laporan fermentasi tpp

21
Nama : Nadya Firstyani Mihayudhathie NPM : 240210090059 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengawetan pengan sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Salah satu teknik pengawetan pangan yang paling tua yaitu dengan cara fermentasi. Fermentasi menurut Louis Pasteur (Ilmuwan Perancis) yaitu proses penguraian gula menjadi alcohol dan CO 2 yang ditimbulkan oleh aktivitas mikroorganisme (khamir) dan berlangsung tanpa suplai udara atau oksigen. Pengertian ini kemudian disempurnakan oleh Buchner (ilmuwan dari Jerman) yang berhasil menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase. Persiapan atau pengawetan bahan pangan dengan proses fermentasi tergantung pada produksi oleh mikroorganisme tertentu, untuk mengubah sifat kimia, fisik, dan inderawi (penampakan, tekstur dan flavor) dari bahan pangan aslinya (Buckle, 1985). Dalam aktivitasnya, mikroorganisme membutuhkan oksigen guna mencerna glukosa menjadi air, karbondikoksida dan sejumlah besar energy(ATP) untuk tumbuh. Karena dalam prosesnya membutuhkan oksigen, maka proses ini disebut metabolisme tipe aerobic. Pada zaman dahulu, metode fermentasi hanya digunakan sebagai metode pengawetan pangan. Seiring

Transcript of laporan fermentasi tpp

Page 1: laporan fermentasi tpp

Nama : Nadya Firstyani Mihayudhathie

NPM : 240210090059

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Pengawetan pengan sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Salah satu teknik

pengawetan pangan yang paling tua yaitu dengan cara fermentasi. Fermentasi

menurut Louis Pasteur (Ilmuwan Perancis) yaitu proses penguraian gula menjadi

alcohol dan CO2 yang ditimbulkan oleh aktivitas mikroorganisme (khamir) dan

berlangsung tanpa suplai udara atau oksigen. Pengertian ini kemudian

disempurnakan oleh Buchner (ilmuwan dari Jerman) yang berhasil menjelaskan

bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut

sebagai zymase.

Persiapan atau pengawetan bahan pangan dengan proses fermentasi

tergantung pada produksi oleh mikroorganisme tertentu, untuk mengubah sifat

kimia, fisik, dan inderawi (penampakan, tekstur dan flavor) dari bahan pangan

aslinya (Buckle, 1985). Dalam aktivitasnya, mikroorganisme membutuhkan

oksigen guna mencerna glukosa menjadi air, karbondikoksida dan sejumlah besar

energy(ATP) untuk tumbuh. Karena dalam prosesnya membutuhkan oksigen,

maka proses ini disebut metabolisme tipe aerobic.

Pada zaman dahulu, metode fermentasi hanya digunakan sebagai metode

pengawetan pangan. Seiring dengan perkembangan zaman, muncul cara-cara

pengawetan pangan yang lebih unggul dari fermentasi sehingga saat ini,

fermentasi tidak hanya sebagai metode pengawetan pangan tetapi juga sebagai

cara untuk menghasilkan produk pangan dengan cita-rasa khas, atau dapat juga

dikatakan dapat ditujukan untuk penganekaragaman pangan.

Definisi modern dari fermentasi untuk saat ini adalah :

a. Proses disimilasi anaerobic senyawa-senyawa organic oleh aktivitas

mikroorganisme atau ekstrak dari sel-sel tersebut

b. Reaksi oksidasi-reduksi di dalam system biologi yang menghasilkan energy

dengan senyawa-senyawa organic berperan sebagai donor dan akseptor

electron

Page 2: laporan fermentasi tpp

Tidak hanya sebagai metode pengawetan saja, fermentasi memiliki berbagai

manfaat pada makanan, yaitu :

Penganekaragaman pangan

Menginhibisi pertumbuhan mikroorganisme pathogen

Meningkatkan nilai gizi makanan

Dalam makanan fermentasi, nilai gizi dapat meningkat karena 3 alasan yaitu :

1. Mikroorganisme juga menghasilkan vitamin

2. Daya cerna makanan meningkat karena penguraian selulosa sehingga lebih

permeable terhadap air

3. Penguraian hemiselulosa yang tidak dapat dicerna oleh manusia menjadi gula-

gula sederhana

Selain memiliki kelebihan (manfaat) pada makanan, proses pengawetan

pangan dengan cara fermentasi juga memiliki kekurangan. Kekurangan yang

ditimbulkan adalah kandungan energy makanan turun akibat oksidasi menjadi

alcohol, asam organic, aldehid, keton, Co2 dan air.

