TPP

27
Laporan Praktikum Hari/ Tanggal : Selasa / 20 April 2010 Teknik Penyimpanan dan Golongan : Penggudangan Dosen : 1. Ir. M. Zein N, M.App.Sc 2. Ir . Sugiarto, M.Si 3. Dr. Ir. Indah Yualisih, Msc Asisten :1. Hanna Rina K (F34070065) 2. Nova A (F34070011) PENYAKIT PASCA PANEN KOMODITI PERTANIAN Disusun oleh Fajar Munichputranto (F34090011) Yonathan (F34090041) Ariska Duti Lina (F34090102) Citra Regina Barus (F34090119) Imastia (F34090120) Sulayman (F34090122)

Transcript of TPP

Page 1: TPP

Laporan Praktikum Hari/ Tanggal : Selasa / 20 April 2010

Teknik Penyimpanan dan Golongan :

Penggudangan Dosen : 1. Ir. M. Zein N, M.App.Sc

2. Ir . Sugiarto, M.Si

3. Dr. Ir. Indah Yualisih, Msc

Asisten :1. Hanna Rina K (F34070065)

2. Nova A (F34070011)

PENYAKIT PASCA PANEN KOMODITI PERTANIAN

Disusun oleh

2011

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Fajar Munichputranto (F34090011)

Yonathan (F34090041)

Ariska Duti Lina (F34090102)

Citra Regina Barus (F34090119)

Imastia (F34090120)

Sulayman (F34090122)

Page 2: TPP

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan Pasca panen merupakan tindakan atau perlakuan yang pada

hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen.

Penanganan pasca panen dibagi menjadi dua bagian, yakni postharvest yang

disebut pengolahan primer dan dan pengolahan sekunder. Pengolahan primer

(primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua

perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi atau untuk

persiapan pengolahan berikutnya, pada perlakuan ini tidak mengubah bentuk

penampilan termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Sedangkan

pengolahan sekunder (secondary processing) merupakan tindakan yang

mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain agar bahan pertanian

dapat tahan lebih lama (pengawetan), selain itu mencegah perubahan yang

tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain juga termasuk pengolahan

pangan dan pengolahan industri.

Dilakukannya penanganan pasca panen untuk mencegah terjadinya loose

pada bahan pertanian, baik dari segi kualitas ataupun kuantitas, seperti

penurunan komoditas sehingga tidak layak pasar ataupun tidak layak. Selain itu

juga dilakukan penanganan penyakiy pada saat penyimpanan berlangsung yang

muncul diakibatkan kerusakan pada bahan komoditi pertanian sehingga terjadi

kerusakan, atau juga disebabkan karena kondisi ruang penyimpanan yang dap

berakibat rusaknya bahan. Oleh sebab itu penanganan penyakit pasca panen

merupakan sesuatu hal yang penting di dalam penanganan komoditi pertanian.

Selain itu penanganan pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam

kondisi baik dan sesuai/tepat untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan

baku pengolahan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini agar mahasiswa dapat mengidentifikasi tanda-

tanda serangan penyakit pasca panen, kerusakan komoditi pertaniaan akibat

penyakit pasca panen, mengidentifikasi atau menentukan jenis penyakit pasca

Page 3: TPP

panen, menentukan penyebab penyakit pasca panen, serta dapat menentukan

cara pencegahan terjadinya serangan penyakit pasca panen.

Page 4: TPP

II. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas obyek dan gelas

penutupnya, pipet, dan mikroskop. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan

adalah buah-buahan komoditi pertanian yang sudah rusak atau terkena penyakit,

seperti apel dan pisang rusak.

