sk 1 pengelihatan terganggu

download sk 1 pengelihatan terganggu

of 47

description

endokrine

Transcript of sk 1 pengelihatan terganggu

BLOK ENDOKRINWRAP UP SKENARIO 1PENGELIHATAN TERGANGGU

KELOMPOK B-13Ketua: Moch. Barliansyah Praja (1102012165)Sekretaris: Monica Permatasari(1102012167)Anggota: Rizky Alamsyah Martani(1102012253) Marlita Adelina P (1102013163) Putri Elinda Karina(1102013231) Najla Quratuain(1102013205) Naufal Bahira(1102013209) Rais Kamal Baladraf (1102013243) Utami Kusumaputri (1102013294)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI2015/2016

SKENARIO 1PENGLIHATAN TERGANGGUTn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada Pemeriksaan sensorik dengan Monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan Funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina.Hasil laboraturium glukosa darah puasa 256mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl. Pemeriksaan urinalisa menunjukan protein urin positif 3.Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

KATA-KATA SULIT

1. Pemeriksaan Sensorik Monofilament Semmes Weinstein2. Makroangiopati3. Mikroangiopati4. Pemeriksaan Ancle Brachial Index 5. Pemeriksaan Funduskopi6. HbA1c7. Neuropati8. IMT9. Mikroaneurisma

Jawaban

1. Pemeriksaan untuk mengidentifikasi resiko pasien berkomplikasi ekstremitas bawah dalam pengaturan klinis2. Adanya akumulasi lipid dan gumpalan darah pada pembuluh darah besar3. Adanya akumulasi lipid dan gumpalan darah pada pembuluh darah kecil4. Pengukuran tekanan darah di pergelangan kaki dan tangan atas saat pasien istirahat5. Pemeriksaan mata bagian dalam dengan optalmoskopi6. Pemeriksaan glikosilasi untuk mengevaluasi pengendalian darah7. Gangguan syaraf yang menimbulkan rasa nyeri, mati rasa, kesemutan, dan melemahnya otot.8. Indikator sederhana dari kolerasi antara tinggi dan berat badan untuk mengukur resiko penyakit yang dapat terjadi akibat berat badan berlebih9. Pembengkakan yang menyerupai balon kecil karena pembesaran pada pembuluh darah, kapiler yang memasok darah ke retina belakang.

PERTANYAAN

1. Mengapa kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan?2. Apa yang menyebabkan penglihatan pasien terganggu?3. Mengapa terlihat bintik gelap dan lingkaran lingkaran cahaya ?4. Mengapa protein urin meningkat ?5. Berapa nilai normal dari IMT, GDP, GDS, HbA1c ?6. Kenapa kulit pasien kering?7. Adakah hubungan berat badan dengan DM? Bila ada apa penyebabnya?8. Apa yang dimaksud DM tipe 2?

Jawaban

1. Terjadi kesemutan dikarnakan ketidakseimbangan elektrolit pada tubuh dan terasa nyeri bila berjalan dikarnakan volume darah tidak mengalir ke ujung saraf2. Karena adanya gangguan pada pembuluh darah kecil pada mata dan pembuluh darah perifer percah, terjadinya perdarahan pada retina3. Merupakan ciri-ciri dari komplikasi penyakit diabetes millitus tipe 2.4. Karena insulin menurun sehingga asam amino tidak ke dalam sel yang mengakibatkan protein keluar bersama urin / karna terjadi nefropati diabetikum5. IMT : under weight 45 tahun)1. Obesitas dengan BB > 120%, IMT >23 kg/m1. Penderita hipertensi > 140/90 mmHg1. Riwayat keluarga DM1. Riwayat DM pada kehamilan1. Riwayat kehamilan dengan BBL bayi > 4 kg atau bayi cacat1. Disipidemia: cholesterol HDL > 40 mg/dl dan/ trigliserida >250 mg/dl1. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) /GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu

LO.3.3 Epidemiologi

Diabetes Melitus tipe 1Di seluruh penjuru dunia jumlah penyandang Diabetes melitus (DM) terus mengalami peningkatan. Demikian pula jumlah penyandang DM pada anak, yang dikenal dengan DM tipe 1 terus meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186 300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang DM tipe 1 atau tipe 2. Angka tersebut sama dengan 0,2% penduduk Amerika pada kelompok umur tersebut. Di Finlandia, tidak sulit menemukan DM tipe 1 karena angka kejadiannya dilaporkan paling tinggi di dunia, sedangkan Jepang memiliki angka paling rendah.Di Indonesia jumlah pasti penyandang DM tipe 1 belum diketahui meskipun angkanya dilaporkan meningkat cukup tajam akhir-akhir ini. Sebagai gambaran saja, jumlah anak DM tipe 1 dalam Ikatan Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja (IKADAR) jumlahnya sudah mencapai 400-an orang. Karena belum banyaknya jumlah DM pada anak yang ditemukan di Indonesia, maka orang tua dan dokter sering tak waspada dengan penyakit tersebut. Banyak orang tua bahkan tidak percaya anaknya menyandang DM dan baru menyadari saat sakitnya sudah cukup berat. (UKK Endokrinologi Anak dan Remaja.2009. Konsensus Nasional Pengelolaan DMTipe 1. Jakarta; Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.)Diabetes Melitus tipe 2Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-anmenunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagimenjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003,diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%,pada daerah rural,maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapatdi Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesardi Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat.Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetesdi Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialisataubahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan.Diabetes Melitus GestasionalPrediabetes dan diabetes melitus gestasional menjadi masalah global dilihat dari angka kejadian dan dampak yang ditimbulkannya. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus gestasional terjadi 7% pada kehamilan setiap tahunnya. Prevalensi diabetes gestasional bervariasi yaitu 1%-14%. Angka ini tergantung pada populasi yang diteliti dan kriteria penyaringan yang digunakan. Diabetes melitus gestasional terjadi sekitar 4% dari semua kehamilan di Amerika Serikat, dan 3-5% di Inggris (ADA, 2004). Prevalensi diabetes melitus gestasional di Eropa sebesar 2-6%. Prevalensi prediabetes di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 10% sedangkan prevalensi diabetes melitus gestasional di Indonesia sebesar 1,9%-3,6% pada kehamilan umumnya (Soewardono dan Pramono, 2011). Pada ibu hamil dengan riwayat keluarga diabetes melitus, prevalensi diabetes gestasional sebesar 5,1%. Angka ini lebih rendah dari pada prevalensi di Negara Ingris dan Amerika Serikat. Meskipun demikian, masalah diabetes gestasional di Indonesia masih membutuhkan penanganan yang serius melihat jumlah penderita yang cukup banyak serta dampak yang ditimbulkan pada ibu hamil dan janin.

LO.3.4 KlasifikasiKlasifiaksi DM menurut WHO tahun 1985 :1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Pada jenis ini terdapat reaksi auto imun yang disebabkan karena pandangan pada sel beta pankreasyang disebut ICA (Islet Cell Antobody). Reaksi ini dapat menimbulkan kerusakan pda sel beta. 2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)3. Malnutrition Related Diabetes Mellitus (MRDM)Diabetes ini disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai defisiensi protein yang kronik yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. 1. Diabetes Gestasional2. Diabetes tipe lain Diebetes ini berhubungan dengan keadaan atau siindroma ini: Penyakit pankreas Penyakit hormonal Kanker Sindrom genetik tertentu Sirosis hepatis

Menurut American Diabetes Association ( ADA ) tahun 2010 diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya ( PERKENI 2011 ).Klasifikasi diabetes Mellitus Menurut PERKENI 2011 dapat dibedakan menjadi 4 seperti pada tabel 1 dibawah ini.

