REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

31
Hubungan Kanker Serviks Dengan Human Papiloma Virus (HPV) Pembimbing : dr. Shintia Sp.PA Disusun oleh : Kelompok 4 Arif Nurkalim*, Fitry Hardiyanti*, Jelita Sihombing*, Richard Simak*, Mutiara Meilyn Pane*, Stephanie Clara*, Ricko Ciady*, Defita Firdaus*, Jessyca Augustia*, Maria Sunvratys*, Trisna Fajar Kepaniteraan Dasar, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Abstrak Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada serviks (leher rahim). Faktor resiko terdiri dari orang menderita Human papillomavirus (HPV) dan immune rendah. Gaya hidup yang buruk seperti sosioekonomi rendah, merokok dan multiple seksual partner. HPV telah diketahui memiliki lebih dari 100 tipe, hanya 30 diantaranya yang beresiko kanker serviks. Di Indonesia diperkirakan di temukan 40 ribu kasus baru kanker mulut Rahim setiap tahunnya. Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan

Transcript of REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Page 1: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Hubungan Kanker Serviks Dengan Human Papiloma Virus (HPV)

Pembimbing : dr. Shintia Sp.PA

Disusun oleh : Kelompok 4

Arif Nurkalim*, Fitry Hardiyanti*, Jelita Sihombing*,

Richard Simak*, Mutiara Meilyn Pane*, Stephanie

Clara*, Ricko Ciady*, Defita Firdaus*, Jessyca

Augustia*, Maria Sunvratys*, Trisna Fajar

Kepaniteraan Dasar, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Abstrak

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada

serviks (leher rahim). Faktor resiko terdiri dari orang menderita Human

papillomavirus (HPV) dan immune rendah. Gaya hidup yang buruk seperti

sosioekonomi rendah, merokok dan multiple seksual partner. HPV telah diketahui

memiliki lebih dari 100 tipe, hanya 30 diantaranya yang beresiko kanker serviks. Di

Indonesia diperkirakan di temukan 40 ribu kasus baru kanker mulut Rahim setiap

tahunnya. Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan

kanker yang paling berhasil diterapi, sebesar 92% untuk kanker lokal.

Key Words: Kanker serviks, Human Papillomavirus, Perilaku seksual, Vaksinasi

Abstract

Cervical cancer is a malignancy that occurs in the cervix (neck of the womb).

Risk factors consisted of people suffering from the Human papillomavirus ( HPV )

and a low immunity. Poor lifestyle such as low socioeconomic, smoking and multiple

sexual partners. HPV has been found to have more than 100 types but only 30 of them

are at risk of cervical cancer. In Indonesia approximately over 40 thousand new cases

cervical cancer each year. Invasive cervical cancer is most successfully treated

cancers if found in early stages. As much as 92% success rate for local cancer.

Key Words: Cervical Cancer, Humanpapillomavirus, Sexual Behavior, Vacination

Page 2: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Kanker Serviks

Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada serviks yang merupakan

bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama atau vagina.

Dewasa ini, kanker serviks sudah menjadi masalah nasional yang harus diperhatikan.

Kanker ini menjadi pembunuh nomor satu perempuan di Indonesia yang berusia

antara 30 hingga 60 tahun.1 Kesadaran, pengetahuan dan kepedulian tentang kanker

serviks perlu ditumbuhkan agar lebih banyak perempuan yang terselamatkan dari

kanker tersebut.

Human Papilloma Virus (HPV) adalah sekumpulan grup virus yang

menginfeksi manusia pada sel epitel di kulit dan membran mukosa (salah satunya

adalah daerah kelamin) dan dapat menyebabkan keganasan. Virus ini memiliki type

yang sangat banyak, hampir 100 tipe HPV sampai saat ini berhasil di identifikasi.

