Translate Jurnal Radiologi

27
PENYAKIT PARU MIKOBAKTERIAL : KINERJA DIAGNOSTIK TOMOSINTESIS DIGITAL DOSIS RENDAH DIBANDINGKAN DENGAN RADIOGRAFI DADA Eun Young Kim MD, Myung Jin Chung MD, Ho Yun Lee MD, Won-Jung Koh MD, Hye Na Jung MD, Kyung Soo Lee MD. Radiology Society of North America Journal, 257 (2010), 269–277 Telaah Kritis (Critical Appraisal) Penelitian prospektif pada jurnal ini bertujuan untuk membandingkan temuan penyakit mikobakterial paru pada foto radiografi antara radiografi dada dengan digital tomosintesis dosis rendah. Jika dianalisa, penyampaian ide, proses, dan hasil penelitian dalam jurnal ini sudah cukup baik, yang mana syarat jurnal yang baik telah terpenuhi dengan pencantuman dan penguraian tujuan (objective),material dan metode, hasil (result), simpulan (conclusion), serta diskusi dengan baik. Dalam melakukan telaah kritis pada penelitian ini, kami menggunakan metode PICO (Population/Problem, Intervention, Comparison, Outcome). Berikut urain rinci dari telaah kritis yang kami lakukan. Masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah membandingkan temuan radiografi antara radiografi foto polos X-ray dada dengan radiografi tomosintesis digital dosis rendah pada orang dengan penyakit mikobakterial paru dan selanjutnya dibandingkan dengan CT Scan sebagai baku emas. Indikator telaah kritis berdasarkan populasi 1

description

jurnal radio terjemahan

Transcript of Translate Jurnal Radiologi

Page 1: Translate Jurnal Radiologi

PENYAKIT PARU MIKOBAKTERIAL : KINERJA DIAGNOSTIK

TOMOSINTESIS DIGITAL DOSIS RENDAH DIBANDINGKAN DENGAN

RADIOGRAFI DADA

Eun Young Kim MD, Myung Jin Chung MD, Ho Yun Lee MD,

Won-Jung Koh MD, Hye Na Jung MD, Kyung Soo Lee MD. Radiology Society of North

America Journal, 257 (2010), 269–277

Telaah Kritis (Critical Appraisal)

Penelitian prospektif pada jurnal ini bertujuan untuk membandingkan

temuan penyakit mikobakterial paru pada foto radiografi antara radiografi dada

dengan digital tomosintesis dosis rendah. Jika dianalisa, penyampaian ide, proses,

dan hasil penelitian dalam jurnal ini sudah cukup baik, yang mana syarat jurnal

yang baik telah terpenuhi dengan pencantuman dan penguraian tujuan

(objective),material dan metode, hasil (result), simpulan (conclusion), serta

diskusi dengan baik. Dalam melakukan telaah kritis pada penelitian ini, kami

menggunakan metode PICO (Population/Problem, Intervention, Comparison,

Outcome). Berikut urain rinci dari telaah kritis yang kami lakukan.

Masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah membandingkan temuan

radiografi antara radiografi foto polos X-ray dada dengan radiografi tomosintesis

digital dosis rendah pada orang dengan penyakit mikobakterial paru dan

selanjutnya dibandingkan dengan CT Scan sebagai baku emas. Indikator telaah

kritis berdasarkan populasi atau masalah (population/problem) adalah fair

recruitment (apakah subjek penelitian mewakili populasi target?). Dalam

penentuan keterwakilan populasi target oleh subjek penelitian, kita dapat

melihatnya dari teknik pemilihan sampel. Jumlah sampel ditentukan dengan

berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang juga membandingkan antara

radiografi dada dan DTS. Sampling yang digunakan adalah yakni menjaring

pasien yang sesuai dengan kriteria penelitian untuk ikut serta dalam studi. Dalam

hal ini dilakukan studi terhadap hasil x-ray dada dan DTS lalu dibandingkan

dengan CT scan dada dari 100 orang sampel, dimana 65 orang merupakan obyek

penelitian dan 35 orang sebagai kelompok kontrol. Periode penelitian cukup

singkat yakni dari Maret hingga Juni 2009. Penelitian ini tidak memaparkan

1

Page 2: Translate Jurnal Radiologi

kriteria inklusi dan eksklusi yang spesifik, hanya dipaparkan bahwa 65 obyek

penelitian terdiri dari 42 orang dengan tuberkulosis paru dan 23 orang dengan

penyakit mikobakterial non tuberkulosa lainnya, dimana obyek penelitian tersebut

telah secara reguler diikuti perkembangan penyakitnya dengan CT scan dada.

Penelitian ini tidak mempertimbangkan aspek klinis pasien seperti kultur sputum

ataupun keadaan klinis pasien karena hanya membandingkan tampilan foto antara

DTS dan foto polos dada dengan CT Scan sebagai rujukan standar.