Kebanyakan metode pengawetan pangan seperti pengeringan, pembekuan,

proses termal, refrigerasi, dll bertujuan untuk mengurangi jumlah populasi dan

atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada makanan. Yang terjadi pada

fermentasi justru sebaliknya. Tujuan dari pengawetan pangan dengan cara

fermentasi adalah memperbanyak populasi mikroorganisme secara selektif dan

menggiatkan metabolisme mikroorganisme tersebut.

Pengawetan pangan secara fermentasi dapat mengendalikan pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk dan menumbuhkan mikroorganisme yang berguna

secara selektif. Hai itu dapat dicapai dengan menciptakn kondisi yang cocok bagi

pertumbuhan mikroorganisme tersebut, dengan mengatur kondisi lingkungan

seperti suhu, oksigen dan pH.

Fermentasi dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara yang berbeda. Ada

yang mengkasifikasikan fermentasi berdasarkan mikroorganisme yang digunakan.

Klasifikasi lain berdasarkan komoditi yang digunakan. Di Indonesia, klasifikasi

yang lazim digunakan adalah berdasarkan sumber mikroorganisme yang

digunakan. Berdasarkan sumber mikroorganisme yang digunakan, fermentasi

pangan dibedakan menjadi fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan.

Page 3: laporan fermentasi tpp

A. FERMENTASI SPONTAN

Fermentasi sayuran berlangsung secara selektif dan spontan. Dalam

fermentasi spontan perlu diperhatikan kondisi lingkungan yang memungkinkan

pertumbuhan mikroba pada bahan organik yang sesuai (Potter, 1980). Fermentasi

spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dari luar

(starter), mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada medium (yang dalam

hal ini tentu sebagai mediumnya adalah sayuran) dan medium tersebut

dikondisikan sehingga mikroba tertentu yang melakukan fermentasinya yang

dapat tumbuh dengan baik.

Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi

adalah dari jenis bakteri penghasil asam laktat seperti Leuconostoc mesentroides,

Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus brevis. Bakteri penghasil asam laktat

ini dapat dirangsang pertumbuhannya ecara selektif dengan cara penambahan

garam sebelum proses berlangsung. Dalam pembuatannya, sayuran direndam

dalam larutan garam berkadar 5-15% atau diberi garam secara kering sebanyak

2,5% berat sayuran. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula

tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan

tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah

menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk

tersebut.

Pada awal fermentasi asam laktat, bakteri yang tumbuh pertama adalah

Leuconostoc mesenteroides yang akan menghambat pertumbuhan bakteri awalnya

dan meningkatkan produksi asam dan karbondioksida sehingga menurunkan pH

dan tercipta kondisi yang anaerobic. Nilai pH ini akan menghambat pertumbuhan

dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya (Buckle, 1985). Fermentasi

dilanjutkan oleh jenis-jenis bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah, yaitu

Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum

Leuconostoc mesenteroides adalah bakteri gram positif berbentuk bulat

yang terdapat secara berpasangan atau rantai pendek. Bakteri ini berperan dalam

perusakan lendir larutan gula dengan produksi pertumbuhan dekstran berlendir.

Sedangkan Lactobacillus plantarum merupakan bakteri yang paling tahan

Page 4: laporan fermentasi tpp

terhadap asam dan pH rendah sehingga merupakan mikroba akhir yang dapat

tumbuh. Bakteri ini juga penghasil asam laktat terbanyak.

Jika pada fermentasi spontan ini kadar garam yang ada terlalu rendah,

akan menyebabkan tumbuhnya bakteri penguri protein (bakteri proteolitik),

sedangkan kadar garam yang terlalu tinggi (lebih dari 15%) menyebabkan

tumbuhnya bakteri pembusuk berjenis halofilik (menyenangi kadar garam tinggi).