Tipe HPV 16 dan 18 diketahui sebagai penyebab 70% dari kasus keganasan di serviks

wanita. Tipe HPV 6 dan 11 diketahui sebagai penyebab dari 90% kasus kutil kelamin

(Condyloma accuminatum). Cara penularannya terutama melalui kontak atau

hubungan seksual. Tidak terbukti penularan dari kolam renang, maupun dari tempat

duduk toilet atau penggunaan WC umum.1

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dini pada kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret

vagina yang agak lebih banyak dan kadang-kadang dengan bercak perdarahan.

Umumnya tanda ini sangat minimal dan sering diabaikan oleh penderita. Tanda yang

lebih klasik adalah seperti terjadinya perdarahan bercak yang berulang, terutama

ketika setelah melakukan hubungan intim. Perdarahan menjadi lebih sering,

lebih banyak dan berlangsung lebih lama. Kemudian dapat dilihat tanda lain seperti

sekret vagina sedikit mengental dan terdapat bau yang tidak sedap pada tahap nekrosis

yang lebih lanjut.2

Nekrosis ini terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat dan tidak diimbangi

dengan pertumbuhan pembuluh darah agar mendapat aliran darah yang cukup.

Nekrosis ini akan menimbulkan bau tidak sedap dan reaksi peradangan non spesifik.

Pada stadium lanjut, tumor sudah menyebar ke luar dari serviks dan melibatkan

jaringan di rongga pelvis.

Page 3: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik pada kecurigaan pasien dengan kanker serviks harus

dilakukan pemeriksaan skrining sedini mungkin. Penilaian profilaksis dan terapi

vaksin serta pengembangan strategi skrining yang berkesinambungan dengan tes HPV

dan metode lain berdasarkan sitologi. Namun metode yang sekarang ini sering

digunakan adalah tes Pap dan IVA. Tes Pap memiliki sensitivitas 51% dan spesifisitas

98%. Selain itu pemeriksaan Pap Smear masih memerlukan penunjang laboratorium

sitologi dan dokter ahli patologi yang relatif memerlukan waktu dan biaya besar.

Sedangkan IVA memiliki sensitivitas sampai 96% dan spesifisitas 97% untuk

program yang dilaksanakan oleh tenaga medis yang terlatih.1 Hal ini menunjukkan

bahwa IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan sitologi serviks sehingga

dapat menjadi metode skrining yang efektif pada Negara berkembang seperti di

Indonesia.

Pada tes IVA dengan mengunakkan tes visual dengan larutan asam cuka (asam

asetat 2%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang

terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami

dysplasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks.1 Namun tes ini tidak

direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional

seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo.

Sebelum melakukan pemeriksaan sebaiknya diberikan informasi mengenai

prosedur tindakan, bagaimana dikerjakan dan apa artinya hasil tes positif. Yakinkan

pasien telah memahami dan menandatangani informed consent. Pada pemeriksaan

inspekulo secara umum meliputi dinding vagina, serviks, dan fornik.

Interpretasi klasifikasi IVA sesuai temuan klinis pada hasil tes positif dapat

ditemukan plak putih yang tebal atau epitel acetowhite. Sedangkan pada hasil tes

negatif terdapat permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu, ektropion, polip,

servitis, dan inflamasi. Khusus pada kanker terlihat massa mirip dengan kembang kol

atau bisul.1,2

Kriteria wanita yang dianjurkan untuk menjalani tes kanker atau prakanker

dianjurkan bagi semua wanita berusia 30 dan 45 tahun. Kanker serviks menempati

angka tertinggi diantara wanita berusia 40 hingga 50 tahun, sehingga tes harus

Page 4: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

dilakukan pada usia dimana lesi prekanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10

sampai 20 tahun lebih awal. Wanita yang memiliki faktor resiko juga merupakan

kelompok yang paling penting untuk mendapat pelayanan tes.

