179220036 tetanus

32
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Tetanus”, yang mana makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran. Penulis menyadari bahwa, dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan Mahasiswa /Mahasiswi Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna pada umumnya. Raha, 19 Juli 2014 Penulis

description

KABUPATEN MUNA

Transcript of 179220036 tetanus

Page 1: 179220036 tetanus

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-

Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Tetanus”, yang mana makalah ini

disusun untuk memenuhi salah satu tugas Akademi Keperawatan Pemerintah

Kabupaten Muna.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan memberikan saran.

Penulis menyadari bahwa, dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya

penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan Mahasiswa

/Mahasiswi Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna pada umumnya.

Raha, 19 Juli 2014

Penulis

Page 2: 179220036 tetanus

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi .............................................................................................. 3

2.2 Etiologi .............................................................................................. 3

2.3 Patofisiologi ....................................................................................... 4

2.4 Klasifikasi .......................................................................................... 7

2.5 Stadium Tetanus ................................................................................ 8

2.6 Manifestasi Klinis .............................................................................. 9

2.7 Komplikasi Tetanus ........................................................................... 10

2.8 Penatalaksanaan ................................................................................. 10

2.9 Pemeriksaan penunjang ..................................................................... 13

2.10 Pencegahan ...................................................................................... 13

2.11 Asuhan Keperawatan ....................................................................... 14

2.12 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 21

2.13 Rencana Asuhan Keperawatan ........................................................ 21

Page 3: 179220036 tetanus

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 27

3.2 Saran-saran ........................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28

Page 4: 179220036 tetanus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa

disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman

clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot,

tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium

tetani

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan

cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah

yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah

peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat

bertebaran di mana-mana.

Kuman.C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula

pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping

penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu

narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus

tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari

bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai

orang-orang tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat

diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun.

Berdasar tingkat kejadian ( epidemiologi ) tersebut maka kelompok tertarik untuk

membahas tentang ASKEP pada tetanus.

Page 5: 179220036 tetanus

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah ini adalah:

1. Mengetahui Pengertian dari Tetanus

2. Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus

3. Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus

4. Mengetahui Mengetahui Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus

5. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus

6. Mengetahui proses pada pasien dengan Tetanus

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan bagi

pembaca tentang penyakit tetanus.

Dapat menambah pengetahuan kepada mahasiswa keperawatan tentang

penatalaksanaan klien dengan penyakit tetanus.

Page 6: 179220036 tetanus

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Tetanus merupakan penyakit infeksi akut dan sering fatal yang disebabkan oleh

basil Clostridium tetani yang menghasilkan tetanospasmin neurotoksin. Biasanya

masuk ke dalam tubuh melalui luka tusuk yang terkontaminasi (seperti oleh jarum

logam, splinter kayu, atau gigitan serangga) (Dorland, 2002).

Tetanus adalah salah satu penyakit yang paling beresiko menyebabkan kematian

bayi baru lahir. Infeksi tetanus disebabkan oleh sejenis bakteri yang menghasilkan

toksin yang mematikan bakteri tersebut tumbuh dalam keadaan yang kotor.

Kuman penyebab tetanus adalah Clostridium tetani (Depkes, 2003).

Tetanus adalah gangguang neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus

otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein yang kuat

yang dihasilkan oleh Clostridium tetani (Aru W, 2007).

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi

yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang menginfeksi atau

mengkontaminasi pada luka tusuk/ traumatik yang ditandai dengan gejala

kekauan dan kejang otot. Tetanus yang sering terjadi adalah tetanus neonatorum.

2.2 Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini

berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan

juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Clostridium

tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2–5 x 0,4–0,5

milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob.

Dalam kondisi anaerobik yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi, basil

tetanus mensekresi dua macam toksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.

Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang

mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan

Page 7: 179220036 tetanus

multiplikasi bakteri. Tetanospasmin akan menyebabkan kejang otot dan saraf

perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65°C dan akan hancur

dalam lima menit. (Ritarwan, 2004)

2.3 Patofisiologi

1. Faktor Resiko

a. Lesi kulit kronik (ulkus, abses, gangren) berhubungan dengan diabetes

mellitus maupun cedera akut

b. Penyalahgunaan narkotika parenteral

c. Usia lanjut juga merupakan faktor resiko tetanus karena imunitas

menurun seiring bertambahnya umur. Sekitar 50% dewasa tua lebih

dari 50 tahun tidak kebal tetanus karena mereka belum

divaksinasi atau tidak mendapatkan booster tetanus.

d. Pencemaran lingkungan fisik dan biologik

e. Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan menyebabkan

Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita

dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan

yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting

bukan sahaja dapat mencegah tetanus, malah pelbagai penyakit lain.

f. Faktor alat pemotongan tali pusat

Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat bayi

meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini

masih lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan yang

melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti

pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir

(WHO, 2008).

g. Faktor cara perawatan tali pusat

Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih

menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan

abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan

menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual

Page 8: 179220036 tetanus

untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang

tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus

neonatorum (Chin, 2000).

h. Faktor kebersihan tempat pelayanan kesehatan

Tempat pelayanan kesehatan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk

menimbulkan penyakit. Tempat pelayanan kesehatan yang ideal sebaiknya

dalam keadaan bersih dan steril.

i. Faktor kekebalan ibu hamil

Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat

membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir.

Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi

melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani.

Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari

ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).

2. Faktor Pencetus

a. Alergen:

• Debu rumah, tungau debu rumah, spora jamur, serpihan kulit binatang

seperti kucing, anjing, dan hewan berbulu lainnya

• Air liur dan air kencing binatang peliharaan

• Debu rumah terdiri dari bermacam alergen, seperti sisa makanan,

potongan rambut, kulit binatang, kecoa dan serangga lainnya

b. Luka tusuk, gigitan binatang maupun manusia, luka bakar, luka operasi

yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik

c. Otitis media purulenta, karies gigi

3. Patogenesis

Toksin kuman C. tetani berbentuk spora. Bentuk spora dalam suasana

anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan

eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/ simpul saraf dan

menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan

Page 9: 179220036 tetanus

otot baik lokal maupun menyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris,

otot polos dan saraf otak juga terpengaruh. Toksin ini menyebabkan jaringan

mati, ditambah dengan adanya benda asing menyebabkan infeksi aktif.

Clostridium tetani tidak mencetuskan peradangan (port de entry terabaikan).

Toksin terikat terminal neuromotorik perifer menyebabkan masuknya akson

menuju sel body batang otak sampai pada medulla spinalis. Toksin melintasi

sinaps menuju terminal presinaps, memblok pelepasan neurotransmitter

inhibitor Glisin & Gama Aminobutyric Acid (GABA). Terhambatnya inhibisi

menyebabkan rigiditas sehingga refleknya terhambat dan spasme meningkat.

Bila neuron preganglionik simpatik terkena dapat menyebabkan hiperaktivitas

simpatik. (Aru W, 2004)

Cara kerja toksin

Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk

ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak

antigen, sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat

tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam

darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.

4. Prognosis

Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )

2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum

3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih

pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada

lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa

makin jelek.

Prognosa tetanus neonatal jelek bila:

1. Umur bayi kurang dari 7 hari

2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang

3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam

Page 10: 179220036 tetanus

4. Dijumpai muscular spasm.

Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus

neonatorum > 60%.

2.4 Klasifikasi

1. Tetanus Generalisata

Tetanus generalisata merupakan bentuk paling umum dari tetanus yang

ditandai dengan kontraksi otot tetanik dan hiperrefleksi, yang

mengakibatkan trismus (rahang terkunci), spasme glotis, spasme otot umum,

opistotonus, spasme respiratoris, serangan kejang dan paralisis. (Dorland,

2002). Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling sering terjadi

(sekitar 80%). Penyakit ini biasanya muncul dalam bentuk descending. Gejala

pertama yang muncul adalah trismus dan lockjaw, kemudian diikuti dengan

kekakuan leher, kesulitan menelan, dan rigiditas abdomen. Gejala lain berupa

Risus sardonicus (Sardonic grin), yakni spasme otot-otot muka, opistotonus

(kekakuan otot punggung), kejang dinding punggung. Spasme dari laring dan

otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose

asfiksia. Gejala lainnya adalah suhu tubuh yang meningkat 2º-4º C di atas

suhu normal, berkeringat, peningkatan tekanan darah, dan denyut jantung

yang cepat secara episodik. Spasme dapat terjadi secara berkala selama

beberapa menit. Spasme dapat berkelanjutan selama 3-4 minggu.