Dari segi intervensi (Intervention), seluruh sampel dievaluasi dengan

radiografi, DTS dan CT scan. Kelompok studi pada penelitian ini telah memenuhi

dengan baik indikator telaah berdasarkan intervensi yaitu fair allocation (apakah

kelompok studi yang ada dapat dibandingkan?), yang mana seluruh subjek

menjalani prosedur yang sama dan kedua hasil pencitraan dibandingkan lalu

dibandingkan kembali dengan hasil CT Scan sebagai nilai rujukan. Selanjutnya

hasil foto dievaluasi oleh dua ahli berbeda dengan mengacak foto dan membagi

foto menjadi dua kelompok. Sementara itu proporsi obyek berdasarkan jenis

kelamin pada penelitian ini cukup seimbang pada 65 obyek yaitu 32 laki – laki

dan 33 wanita. Sedangkan pada kelompok kontrol sedikit tidak seimbang (24 laki

– laki dan 11 wanita). Sebenarnya perbedaan proporsi ini dapat diatasi dengan

lebih memperpanjang periode penelitian, sehingga diperoleh proporsi subjek yang

lebih seimbang.

Dari segi comparison (perbandingan), hasil pemeriksaan radiografi dalam

hal ini dibandingkan dengan hasil pemeriksaan CT scan. Adapun indikator dari

telaah kritis berdasarkan comparison adalah fair maintenance (apakah status

komparabel antar kelompok studi dipertahankan hingga akhir penelitian?). Setelah

kami analisis, maintenance status dapat dibandingkan pada studi ini dan telah

dilaksanakan dengan baik. Oleh karena studi ini adalah studi prospektif tanpa

follow-up, tidak ada subjek yang dropout.

Outcome dari penelitian ini adalah resume hasil pencitraan penyakit

mikobakterial paru pada orang dewasa melalui dua modalitas pencitraan yaitu X-

ray dada dan DTS, yang selanjutnya dibandingkan dengan hasil CT Scan sebagai

nilai rujukan, yang akhirnya mendapat kesimpulanadanya keunggulan DTS

dibandingkan dengan X-ray dada. Dalam hal ini indikator telaah kritis

2

Page 3: Translate Jurnal Radiologi

berdasarkan outcome adalah fair measurement, yaitu apakah penelitian

dilaksanakan secara blinded (subjek dan evaluator), serta menggunakan parameter

yang objektif? Pada penelitian ini diuraikan bahwa evaluator tidak mengetahui

identitas dan status pasien dan hanya diberikan foto yang diberi nomor dari 1 – 50

dan 51 – 100 sehingga penelitian ini telah dilaksanakan secara blinded.

Tujuan : Membandingkan kinerja diagnostik teknik tomosintesis digital dosis

radiasi rendah (DTS) dengan radiografi konvensional dalam mendeteksi lesi paru

pada pasien dengan penyakit mikobakterial paru3

Page 4: Translate Jurnal Radiologi

Bahan dan Metode : The Institutional Review Board pada institusi kami

menyetujui penelitian ini, dan semua pasien diberikan persetujuan tertulis. Dalam

studi ini, 100 pasien (65 pasien studi, 35 pasien kontrol) melalui pemeriksaan

dengan multidetector computed tomography (CT), radiografi dada, dan DTS dosis

rendah (dosis efektif: masing-masing 3,4, 0,02, dan 0,05 mSv). Dua ahli radiologi

mengevaluasi gambar radiografi dan DTS untuk melihat adanya lesi parenkim dan

jumlah rongga dalam setiap pasien, CT sebagai standar acuan. Wilcoxon signed

rank, tes McNemar dan statistik ĸ yang digunakan.

Hasil : Keakuratan DTS dan radiografi dalam menggambarkan penyakit

mikobakterial adalah 97% dan 89%, dimana untuk pengamat 1 (P = 0,039) dan

99% dan 93%, dan untuk pengamat 2 (P = 0,031). Keakuratan DTS dan radiografi

dalam menggambarkan setiap jenis lesi adalah, 95% dan 77% untuk bronkiolitis,

92% dan 76% untuk nodul, 86% dan 79% untuk konsolidasi, dan 93% dan 70%

untuk cavities. Para pengamat menyepakati bahwa dengan menggunakan DTS (ĸ

= 0,62-0,94) lebih unggul dibandingkan dengan radiografi (ĸ = 0,46-0,62). Dari

total 141 rongga ditemukan dengan CT, dimana 27 (19%) cavities pada radiografi

dada dan 108 (77%) cavities pada DTS (P<0,01) yang terdeteksi oleh dua

pengamat.

