Tetanus=

15
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam. Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229). Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73) Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%. Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) . Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan 1 1

Transcript of Tetanus=

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain

sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus

bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya

jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering

dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.

Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas

disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6

bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun

pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada

laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita

didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.

Sumijati, 2000;72-73)

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan

Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden

kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83

orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan

pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).

Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar

37%.

Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan

kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya

cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan

pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat

diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan

bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut

untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu

memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi

aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan

1

1

berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh

secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang

demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien

dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,

memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan

kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya

tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” dengan Kejang

Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya”.

2

2

TETANUS

A. TINJAUAN TEORI

I. Pengertian

Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot,

tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium

tetani

II. Etiologi

Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti

pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh ,

otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang

menghasilkan endotoksin.

III. Patofisiologi

Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif

yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai

ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot

sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak,

selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi

CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam

yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel

neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui

oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya

konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di

luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial

membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga

keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K

ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

3

3

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu

kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya

sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan

bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama

(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen

dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi

artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang

disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme

otak meningkat.

IV. Prognosa

Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang

menjadi berat

V. Manifestasi Klinik

- Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka

mulut (trismus)

- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas

(fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)

- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin

seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia,

hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat

- Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan

berkembang menjadi berat

Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :

1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal

2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang

tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.

4

4

VI. Penatalaksanaan Medik

Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :

a. eliminasi kuman

1. debridement

untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan

yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan

liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika

penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10

hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.

b. netralisasi toksin

toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.

Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. perawatan suporatif

perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :

1. nutrisi dan cairan

- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan

penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.

- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral

- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat

kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

2. menjaga agar nafas tetap efisien

- pemebrsihan jalan nafas dari lendir

- pemberian xat asam tambahan

- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang

- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan

dan respon klinis.

- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin

lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu

mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.

Pengobatan rumat

5

5

Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari

pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari

berikutnya

- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus

dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan

maknaik (ventilator)

4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

1. Semua pakaian ketat dibuka

2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen

4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

TETANUS

I. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan

menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.

(Santosa. NI, 1989, 154)

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan

sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan

menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi

kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari

pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil

pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu

dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa

percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan

klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua

materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).

Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :

a. Data subyektif

1. Biodata/Identitas

Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.

Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi

6

6

nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

alamat.

2. Keluhan utama kejang

3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :

Apakah disertai demam ?

Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka

diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya

bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..

Lama serangan

Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu

berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui

kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.

Pola serangan

Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola

serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?

Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti

epilepsi mioklonik ?

Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan

kesadaran seperti epilepsi akinetik ?

Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara

tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?

Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

Frekuensi serangan

Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang

terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.

Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada

umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.

Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat

menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan

lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah

kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur,

kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada

7

7

penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,

Morbili dan lain-lain.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah

penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat

kejang terjadi untuk pertama kali ?

Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda

asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi,

menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

5. Riwayat kesehatan keluarga.

Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang

aseptik.

6. Riwayat sosial

Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya

7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?

Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang

kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan

tindakan medis ?

Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan

kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang

sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana

kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?

Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan

anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?

Pola Eliminasi :

BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis

ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ?

Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.

BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana

konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan

Pola tidur/istirahat

8

8

Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam

berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b. Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan

darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan

didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali

normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala

Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.

Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,

kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa

menyebabkan rasa sakit pada pasien.

Muka/ Wajah.

Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada

gangguan nervus cranial ?

Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan

ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya

infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,

keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan

napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?

Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan

lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada

caries gigi ?

Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi

faring, cairan eksudat ?

Leher

9

9

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah

pembesaran vena jugulans ?

Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,

frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi

Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah

bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?

Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda

meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?

Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah

terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?

Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

c. Pemeriksaan Penunjang

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,

pemeriksaannya meliputi :

1. Darah

Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <

200 mq/dl)

BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan

merupakan indikasi nepro toksik akibat dari

pemberian obat.

Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan

predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak

10

10

ruang dan adanya lesi

3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak

melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui

fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

d. Analisa dan Sintesa Data

Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan

mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan

kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar,

menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data

adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa

keperawatan.

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti

tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau

diubah melalui tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang

berulang.

2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan

sekunder dari depresi pernafasan

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret

yang berlebihan pad ajalan nafas atas.