Tipe 1Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Autoimun Idiopatik

Tipe 2Bervariasi mulai dari yang dominan disertai defiseinsi insulin relatif sampai yang dominan sekresi insulin desertai resistensi insulin

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pancreas Endokrinopati Karena obat dan zat kimia Infeksi Sebab imuno yang jarang Sindrom genetik yang lain berkaitan dengan DM

Diabetes mellitus gestationalDiabetes yang mulai timbul atau mulai diketahui selama kehamilan

Tabel 2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

LO.3.5 Patofisiologis

Diabetes Tipe 1Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orng dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.

Bagan 2. Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes tipe 2

Bagan 3. Patofisiologi DM tipe 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :1. Resistensi insulin 2. Disfungsi sel pancreas

Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2.Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel pancreas yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

Diabetes gestasional

Bagan 4. Patofisiologi diabetes gestasional

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal.Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan. Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulin menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human Plasenta Laktogen (HPL) yang dihasilkan oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkan dalam pengendalian diabetes.Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat kompleks.Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilan yakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan hormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip oleh Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena rusaknya reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengan tes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilan merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi dengan meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta.Pada sebagian kecil wanita hamil, kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.

LO.3.6 Manifestasi Klinis Poliuri (banyak kencing)Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. Polidipsi (banyak minum)Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum. Polipagi (banyak makan)Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus. Mata kaburHal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

Gambar 8. Manifestasi klinik Diabetes klinik

LO.3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding1. AnamnesisDiabetes melitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetic, koma hiperglikemia, disertai efek osmotic diuretic dari hiperglikemia (polyuria, polidipsi, nokturia), efek samping diabetes pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vascular perifer, neuropati perifer), atau komplikasi akibat meningkatnya kerentanan terhadap infeksi (misalnya ISK, ruam candida).

Riwayat penyakit dahuluApakah pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya, bagaimana manifestasinya dan apa obat yang didapat? Bagaimana pemantauan untuk control: frekuensi pemeriksaan urin, tes darah, HbA1C, buku catatan, kesadaran akan hipoglikemia?Tanyakan mengenai komplikasi sebelumnya. Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hiperglikemia Penyakit vascular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit vascular perifer (klaudikasio, nyeri saat beristirahat, ulkus, perawatan kaki, impotensi), neuropati perifer, neuropati otonom (gejala gastroperesis muntah, kembung, diare) Retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser. Hiperkolesterolemia, hipertrigliserida Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminemia) Hipertensi Diet/berat badan/ olahraga

Riwayat pengobatan Apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes; diet saja, obat-obatan, hipoglikemia oral, atau insulin? Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogenik (misalnya kortikosteroid, siklosporin) Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alcohol? Apakah pasien memiliki alergi?Riwayat keluarga dan social Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga? Siapa yang memberikan suntikan insulin/tes gula darah, dan sebagainya (pasangan/pasien/perawat)

2. Pemeriksaan fisikDiabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh. maka dalam pemeriksaan fisik harus dilakukan pemeriksaan secara lengkap.

Gambar 9. Keadaan-keadaan yang mungkin ditemukan dalm pemeriksaan fisik

pengukuran tinggi dan berat badan pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik pemeriksaan funduskopi pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid pemeriksaan jantung evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

3. Pemeriksaan penyaring Ditujukan yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pemeriksaan penyaring hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (Lihat skema langkah-langkah diagnostik DM pada bagan 1). Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) (lihat pada tabel 3).

Tabel 3

Catatan :Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Evaluasi Laboratoris/penunjang lain glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial A1C profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL,LDL, trigliserida) kreatinin serum albuminuria keton, sedimen dan protein dalam urin elektrokardiogram foto sinar-x dadaEvaluasi medis secara berkala Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai dengan kebutuhan Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan Setiap 1 (satu) tahun dilakukan pemeriksaan:a. Jasmani lengkapb. Mikroalbuminuriac. Kreatinind. Albumin / globulin dan ALTe. Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL danf. Trigliseridag. EKGh. Foto sinar-X dadai. Funduskopi

Penilaian Pemeriksaan hasil terapiI. Pemeriksaan kadar glukosa darahTujuan pemeriksaan glukosa darah: Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam posprandial.II. Pemeriksaan A1CTes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.III. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells. Prosedur PGDM dapat dilihat pada tabel 6.IV. Pemeriksaan Glukosa UrinPengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung. Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.