Kesimpulan : DTS yang dikerjakan dengan teknik dosis rendah lebih unggul

daripada radiografi konvensional dalam mendeteksi lesi paru pada pasien dengan

penyakit mikobakterial paru.

Tomosintesis digital (DTS) berdasarkan atas prinsip pengumpulan

proyeksi radiografi dengan dosis radiasi rendah pada sudut yang berbeda dan

menggunakan proyeksi untuk merekonstruksi bagian gambar guna mendeteksi

adanya peningkatan lesi halus (1). Keuntungan dari DTS, dibandingkan dengan

radiografi konvensional, meliputi lokalisasi kedalaman dan peningkatan struktur

yang mampu dicapai dengan menghilangkan kekacauan visual dimana

berhubungan dengan overlying anatomi (1-3).

Penyakit mikobakterial paru tetap merupakan penyebab besar infeksi di

seluruh dunia dan berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan

4

Page 5: Translate Jurnal Radiologi

mortalitas, terutama pada pasien dengan dengan perubahan imunitas selular (4).

Identifikasi dini dan pengobatan kasus tuberkulosis (TB) aktif sangat penting

untuk pengendalian tuberkulosis. Bakteri tahan asam (BTA) ditemukan pada

dahak dari sejumlah pasien dengan TB aktif. Oleh karena itu, diagnosis berbasis

pencitraan akan memfasilitasi terapi yang tepat untuk pasien yang terinfeksi

sebelum diagnosis definitif ditegakkan melalui pemeriksaan bakteriologi (5).

Penyakit mikobakterial paru memiliki berbagai pola manifestasi pada radiologi,

meliputi nodul, konsolidasi, cavities, dan hilangnya volume segmental atau lobar.

Pasien dengan cavitary pulmonary tuberculosis memiliki prognosis yang buruk

oleh karena beban besar dari organisme dan membutuhkan waktu yang lama

dalam mengkonversi sputum smear (10,11). Dengan demikian, pasien dengan

penyakit infeksi paru TB wajib dilakukan pemeriksaan adanya cavities secara

tepat untuk mendapatkan pengobatan yang efektif (12).

Meskipun kenyataan menyebutkan bahwa Computed Tomography (CT)

memberikan informasi yang lebih akurat mengenai tingkat dan distribusi penyakit

mikobakterial paru dan dapat membantu dalam evaluasi aktivitas penyakit, dosis

tinggi radiasi secara potensial berbahaya bagi pasien dengan tuberkulosis (8,9).

Dilaporkan dosis efektif dengan DTS adalah sekitar 0,12 mSv (2,13). Staf

radiologi di lembaga kami telah berusaha untuk memberikan dosis rendah DTS,

yang merupakan dosis rendah efektif (0,05 mSv untuk pasien standar), dengan

mengubah parameter DTS dan menetapkan kondisi dosis rendah untuk pencitraan

dada. Dengan demikian, tujuan dari penelitian kami adalah untuk membandingkan

kinerja diagnostik teknik DTS dosis rendah dengan radiografi konvensional dalam

mendeteksi lesi paru pada pasien dengan penyakit mikobakterial paru.

Bahan dan Metode

Pasien

The Institutional Review Board menyetujui studi prospektif kami, dan

sebelum partisipasi mereka, semua pasien diberikan persetujuan tertulis dimana

akan diperiksa dengan DTS. Dari bulan Maret sampai Juni 2009, 65 pasien

berturut-turut berusia 16-86 tahun (usia rata-rata, 50 tahun ± 18 [standar deviasi])

-32 laki-laki (usia rata-rata, 49 tahun ± 18) dan 33 perempuan (usia rata-rata, 51

5

Page 6: Translate Jurnal Radiologi

tahun ± 18)-dengan TB paru (n = 42) atau penyakit mikobakterial nontuberkulosis

lainnya (n = 23) yang secara teratur ditindaklanjuti dengan CT dada dimana secara

prospektif terdaftar dalam penelitian ini. Selain itu, 35 pasien berusia 25-75 tahun

(usia rata-rata, 54 tahun ± 12) -24 pria (usia rata-rata, 54 tahun ± 13) dan 11

wanita (usia rata-rata, 55 tahun ± 10)-yang telah menjalani DTS dimana hanya

untuk mengkonfirmasi diagnosis CT dada bahwa mereka bebas dari lesi, dimana

terdaftar sebagai kelompok kontrol. Di departemen kami, protokol standar untuk

pasien yang dirujuk menjalani CT dada termasuk radiografi dada posteroanterior

(dengan radiograf lateral yang dihilangkan untuk mengurangi paparan radiasi).