Waktu untuk menjalani tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus

menstruasi, termasuk saat menstruasi pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau

paksa keguguran. Untuk masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik

yang sederhana untuk pasien (mis.kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 5 tahun) atau

isu-isu khusus yang harus dibahas bersama, seperti kapan dan dimana pengobatan

yang diberikan, resiko potensial dan manfaat pengobatan, dan kapan perlu merujuk

untuk tes tambahan atau pengobatan lebih lanjut.

Pemeriksaan Penunjang

Karena tes IVA sekarang ini adalah suatu kewajiban pemeriksaan fisik yang

dilakukan di Puskesmas dan di Rumah Sakit kepada setiap wanita dengan keluhan

yang mengarah kepada kecurigaan kanker serviks, oleh sebab itu diperlukan

pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap seperti kolposkopi. Kolposkopi adalah

pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat seperti mikroskop

bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya. Pemeriksaan ini merupakan

pemeriksaan standar bila hasil pap smear abnormal. Pemeriksaan ini untuk melihat

kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Tidak hanya

berbatas pada serviks, namun pemeriksaan ini juga dapat memeriksa vulva dan

vagina. Pemeriksaan kolposkopi dilakukan untuk menentukan waktu dan lokasi

biopsy harus di lakukan.3 Selain itu dapat dilakukan biopsy di daerah abnormal di

bagian yang telah dilakukan kolposkopi.

Selain itu tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar

dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel

skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ASCUS) dan tes HPV positif, maka

pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.

Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara

mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui

golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan

metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-

Page 5: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV

Genotyping Test. Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV

tanpa mengetahui genotipe secara spesifik.1-3

Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan

HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe

HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24

genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21

genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk

mendeteksi 37 genotipe HPV.1-3

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society,

the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for

Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force

menetapkan protokol skrining bersama-sama dengan melakukan skrining awal.

Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal

intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun

saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari

lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan

seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan

biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.

Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan

Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar

mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif

mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi

pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena

prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29

tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai

65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.1-3 Walaupun infeksi ini sangat sering pada

wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan

waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih

dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia

yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.

Page 6: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan

Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun. Skrining

untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan pemeriksaan DNA

HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian. Skrining

dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan

berturut-turut dengan hasil negatif. Pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi

hepar, dan pemeriksaan radiologi untuk mengetahui abnormalitas yang mungkin

ditemukan pada metastasis.

Epidemiologi

Untuk wilayah ASEAN, insiden kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada

ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk.

Insiden dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa decade terakhir

di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih popular dan lesi serviks pre-invasif

lebih sering dideteksi daripada kanker invasive. Diperkirakan terdapat 3700 kematian

akibat kanker serviks pada 2006. Di Indonesia diperkirakan di temukan 40 ribu kasus

baru kanker serviks setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13

pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang

memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data

17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432

kasus di antara 918 kanker pada perempuan.3

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar

76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut,

yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium

dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus.

Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5

years survival masing-masing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada stadium

awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi, dengan

5 YSR sebesar 92% untuk kanker lokal. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut,

keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber

daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidikan

ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.3

Page 7: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Etiologi

Peristiwa kanker serviks diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi oleh

HPV. Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan hubungan seksual.

Sebagian infeksi HPV bersifat hilang timbul sehingga tidak terdeteksi dalam kurun

waktu kurang lebih 2 tahun pasca infeksi. Hanya sebagian kecil saja dari infeksi yang

menetap dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan kerusakan lapisan

lendir menjadi prakanker.