B. Metode

Jenis penyakit pada bebuahan diidentifikasi dan diamati, seperti warna bagian terserang, perubahan bentuk dan permukaan, ada atau tidaknya luka, memar atau mikroorganisme lain yang tumbuh

Sampel cairan, lendir, atau miselium pada bebuahan yang terserang penyakit diambil sampelnya untuk diamati secara visual ataupun diamati menggunakan mikroskop

Sampel diamati dengan mikroskop lalu digambar penampakannya atau difoto

Penyebab penyakit pasca panen dan penyakit pasca panen yang terajangkit pada bebuahan tersebut diidentifikasi

Bebuahan (Melon, Alpukat, Pisang, Salak, Jeruk, Timun, Cabe Merah) diamati secara visual lalu digambar

Page 5: TPP

III. PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan terlampir.

B. Pembahasan

Setelah pemanenan pada produk pertanian metabolisme bahan pada bahan

pertanian sudah dipetik atau sebelum dipetik sudah berbeda. Produk pertanian

yang sudah dipanen akan mengalami loose bobot, hilangnya nutrisi, menurunnya

kualitas bahan ataupun kerusakan yang lain akibat perlakuan saat pemanenan.

Beberapa proses pemanenan yang dapat menimbulkan loose bobot, hilangnya

nutrisi, menurunnya kualitas bahan ataupun kerusakan berarti, yakni pengemasan

dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut, orientasi

gravitasi dari produk pascapanen umumnya sangat berbeda dengan kondisi

alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu dan

sebagainya. Dapat dikatakan secara keseluruhan, bahan hidup hasil pertanian

pascapanen dapat dikatakan mengalami berbagai perlakuan yang menyakitkan

selama hidup pascapanennya (Firdaus,2008).

Jika stress terlalu berlebihan yang melebihi toleransi fisik dan fisiologis

pada bahan pertanian , maka terjadi kematian pada bahan pertanian tersebut

Aktivitas yang menandakan adanya metabolisme pada bahan pertanian pasca

panen adalah respirasi., yang dapat menghasilkan panas sehingga proses seperti

kehilangan air, terjadinya layu pada bahan, dan pertumbuhan mikroorganisme

akan semakin meningkat. Anonim, (2008), menyatakan bahwa deengan kondisi

yang seperti ini (keadaan fisik yang bururk) mikroorganisme dapat tumbuh dan

dapat menginfeksi sayuran atau buah melalui cacat pada buah

Meminimalkan kerusakan pada komoditi pertanian pasca panen harus

mengerti cara penanganan komoditi tersebut saat penyimpanan ataupun saat

distribusi berlangsung sehingga dapat meminimalkan terjadinya kerusakan

tersebut. Menurut Kader, (1992), beberapa contoh penanganan komoditi pasca

paenn seperti pemahaman tentang sifat alami produk dan pengaruh praktek-

praktek penanganannya, hal ini sangat penting untuk agar kualitas bahan dapat

Page 6: TPP

terjaga dengan baik. Faktor lain yang harus diperhatikan seperti, faktor fisiologis,

fisik, patologis dan ekonomis. Apabila komoditi pertanian pasca panen sudah

mengalami kerusakan seperti cacar fisik, diperlukannya pengendalian penyakit

yang dapat dilakukan seperti, indentifikasi terhadap mikroorganisme penyebab

penyakit, pemilihan cara pengendalian yang tepat yang sangat dipengaruhi oleh

apakah penyebab penyakit tersebut melakukan infeksi sebelum atau sesudah

panen, penanganan yang baik untuk meminimumkan pelukaan atau kerusakan

lainnya, menjaga lingkungan untuk tidak memacu perkembangan penyakit

tersebut, memanen produk pada kematangan yang tepat (Pantastico,1991).