Penyembuhan secara komplit dapat memakan waktu selama beberapa bulan.

2. Tetanus Lokal

Tetanus lokal termasuk jenis tetanus yang ringan dengan kedutan

(twitching) otot lokal dan spasme kelompok otot didekat lokasi cidera, atau

dapat memburuk menjadi bentuk umum (generalisata).

(Dorland,2002)

3. Tetanus Sefalik

Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal,

yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga seperti otitis

media, di mana C. tetani ditemukan sebagai flora pada telinga

Page 11: 179220036 tetanus

tengah. Masa inkubasinya 1 – 2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi

satu atau lebih saraf kranial, yang tersering adalah saraf VII (fasialis).

Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya tinggi.

(Aru W, 2004)

4. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk tetanus infeksius yang berat

dan terjadi selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh

faktor-faktor seperti tindakan perawatan sisa tali pusat yang

tidak higienis atau pada sirkulasi bayi laki-laki dan kekurangan

imunisasi maternal. (Dorland, 2002)

2.5 Stadium Tetanus Berdasarkan Tingkat Keparahannya (Ablett)

1. Derajat I (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan

pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.

2. Derajat II (Sedang)

Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai

sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari

30 - 35 kali/ menit, disfagia ringan.

3. Derajat IIIa (Berat)

Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan,

frekuensi pernapasan lebih dari 40 kali/ menit, serangan apnea, disfagia berat

dan takikardia lebih dari 120 kali/ menit. Terdapat peningkatan aktivitas saraf

otonom yang moderat dan menetap.

4. Derajat IV (Sangat Berat)

Derajat IV merupakan derajat IIIb dengan gangguan otonomik berat

melibatkan sistem kardiovaskular. Hipertensi berat takikardia terjadi

berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, atau hipertensi diastolik

yang berat dan menetap (tekanan diastolik > 110 mmHg) atau

hipotensi sistolik yang menetap (tekanan sistolik < 90 mmHg)

Dikenal juga dengan autonomic storm . (Aru W,2007)

Page 12: 179220036 tetanus

2.6 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3atau

beberapa minggu ).Karakteristik tetanus :

1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5-7 hari.

Setelah 10 hari frekuensi kejang akan mulai berkurang dan menghilang

setelah 2 minggu.

2. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.

Kemudian, timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena

spasme otot masetter.

3. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus (badan melengkung ke

depan), nuchal rigidity). Kejang ini dicirikan dengan kejang tiba-tiba, tangan

mengepal, fleksi dan adduksi lengan, serta hiperekstensi tungkai.

4 . Risus sa rdon icus karena spasme oto t wajah dengan gambaran

a l i s tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan

kuat .

5. Spasme otot laringeal dan otot respirasi dapat menyebabkan obstruksi jalan

nafas dan asfiksia.

6. Karena toksin tetanus tidak mempengaruhi saraf sensoris atau fungsi kortikal,

pasien pada umumnya berada pada compos mentis, dan pada keadaan lanjut,

klien akan mengalami penurunan kesadaran pada tingkat letargi, stupor, dan

semikomatosa. Dan bila sudah tahap koma, maka penilaian GCS penting

untuk dilakukan. (Arif Muttaqin)

2.7 Komplikasi Tetanus

1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air didalam rongga

mulut dan keadaan ini memungkinkan terjadinya aspirasi serta dapat

menyebabkan pneumonia aspirasi.