Oleh karena itu, kadar garam yang terdapat dalam proses fermentasi spontan harus

dipertahankan konstan sekitar 10%. Garam menarik air dari jaringan sayuran,

sehingga menyebabkan kadar garam berubah-ubah. Cara untuk mempertahankan

agar kadar garam tetap konstan adalah dengan penambahan garam secara periodic

pada medium fermentasi.

Cara penambahan garam pada proses fermentasi spontan ada dua yaitu

dengan cara kering yaitu dengan penambahan bubuk garam pada sayuran, dan

dengan cara basah yang menggunakan larutan garam. Umumnya, kadar garam

medium dinaikkan sampai tingkat tertentu agar diperoleh produk yang baik.

Proses fermentasi spontan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti suhu

ruang dan kadar garam medium. Syarat suhu ruang agar fermentasi dapat

berlangsung dengan baik adalah sekitar 30oC. Jika suhunya lebih rendah dari itu,

akan menyebabkan produk menjadi busuk karena pertumbuhan bakteri asam

laktat menjadi lambat sehingga asam yang dihasilkan tidak cukup banyak.

Kadar garam medium merupakan salah satu factor laju fermentasi spontan.

Makin tinggi konsentrasi garam, makin lambat proses fermentasi. Laju fermentasi

pendek yang berkisar sehari, membutuhkan 5-10% larutan garam. Laju fermentasi

lambat berada pada titik konsentrasi garam sebesar 15%.

Produk hasil fermentasi spontan yang dikenal di Indonesia adalah sayur

asin dan kubis asam yang lebih dikenal dengan sauerkraut. Berikut pembahasan

mengenai Sayur asin.

1. Sayur Asin

Sayur asin adalah suatu produk yang memiliki cita rasa khas yang

dihasilkan dari fermentasi bakteri asam laktat. Dalam proses fermentasi ini, jenis

bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroides,

Lacobacillus cucumeris, L.plantarum, dan L.pentoaceticus. Pada awal fermentasi,

Page 5: laporan fermentasi tpp

bakteri yang aktif dalam jumlah banyak adalah bakteri colioform seperti

Acetobacter cloacer yang menghasilkan gas dan asam yang mudahh menguap,

dan pada kondisi tersebut tumbuh juga bakteri Flavo-bacterinum rhenanus yang

membentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alcohol pembentuk ester.

Sayur asin merupakan produk hasil fermentasi dari sawi. Umumnya, sawi

yang digunakan adalahsawi hijau/sawi pahit/jabung. Sayur asin merupakan

produk olahan dari sayuran (sawi) yang mempunyai rasa khas. Sayur asin

dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai bahan

untuk pertumbuhan bakteri. Penggaraman pada sawi asin dilakukan dengan cara

kering yaitu dengan penaburan garma senanyak 2-3% dari berat sawi hijau layu.

Sawi hijau yang telah ditaburi garam digilas agar cairan keluar. Tujuan dari

pengeluaran air ini adalah untuk mengeluarkan nutrisi makanan tersebut yang ada

di dalam sel. Nutrisi tersebut akan digunakan untuk nutrisi bagi mikroorganisme.

Setelah proses penggilasan, sawi diikat dengan tali raffia kemudian

domasukkan kedalam toples lalu tuangkan bubur tajin yang dibuat dari 2 sendok

makan beras dalam 5 liter air. Pemberian bubur tajin ini ditujukan untuk medium

pertumbuhan bakteri asam laktat. Jiak sawi terapung, tindih dengan plastic yang

berisi larutan garam agar sawi tidak menyembul keluar yang mengakibatkan

proses fermentasi tidak merata. Setelah sawi terendam oleh bubur tajin toples

ditutup rapat karena proses fermentasi sayur ini harus berlangsung secara an-

aerob. Apabila di dalam toples terdapat udara, akan menyebabkan pembusukan

karena bakteri pembusuk akan aktif kembali. Setelah semua selesai, toples

disimpan pada tempat yang gelap.