Pembusukan atau munculnya mikrooganisme pada buah merupakan akibat

kerusakan fisik pada buah pada saat menyimpanan yang di ditumbuhi

mikroorganisme, selain itu proses metabolisme juga dapat mempengaruhi

terjadinya kebusukan karena respirasi yang berlebihan. Menurut Syarief dan Halid

(1993), pada dasarnya mikroba perusak bahan pangan adalah bakteri, kapang dan

khamir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ketiga jenis mikroba

tersebut berbeda satu sama lain, di antaranya adalah aktivitas air (Aw) bahan

pangan, suhu penyimpanan dan suhu pengolahan, ketersediaan oksigen, pH bahan

pangan dan kandungan zat gizi bahan pangan. Faktor lingkungan fisik tersebut

apabila berada pada kondisi optimal makan pertumbuhan mikroba akan

berlangsung baik. Beberapa golongan buah busuk yakni, buah lunak dan basah

atau busuk bonyok, busuk keras dan kering atau busuk mummi, dan busuk biasa

atau bercak nekrosa. Cendawan, jamur, atau kapang menyerang tanaman

khususnya pohon buah-buahan melalui tiga cara yaitu melalui celah alami yang

terdapat pada tanaman seperti mulut daun (stomata), lentisel dan kelenjar nektar,

melalui luka bekas gigitan serangga atau lainnya, dan  melaui kontak langsung

dengan tanaman inangnya (Kalie, 1992).

Beberapa gejala terjadinya pembusukan pada buah adalah tampak bintik

atau bercak kecil pada buah atau sayur atau. Bintik ini kemudian membesar, clan

juga terjadi perubahan warna clan hijau menjadi kuning kehijauan lalu kuning,

cokelat atau hitam. Setelah itu timbul gejala nekrosa, yaitu matinya jaringan

penyusun organ, kemudian buah atau sayur menjadi busuk

Page 7: TPP

Buah dan sayuran yang diamati hampir semuanya mempunyai ciri-ciri

kebusukan yang sama, seperti terdapat bercak pada kulit buah, teksturnya berubah

menjadi lembek dan berlendir, bercak kehitaman dan cekung di beberapa bagian

dan keriput di beberapa bagian lain. Kebusukan juga menyerang daging buah

bagian dalam, beberapa jenis buah di daging buahnya terdapat larva atau ulat. 

Semua komoditi pada praktikum ini jika ditinjau dari permukaan luarnya terdapat

banyak memar, baik pada kulit maupun daging buahnya. Memar ini disebabkan

oleh kerusakan fisik dan mekanik yang mengakibatkan kerusakan penampakan

yang tidak bagus dan juga dapat memicu reaksi ezimatis tertentu yang

menimbulkan kerusakan kimiawi. Reaksi ini disebut fenolism dimana enzim

fenoloksidase menyerang jaringan pada buah sehingga menyebabkan warna gelap

dan kerusakan kimiawi lainnya yang diakibatkan tumbuhnya cendawan pada buah

tersebut, pengendalian yanga dapat dilakukan seperti Sanitasi kebun, pemberian

fungisida dan bakterisida yang sesuai, pemusnahan buah atau sayur yang

terserang, clan pemangkasan untuk mengurangi kerimbunan/kelembapan.

Pada praktikum ini bebuahan yang digunakan adalah alpukat, salak, jeruk,

cabe, mentimun, dan melon. Bebuahan tersebut sudah dalam keadaan busuk dan

berlendir juga tumbuh berbagai macam mikrooraginsme lain yang menyebabkan

pembusukan.

Bahan pangan hasil pertanian akan mengalami kerusakan fisik setelah

dipanen. Sebagai akibat dari pengaruh luar dan pengaruh dari sifat bahan itu

sendiri. Yang dimaksud dengan pengaruh luar adalah karena faktor-faktor

mekanis, seperti tekanan fisik (droppingatau jatuhan, shunting atau gesekan) dan

ada juga vibrasi atau getaran, benturan antara bahan dan alat atau wadah selama

perjalanan dan distribusi. Kerusakan fisik yang lain disebabkan oleh serangan

serangga atau hewan lain yang dikategorikan hama dalam penyimpanan (Syarief

dan Halid, 1993). Umur dari alpukat sendiri adalah sekitar 7 hari dari waktu

pemetikan untuk siap makan. Buah ini memiliki kulit lembut tak rata berwarna

hijau tua hingga ungu kecoklatan, tergantung pada varietasnya. Daging buah

alpukat berwarna hijau muda dekat kulit dan kuning muda dekat biji, dengan

tekstur lembut. Hasil pengamatan memperlihatkan warna alpukat yang sudah

tidak lagi berwarna hijau atau kuning namun berwarna coklat kehitaman. Kulit

Page 8: TPP

alpukat terlihat mengeras dan berwarna coklat tua. Biji alpukat mengalami

kerusakan pada bagian luarnya sehingga terlihat seperti mengelupas.