HPV telah diketahui memiliki lebih dari 100 tipe, dimana sebagian besar

diantaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya. Dari 100 tipe HPV

tersebut hanya 30 diantaranya yang beresiko kanker serviks. Adapun tipe yang

beresiko adalah HPV 16, 18, 31 dan 45 yang sering ditemukan pada kanker maupun

lesi prakanker serviks yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju

keganasan. Sementara tipe yang beresiko sedang yaitu HPV 33,35,39,51,52,56,58,59

dan 68 dan yang beresiko rendah adalah HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55,

dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab tersering kanker

serviks yang terjadi di seluruh dunia. HPV tipe 16 mendominasikan infeksi (50-60 %)

pada penderita kanker serviks disusul dengan tipe 18 (10-15%). Faktor lain yang

berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual terlalu muda < 16 tahun,

jumlah pasangan yang lebih dari 1 orang.1-3

Patofisiologi

Proses terjadinya infkesi HPV mengikuti fisiologi siklus sel yang terdiri dari 4

fase, yaitu G1, S, G2 dan M. Dimana pada saat fase S, terjadi replikasi DNA dan pada

fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Dan G adalah gap yang berada antara fase

S dan M. Perlu diketahui pada infeksi HPV ada peran dari p53 yang terdapat juga

pada siklus sel, dimana berpengaruh pada transisi G2-M dan juga transisi G1-S.

Sedangkan pRb berpengaruh pada transisi G1-S. Mutasi oleh infeksi HPV ini akan

menyebabkan inaktivasi fungsi p53 dan pRb yang menyebabkan proliferasi yang tidak

dapat dikontrol.

Page 8: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Gambar 1. Peran p53 dan pRb.4

Gambar 2. Patofisiologi kanker serviks.4

Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi pada

jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan sel masuk kedalam sel basal. Sel

basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas,

berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Protein virus pada infeksi HPV mengambil

ahli perkembangan siklus sel dan mengikuti diferensiasi sel seperti gambar diatas.

Lebih rincinya mengenai proses yang terjadi pada tingkat selularnya, integrasi

DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang mengarah

transformasi. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, punya 8 open

Page 9: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E mengisi

6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6, E7, yang banyak terkait dalam proses replikasi

virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang

terkait dengan pembentukan kapsid.2,3 Protein E6 dan E7 disebut onkogen karena

kemampuannya mengikat protein proapoptotik, p53 dan pRb sehingga sel yang

terinfeksi aktif berproliferasi yang mengakibatkan terjadinya lesi pre kanker yang

kemudian dapat berkembang menjadi kanker.

Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan E2

tidak berfungsi, tidak berfungsi E2 menyebabkan rangsangan terhadap E6 dan E7

yang akan menghambat p53 dan pRb. E6 mempunyai kemampuan yang khas mampu

berikatan dengan p53. P53 yaitu protein yang termasuk supresos tumor yang

menregulasi siklus sel baik pada G1-S maupun G2-M. Pada saat terjadi kerusakan

DNA, p53 teraktifasi dan meningkatkan ekspresi p21, menghasilkan cell arrest atau

apoptosis. Proses apoptosis ini juga merupakan cara pertahanan sel untuk mencegah

penularan virus virus pada sel-sel didekatnya. Kebanyakan virus tumor menghalangi

induksi apoptosis. E6 membentuk susunan kompleks dengan regulator p53 seluler

ubiquitin ligase / E6AP yang meningkatkan degrasi p53. Inaktifasi p53

menghilangkan kontrol siklus sel, arrest dan apoptosis. Penurunan p53 menghalangi

proses proapoptotik, sehingga terjadi peningkatan proliferasi.2,3

Sehingga semua proses yang terjadi di atas itu memungkinkan HPV

menyerang epitel serviks dan terjadi kanker serviks. Mengingat dasar siklus sel

dimana setiap fase harus menghasilkan sel yang sesuai dengan fasenya. Jadi apabila

ada produk sel yang dihasilkan tidak sesuai dan hilangnya fungsi dari p53 maka akan

tercipta banyak sel-sel rusak yang berkembang.