2. Asfiksia

3. Atelektasis karena obstruksi secret.

4. Fraktur Kompresi

Page 13: 179220036 tetanus

2.8 Penatalaksanaan

1. Nonfarmakologi

• Penderita tetanus harus segera dirujuk ke rumah sakit karena ia harus

selalu dalam pengawasan dan perawatan. Sebelum dirujuk lakukanlah hal-

hal tersebut di bawah ini. Selanjutnya bila anak yang menderita tetanus

selesai dirawat, berikan tetanus toksoid 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan.

• Pertahankan jalan napas dan jaga keseimbangan cairan.

• Segera berikan human tetanus immunoglobulin 5000 IU i.m untuk

menawarkan racun yang belum bersenyawa dengan otot.

• Bila yang ada hanya ATS suntikkan i.m atau i.v 20.000 – 40.000 IU/hari

selama 3 hari atau 20.000 IU/ hari untuk anak-anak selama 2 hari.

• Berikan penisilin prokain 2 juta IU i.m pada orang dewasa atau 50.000 IU/

kgBB/ hari selama 10 hari pada anak untuk eradikasi kuman.

• Berikan diazepam untuk mengendalikan kejang dengan titrasi dosis : 5 –

10 mg i.v. untuk anak dan 40 – 120 mg/ hari untuk dewasa.

• Cegah penyebaran racun lebih lanjut dengan eksplorasi luka dan

membersihkannya dengan H202 3%. Port d'entre lain seperti OMSK atau

gangren gigi juga harus dibersihkan dahulu.

• Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik

tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun

lebih lanjut. Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita,

mengendalikan kejang dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya

dirawat di rumah sakit dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang.

Pasien dianjurkan dirawat di unit perawatan khusus jika :

a. Kejang-kejang yang sukar diatasi dngan obat-obatan antikonvulsan biasa.

b. Spasme laring.

c. Komplikasi yang memerlukan perawatan khusus seperti sumbatan jalan

napas, kegagalan pernapasan, hipertensi dan sebagainya.

Page 14: 179220036 tetanus

2. Farmakologi

a. Antibiotika

Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari i.m.

Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000

Unit/ kgBB/ 12 jam secara i.m. diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif

terhadap Peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti

tetrasiklin dosis 30-40 mg/ kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2

gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline

intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit/ kgBB/ 24 jam,

dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh

bentuk vegetatif dari C. tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya.

Bila dijumpai adanya komplikasi, pemberian antibiotika broad spektrum

dapat dilakukan.

b. Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG)

dengan dosis 3000-6000 unit, satu kali pemberian saja, secara i.m. tidak

boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti

complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat

mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan

untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan

dosis 40.000 unit, dengan cara pemberiannya adalah 20.000 unit dari

antitoksin dimasukkan ke dalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan

diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam

waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 unit) diberikan

secara i.m. pada daerah pada sebelah luar.

c. Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan

dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat

suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara i.m. Pemberian TT

Page 15: 179220036 tetanus

harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. Tabel

4 berikut ini memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada

keadaan luka.

Tabel 4 : Petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka. ___________________________________________________________ RIWAYAT IMUNISASI Luka Bersih, Kecil, Luka Lainnya ___________________________________________________________ (dosis) Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT) Antitoksin ___________________________________________________________________ Tidak diketahui ya tidak ya ya 0 – 1 ya tidak ya ya 2 ya tidak ya tidak* 3 atau lebih tidak** tidak tidak** tidak ___________________________________________________________________ * : Kecuali luka > 24 jam ** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun*** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun

d. Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang

kronik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta

komplikasinya. Dengan penggunaan obat – obatan sedasi/ muscle

relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

Tabel 5 : Jenis Antikonvulsan

_______ Jenis Obat Dosis Efek Samping __________________________________________________________ Diazepam 0,5 – 1,0 mg/ kgBB/ 4 jam (IM) Stupor, KomaMeprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus meliputi:

1. Darah

• Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.

Page 16: 179220036 tetanus

• BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

• Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi

kejang kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).

2. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.

3. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh

untuk mengetahui fokus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.