Pittinger, (2002), menyebutkan bahwa hal ini termasuk gejala-gejala dari

penyakit Anthracnose, yaitu timbulnya warna kecoklatan pada buah. Bagian biji

juga terserang penyakit. Hal ini dapat terlihat dari adanya lendir berlebihan pada

bagian dalam buah didekat biji. Selain itu, ketika daging buah dibuka, terdapat

ulat di daging buah. Buah merupakan buah yang telah cacat diserang ulat atau

buah yang telah mengandung ulat. Buah seperti itu tidak dapat dinikmati karena

telah rusak. Ulat, belatung, atau larva itu berasal dari telur sejenis lalat yang

disebut lalat buah. Jenis lalat ini tergolong bangsa Diptera (Kalie, 1992).

Penyakit alpukat yang disebabkan oleh mikroba adalah sebagai berikut,

jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc yang mempunyai miselium

berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya berwarna jingga.

Dengan gejala penyakit yang menyerang semua bagian tanaman kecuali akar.

Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga,

buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur. Pengendalian yang dilakukan

adalah pemangkasan ranting dan cabang yang mati dapat juga disemprot

menggunakan fungisida yang berbahan aktif maneb seperti pada Velimex 80 WP.

Fungisida ini diberikan 2 minggu sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5

gram/liter. Sedangkan untuk pembusukan pada buah alpukan itu sendiri

diakibatkan karena jamur Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang

apabila ada luka pada permukaan buah. Dengan bagian yang pertama kali

diserang adalah ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang

tidak teratur, yang kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan

timbul tonjolan-tonjolan kecil. Pengendaliannya dilakukan pengolesan bubur

Bordeaux / semprotkan fungisida Velimex 80 WP yang berbahan aktif Zineb,

dengan dosis 2-2,5 gram/liter.

Menurut Indriani et.al., (1997), alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah

masak. Untuk mencapai tingkat kemasan ini diperlukan waktu sekitar 7 hari

setelah pemetikan (bila buah dipetik pada saat sudah cukup ketuaannya). Bila

tenggang waktu tersebut dipercepat, maka buah harus diperam terlebih dulu. Hal

berbeda jika dilakukan perlakuan ekspor maka, tidak perlu dilakukan pemeraman

Page 9: TPP

karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai

di tempat tujuan.

Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan

mempunyai prospek bisnis yang baik di indonesia. Daerah asal diduga dari

Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman

salak (Salacca edulis) berasal dari Pulau Jawa. Di dalam budidaya buah salak,

salah satu hal yang menjadi kendalanya adalah terkait hama dan penyakit pada

bagian-bagian pohon salak.

Menurut Agromaret (2009), beberapa jenis penyakit yang sering dijumpai

pada tanaman buah salak:

1. Penyakit yang sering menyerang salak adalah sebangsa cendawan putih.

Gejala: busuknya buah. Buah yang terserang penyakit ini kualitasnya jadi

menurun, karena warna kulit salak jadi tidak menarik.

Pengendaliannya: mengurangi kelembaban tanah, yaitu dengan

mengurangi pohon-pohon pelindung.

2. Noda hitam

Penyebab : cendawan Pestalotia sp.

Gejala: adanya bercak-bercak hitam pada daun salak.

3. Busuk merah (pink)

Penyebab: cendawan Corticium salmonicolor.

Gejala: adanya pembusukan pada buah dan batang.

Pengendalian: tanaman yang sakit dan daun yang terserang harus dipotong

dan dibakar di tempat tertentu.