V. Penentuan Benda KetonPemantauan benda keton dalam darah penting terutama pada penyandang DM tipe-2 buruk (glukosa darah > 300 mg/dL). Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang diabetes yang sedang hamil. Dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah < 0,6 mmol/L (normal), > 1,0 mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD. Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.

Tabel 4. Prosedur pemantauan

Diagnosis BandingA. Insulin ResistanceResistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati.resistensi insulin umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya.

B. Hiperglikemi reaktifHiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 8090 mg /dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).

C. Glucose intoleranceDiagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu dari tersebut dibawah ini :

1. Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)Kadargula darahyang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar 100-125 mg/dL

LO.3.8 Komplikasi

Komplikasi mikrovaskular Retinopati bila tidak diterapi akan menimbulkan kebutaan Nefropatiglomerulosklerosis dengan proteinuria progresif dengan gagal ginjal Neuropati1).neuropati sensoris perifer dapat timbul ulserasi dan kolaps sendi pada kaki neuropatik, baal, kesemutan, 2).artropi charcot, 3).mononeuropati, 4).amiotrofi (neuropati motorik proksimal), 5).neuropati autonom takikardia istirahat dan hipotensi postural, susah BAB, disfungsi ereksi, mudah mengalami infeksi, BAK tidak tertahankan. Komplikasi makrovaskular Karidovaskular : PJK,kardiomiopati,gagal jantung Serebrovaskular :stroke akibat dari penyempitan pembuluh darah otak sehingga aspan darah keotak menurundan otak menjadi kekurangan adrah serta oksigen mengakibatkan kematian jarigan otak. Penyakit vaskular perifer: gangren,ulkus diabetik yang bisa mengakibatkan iskemia dan ulserasi

LO.3.8 Prognosis

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

LO.3.9 Pencegahan

Pencegahan Primer Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan Sekunder Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel. Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal. Pencegahan Tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi: a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

LI. 4. Memahami dan Menjelaskan Retino Diabetik

LO.4.1 DefinisiRetinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok

LO.4.2 EtiologiFaktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri Adanya komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru. Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

LO.4.3 EpidemiologiPenelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

LO.4.4 KlasifikasiSistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13Derajat 1, Tidak terdapat retinopati DMDerajat 2, Hanya terdapat mikroaneurisma Derajat 3, Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:Venous loops Perdarahan Hard exudates Soft exudates Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) Venous beadingDerajat 4,Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh: Perdarahan derajat sedang-berat Mikroaneurisma IRMADerajat 5, Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan viterous

Gambar 1. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

LO.4.5 PatofisiologiHiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxy- gen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

KO.4.6 Manifestasi KlinisSebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM non- proliferatif.Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.

LO.4.7 Pemeriksaan dan DiagnosisDeteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitre- ous atau kekeruhan media refraksi.Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DMPemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontra- indikasi pemberian midriatikum.Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio 130%oJenis kegiatan sehari hari; ringan, sedang, berat, akan menentukan jumlah kalori yang ditambahkan. Juga umur dan jenis kelamin.oStatus gizioPenyakit penyertaoSerat larut dan kurangi garamoIndeks gikemik rendahoKenali jenis makanan

Prinsip diet yang sederhana bagi penderita DM, selalu ingat dan patuhi 3 J, yaitu:1. Jadual makan (3 x selingan) & (3 x makan pokok)2. Jumlah kalori sesuai dengan yang telah ditentukan.3. Jenis makanan yang dilarang dan bahan makanan yang dibatasi.