Selama proses fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan

Mycoderma diatas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati

karena mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam

proses fermentasi untuk keperluannya sendiri, dan akibatnya mikroorganisme

pembusuk tumbuh. Untuk mencegahnya tong-tong fermentasi harus disimpan

dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral

yang netral diatas larutan garam. Lapisan ini menghambat tumbuhnya ragi

pembentuk selaput tersebut, karena medium menjadi kekurangan oksigen.

Page 6: laporan fermentasi tpp

Sebaiknya karena bakteri asam laktat bersifat anaerob fakultatif maka

pertumbuhannya menjadi lebih baik.

Berikut merupakan tabel hasil pengamatan sawi asin yang telah disimpan selama

beberapa hari :

Tabel 1. Hasil Pengamatan sawi asinKriteria Setelah pemberian garam Setelah 5 hariWarna Hijau tua kuningAroma Segar berbau menyengatTekstur Agak keras lembek dan halusRasa Pahit busuk

Berat sawi = 150 grBerat garam = 4,5x10−3 gram

Perubahan warna sawi dari hijau tua menjadi kuning setelah penyimpanan

selama 5 hari mungkin disebabkan karena klorofil yang ada didalam sawi terurai

sehingga menyebabkan pemucatan warna pada sawi. Bau busuk yang timbul pada

sawi dikarenakan tumbuhnya organism proteolitik dapat memecah protein dan

komponen nitrogen lainnya, sehingga menghasilkan bau busuk yang tidak

diinginkan. Sedangkan mikroba lipolotik akan menghidrolisa lemak, fosfolipid

dan turunannya dengan menghasilkan bau tengik. Teksur yang lembek dan halus

tibul karena nutrisi-nitrisi di dalam sawi sudah keluar dan digunakan oleh

mikroorganisme asam laktat untuk tumbuh.

2. Sauerkraut ( Kubis asam)

Kubis (Brassica oleracea var. capitata "alba") merupakan salah satu jenis

sayuran komersial yang memiliki sifat mudah layu, rusak dan busuk. Untuk

memperpanjang umur simpan, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah

pengawetan dengan cara fermentasi. Kubis yang telah difermentasi sering disebut

sauerkraut. (SOW-uhr-kraut) juga dikenal dengan nama Zeuerkol (Bahasa

Belanda) yang berarti kubis asam.

Kubis sebelum diproses, harus sudah layu agar waktu proses pengirisan,

kubis tidak hancur. Kubis yang akan difermentasi hanya bagian daun (tidak

termasuk empulurnya) dan dopotong setipis mungkin (1-2 mm). Setelah kubis

berbentuk kecil-kecil, dilakukan penggaraman dengan cara kering yaitu dengan

penaburan garam 35gram untuk setiap kg kubis lalu diaduk hingga merata.

Page 7: laporan fermentasi tpp

Pemberian garam ini mempunyai dua tujuan utama,. Yang pertama adalah

dengan penggaraman, menyebabkan keseimbangan osmotic yang menyebabkan

air dan nutrisi dari dalam daun kubis keluar. Air dan nutrisi tersebut sangat baik

untuk pertumbuhan bakteri asam laktat karena kaya akan gula dan faktor

pertumbuhan. Kedua, konsentrasi garam dapat mengahmbat pertumbuhan bakteri

patogen dan bakteri pembusuk. Penambahan terlalu banyak garam dapat

menghambat bakteri yang diinginkan sehingga menyebabkan tertundanya

fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap. Umumnya garam

diberikan pada konsentrasi 2-2.5%. Sedangkan jumlah garam yang kurang akan

mengakibatkan pelunakan jaringan, dan kurangnya flavor sauerkraut.

Organisme pembusuk masih dapat tumbuh hingga konsentrasi garam

mencapai 5-7%, namun Lactobacillus menciptakan suasana asam untuk

menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengisian kubis ke dalam jar juga

harus padat, karena adanya oksigen akan memungkinkan pertumbuhan bakteri

pembusuk. Cara lain yang digunakan untuk mengurangi udara dalam irisan kubis

adalah dengan menutupi permukaan jar dengan lembaran plastic dan meletakkan

pemberat diatas irisan kubis.

Sebenarnya, fermentasi sauerkraut di dalam jar tidak dianjurkan karena

proses fermentasi akan menjadi kurang konsisten dan sulit untuk menjaga kubis

agar tetap berada dibawah cairan didalam jar.