Dari pengamatan fisiologis salak diperoleh bahwa salak mengalami

pembusukan di bagian ujung yang agak meruncing. Adanya pembusukan ini

diduga akibat perlakuan mekanis seperti penanggulangan pascapanennya yang

tidak mengutamakan keutuhan buah salak. Selain itu, pembusukan ini juga dapat

dipacu oleh adanya mikroorganisme yang menyerang langsung pada buah salak.

Dari pengamatan secara mikroskopis diperoleh bahwa terlihat objek-objek kecil

yang diduga mikroorganisme tertentu yang menyebabkan pembusukan pada buah

salak. Analisa terhadap penyakit menunjukkan memperlihatkan adanya memar

pada bagian atasnya, akan tetapi tidak ditemukan adanya pertumbuhan miselium

Page 10: TPP

kapang. Aroma yang tercium pada pengamatan buah salak menunjukkan bau

khas salak yang tidak terlalu pekat. Selain itu, warna buahnya memperlihatkan

campuran/kombinasi antara coklat kehitam-hitaman

Menurut Widodo (2009), hama pada tanaman salak yang biasa dikenal

yakni sebagai berikut :

a. Kutu wol/putih (Ceratadhis sp) hama ini biasanya bersembunyi di sela-sela

buah

b. Kumbang penggerek tunas (Omotemnus sp) yang diserang adalah pucuk tunas

yang masih muda

c. Kumbang penggerek batang yaitu menyerang ujung daun yang masih muda

(paling muda), kemudian akan masuk ke dalam batang. Hal ini tidak

menyebabkan kematian tanaman, tetapi akan tumbuh anakan yang banyak di

dalam batang tersebut. Untuk mengendalikan penggerek: dimatikan atau

dengan cara meneteskan larutan insektisida (Diazenon) dengan dosis 2 cc per

liter pada ujung daun yang terserang atau dengan cara menyemprot. Dalam hal

ini diusahakan insektisida dapat masuk ke dalam bekas lubang yang digerek.

Cara lainnya dengen memasukkan kawat yang ujungnya lancip ke dalam

lubang yang dibuat kumbang hingga mengenai hama.

Komoditi selanjutnya yang diamati adalah jeruk yang sudah busuk. Jeruk

atau limau adalah semua tumbuhan berbunga anggota marga Citrus dari suku

Rutaceae (suku jeruk-jerukan). Anggotanya berbentuk pohon dengan buah yang

berdaging dengan rasa masam yang segar, meskipun banyak di antara anggotanya

yang memiliki rasa manis. Rasa masam berasal dari kandungan asam sitrat yang

memang menjadi terkandung pada semua anggotanya (Anonim, 2011).

Setiap jenis buah dan sayur hanya diserang oleh kelompok jamur parasit

dan kemungkinan oleh bakteri, yang unik dan relatif kecil. Kelompok ini

memerlukan persyaratan nutrisi dan kemampuan enzimatis untuk

perkembangannya di dalam jaringan inangnya. Misalnya, jamur Penicillium

digitatum hanya menyebabkan penyakit pascapanen pada jeruk. Selain itu, dalam

atmosfer ruang simpan juga terkadung gas etilen, khususnya yang dihasilkan

secara alami dari produk pasca panen yang disimpan, serta karena adanya

perlakuan dengan etilen buatan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk

Page 11: TPP

penyeragaman tingakat kemasakkan buah dan mengubah warna hijau buah jeruk

(Jufrys, 2010). Pada pengamatan yang dilakukan, jeruk terlihat berjamur, keriput,

dan bonyok. Kulit jeruk berwarna kuning kecoklatan dan mengeluarkan aroma

khas jeruk yang tidak pekat. Menurut literatur, jamur yang teramati kemungkinan

adalah Penicillium digitatum.

Beralih kepada komoditas pertanian yang lainnya yaitu cabai. Bagian yang

sering dimanfaatkan dari sayuran ini adalah buahnya. Biasanya buah cabai diolah

mentah sebagai sambal. Cabai banyak mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin

C, dan pigmen terutama pada bagian kulit dan bijinya.