Setelah menjalani radiografi dada, semua pasien kemudian menjalani pemeriksaan

dengan DTS. Delapan puluh lima dari 100 pasien menjalani DTS dan CT dada

pada hari yang sama, dan 15 pasien menjalani DTS dalam waktu 1 minggu dari

waktu pemeriksaan CT. Penyakit mikobakterial paru didiagnosis rata-rata, 39 hari

sebelum radiografi dada (kisaran, -1 sampai 322 hari), DTS (kisaran, -1 sampai

322 hari), dan CT (kisaran, -7 sampai 322 hari).

Radiografi

Pemeriksaan radiografi dada dilakukan dengan menggunakan sistem

radiografi digital cesium iodide–amorphous silicon flat-panel detector (Definium

8000, GE Healthcare, Chalfont St Giles, Inggris) termasuk akuisisi gambaran

posteroanterior pada tegangan tabung 120 kVp dengan kontrol paparan otomatis

setara dengan kecepatan 400. Dosis yang efektif untuk standar pasien (pasien laki-

laki Amerika, tinggi, 176 cm; berat badan, 86 kg) adalah 0,02 mSv, yang

ditentukan dengan menggunakan anthropomorphic chest phantom (Alderson

Lung/Chest Phantom RS-320; Radiology Support Devices, Long Beach, Calif)

dan Monte Carlo software (PCXMC, versi 1.5, STUK, Helsinki , Finlandia).

DTS

Pemeriksaan DTS dilakukan dengan menggunakan unit yang tersedia

secara komersial (Volume RAD, GE Healthcare) dengan sistem cesium iodide–

amorphous silicon flat-panel detector. Kami mengubah parameter DTS dan

membentuk kondisi radiasi dosis rendah untuk pencitraan dada. Enam puluh

6

Page 7: Translate Jurnal Radiologi

gambar proyeksi dengan dosis rendah diperoleh dalam waktu 10 detik dengan

menggunakan tegangan tabung 100 kVp, dengan perbandingan dosis 1:5, dan

filter tembaga 0,3 mm sebagai tambahan. Detektor tersebut tetap dalam posisinya,

sedangkan tabung X-ray menjadi subjek gerak vertikal yang berlangsung secara

kontinyu, dari -17,5° sampai +17,5°, berada di sekitar posisi standar

posteroanterior ortogonal. Data gambar diperoleh pada -15° hingga +15°. Total

akhir, terdapat 60 proyeksi gambar yang diperoleh dari satu pemeriksaan dan

digunakan untuk merekonstruksi sekitar 54 gambar koronal dengan ketebalan 4

mm tanpa adanya keadaan tumpang tindih. Surface dose untuk protokol ini,

termasuk akuisisi radiograf posteroanterior sebagai referensi gambar, adalah 0,3

mGy. Dosis yang efektif adalah 0,05 mSv untuk pasien standar, yang ditentukan

dengan menggunakan asumsi bahwa paparan diberikan pada sudut nol proyeksi

yaitu, proyeksi dimana arah radiasi tegak lurus terhadap bidang detektor (14).

Gambar 1. Gambar pasien wanita, umur 64 tahun dengan penyakit paru mikrobakterial nontuberkulosis ( Mycobacterium avium infection). (a) Radiografi posteroanterior tidak menunjukkan abnormalitas pada zona paru kanan atas. (b) Gambaran DTS menunjukkan nodul bergerombol dengan struktur cabang linier yang disebut tree in bud sign (panah) di zona paru kanan atas. (c) Gambaran CT koronal dan (d) aksial (lung window) mengkonfirmasi kehadiran bronkiolitis (panah) di segmen anterior lobus kanan atas.

7

Page 8: Translate Jurnal Radiologi

Multidetektor CT

Pada semua pasien, CT scan helikal diperoleh melalui pemeriksaan seluruh

thorax pada akhir inspirasi dengan menggunakan 64 section equipment

(LightSpeed VCT; GE Health-care). Parameter pemindaian adalah sebagai

berikut, lebar detektor individu, 0,625 mm, gantry rotation time, 400 msec,

tegangan tabung, 120 kVp, current tube, 110-150 mAs, dan pitch 0,97. Gambar

aksial yang direkonstruksi, menggunakan parameter berikut : ketebalan bagian 2.5

mm, high-spatial-frequency reconstruction algorithm (bone preset), dan 34-38 cm

lapangan pandang. Gambar koronal yang direkonstruksi pada interval 4 mm.

Gambar rekonstruksi koronal sepenuhnya tertutup daerah dari permukaan depan

ke belakang dada. Dosis yang efektif untuk dada CT, 3,4 mSv, berdasarkan data

dari model standar pasien dimana melibatkan penggunaan anthropomorphic

phantom dan dose-length product to effective dose conversion factor of 0 0.017

mSv/(mgy · cm) (15).