2.10 Pencegahan

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada

mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari

vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Dewasa sebaiknya menerima booster

pada seseorang yang memiliki luka, jika:

1. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu

vaksinasi lebih lanjut.

2. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera

diberikan vaksinasi.

3. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan

suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3

bulanan.

Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara

seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan

bakteri Clostridium tetani.

2.11 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data Subjektif

1) Biodata/Identitas

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan

untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada

tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan,

Page 17: 179220036 tetanus

yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan

diagnosis keperawatan (Marilynn E. Doenges et al, 1998).

Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor

register, diagnosa medis.

2) Keluhan utama

Biasaya didapatkan suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat

kesadaran (Muttaqin, Arif. 2011)

3) Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang diderita sekarang:

Faktor riwayat penyakit sangat penting untuk diketahui untuk

mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Gejala yang timbul,

mulainya serangan, bertambah baik atau bertambah buruk, tindakan

apa saja yang sudah dilakukan, adanya penurunan atau perubahan

pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan toksin tetanus yang

menginflamasi jaringan otak, perubahan perilaku, dan semakin

berkembangnya penyakit dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan

koma.

Ada beberapa tahap dari serangan tetanus, yaitu:

Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh

tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru

terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan

menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus

masih berlangsung.

Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot

pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku

di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan

mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke

otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai

(Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut. Selain

Page 18: 179220036 tetanus

itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa

nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala

penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat

terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang

sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak,

termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami

tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut

atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut

menjadi terbatas.

Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka

terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah

adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa

rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar.

Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada

awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama

akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.

Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus

dapat menyebabkansulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah,

bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot

hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini,

sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan

saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk

tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.

(selekta,kapita. 2010)

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai:

• System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi

otot pernafasan.

• System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan

perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke

terminal 43 - 44°C.

Page 19: 179220036 tetanus

• System neurologis : irritability (awal), kelemahan, konvulsi

(akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.

• System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan

urine output tidak ada/oliguria)

• System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.

• System integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada

tempat luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului

trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis

mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.

• Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi

dan kejang umum. ( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

Riwayat Penyakit Dahulu

- Adanya riwayat trauma kepala, luka tusuk, luka kotor, adanya

benda asing dalam luka yang menyembuh, luka yang tertutup

debu, luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah, gigi

berlubang dengan benda yang kotor, dan caries gigi, menunjang

berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin atau

OMP yang dibersihkan dengan kain yang kotor.

- Adanya imunisasi yang tidak adekuat.

Riwayat kesehatan keluarga

- Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang

kurang aseptik.

Riwayat sosial

- Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya.

Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

- Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana.

Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

• Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

• Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan

Page 20: 179220036 tetanus

tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap

perawatan dan tindakan medis

• Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,

pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada

anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan

pertolongan pertama.

• Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi ditanyakan

bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang

dikonsumsi oleh klien.

• Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana

selera makan anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya

per hari?

• Pola Eliminasi:

BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara

makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah

terdapat darah? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat

kencing.

BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak?

Bagaimana konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?

• Pola aktivitas dan latihan

• Pola tidur/istirahat

• Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun

tidur jam berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan

tidur siang?

b. Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran,

tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana

akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan

Page 21: 179220036 tetanus

kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Khusus

- Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi

otot pernafasan.

- Sistem kardiovascular: disritmia, takicardi, hipertensi dan

perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 - 40°C atau febris sampai ke

terminal 43 - 44°C.

- Sistem neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),

kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.

- Sistem perkemihan: retensi urin (distensi kandung kemih dan urin

output tidak ada/oliguria)

- Sistem pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.

- Sistem integumen dan muskuloskletal: nyeri kesemutan pada

tempat luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului

trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis

mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.

Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan

kejang umum. (Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

3. Pemeriksaan Fisik

Pada klien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih

dari normal 38-40 C berhubungan dengan proses inflamasi dan toksin

tetanus yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Bila

disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan

peningkatan laju metabolisme umum. Tekanan darah biasanya normal.