Pada awal proses fermentasi, Leuconostoc mesenteroides memulai

fermentasi, kemudian dilanjutkan oleh jenis bakteri yang lebih tahan asam yaitu

Lactobacillus bevis, Lactobacillus plantarum dan Pediococcus cerevisiae. Suhu

mempeengaruhikecepatan fermentasi, perkembangan jenis-jenis mikroorganisme

yang berbeda dan mutu produk. Oleh karena itu, sauerkraut disimpan di tempat

gelap pada suhu ±25oC.

Berikut merupakan hasil pengamatan dari sauerkraut yang telah disimpan

selama 5 hari

Page 8: laporan fermentasi tpp

Tabel 2. Hasil pengamatan sauerkraut

Kriteria Sebelum Setelah 2 hari Setelah 5 hari

Warna Hijau keputihan hijau muda agak

keputihan

Hijau muda kekuningan

Tekstur Gelombang, berlapis Empuk Empuk

Keasaman - Asam Asam

Rasa Hambar,sedikit

manis

Asin Asin, sedikit pedas

merica

Berat kubis layu = 700gr = 0,7 kg

Berat setelah diiris = 170gr =0,17kg

Jumlah garam yang dipakai = 5,950

Dari hari ke hari, warna sauerkraut menjadi lebih pekat yaitu dari hijau

keputihan menjadi hijau muda dan selanjutnya menjadi hijau kekuningan. Hal ini

disebabkan karena tidak tercelupnya kubis dalam larutan garam selama fermentasi

sehingga khamir dan kapang tumbuh yang pada akhirnya menimbulkan flavor

yang tidak diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh sauerkraut

menghasilkan produk yang lunak dan berwarna gelap (Buckle, 1985). Rasa asam

yang timbul disebabkan karena aktifitas bakteri asam laktat yang menghasilkan

asam. Setelah sauerkraut jadi, dapat dikonsumsi langsung atau diawetkan dengan

cara pasteurisasi

Produk akhir dari fermentasi Kraut normal adalah asam laktat bersama

dengan sedikit asam asetat dan asam propionat, campuran gas karbon dioksida

yang merupakan gas utama, alkohol dalam jumlah kecil dan campuran ester

aromatik.

B. FERMENTASI TIDAK SPONTAN

Berkebalikan dengan fermentasi spontan, fermentasi tidak spontan selalu

ditambahkan mikroorganisme dari luar (starter). Dengan dilakukannya

penambahan starter pada proses fermentasi ini, maka jumlah dan aktivitas starter

sangat berpangaruh terhadap proses fermentasi dan produknya.

Komposisi starter dalam fermentasi makanan dapat berupa kapang,

khamir, bakteri, dan campuran yang terdiri kapang dan khamir atau campuran

Page 9: laporan fermentasi tpp

kapang dan bakteri atau campuran kapang, bakteri, dan khamir. Ada 3

karakteristik penting yang harus dimiliki oleh mikroorganisme agar dapat menjadi

starter, yaitu :

a. Harus mampu tumbuh dengan cepat dalam substrat dan lingkungan yang cocok

serta mudah dibudidayakan dalam jumlah besar

b. Harus memiliki ketahanan fisiologis,dan menghasilkan enzim essensial dengan

mudah dan dalam jumlah besar agar terjadi perubahan kimia yang dikehendaki

c. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan mikroorganisme dan

produksi zat metabolit yang diinginkan harus sederhana

Makanan tradisional yang dibuat dengan cara fermentasi umumnya tidak

menggunakan starter murni sehingga perlu pemurnian melelui ciran induk atau

stock culture. Cairan induk ini dibuat dengan menumbuhkan mikroorganisme

pada media yang sesuai hingga pertumbuhannya pesat. Stock culture ini

kemudian diperbanyak. Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom digunakan

bubuk tempe atau oncom kering. Berikut merupakan pembahasan lebih lanjut

tentang produk hasil fementasi tidak spontan seperti Tempe dan Tape.

1. Tempe

Tempe adalah produk hasil fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus

seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh.

arrhizus. Kapang berperan dalam perombakan struktur polimer-polimer kompleks

seperti selulosa, hemiselulosa, pati dengan pertolongan enzim yang dihasilkannya.