Studi Deteksi

Dua orang subspesialisasi radiologis dada (H.Y.L., E.Y.K.), yang memiliki

pengalaman membaca CT scan dada selama 10 tahun dan 3 tahun dan sekitar 2

tahun dan 6 bulan pengalaman klinis dengan DTS, masing-masing bekerja

independen dan menganalisis data gambar secara terpisah. Untuk setiap pasien,

mereka diminta untuk menandai dan mencatat setiap temuan penyakit

mikobakterial paru pada gambar radiografi dan DTS secara blinded. Untuk setiap

pengamat, kasus tersebut dibagi menjadi dua kelompok, kasus satu sampai 50 dan

kasus 51-100 dan gambar radiografi dalam kelompok pertama dari 50 kasus dan

gambar DTS dalam 50 kasus yang terakhir yang dikelompokkan dan diatur

kembali secara acak. Pengacakan dicapai dengan menggunakan standar generator

nomor acak untuk menentukan urutan pembacaan secara acak. Gambar-gambar

ini dibaca selama sesi pertama. Selama sesi kedua, radiografi dada di kelompok

kedua (kasus 51-100) dan gambar DTS di kelompok yang telah dibaca. Interval

antara dua sesi adalah 2 minggu. Oleh karena perbedaan besar dalam penampilan

antara gambar DTS dan radiografi, protokol ini dianggap cukup untuk

8

Page 9: Translate Jurnal Radiologi

menghindari bias. Para pengamat diizinkan untuk mengubah window width dan

window level dan menggunakan tombol fungsi untuk pan dan zoom.

Terdapat beragam temuan kelainan pada penyakit mikobakterial paru, dimana

dibagi menjadi lima pola: bronkiolitis, nodul, konsolidasi, cavities, dan volume

loss. Menurut daftar istilah dari Fleischner Society (16), temuan tersebut

diinterpretasikan sebagai berikut: Bronkiolitis atau “tree in bud” adalah

sekelompok mikronodul dengan atau tanpa struktur cabang linier (Gambar 1).

Sebuah nodul adalah opasitas berbentuk bulat atau oval kurang dari 30 mm.

Konsolidasi adalah peningkatan opasitas yang homogen dalam parenkim paru

dimana garis tepi pembuluh darah dan dinding saluran napas menjadi tidak jelas

atau kabur. Sebuah cavity adalah daerah luscent dalam daerah konsolidasi paru,

massa, atau nodul (Gambar 2, 3). Volume loss ditunjukkan dengan dilatasi

bronkus dengan atau tanpa adanya atelektasis, atau sebaliknya. Setiap cavity pada

pasien harus ditandai pada radiografi dan terdapat hanya satu dari 54 gambar

DTS. Kami juga mencatat jumlah dari cavities. Setelah analisis dari masing-

masing pola penyakit paru, penyakit mikobakterial dianggap hadir ketika terdapat

lesi konsolidasi, cavity atau cavities, nodul atau tree in bud sign.

9

Page 10: Translate Jurnal Radiologi

Gambar 2: Gambar pasien pria, umur 39 tahun dengan TB paru. (a) Radiografi Posteroanterior menunjukkan konsolidasi di kiri atas lapang paru. Pada analisis gambar prospektif, dua pengamat tidak mendeteksi adanya cavity. (b) Gambar DTS menunjukkan cavity (panah) pada zona paru kiri atas. (c) Gamabar CT koronal (lung window) mengkonfirmasi adanya cavity (panah) pada lobus kiri atas.

Standar Referensi

Multidetector CT merupakan metode standar referensi untuk analisis.

Setelah dua pengamat menyelesaikan studi deteksi, pencatatan gambaran DTS dan

pembacaan radiografi sudah sesuai lalu dibandingkan dengan mereka yang berasal

dari CT multidetektor pembacaan scan (baik koronal dan aksial CT gambar).

Sebagai perbandingan, kami mengacu pada pembacaan catatan CT scan dada dari

seorang ahli radiologi (KSL, 20 tahun CT pengalaman membaca) dimana dengan

pertimbangan dari lima pola abnormalitas paru yang digunakan dalam radiografi

dan dari pembacaan gambar DTS segera setelah pemeriksaan CT. Selain itu,

10

Page 11: Translate Jurnal Radiologi

kinerja diagnostik DTS dan radiografi dibandingkan dalam hal tingkat deteksi

cavity pada kedua dasar yaitu dasar per-pasien dan dasar per-lesi. Semua gambar

dinilai dengan menggunakan arsip gambar dan sistem komunikasi (Centricity RA

1000; GE Healthcare).