B1 (Breathing)

Inspeksi bila klien batuk, terdapat produksi sputum, sesak napas,

penggunaan otot bantu, dan peningkatan frekuensi pernapasan, disertai

dengan adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi toraks

terdapat adanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi

bunyi napas tambahan ditandai dengan ronkhi pada klien dengan

Page 22: 179220036 tetanus

peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun.

B2 (Blood)

Pada sistem kardiovaskular terdapat renjatan (syok hipovolemik),

tekanan darah biasanya normal, peningkatan denyut jantung, adanya

anemis karena hancurnya eritrosit

B3 (Brain)

- Tingkat kesadaran: compos mentis, pada tingkat lanjut kesadaran

mulai mengalami penurunan pada tingkat letargi, stuor, dan

semikomatosa. Jika klien mengalami koma maka penilaian GCS

sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran dan pemantauan

pemberian asuhan.

- Fungsi Serebri (status mental): observasi penampilan dan tingkah

laku, gaya bicara, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik

pada tahap lanjut akan mengalami perubahan

Sistem Motorik

Kekuatan otak menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada

tahap lanjut mengalami perubahan.

Pemeriksaan Refleks

Pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks

pada respon normal

Sistem Sensorik

Adanya perasaan raba dan nyeri normal, suhu normal, tidak ada

perasaan abnormal di permukaan tubuh.

B4 (Bladder)

Penurunan volume keluaran urine berhubungan dengan penurunan

perfusi dan curah jantung ke ginjal, adanya retensi urine karena kejang

dan sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.

B5 (Bowel)

Mual, muntah berhubungan dengan peningkatan produksi asam

lambung, pemenuhan nutrisi karena anoreksia dan adanya kejang,

kaku dinding perut, dan spasme otot yang menyebabkan sulitnya BAB

Page 23: 179220036 tetanus

B6 (Bone)

Adanya kejang sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan

aktivitas sehari-hari, kejang memberikan resiko pada fraktur vertebra

pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen (opistotonus).

(Muttaqin, Arif. 2011)

c. Data Penunjang

1. Darah

- Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang

(N < 200 mq/dl)

- BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang

dan merupakan indikasi nepro toksik akibat

dari pemberian obat.

- Serum Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang

dan adanya lesi

3. EEG : Elektro Enselografi, teknik untuk menekan aktivitas

listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk

mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya

normal.

4. Albumin kurang dari 3,5 mg%

5. Pemeriksaan Gula Darah: Kuman tetanus tidak dapat

mengfermentasikan glukosa sehingga kadar glukosa darah meningkat.

6. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia (gangguan irama

jantung) ventrikuler

7. WBC Count: Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/l

2.12 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan

Page 24: 179220036 tetanus

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya sekret

dalam trachea, kemampuan batuk menurun, ditandai dengan sesak napas, RR

meningkat, retraksi ICS, ronkhi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif

disertai dengan sputum, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan: AGD

abnormal (asidosis respiratorik)

2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) yang berhubungan dengan proses

inflamasi dan efek toksin (bakterimia) di jaringan otak ditandai dengan

demam, suhu tubuh meningkat menjadi 38-40 C, hiperhidrasi, sel darah

putih lebih dari 10.000/mm3

3. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan

ketidakmampuan menelan (trismus) ditandai dengan intake kurang, makan

dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung,

dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin

kurang dari 3,5 mg%

4. Resiko cedera yang berhubungan dengan adanya kejang,

5. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit ditandai dengan klien

merasa cemas

2.13 Rencana Asuhan Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret dalam

trakhea dan kemampuan batuk menurun ditandai dengan sesak napas,RR

meningkat, retraksi ICS, ronkhi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif

disertai dengan sputum, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan: AGD

abnormal (asidosis respiratorik)

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan bersihan jalan

nafas kembali efektif.

