berbagai antibiotik pada waktu dirujuk ke sentral kami.

Manajemen aborsi septik tetap menjadi tantangan bagi ahli obstetri. Sebelumnya beberapa pihak menentukan terapi konservatif sebagai pilihan dengan ide bahwa pasien mungkin tidak bisa menahan trauma pembedahan; dalam keadaan yang buruk seperti itu, perlakuan tambahan terhadap jaringan dapat menyebabkan komplikasi seperti DIC dan syok endotoksik.

Manajemen agresif dengan cairan IV, antibiotik spektrum luas, komponen darah, vasopresor dan oksigen diberikan pada pasien kami sebagai manajemen lini pertama kalau perlu. 4 dari 32 (12,4%) pasien merespon manajemen konservatif, sebuah temuan yang mirip dengan yang dilaporkan oleh Sharma et al. (16,1%) dan Agarwal dan Salhan (20%) (2,3), dimana mayoritas pasien pada akhirnya memerlukan intervensi bedah. 50% kasus memerlukan suction dan evakuasi. Pada pasien yang memerlukan laparotomi eksplorasi (37,5%), prosedur lebih lanjut diindividualisasikan tergantung kepada

Page 4: translate jurnal

keparahan kasus. Angka laparotomi yang dilaporkan berkisar antara 16-62,6% (3, 6, 8, 12, 17, 18). Dalam studi kami, 9,4% kasus memerlukan histerektomi; hal ini serupa dengan yang ditemukan peneliti lain (7,9). Walau dengan manajemen agresif, kami kehilangan 3 pasien (9,3%) dimana 1 menderita DIC dan 2 meninggal akibat MODS. Kematian ibu akibat aborsi yang tidak aman dilaporkan berada dalam rentang 6,45%-26,4% (2, 6, 14, 15, 19, 20).

Aborsi septik sebagian besar dapat dicegah, dan banyak terdapat kesempatan untuk pencegahan primer, sekunder,dan tersier. Pencegahan primer aborsi septik termasuk pemberian kontrasepsi efektif; mudah dijangkau, aman, legal dan hal ini memerlukan kontribusi media dan ketersediaan personil kesehatan untuk memastikan aborsi yang aman.

Pencegahan sekunder dari aborsi septik tersiri dari diagnosis dan tatalaksana yang efektif untuk menghindari konsekuensi yang lebih serius seperti reevakuasi. Evaluasi pasien selama 24 jam permulaan tatalaksana adalah hal yang penting. Kegunaan dari pencegahan tersier adalah untuk menghindari konsekuensi serius dari syok sepsis / ARDS. Maka dari itu dengan pendekatan strategi ini, sensitisasi massa, penggunaan media dan memfokuskan perujukan awal pasien dengan potensi sepsis kita dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu.

Dalam pengalaman ini, kami menemukan bahwa sulit untuk mendefiniksan titik akhir dari perawatan konservatif, namun manajemen pembedahan memiliki keuntungan dalam pengobatan aborsi septik. Idenya adalah untuk mengangkat jaringan infeksius sebanyak mungkin

Hal ini jangan dilakukan terlalu cepat, sebelum penggunaan antibiotik yang cukup, atau terlambat, ketika tidak ada gunanya lagi.

KESIMPULAN

Komplikasi dari aborsi yang tidak aman tetap menjadi masalah besar kesehatan masyarakat antara wanita di negara berkembang. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas, pemerian informasi yang intensif dan komitmen pada seluruh tingkat diperlukan. Pelatihan berkala untuk bidan, dai, perawat dan dokter di bawah pengawasan ahli obstetri direkomendasikan. Edukasi terhadap wanita mengenai cara-cara kontrasepsi, yang tetap kurang diutilisasi, perlu ditelaah.