Page 10: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Gambar 3. Progresivitas kanker serviks dimulai dari infeksi HPV. 5

Gambar 4. Staging kanker serviks gambaran normal sampai IIB6

Gambar 5. Staging kanker serviks6

Faktor resiko

Ada beberapa faktor resiko yang dapat terjadi seperti infeksi HPV yang

hampir 99% kanker serviks dan high grade CIN diasosikan dengan HPV tipe 16 dan

18, yang menyebabkan 70% dari seluruh kasus kanker serviks. 1-4 Biasanya infeksi

Page 11: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

HPV banyak terjadi pada orang dengan keadaan imun yang lemah seperti pada kasus

orang dengan HIV dan AIDS. Selain itu merokok dapat ditengarai memicu percepatan

proses oksidasi pada kasus pasien dengan kanker serviks yang mempunyai riwayat

merokok.

Faktor yang lebih penting ialah faktor seksual, semakin sering berganti-ganti

pasangan seksual dan tidak menggunakan pelindung seperti kondom akan

meningkatkan resiko terkena HPV apabila anda berhubungan dengan orang yang

terinfeksi. Selain HPV yang mungkin terkena berbagai macam penyakit infeksi

seksual seperti HIV yang nantinya akan menurunkan daya imunitas dan

mempermudah terjadinya infeksi dari HPV.

Usia dini saat coitus pertama kali juga berperan dalam terjadinya HPV, selain

itu juga ditemukan bahwa banyak kejadian infeksi yang terjadi akibat berhubungan

intim dengan laki-laki terinfeksi.

Penatalaksanaan

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara

histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup

melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi).

Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat

didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks

seperti terapi lesi prakanker serviks, yang pada umunya tergolong NIS (Neoplasia

Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa, terapi

destruksi dan terapi eksisi.

Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1

yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajat rendah (LISDR). Terapi NIS

dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks

derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT.

Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak

mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.Terapi NIS

yang lain adalah dengan destruksi lokal.7 Tujuannya metode ini untuk memusnahkan

Page 12: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

daerah-daerah terpilih yang mengandung epitel abnormal yang kelak akan digantikan

dengan epitel skuamosa yang baru.

Cara yang lain adalah dengan menggunakan krioterapi yang bertujuan untuk

menyembuhkan penyakit dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan

suhu 00 C. Pada suhu sekurang-kurangnya 250C sel-sel jaringan termasuk NIS akan

mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi

perubahan tingkat seluler dan vaskular, yaitu sel-sel mengalami dehidrasi dan

mengkerut, konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu, syok termal dan denaturasi

kompleks lipid protein disertai status umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini

hampir semua alat menggunakan N20.8

Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman

2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya

dapat disembuhkan dengan efektif.7-9 Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat

memusnahkan jaringan lebih luas (sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan

elektrokauter tapi harus dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks

dapat dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang

dapat ditentukan. CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium,

nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u.

Sedangkan terapi NIS dengan cara eksisi dapat dilakukan konisasi (cone

biopsy) dengan membuat sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks

untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-

kanker serviks. Lalu dengan cara Punch Biopsy yaitu menggunakan alat yang tajam

untuk mengambil sampel kecil jaringan serviks.

Pentalaksanaan yang lain dengan Loop electrosurgical excision procedure

(LEEP) yang menggunakan arus listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk

memotong jaringan abnormal kanker serviks. Kemudian Trakelektomi radikal

(radical trachelectomy) yang dilakukan oleh dokter bedah yang mengambil leher

rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini dilakukan

untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari

Page 13: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Tindakan bedah yang lain adalah menggunakan histerektomi yang merupakan

sebuah tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks

(total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA

sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila

keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun.

Pasien juga harus bebas dari penyakit umum yang beresiko tinggi seperti penyakit

jantung, ginjal dan hepar.

Dimana tindakan histerektomi dapat dibedakan menjadi dua yaitu total

histerektomi dengan pengangkatan seluruh rahim dan serviks serta radikal

histerektomi yang dilakukan dengan pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung

telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya.

Sedangkan dengan terapi kanker serviks invasif dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu pembedahan dan radioterapi. Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar

X) untuk merusak sel-sel kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor

pada serviks pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.

Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi

disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.

Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke

sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap

mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar

seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis

kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker

sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang

diberikan secara selektif pada stadium IV A.7-9

Ada 2 macam radioterapi, yaitu radiasi eksternal sinar yang berasal dari

sebuah mesin besar. Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya

dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Sedangkan radiasi internal

dengan menggunakan zat radioaktif yang terdapat di dalam sebuah kapsul

dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan

Page 14: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali

selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran seperti iritasi rektum dan vagina,

kerusakan kandung kemih dan rektum. Biasanya, selama menjalani radioterapi

penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal,

vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri

ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk

menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa

timbul diare dan sering berkemih.

Untuk kemoterapi penatalaksanaan kanker dapat dilakukan pemberian obat

melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk

membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan

kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa

kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan

pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk

mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.10

Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit

dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker

menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk

memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan

untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum

memberikan keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan pada kasus

kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB

(Platamin Veble Bleomycin) dan lain – lain.8-10

Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal bersama

terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil.

Sedangkan obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage

IVB / recurrent seperti mitomycin, pacitaxel, ifosamide, topotecan telah disetujui

untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat

Page 15: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

digunakan ketika radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil kanker

serviks yang timbul kembali atau menyebar ke organ lain.7-10

Efek samping dari kemoterapi seperti adanya lemas yang timbulnya mendadak

atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang berlangsung

terus sampai akhir pengobatan. Mual dan muntah yang berlangsung singkat atau lama.

Dapat diberikan obat anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan. Gangguan

pencernaan, karena ada beberapa obat kemoterapi yang dapat menyebabkan diare,

bahkan ada yang diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai

terjadi sembelit. Bila terjadi diare kurangi makan-makanan yang mengandung serat,

buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Namun apabila susah BAB dianjurkan makan-makanan yang berserat.

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu

setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit

kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi. Efek pada otot dan saraf akan

menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan

pada otot kaki. Efek pada darah akan berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang

merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah

menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan

sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum

kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal.

Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan orang menjadi mudah terkena

infeksi. Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah

yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang

menyebabkan peningkatkan leukosit.

Untuk manajemen nyeri kanker berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker,

dikenal 3 tingkatan obat, yaitu nyeri ringan (VAS 1-4) obat yang dianjurkan antara

lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid), nyeri sedang (VAS 5-

6) obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan

tramadol sedangkan nyeri berat (VAS 7-10) obat yang dianjurkan adalah kelompok

opioid kuat seperti morfin dan fentanil.

Page 16: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Pencegahan

Infeksi HPV risiko tinggi merupakan penyebab terjadinya kanker serviks,

sehingga tindakan skrining mengalami pergeseran yang semula ditujukan untuk

pencegahan sekunder bergeser untuk tujuan pencegahan primer. Mencegah terjadinya

infeksi HPV risiko tinggi merupakan pencegahan primer dan dianggap lebih penting,

karena pencegahan sekunder mempunyai beberapa kelemahan, antara lain pencegahan

sekunder tidak mencegah terjadinya NIS (CIN). Terapi lesi prakanker yang baru

terdeteksi pada pencegahan sekunder seringkali menimbulkan morbiditas terhadap

fungsi fertilitas pasien, dan pencegahan sekunder akan mengalami hambatan pada

sumber daya manusia dan alat yang kurang.

Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan deteksi terjadinya

infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu. Identifikasi terjadinya infeksi HPV risiko

tinggi dapat dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan Polymerase Chain

Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam cara mendeteksi HPV, antara lain dengan

Vira Pap, Vira Type, dan HPV Profile. Dengan metode-metode tersebut dapat

diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44), dan

risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39,45, 51, 52, 56 dan 58).11

Pemeriksaan HC dinilai lebih mudah dilakukan dalam program skrining

karena mampu mendeteksi LSIL, ASCUS dan HSIL secara lebih sensitif

dibandingkan dengan pemeriksaan pap smear, walaupun dengan spesifisitas yang

lebih rendah. Sensitivitas HC pada NIS I, HSIL dan kanker adalah sebesar 51,5%,

89,3% (85,2-96,5%), dan 100%, berturut-turut, dengan spesifisitas 87,8% (81-95%).12

Pedoman Vaksinasi HPV (Dimodifikasi dari Pedoman Vaksinasi HPV yang

Disusun HOGI) Perjalanan penyakit kanker serviks invasive, Sel epitel serviks

normal, terinfeksi HPV risiko tinggi, berdegenerasi menjadi lesi prakanker kemudian

berdegenerasi menjadi kanker serviks invasive.

Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like

protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai

sifat imunogenik kuat.

Page 17: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Vaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks uterus

(vaksinasi profilaksis HPV 16,18). Pap smear merupakan bagian dari pencegahan

sekunder. Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakukan vaksinasi dan pap

smear untuk menjangkau infeksi HPV risiko tinggi lainnya, karena jangkauan

perlindungan vaksinasi tidak mencapai 100% (89%).13

Jenis vaksin bivalen (16, 18) dan quadrivalen (16, 18, 6, 11). HPV 16 dan

HPV 18 merupakan HPV risiko tinggi (karsinogen), sedangkan HPV 6 dan 11

merupakan HPV risiko rendah (non-karsinogen).13

Tujuan vaksinasi adalah untuk mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen

kanker serviks). Vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi. Lama proteksi vaksin bivalen

53 bulan, dan vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan.12,13 Untuk perempuan yang belum

terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian vaksin (disarankan usia >12 tahun).

Belum cukup data efektivitas pemberian vaksin HPV pada laki-laki.30 Efektivitas pada

penelitian fase II proteksi NIS 2/3 karena HPV 16 dan 18 pada yang divaksinasi

mencapai 100% (Protokol 007), dan proteksi 100% dijumpai sampai 2-4 tahun

pengamatan (follow up). 22 Proteksi silang vaksin bivalen (HPV tipe 16 dan 18)

mempunyai proteksi silang terhadap HPV tipe 45 (dengan efektivitas 94%) (cross

protection) dan HPV tipe 31 (dengan efektivitas 55%).14

Populasi target berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia

antara 9-26 tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi target tergantung usia awal

hubungan seksual (di negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech

29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).14 Vaksinasi pada

ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan.

Sedangkan pada ibu menyusui vaksinasi belum direkomendasikan. Vaksin diberikan

secara suntikan intramuskular. Diberikan pada bulan 0, 1, 6 (dianjurkan pemberian

tidak melebihi waktu 1 tahun). Efek samping terdiri dari nyeri pelvis, nyeri lambing,

nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan febris. Seluruh petugas kesehatan

meliputi para medis, dokter umum, dokter spesialis yang mendapat pelatihan

pemberian vaksin HPV.

Secara keseluruhan sensitivitas HC dibandingkan dengan pemeriksaan pap

smear lebih tinggi 23% (untuk NIS I sebesar 11% dan untuk NIS II-III sebesar 8%),

Page 18: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

dan spesifisitas HC lebih rendah 6% dibandingkan dengan pap smear. Sensitivitas

gabungan HC dan pap smear akan meningkatkan sensitivitas sampai 39%, dan

spesifisitas tetap lebih rendah 7%. Pemeriksaan HC saja hanya mampu mendeteksi

infeksi HPV risiko tinggi tetapi tidak mampu mendeteksi kelainan sel prakanker

sehingga spesifisitas HC lebih rendah jika dibandingkan dengan pap smear.8-10

Temuan pada HC dan pap smear pada beberapa institusi menjadi dasar penelitian

protokol skrining dan tindak lanjut hasil pemeriksaan. HC yang positif harus diikuti

dengan pengawasan yang ketat, kelainan sitologi harus diikuti dengan terapi,

sedangkan hasil negatif keduanya menjadi dasar pemberian vaksinasi HPV.13-15

Prognosis

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah umur penderita, keadaan

umum, tingkat klinik keganasan, sitopatologi sel tumor, kemampuan ahli atau tim ahli

yag menanganinya serta sarana pengobatan yang ada.Table 1. Stadium Kanker Serviks7,9