Kriteria hasil: secara subjektif sesak nafas (-), RR 16-20x/mnt. Tidak

menggunakan otot bantu nafas, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-),

Page 25: 179220036 tetanus

sianosis (-), dyspnea (-), AGD normal (pH=7.35-7,45;

PCO2=35-45 mmHg, PO2=80-100 mmHg)

Intervensi RasionalKaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama, dan kedalaman, penggunaan otot-otot tambahan, warna, dan kekentalan sputum

Memantau dan mengatasi komplikasi potensial. Penh=gkajian fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya kelemahan/paralisis pada otot=otot intercostal dan diafragma yang berkembang dengan cepat

Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi atau semi fowler.

Peninggian kepala tempat tidur (semi fowler) memudahkan pernafasan, meingkatkan ekspansi dada, dan meningkatan batuk lebih efektif, dan secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.

Pemeriksaan fisik:

-Auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi, dyspnea, sianosis) tiap 2 – 4 jam sekali. .

-Ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.

-Dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.

-Ajarkan cara batuk efektif .

-Lakukan fisioterapi dada; fibrasi dada.

-Klien berada pada resiko tinggi bila tidak dapat batuk efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan, yang dapat menyebabkan aspirasi saliva, dan mencetuskan gagal nafas akut.

-Terapi fisik dada membant meningkatkan batuk lebih efektif

Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan intake cairan 2500ml/hari

Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang dapat banyak keluar dari tubuh.

Lakukan penghisapan lendir dijalan nafas

Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas

Page 26: 179220036 tetanus

menjadi bersihBerikan oksigen sesuai klinis Pemenuhan oksigen terutama pada klien

tetanus dengan laju metabolisme yang tinggiKolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik). Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan mencegah kekentalan.

Obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan mencegah kekentalan

2. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek

toksin di jaringan otak ditandai dengan demam, suhu tubuh meningkat menjadi

38-40 C, hiperhidrasi sel darah putih lebih dari 10.000/m3

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam perawatan suhu tubuh menurun

Kriteria hasil : suhu tubuh normal 36-37 C, hasil laboratorium sel darah putih⁰

(leukosit) antara 5000-10.000/mm3

Intervensi Rasional Monitor suhu tubuh klien. Peningkatan suhu tubuh menjadi stimulus

rangsang kejang pada klien tetanus.Berikan hidrasi atau minum yang adekuat.

Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.

Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka.

Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.

Beri kompres dingin di kepala dan aksila bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang

Memberikan respons dingin pada pusat pengtur panas dan pada pembuluh darah besar dan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi

Pertahankan bedrest total selama fase akut

Mengurangi peningkatan proses metabolisme umum yang terjadi pada klien tetanus.

Kolaborasi -Pemberian obat antibiotik, antipiretik, antibacterial, ATS

Obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas dan ATS dapat mengurangi dampak toksin terutama jaringan otak dan anti mikroba

Page 27: 179220036 tetanus

-Pemeriksaan laboratorium leukosit. dapat mengurangi inflamasi sekunder dari toksin.- Hasil pemeriksaan leukosit yang

meningkat lebih dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.

3. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil : Tidak adanya tanda malnutrisi, BB normal, intake adekuat,

hasil pemeriksaan albumin 3,5-5mg%

Intervensi RasionalisasiKaji kemampuan klien dalam menelan,batuk, dan adanya sekret.

Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex balik atau teresedak.

Berikan pengertian tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Agar termotivasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

Auskultasi bowel sound, amati penurunan atau hiperteaktivitas suara bowel.

Fungsi gastrointestinaltergantung pula pada kerusakn otak, bowel sound menentukan respons feeding atau terjadinya komplikasi misalnya illeus.

Timbang berat badan sesuai indikasi. Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan maknan.

Beri makan dengan cara meninggikan kepala.

Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.

Kolaboratif :a. Pemberian diit TKTP cair, lunak

atau bubur kasar.b. Pemberian carian per IV line

Makanan cair, lunak, atau bubur kasar dapat menurunkan resiko tersedak.

Bila klien sering kejang berikan makanan lewat NGT.

Pemenuhan nutrisi dengan langsung memasukkan ke lambung akan menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.

Pertahankan lingkungan yang tenang dan anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk memberikan makanan pada klien.