Cabai yang diamati pada praktikum ini ukurannya besar dan berwarna

merah. Jenis sayuran ini pun rentan terhadap penyakit pasca panen apabila

penyimpanannya kurang benar. Penyakitnya bertahap, diawali dengan terjadinya

kerusakan terlebih dahulu. Dikatakan penyakit karena mampu mengambil

komponen kimia dari bahan komoditi kemudian merombak senyawa kimia secara

enzimatis. Kerusakan yang terjadi antara lain kerusakan mekanis, biologis, dan

mikrobiologis. Kerusakan mekanis yang terjadi dibuktikan adanya goresan akibat

penanganan selama panen dan pasca panen yang salah/kasar seperti penggunaan

alat yang kurang sesuai. Kerusakan biologis dan mikrobiologis terjadi karena

adanya kontaminasi dari kapang. Dengan timbulnya lendir dan serabut putih atau

yang sering disebut miselia yang dihasilkan oleh kapang, maka cabai pun

dikatakan terkena penyakit. Kerusakan biologis dan mikrobiologis itupun dapat

terjadi karena terpacu karena adanya kerusakan mekanis. Adanya goresan pada

cabai, membuat kulitnya menjadi terbuka sehingga melakukan respirasi yang

berlebih.

Menurut (Junaidi, 2009), penyakit yang sering menyerang tanaman cabe

diantaranya adalah rebah semai , layu fusarium, layu bakteri , antraknose / patek ,

busuk Phytophthora, bercak daun Cercospora, penyakit virus. Berdasarkan hasil

pengamatan pada cabai yang kondisinya telah busuk dan cirri-cirinya yang telah

diberikan, dapat dikatakan bahwa cabai ini terserang penyakit antraknose / patek

dan busuk Phytopthora. Penyakit busuk Phytopthora gejalanya adalah bagian

tanaman yang terserang terdapat bercak coklat kehitaman dan lama kelamaan

Page 12: TPP

membusuk. Penyakit ini dapat menyerang tanaman cabe pada bagian daun, batang

maupun buah.

Sedangkan penyakit anthracnose pada cabai memiliki gejala awaln adalah

kulit buah akan tampak mengkilap, selanjutnya akan timbul bercak hitam yang

kemudian meluas dan akhirnya membusuk. Timbulnya bercak hitam yang dilihat

dari hasil pengamatan juga terjadi karena adanya aktifitas dari kapang. Kapang

yang sudah mengontaminasi menghasilkan miselia (ditandai dengan serabut putih)

dan lender. Kapang tumbuh karena dipacu oleh kondisi cabai itu sendiri yang

memiliki Aw yang rendah. Maka kerusakakn atau kerugian yang didaptkan adalah

penampilan yang kurang baik karena warnanya yang coklat kehitaman, berbau

busuk, dan meningkatkan kadar air cabai.

Secara mekanis untuk mencegah penyakit pada cabai ini dapat dilakukan

dengan pengemasan dan penyimpanan yang baik. Bisa dilakukan dengan

pembungkusan cabai engan plastic LDPE kemudian menyimpannya di pendingin

dengan suhu sekitar 3-6o C. bisa juga dengan jalan melapisi sayuran dengan

lapisan lilin/waxing sehingga mampu melindungi permukaan, menutup retak dan

penyok pada kulit, menekan kehilangan air, serta menjaga respirasiny dan secara

kimiawi dapat dilakukan dengan jalan memberikannya pengawet (preservative)

seperti SO2, Na nitrit, dan garam atau gula. Dapat juga dengan penggunaan

iradiasi sinar gamma walupun dianggap berbahaya karena dapat menyebabkan

mutasi. Pemberian desinfektan diberikan dengan penggunaan chlorine dan SOPP.