Sedangkan untuk pelaksanaan diet DM itu sendiri sebagai berikut:1.Makanlah teratur sesuai dengan jumlah pembagian makanan yang telah ditentukan.2.Gunakan daftar makanan, sehingga dapat memilih bahan makanan yang sesuai dengan menu keluarga.3.Hindarkanlah penggunaan gula murni dan makanan yang terbuat dari gula murni.4.Gunakanlah gula obat untuk mengganti gula (dapat diperoleh dalambentuk tablet, tepung kristal atau cairan).5.Makanlah banyak sayuran sesuai petunjuk yang diberikan (lihat daftar penukar). Sayuran kelompok A* boleh dimakan sekehendak sedangkan sayuran kelompok B** hanya dimakan menurut jumlah yang ditentukan.6.Periksalah kadar gula anda secara teratur.

(http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2075036-diet-tepat-bagi-penderita-diabetes/#ixzz27Kvc4pO3)

Pola makan pasien diabetes

Piramida makanan diabetes

Semakin tinggi kelompok makanan yang terdapat di dalam piramida makanan diabetes, semakin sedikit kelompok makanan tersebut dapat dikonsumsi atau dihindari oleh seorang pasien diabetes.

Biji-bijian dan Tepung (kelompok 1):Makanan yang terbuat dari biji-bijian dan tepung terdapat di dasar piramida makanan diabetes. Kelompok makanan biji-bijian dan tepung yang banyak mengandung karbohidrat seperti beras, gandum, rye, gandum, jagung, kacang polong kentang, kacang pinto, dan makanan lainnya yang biasa menggunakan biji-bijian masuk dalam kelompok ini.

Sayuran (kelompok 2):Kelompok makanan sayuran ini terletak tepat di atas dasar piramida makanan diabetes. Sayuran secara alami rendah dalam konten lemak, rendah kalori dan kaya vitamin, mineral, serat dan zat gizi mikro.

Buah-buahan (kelompok 3):Kelompok buah-buahan ini juga terletak tepat di atas dasar piramida makanan diabetes bersama dengan kelompok sayuran. Buah-buahan kaya akan vitamin, mineral, serat dan juga karbohidrat.

Susu (kelompok 4):Kelompok ini berada di atas lapisan kedua (sayuran dan buah) dari piramida makanan diabetes. Kelompok susu mengandung banyak protein dan kalsium serta vitamin banyak. Dari kategori susu pasien diabetes harus memilih produk susu dengan kadar lemak rendah.

Daging, Pengganti Daging dan Protein Lainnya (kelompok 5):Kelompok ini bersama kelompok susu dalam piramida makanan diabetes mengandung protein dalam jumlah yang sangat tinggi dan mengandung vitamin serta mineral sangat banyak.

Lemak, Minyak, Manis dan Alkohol (kelompok 6):Kelompok makanan ini terdapat di puncak piramida makanan diabetes, yang menandakan bahwa kelompok makanan hanya boleh dikonmsi sedikit oleh penderita diabetes dan sebaiknya dihindari.

http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html

Penyuluhan terpadu untuk penderita DM dan lingkungannyaPenyuluhan dari Dokter, Perawat dan ahli gizi - di beberapa RS sudah ada Klinik Diabetes Terpadu.Sasaran: Penderita, keluarga penderita, lingkungan sosial penderita.

Obat DM1. Meningkatkan jumlah insulinoSulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide, dsb.)oMeglitinide (repaglinide, nateglinide)oinjeksi2. Meningkatkan sensitivitas insulinoBiguanid/metforminoThiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone)3. Memengaruhi penyerapan makananoAcarboseHati-hati risiko hipoglikemia berikan glukosa oral (minuman manis atau permen)Sasaran pengontrolan gula darahKadar gula darah sebelum makan 80-120 mg/dlKadar gula darah 2 jam sesudah makan < 140 mg/dlKadar HbA1c < 7%

Edukasi pasien pengguna insulinDiabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukansecara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

LI.6 Memahami dan Menjelaskan Pola Makan dan Terapi Gizi pada Penderita DM

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.

Tujuan Terapi Gizi MedisTujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:oKadar glukosa darah mendekati normaloGlukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.oGlukosa darah 2 jam setelah makan