Membuat klien merasa amn sehingga asupan dapat dipertahankan.

4. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan serangan kejang

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien bebas dari cedera

yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadran.

Kriteria hasil : klien tidak mengalami cidera apabila kejang berulang ada.

Page 28: 179220036 tetanus

Intervensi Rasionalisasi Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut (trismus), kuduk (epistotonus), dinding perut, tulang belakang

Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien dan lindungi klien dari cedera dengan menggunakan bantalan pada pagar tempat tidur

Pagar tempat tidur melindungi klien terjatuh dari tempat tidur bila kejang terjadi dan adanya bantalanpada pagar tempat tidur dapat menurunkan resiko cedera saat klien kejang.

Pertahankan bedrest total selama fase akut.

Mengurangi resiko jatuh/terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.

Kolaborasi pemberian terapi; diazepam, phenobarbital.

Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catatan: phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

Pada saat terjadi kejang:

Intervensi Rasionalisasi - Selama serangan kejang, jaga

privasi klien

- Lindungi kepala dengan bantalan, singkirkan semua parabot yang dapat mencederai klien

- Masukkan spatel lidah yang diberi bantalan (kapas dibungkus dengan kassa) diletakkan di antara gigi-gigi

- Jangan memaksa membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk memasukkan sesuatu

- Pada saat serangan kejang, miringkan klien dengan kepala fleksi ke depan

- Pada saat terjadi kejang, pakaian klien dapat tersingkap, sehingga perlu dijaga privasinya

- pada saat kejang barang-barang yang ada di sekitar klien yang mengalami serangan kejang, dapat mencederai klien

- Pada saat kejang lidah dapat tergigit. Memasukkan spatel akan mencegah lidah dapat tergigit.

- Tindakan ini dapat menyebabkan fraktur pada rahang

- Tindakan ini memungkinkan lidah jatuh ke depan, dan memudahkan pengeluaran saliva dan mukus. Jika disediakan pengisap, gunakan ( jika perlu untuk membersihkan sekret)

5. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit, kemungkinan kejang

berulang.

Tujuan : Kecemasan hilang atau berkurang

Page 29: 179220036 tetanus

Kriteria hasil : Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasin penyebab

atau faktor yang memengaruhinya, dan menyatakan ansietas

berkurang/hilang.

BAB III

Intervensi Rasionalisasi Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.

Reksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah, dan gelisah.

Jelaskan sebab terjadinya kejang.

Memberikan dasar konsep agar klien kooperatif terhadap tindakan untuk mengurangi kejang.

Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkat rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan.

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

Mengurangi ransangan eksternal yang tidak perlu.

Tingkat kontrol sensasi klien. Kontrol sensai klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri), yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respons balik yang positif.

Orientasi klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapan asietasnya.

Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.

Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurukan perasaan terisolasi.

Page 30: 179220036 tetanus

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf

pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh

melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan

pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan

menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum

menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :

1. Persiapan diri sebaik mungkin sebelum melaksanakan tindakan asuhan

keperawatan

2. Bagi mahasiswa diharapkan bisa melaksakan tindakan asuhan keperawatan

sesuai prosedur yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Page 31: 179220036 tetanus

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Adams. R.D,dkk : Tetanus in : Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205 -

1207.

Barkin, R. M.; Pichichero, M. E. Diphteria–Pertusis–Tetanus Vaccine Teactogenicity

of Cimmercial Products. Pediatricas 1979; 63:256–260.

Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders

Company, 1996, 815 -817.

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam , Jakarta Universitas Indonesia Press, 1990

Thedore.R, Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1993

Maryln Doengoes, Nursing Care Plan, Edisi III, Philadelpia, 1993

Selekta, Kapita. 2010. Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993

Page 32: 179220036 tetanus

KMB : 1

DOSEN : Ns. MUSRIANI, S.Kep. M.Kes

TUGAS : MAKALAH

“TETANUS”

OLEH :

NAMA : ROMIATUN

NIM : 909.695

TINGKAT : III B

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN MUNA

TAHUN

2014