Kandungan protein di dalam tempe berbeda dengan kandungan protein

dalam kacang kedele (sumber bahan bakunya), terutama dalam proses penyerapan

nya oleh tubuh. Hal ini terjadi karena pada tempe telah melalui proses fermentasi

(oleh jamur Rhizopus oligosporus) sehingga protein yang terkandung di dalamnya

telah mengalami proses degradasi oleh jamur hingga memudahkan penyerapan

nya di dalam tubuh. Kedelai menjadi lebih mudah dicerna sebagai hasil aktivitas

lipase dan protease dari Rhizopus

Spesies-spesies Rhizopus yang cocok untuk pembuatan tempe adalah :

•R. oligosporus:

–Aktivitas protease & lipase paling kuat

–Aktivitas amilase paling lemah

Page 10: laporan fermentasi tpp

–Baik untuk tempe dari serealia atau campuran kedelai -serealia

•R. oryzae

–Aktivitas amilase paling kuat

–Tidak baik untuk tempe serealia

–Aktivitas protease di bawah R. oligospporus

–Digunakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Tempe dapat dibuat dengan berbagai cara seperti :

1. Cara Sederhana

Cara sederhana adalah cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh

para pengrajin tempe di Indonesia. Kedelai setelah dilakukan sortasi (untuk

memilih kedelai yang baik dan bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus

yang waktu perebusannya berbeda-beda tergantung dari banyaknya kedelai dan

biasanya berkisar antara 60-90 menit.

Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Tujuan

tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya

fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan fungi. Setelah perendaman, kulit kedelai dikupas dan dicuci

sampai bersih. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran

yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu

asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.

Untuk tahap selanjutnya kedelai dapat direbus atau dikukus lagi selama

45-60 menit, tetapi pada umumnya perebusan yang kedua ini jarang dilakukan

oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah didinginkan dan ditiriskan diberi laru

tempe(inokulasi). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran

inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan,

lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat

dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu

dikeringkan. Setelah merata, kemudian dibungkus dan dilakukan pemeraman

selama 36-48 jam.

2. Cara Baru

Pada prinsipnya cara pembuatan tempe dengan cara baru sama dengan

cara yang lama atau tradisional dan perbedaannya adalah terletak pada tahap

Page 11: laporan fermentasi tpp

pengupasan kulit kedelai. Dimana pada cara lama (tradisional) kedelai direbus dan

direndam bersama kulitnya atau masih utuh sedangkan pada cara yang baru

sebelumnya kedelai telah dikupas kulitnya (kupas kering) dengan menggunakan

alat pengupasan kedelai. Tahap-tahap selanjutnya sama dengan cara tradisional.

Pada praktikum ini, cara yang dilakukan adalah dengan cara tradisional.

Setelah tempe laru dan diaduk, tempe dibungkus dengan daun atau plastic tetapi

yang memungkinkan agar udara dapat masuk karena kapang tempe membutuhkan

oksigen untuk tumbuh.

Biji kedelai yang sudah dibungkus akan mengalami proses fermentasi.

Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun

kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan

diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan

mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka

pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar

antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe akan lebih

mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah

oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan

ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang.

Selama fermentasi, asam amino bebas akan mengalami peningkatan.

Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi

kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin karena pada

prinsipnya thiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang

menghasilkan energy dari karbohidrat dan memindahkan bentuk senyawa kaya

energy atau ATP (Winarno, 1992).

Selain itu selama proses fermentasi, asam palmitat dan asam linoleat

sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan

linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh

mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat

menetralkan efek negatif kolesterol di dalam tubuh.

Berikut merupakan tabel hasil pengamatan pembuatan tempe yang

disimpan selama 2 hari:

Page 12: laporan fermentasi tpp

Tabel 3. Hasil Pengamatan Tempe

Kriteria Setelah direndam Setelah dikukus Setelah 2 hari

Warna Kuning Kuning terang Kuning

Aroma Kedelai Segar Berkurang Aroma tempe

Tekstur Keras Agak lunak Padat

Berat - 165gr -

Aroma kedelai lama-kelamaan berubah menjadi aroma tempe matang, hal

ini disebabkan karena kedelai mengalami degradasi komponen-komponen karena

fermentasi. Selain itu, dengan adanya perendaman menyebabkan pH turun.