Analisis Statistik

Sebelum memulai penelitian ini, jumlah sampel ditentukan berdasarkan

hasil dasar dari penelitian sebelumnya dimana DTS dada dan radiografi dada

dibandingkan. Berdasarkan laporan tersebut, deteksi rata – rata (p) dari

tomosintesis dada (p1) dan radiografis dada (p2) adalah 0.64 dan 0.40. Jumlah

sampel yang diperlukan dikalkulasi dengan menggunakan persamaan berikut :

Dengan level signifikansi 10 % (contohnya Za=1.282) dan stastistikal

power 90 % (Zb=1.960) dan dimana Zcrit adalah nilai Z dengan nilai P spesifik

sebagai kriteria signifikan (P = .05 pada penelitian ini), Zpwr adalah nilai Z dengan

spesifik statistikal power (power 0.90 pada penelitian ini, p adalah rata – rata dari

p1 dan p2, D adalah perbedaan antara p1 dan p2 (p1- p2) dan p rata – rata = (p1+

p2)/2. Dibawah kondisi ini hasil analisis power mengindikasikan jumlah sampel

minimal dari 97 pasien yang menjalani DTS dada dan radiografi dada dari tiap

pasang grup.

Performa diagnosis dari DTS dan radiografi, termasuk juga sensitivitas,

spesifisitas dan akurasi untuk mendeteksi penyakit mikobakterial dan tiap pola

dari abnormalitas paru, yang dikalkulasi dari berdasarkan tiap pasien dan

dibandingkan dengan performa diagnosis dari CT sebagai standar referensi.

Sebagai tambahan, DTS dan radiografi dibandingkan satu sama lain, dalam

batasan dari nilai performance dengan menggunakan tes McNemar. Jumlah dari

kavitas yang dideteksi dengan DTS dan radiografi dada, dengan CT sebagai

standar referensi, dibandingkan dengan menggunakan wilcoxon signed rank test.

11

Page 12: Translate Jurnal Radiologi

Persamaan interobserver antara dua pengamat dianalisis dengan

menggunakan cohen k statistik. P < .05 menjadi dasar untuk mengindikasikan

signifikansi statistik. Data diproses dan dianalisis dengan menggunakan program

komersial yang ada ( SPSS, versi 17.0 ; SPSS, Chicago, III)

Hasil

DTS dan Deteksi Radiografi Pada Tiap Temuan dari Penyakit

Mikrobakterial

Akurasi rata – rata dari DTS dan radiografi untuk mendeteksi penyakit

mikrobakterial adalah 97 % dan 89 %. Pada pengamat pertama, (P = 0.39, tes mc.

Nemar). Dan 99 % dan 93 % untuk pengamat kedua (P = 0.31, mc. Nemar tes).

Akurasi DTS untuk mendeteksi penyakit mikrobakterial secara signifikan lebih

tinggi dibandingkan radiografi (tabel 1).

Tabel 1. Performa diagnosis dari DTS dan radiografi untuk deteksi penyakit

mikobakterial

Ketika kami melakukan evaluasi dari 100 pasien dengan tampilan pola lesi

pada parenkim paru, kehilangan volume lobar ditemukan pada 61 pasien,

bronkiolitis pada 56 pasien, konsolidasi pada 52 pasien, nodul pada 49 pasien dan

lubang pada 37 pasien. Dua pola ditemukan pada 6 pasien, tiga pola pada 14

pasien, empat pada 25 pasien, dan lima pada 20 pasien. Satu pasien kontrol

12

Page 13: Translate Jurnal Radiologi

memiliki temuan positif yang tidak disengaja dengan temuan kehilangan volume.

Rata – rata sensitivitas dan akurasi dari DTS untuk mendeteksi lesi paru secara

signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan radiografi. (tabel 2). Untuk observer

pertama, nilai akurasi untuk DTS dan deteksi radiografi dengan lesi parenkim

diverse adalah 95 % dan 72 % untuk bronkiolitis, 92 % dan 79 % untuk nodul, 84

% dan 73 % untuk konsolidasi, 96 % dan 72 % untuk lubang dan 98 % dan 78 %

untuk kehilangan volume. Untuk pengamat kedua, akurasi koresponden adalah 94

% dan 81 % untuk bronkiolitis, 91% dan 72 % untuk nodul, 87 % dan 85 % untuk

konsolidasi, 90 % dan 68 % untuk lubang, dan 95 % dan 88 % untuk kehilangan

volume (tabel 2). Semua nilai P, kecuali untuk perbandingan DTS dengan deteksi

radiografi dari konsolidasi (P = .754, Mc.Nemar tes) oleh observer kedua, adalah

dibawah 0.05

Tabel 2. Performa diagnosis dari DTS vs Radiografi untuk deteksi lesi parenkim

paru

Pendapat antar observer berdasarkan temuan DTS adalah antara baik dan

sangat baik ( k = 0.62 – 0.94) dan superior bila dibandingkan dengan temuan

radiografik (k = 0.46 – 0.62), pda hal yang berkaitan dengan berbagai temuan

pada lesi parenkim paru dengan DTS, persamaan sangatlah baik untuk mendeteksi

bronkiolitis (k=0.90) dan kehilangan volume (k=0.94) dan baik untuk mendeteksi

13

Page 14: Translate Jurnal Radiologi

nodul (k=0.74), konsolidasi (k=0.62) dan kavitas (k=0.79) (tabel 3). Dengan

radiografi, persamaan adalah antara moderate dan baik untuk mendeteki berbagai

temuan dari lesi paru, dengan nilai k adalah 0.62 utnuk bronkiolitis, 0.46 untuk

nodul, 0.53 untuk konsolidasi, 0.58 untuk kavitas, dan 0.61 untuk kehilangan

volume.