Stadium Penyebaran kanker serviks Persentase harapan hidup 5

tahun

0 Karsinoma in situ 100

I Terbatas pada uterus 85

II Menyerang luar uterus tetapi

meluas ke dinding pelvis

60

III Meluas ke dinding pelvis dan atau

sepertiga bawah vagina atau

hidronefrosis

33

Kesimpulan

HPV risiko tinggi merupakan karsinogen kanker serviks uteros. Vaksin HPV

adalah vaksin HPV kapsid L1 tipe 16 dan 18, dan pemberian vaksin bertujuan

mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 (vaksinasi profilaksis). Vaksinasi HPV

memberi perlindungan terhadap infeksi HPV sebesar 89%.

Page 19: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

Daftar Pustaka

1. Rasjidi I. Kanker pada wanita. Jakarta: Elex Media Komputindo;2010.h.55-77.

2. Bagus I. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk

pendidikan bidan. Jakarta: EGC; 2005.h.427-8.

3. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams.

Jakarta:EGC; 2007.h.21;1622-5.

4. AW Braithwaite, G Del Sal and X Lu. Some p53-binding proteins that can

function as arbiters of life and death. (diakses pada tanggal 22 September

2015). Diunduh dari :

http://www.nature.com/cdd/journal/v13/n6/fig_tab/4401924f1.html

5. Kilas proses infeksi virus, DNA, dan morfologi sel. Nat Rev Cancer. 2007.

Nature Publishing Group. (diakses pada tanggal 22 September 2015). Diunduh

dari : http://www.medscape.com/viewarticle/553264

6. Staging kanker serviks diambil dari Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser

SL, Jameson JL, Loscatzo J : Principle of internal medicine, 18th edition.

(diakses pada tanggal 22 September 2015). Diunduh dari :

www.accessmedicine.com

7. Zhai Y, Kuick R, Nan B, Ota I et al. Gene expression analysis of preinvasive

and invasive cervical squamous cell carcinomas identifies HOXC10 as a key

mediator of invasion. Cancer Res: 2007.h.67;10163-72.

8. Scotto L, Narayan G, Nandula SV, Arias-Pulido H et al. Identification of copy

number gain and over expressed genes on chromosome arm 20q by an

integrative genomic approach in cervical cancer: potential role in progression.

Genes Chromosomes Cancer: 2008.h.47;755-65.

9. Healthwise. Cervical cancer.  (diakses pada tanggal 22 September 2015).

Diunduh dari : http://www.webmd.com/cancer/cervical-cancer/

10. Defination of Precancerous. (diakses pada tanggal 22 September 2015).

Diunduh dari:

http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=5018

11. Wiknjosastro H, et all. Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono;2009.h.380-7.

Page 20: REVISI-KARYA ILMIAH PADAS kelompok 4.doc

12. Hum SH, Lee JK, Oh MJ, Hur JY, Na JY, Park KY, et al. Persistent HPV

infection after conization in patients with negative margins. Gynecol Oncol:

2006;p.101;418-22.

13. Longatto FA, Erzaen M, Brnacas M, Roteli MC, Naud P, Derchain SFM, et al.

Human Papillomavirus testing as a optional screening tool in low-resource

settings of Latin America: experience from the Latin American screening

study:Int J Gynecol;2006.p.16;955-62.

14. Koutsky LA, Harper DM. Current findings from prophylactic HPV vaccine

trials. Vaccine:2006.p.243:3114-3121.