4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya

berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

II. Perencanaan

Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,

bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan

tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan

keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)

a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan

kejang berulang

Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan

Kriteria hasil :

1. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang

11

11

2. klien tidur dengan tempat tidur pengaman

3. Tidak terjadi serangan kejang ulang.

4. Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit

5. Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan :

INTERVENSI RASIONAL1.

Identifikasi dan hindari faktor

pencetus

2.

tempatkan klien pada tempat tidur

yang memakai pengaman di

ruang yang tenang dan

nyaman

3.

anjurkan klien istirahat

4.

sediakan disamping tempat tidur

tongue spatel dan gudel untuk

mencegah lidah jatuh ke

belakng apabila klien kejang

5.

lindungi klien pada saat kejang

dengan :

- longgarakn pakaian

- posisi miring ke satu sisi

- jauhkan klien dari alat yang

dapat melukainya

- kencangkan pengaman tempat

tidur

- lakukan suction bila banyak

sekret

6.

catat penyebab mulainya kejang,

proses berapa lama, adanya

sianosis dan inkontinesia,

deviasi dari mata dan gejala-

1. Penemuan faktor pencetus untuk

memutuskan rantai penyebaran toksin

tetanus.

2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat

mengurangi stimuli atau rangsangan

yang dapat menimbulkan kejang

4. efektivitas energi yang dibutuhkan

untuk metabolisme.

5. lidah jatung dapat menimbulkan

obstruksi jalan nafas.

5. tindakan untuk mengurangi atau

mencegah terjadinya cedera fisik.

6. dokumentasi untuk pedoman dalam

penaganan berikutnya.

7. tanda-tanda vital indikator terhadap

perkembangan penyakitnya dan

gambaran status umum klien.

12

12

hgejala lainnya yang timbul.

7.

sesudah kejang observasi TTV

setiap 15-30 menit dan

obseervasi keadaan klien

sampai benar-benar pulih dari

kejang

8.

observasi efek samping dan

keefektifan obat

9.

observasi adanya depresi

pernafasan dan gangguan

irama jantung

10.

lakukan pemeriksaan neurologis

setelah kejang

11.

kerja sama dengan tim :

- pemberian obat antikonvulsan

dosis tinggi

- pemeberian antikonvulsan

(valium, dilantin,

phenobarbital)

- pemberian oksigen tambahan

- pemberian cairan parenteral

- pembuatan CT scan

8. efek samping dan efektifnya obat

diperlukan motitoring untuk tindakan

lanjut.

9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi

depresi pernafasan dan kelainan irama

jantung.

11. untuk mengantisipasi kejang, kejang

berulang dengan menggunakan obat

antikonvulsan baik berupa bolus, syringe

pump.

b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang

penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan

penyakitnya dapat meningkat.

Kriteria Hasil :

1. Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya

2. klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi

3. klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna

13

13

pendidikan kesehatan yang diberikan.

INTERVENSI RASIONAL1. Identifikasi tingkat pengetahuan

klien dan keluarga

2. Hindari proteksi yang

berlebihan terhadap klien , biarkan

klien melakukan aktivitas sesuai

dengan kemampuannya.

3. ajarkan pada klein dan keluarga

tentang peraawatan yang harus

dilakukan sema kejang

4. jelaskan pentingnya

mempertahankan status kesehatan

yang optimal dengan diit, istirahat,

dan aktivitas yang dapat

menimbulkan kelelahan.

5. jelasakan tentang efek samping

obat (gangguan penglihatan,

nausea, vomiting, kemerahan pada

kulit, synkope dan konvusion)

6. jaga kebersihan mulut dan gigi

secara teratur

1. Tingkat pengetahuan penting untuk

modifikasi proses pembelajaran orang

dewasa.

2. tidak memanipulasi klien sehingga ada

proses kemandirian yang terbatas.

3. kerja sama yang baik akanmembantu

dalam proses penyembuhannnya

4. status kesehatan yang baik membawa

damapak pertahanan tubuh baik sehingga

tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

5. efek samping yang ditemukan secara

dini lebih aman dalam penaganannya.

6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik

merupakan dasar salah satu pencegahan

terjadinya infeksi berulang.

2.3.4 Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat

bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi

dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

2.3.5 Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan

data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan

keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini

merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya

( Santosa.NI, 1989;162).

14

14

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah

Monica Ester, EGC, Jakarta

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I

Made, EGC, Jakarta

Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.

Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,

Surabaya.

15

15