Tekstur keselai berubah menjadi padat karena miselia kapang telah tumbuh

sehingga merekatkan biji-biji kedelai.

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas dengan ekstrak

minyak dari tempe yang mengandung zat antioksidan. Antioksidan dalam tempe

diidentifikasikan sebagai 3-hydroxyanthranilic acid (HAA) & Isoflavone. HAA

ini bisa mengeliminasi radikal bebas dan menghambat formasi dari asam lemak

hydropeorxide, selain itu bereaksi dalam sistem oksidasi lemak. Penangkal radikal

bebas ini dapat menghambat proses penuaan. Tempe juga dapat mencegah

terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus,

kanker, dan lain-lain) karena memiliki genistein. Selain itu tempe juga

mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah

penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.

2. TapeTape adalah produk fermentasi yang berbentuk pasta atau kompak

tergantung dari jenis bahan bakunya. Tape dibuat dengan menggunakan starter

yang berisi campuran mikroba. Produk ini mempunyai cita rasa dan aroma yang

khas, yaitu gabungan antara rasa manis, sedikit asam, dan citarasa alkohol. Tape

dapat dibuat denagn bahan dasar ketan atau singkong. Pada praktikum kali ini,

pembuatan tape dilakukan dengan bahan dasar ketan. Tape merupakan makanan

tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh

jamur Saccharomyces cerivisiae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam

Page 13: laporan fermentasi tpp

mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alcohol dan

karbondioksida. Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape

ini terlibat pula mikrorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan

Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam

mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa). Perubahan biokimia yang

penting pada fermentasi tape adalah hidrolisis pati menajdi glukosa dan maltosa

yang akan memberikan rasa manis serta perubahan gula menjadi alcohol dan asam

organic.

Mikroba yang diduga paling berperanan dalam fermentasi tape adalah

Amylomyces rouxii, Endomycopsis burtonii dan Saccharomyces serevisiae. Selain

itu dijumpai pula bakteri asam laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik

(Bacillus). Kapang A. Rouxii dapat menghidrolisis pati menjadi gula. Semua gula

yang ada adalah gula reduksi. A. rouxii juga menghasilkan alkohol sampai 0,92%

setelah 45 jam fermentasi. Penggunaan kultur campuran A. rouxii dan S. fibuliger

menghasilkan tape dengan kadar alkohol lebih tinggi tetapi kadar gulanya lebih

rendah dan tidak memiliki aroma tape yang kuat. Pada bagian lain campuran tiga

organisme yaitu A. rouxii, S. fibuliger dan H. anomala menghasilkan aroma yang

diharapkan.

Tape ketan mempunya tekstur yang baik karena kadar amilopektinnya

tinggi terutama pada jenis tape dari ketan pulen. Sedangkan cairan tape dan tape

ketan diketahui juga mengandung bakteri asam laktat sekitar satu juta per mililiter

atau gramnya. Pangan tersebut diyakini dapat memberikan efek menyehatkan.

Berikut merupakan tabel hasil pengamatan terhadap tape :

Tabel 4. Hasil Pengamatan Tape

Kriteria Setalah direndam Setelah dikukus Setelah 3 hariWarna Putih Putih PutihAroma Agak lunak Lunak Berair, lunakTekstur Segar Lebih terasa AsamBerat 110gr - -

Tape menjadi berair karena aktivitas mikroba yang mengeluarkan cairan

tersebut. Sebenarnya cairan tersebut bukan air melainkan etanol yang merupakan

hasil dari fermentasi asam laktat. Adanya gula menyebabkan mikrobia yang

mengunakan sumber karbon gula mampu tumbuh dan menghasilkan alcohol. Rasa

Page 14: laporan fermentasi tpp

asam timbul karena perlakuan-perlakuan (proses) yang kurang teliti seperti

penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang kurang rapat pada saat

fermentasi. Selain itu, rasa asam pada tape dapat terjadi bila fermentasi

berlangsung terlalu lanjut.