Penangan pasca panen pada buah melon dilakukan dengan peyimpanan bebuahan

yang sesuai dengan kondisi fisik buah tersebut, beberapa penyakit yang terdapat

pada melon seperti kapang dan memar yang diakibatkan karena adanya

mikroorganisme dan lukanya buah. Hal tersebut dapat diatasi dengan

pengendalian sebelum pasca panen seperti sanitasi

Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L; suku labu-labuan atau

Curcubitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat

Page 13: TPP

dimakan. Buahnya biasanya dipanen ketika sebelum masak benar untuk dijadikan

sayuran atau penyegar, tergantung jenisnya. Mentimun dapat ditemukan di

berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup

banyak di dalamnya sehingga berfungsi menyejukkan. Potongan buah mentimun

juga digunakan untuk membantu melembabkan wajah (Anonim, 2011).

Buah mentimun berwarna hijau ketika muda dengan larik-larik putih

kekuningan. Semakin buah masak, warna luar buah berubah menjadi hijau pucat

sampai putih. Bentuk buah memanjang seperti torpedo. Daging buahnya

perkembangan dari bagian mesokarp, berwarna kuning pucat sampai jingga

terang. Buah dipanen ketika masih setengah masak dan biji belum masak

fisiologi. Buah yang masak biasanya mengering dan biji dipanen, warnanya hitam

(Anonim, 2011).

Penyakit bercak pada timun disebabkan oleh jamur Alternaria

cucumerina. Biasanya penyakit ini hanya menyerang satu jenis tanaman. Tanaman

dapat terserang pada berbagai fase pertumbuhan. Serangan pada bibit tanaman

dapat menyebabkan mati atau kerdil. Sedangkan pada tanaman yang lebih tua

akan layu pada tengah hari pada beberapa waktu, kemudian layu untuk seterusnya

dan akhirnya mati. Jaringan angkut tanaman menjadi kuning atau coklat. Penyakit

ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama. Penyakit ini dapat pindah

dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin-mesin pertanian, seresah daun yang

telah terserang, dan air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk

perkembangan penyakit ini. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan

menggunakan varietas yang tahan, menghindari penanaman di lahan yang telah

diketahui mengandung penyakit ini, serta mencuci peralatan saat berpindah dari

l;ahan satu ke lahan lainnya. Lahan yang tergenangi untuk padi dapat mengurangi

keberadaan penyakit di tanah (Anonim, 2008).

Layu fusarium merupakan penyakit yang sering menyerang tanaman

famili timun-timunan. Penyebabnya adalah Fusarium oxysporum f.sp.

cucumerinum pada mentimun. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, namun

beberapa jenis terdapat hanya pada lokasi tertentu saja. Penyakit ini hanya

menyerang satu jenis tanaman saja (Anonim, 2008).

Page 14: TPP

Downy Mildew termasuk penyakit yang paling merusak pada tanaman

timun-timunan yang disebabkan oleh jamur Pseudoperonospora cubensis.

Penyakit ini banyak terdapat pada mentimun dan melon, tetapi sekali menyerang

dapat merusak seluruh tanaman timun-timunan. Gejala yang timbul biasanya

terjadi pada daun yang berupa bercak kekuningan yang berubah dari kecoklatan

menjadi coklat tua. Saat kelembaban tinggi, timbulnya spora menjadi bukti pada

bagian bawah daun yang luka dimana spora tadi masuk ke dalam daun melalui

stomata dan menghasilkan spora yang berwarna. Penyakit ini merupakan parasit

yang dapat berada pada tanaman yang dibudidayakan, tanaman lokal/induk,

ataupun jenis timun-timunan yang liar di daerah tropis dan subtropis (Anonim,

2008.).

Pada praktikum kali ini, pada timun yang diamati terdapat tanda-tanda

fisiologi penyakit pasca panen pada mentimun, antara lain yaitu busuk, buah

berwarna kuning dan berkerut, bopeng, dan berhifa. Ketika diamati di bawah

mikroskop terdapat warna merah, hijau, dan hitam. Penyakit yang dialami

mentimunyang diamati oleh praktikan antara lain adalah memar, lembek (busuk),

dan berkapang yang ditandai dengan munculnya serabut. Aroma mentimun ketika

telah menderita penyakit pasca panen ini adalah kurang segar.