DTS dan Radiografi Dalam Menentukan Jumlah Kavitas

Total 141 kavitas ditemukan pada 37 pasien pada multideteksi CT, 76

kavitas pada paru kanan, dan 65 kavitas pada paru kiri. Diameter terpanjang dari

kavitas berkisar dari 10 hingga 69 mm , dan diameter rata – ratanya adalah 24

mm. Kedua observer rata – rata mendeteksi 27 (19%) kavitas dengan radiografi

dada dan rata – rata 108 (77%) kavitas dengan DTS (P< .01, wilcoxon signed test

rank). Dengan radiografi, pengamat 1 mendeteksi 20 kavitas asli pada 14 pasien, 5

kavitas palsu pada lima pasien (38 % sensitivitas, 92 % spesifisitas pada tiap basis

pasien), dan pengamat 2 mendeteksi 34 kavitas asli pada 18 pasien dan 18 kavitas

palsu pada 15 pasien (49 % sensitivitas dan 79 % spesivisitas). Bagaimanapun

juga, DTS membantu pengamat 1 untuk mengindentifikasi 104 kavitas pada 35

pasien (95 % sensitivitas), dan membantu pengamat 2 untuk mengidentifikasi 112

kavitas pada 34 pasien (92 % sensitivitas (tabel 4), (gambar 2,3).

Tabel 3. Persamaan antar observer pada DTS dan Radiografi dalam mendeteksi lesi parenkim

14

Page 15: Translate Jurnal Radiologi

Tabel 4. Deteksi kavitas dengan DTS dan Radiografi

Dengan DTS, pengamat 1 mendeteksi 2 kavitas palsu pada dua pasien (97

% spesifitas) dan pengamat 2 mendeteksi 11 kavitas palsu pada 10 pasien (89 %

spesifitas). Hasil positif palsu pada pembacaan DTS dan radiografi terutama

disebabkan oleh misinterpretasi pada kehilangan volume (gb 4), emfisema yang

terlokalisir, konsolidasi atau nodul sebagai kavitas.

Gb 4. Foto dari wanita 73 tahun dengan tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan a) Radiografi posteroanterior menunjukkan lesi kistik berdinding tipis yang diinterpretasikan sebagai kavitas oleh dua observer. b) foto DTS menunjukan lesi kistik berdinding tipis yang diinterpretasikan sebagai kavitas oleh dua observer. c) temuan dari foto CT koronal mengkonfirmasi bronkiektasis terlokalisir pada segmen lingular dari lobus kiri atas

DISKUSI

Meskipun radiografi dada merupakan pilihan pertama dalam mendiagnosis

dan mengikuti pasien dengan tuberkulosis paru, sensitivitas dan spesifitas yang

rendah merupakan kelemahan utama. Masalah yang berkaitan dengan

keterbatasan sensitivitas dan spesifitas dari radiografi ditutupi dengan penggunaan

15

Page 16: Translate Jurnal Radiologi

CT. Dengan perkembangan dari multideteksi CT, CT scan dada sekarang

menawarkan keuntungan dalam interval waktu pemeriksaan dan peningkatan

resolusi spasial. Akan tetapi, dengan peningkatan penggunaan CT, dosis radiasi

yang lebih tinggi dan biaya yang lebih tinggi menjadi problem tersendiri. Karena

pasien dengan tuberkulosis paru umumnya muda dan membutuhkan pemantauan

yang sering untuk memonitor aktivitas penyakit dan respond terapi, resiko untuk

peningkatan ekspose radiasi dari CT berulang harus dipertimbangkan. Teknik

baru yang dikembangkan, DTS, merupakan alternatif yang menarik, dengan dosis

radiasi yang rendah (bila dibandingkan dengan CT) dan peningkatan deteksi

(dibandingkan dengan radiografi). Dosis efektif DTS yang dilaporkan adalah

sekitar 0.12 mSv, yang merupakan sekitar 10 kali lebih tinggi dibandingkan yang

dipakai pada pemeriksaan radiografi (0.01-0.02 mSv). Tetapi itu sekitar tiga puluh

kali lebih rendah dibandingkan yang digunakan pada pemeriksaan CT dada. (3-8

mSv). Dengan DTS, dengan mengambil beberapa gambar proyeksi pada berbagai

sudut berbeda dengan menggunakan detektor digital, satu orang bisa

menghasilkan jumlah yang tak terhitung dari gambar perbagian pada kedalaman

berbeda dengan menggunakan algoritma rekonstruksi yang sesuai. Dengan

kedalaman resolusi yang lebih baik dan lebih sedikit tampilan anatomi yang saling

menutupi bila dibandingkan dengan radiografi, penggunaan DTS mungkin

berujung pada peningkatan deteksi dari lesi paru.