Page 15: TPP

KESIMPULAN

Produk pertanian yang sudah dipanen akan mengalami loose bobot,

hilangnya nutrisi, menurunnya kualitas bahan ataupun kerusakan yang lain akibat

perlakuan saat pemanenan. Beberapa proses pemanenan yang dapat menimbulkan

loose bobot, hilangnya nutrisi, menurunnya kualitas bahan ataupun kerusakan

berarti, yakni pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan

mekanis lebih lanjut, orientasi gravitasi dari produk pascapanen umumnya sangat

berbeda dengan kondisi alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2,

hambatan regim suhu dan sebagainya. Dapat dikatakan secara keseluruhan, bahan

hidup hasil pertanian pascapanen dapat dikatakan mengalami berbagai perlakuan

yang menyakitkan selama hidup pascapanennya

Kerusakan yang terjadi pada bebuahan terasebut diakibatkan karena

tumbuhnya kapang atau memar yang dpat mengakibatkan pembusukan dan

keluarnya lendir, sehingga membuat kerusakan pada bebuahan tersebut

Agar menjaga produk tersebut tidak segera mengalami kerusakan baik dari

segi fisik maka dilakukanlah suatu cara melalui metode-metode penanganan

pascapanen tertentu diwujudkan berupa pengendalian agar buah atau sayur dapat

dipertahankan mutunya seperti dengan cara sanitasi pada kebun dan

penyemprotan fungisida yang sesuai dengan kondisi. Dengan menganalisa

penyakit yang timbul maka dengan mudah dapat menentukan bentuk penanganan

yang terbaik bagi komoditas hasil pertanian tersebut.

Page 16: TPP

DAFTAR PUSTAKA

Agromaret. 2009. Penyakit pada Tanaman Buah Salak. www.agromaret.com.

[25 April 2011]

Anonim. 2008. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta.

[9 April 2011]

Anonim. 2008. Budidaya Hortikultura di Musim Hujan Kendala dan Kiat

Mengatasinya. www.bangfad.com [26 April 2011]

Anonim. 2011. Mentimun. www.wikipedia.com [26 April 2011]

Anonim. 2011. Jeruk. http://id.wikipedia.org/wiki/Jeruk [26 April 2011]

Firdaus, M dan Wagiono, Y.K. 2008. Apakabar Daya Saing Buah Kita?.

firdausipb.files.wordpress.com/2008/04/apa-kabar-dayasaing-buah-

kita.pdf. [19 April 2011]

Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi. 1997. Alpukat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Jufrys.2010. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Pascapanen.

http://jufrys.wordpress.com/201 /03 /19/ faktor-yang-mempengaruhi-

penyakit-pascapanen/ [26 April 2011]

Junaidi, Wawan. 2009. Penyakit cabai [terhubung berkala]

Kader, A.A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. The

Regents of the University of California. USA.

Kalie, Moehd. Baga (1997). Alpukat: Budidaya dan Pemanfaatannya.

Yogyakarta: Kanisius.

Pantastico, Er.B. 1991. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of

Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The AVI Publ. Co,Inc.

Westport, Connecticut.

Pittinger, D. 2002. UC Master Gardener’s Handbook. California: University of

California.

Syarief, Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan.

Jakarta: Arcan

Page 17: TPP

Widodo, Slamet. 2009. Pengendalian Hama, Penyakit, Gulma Tanaman Salak.

www.ristek.go.id [25 April 2011]

Bautista, Ofelia K. 1990. Postharvest Technology for Southeast Asian

Page 18: TPP

Perishable Crops. Technology and Livelifood Resource Centre. Los

Banos. The Philippines.

Broto, W., 2003. Apel : Budi Daya, Pascapanen dan Tata Niaganya.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Winarno, F.G. 1981. Fisiology Lepas Panen. Sastra Hudaya Jakarta.