Penelitian kami menunjukkan sensitivitas yang superior dari teknik DTS dengan

dosis radiasi rendah, bila dibandingkan dengan radiografi dada, dalam mendeteksi

temuan penyakit mikobakterial paru. Meskipun angka deteksi konsolidasi dari

pengamat 2 dengan DTS tidak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan

radiografi dada, sensitivitas dari DTS dan radiografi adalah tinggi (86% untuk

keduanya) untuk deteksi dari pengamat terhadap temuan ini.

Sebagai pengetahuan kita, staf radiologi kami pertama – tama diminta

melakukan teknik DTS dosis rendah, yang termasuk juga kurang dari setengah

dosis efektif dari DTS konvesional,dengan mengubah parameter DTS. Dengan

teknik DTS dosis rendah yang digunakan pada penelitian ini, 60 gambar proyeksi

didapatkan, dengan dosis radiasi efektif untuk pasien standar adalah sekitat 0.83

mikroSv. Akhirnya, dosis efektif total adalah sekitar 0.05 mSv. Ini sekitar 2,5 kali

16

Page 17: Translate Jurnal Radiologi

lebih tinggi dibandingkan total dosis efektif untuk radiografi posteroanterior tapi

sekitar 70 kali lebih rendah dibandingkan multideteksi CT, yang memiliki dosis

efektif tinggi sekitar 3.4 mSv. Untuk selanjutnya, dosis ini lebih rendah

dibandingkan dengan yang dikirimkan dengan radiografi dua pandang (0.06 mSv

untuk pasien standar), termasuk tampilan posteroanterior dan proyeksi standar.

Dengan dosis radiasi rendah, DTS memiliki sensitivitas yang lebih superior

dibandingkan dengan radiografi pada penelitian kami.

Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini. Pertama, evaluasi

kami terhadap aktivitas penyakit tidak memasukkan analisis dari data klinis,

termasuk dari hapusan sputum dan kultur, dan kami tidak mengevaluasi gejala

pasien. Selain itu, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan

performa diagnostik dari DTS dan radiografi dalam mendeteksi berbagai temuan

penyakit mikobakterial paru. Dengan CT dada sebagai standar referensi.

Penelitian ini tidak didesain untuk mengevaluasi performa diagnosis dari DTS

untuk memprediksi aktivitas penyakit itu sendiri. Kedua, kami tidak memasukan

radiografi dada lateral pada analisis foto, memasukkan jenis foto ini memiliki

kemungkinan untuk meningkatkan sensitivitas radiografis untuk mendeteksi lesi.

Selain itu, pada departemen kami, kami umumnya hanya merekomendasikan

radiografi dada posteroanterior untuk pasien dimana CT dada dijadwalkan untuk

evaluasi selanjutnya dari gejala pada dada yang timbul. Oleh karena itu, pola

praktik klinis ini merefleksikan pekerjaan rutin harian kami. Sebagai tambahan,

investigator pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa satu radiografi

posteroanterior sudah cukup untuk skrining tuberkulosis dari individu dengan

hasil tes positif dari protein yang dimurnikan yang berasal dari kulit. Ketiga, biaya

DTS harus dielaborasikan. Biaya dari CT dosis rendah, DTS dan pemeriksaan

radiografi dada sekitar $ 200, $ 30, $ 10 pada negara kami. DTS sekitar tiga kali

lebih mahal dari radiografi dada tapi masih jauh lebih murah dibandingkan CT.

Jadi, DTS memiliki kemungkinan untuk dipakai sebagai pemeriksaan lanjutan

bagi pasien.

Sebagai kesimpulan, penggunaan teknis DTS dosis rendah adalah lebih

superior dibandingkan penggunaan radiografi untuk mendeteksi lesi paru.,

17

Page 18: Translate Jurnal Radiologi

terutama lesi cavitas, pada penyakit mikobakterium paru. Deteksi dini mungkin

akan menuntun pada terapi yang tepat sebelum diagnosis pasti ditentukan dengan

kultur bakteri, dan deteksi dari cavitas mungkin akan dapat memprediksi dari

prognosis pasien. Terlebih lagi, persamaan antar pengamat berdasarkan temuan

DTS adalah dari moderate hingga sangat baik dan superior dibandingkan dengan

temuan radiografik.

18