F2 - Leprosy (Revisi).doc

60
1 MEWASPADAI PENYEBARAN MYCOBACTERIUM LEPRA TERHADAP PENDERITA DENGAN TERAPI MDT (F.2) Oleh: dr. Rizki Trya Permata Anggota: dr. Oktania Putri Kusnawan dr. Merry Susanti dr. Syifa Andini Suparman dr. Astri Kania Pendamping: dr. Dorlina Panjaitan

Transcript of F2 - Leprosy (Revisi).doc

Page 1: F2 - Leprosy (Revisi).doc

1

MEWASPADAI PENYEBARAN

MYCOBACTERIUM LEPRA TERHADAP

PENDERITA DENGAN TERAPI MDT

(F.2)

Oleh:

dr. Rizki Trya Permata

Anggota:

dr. Oktania Putri Kusnawan

dr. Merry Susanti

dr. Syifa Andini Suparman

dr. Astri Kania

Pendamping:

dr. Dorlina Panjaitan

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS GUNUNG ALAMKABUPATEN ARGAMAKMUR BENGKULU UTARA

2014

Page 2: F2 - Leprosy (Revisi).doc

2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, taufik

dan hidayah-Nya penulisan laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini disusun sebagai laporan

tugas Puskesmas formula 2 (F2) dokter internsip.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak baik berupa bimbingan, hasil diskusi kelompok, buku-buku referensi serta hal

lainnya. Oleh karena itu penulis berdoa mudah-mudahan segala bantuan yang telah diberikan

selama ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada yang terhormat pendamping kami yang telah banyak memberikan bimbingan. Penulis

juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah banyak

membantu dalam proses penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik membangun agar dapat memberikan yang lebih baik di

kemudian hari. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukan.

Arga Makmur, Mei 2014

Penulis

Page 3: F2 - Leprosy (Revisi).doc

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan

cermat. Karena untuk mendapatkan air yang bersih, sesuai dengan standar tertentu, saat ini

menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah

dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan

industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Dan ketergantungan manusia terhadap air pun semakin

besar sejalan dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat. (Mukrimah Rahman)

Salah satu kebutuhan penting akan kesehatan lingkungan adalah masalah air bersih,

persampahan dan sanitasi, yaitu kebutuhan akan air bersih, pengelolaan sampah yang setiap hari

diproduksi oleh masyarakat serta pembuangan air limbah yang langsung dialirkan pada saluran

atau sungai. Hal tersebut meyebabkan pendangkalan saluran atau sungai, tersumbatnya saluran/

sungai karena sampah pada saat musim penghujan selalu terjadi banjir dan menimbulkan

penyakit.(Wakurnia Wati)

Masalah air merupakan masalah yang utama, baik masalah penyediaan air bersih di kota

dan didesa, maupun masalah penyaluran dan pengelolaan air buangan penduduk dan industri. Air

sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup di dunia. Oleh karena itu, seiring dengan

meningkatnya kebutuhan manusia berbagai upaya dilakukan untuk menyediakan air bersih yang

aman bagi kesehatan. Adapun air yang sehat harus memenuhi empat kriteria parameter.

Parameter pertama adalah parameter fisik yang meliputi padatan terlarut, kekeruhan, warna, rasa,

bau, dan suhu. Parameter kedua adalah parameter kimiawi yang terdiri atas berbagai ion,

Page 4: F2 - Leprosy (Revisi).doc

4

senyawa beracun, kandungan oksigen terlarut dan kebutuhan oksigen kimia. Parameter yang

ketiga adalah parameter biologis meliputi jenis dan kandungan mikrooganisme baik hewan

maupun tumbuhan. Parameter yang terakhir adalah parameter radioaktif meliputi kandungan

bahan – bahan radioaktif.

Beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan oleh air yang mengandung mikrobiologi

maupun senyawa-senyawa pencemar lainnya, antara lain disebut dengan istilah water washed

disease. Salah satu penyakit yang tergolong dalam water washed disease yaitu leprosy atau

kusta.

Secara garis besarnya penyakit water washed diseases dapat terjadi apabila air yang

masuk ke dalam tubuh tercemar oleh kotoran, atau dapat pula ditularkan melalui kotoran

langsung yaitu antara feses dan mulut. Dalam kondisi hieginis yang buruk karena tidak

tersedianya air bersih yang cukup untuk pencucian, penularan penyakit atau infeksi dapat

dikurangi dengan penyediaan air tambahan, dalam hal ini kualitasnya tidak perlu setaraf dengan

air minum. Beberapa faktor risiko lingkungan lainnya yang berpengaruh seperti kondisi sanitasi

yang kurang baik meliputi kebersihan rumah, kelembapan udara, fasilitas sanitasi yang jelek dan

juga kebiasaan masyarakat tidur bersama-sama, pakai pakaian bergantian dan BAB di kebun

juga dapat memicu terjadinya penularan berbagai macam penyakit dan tidak menutup

kemungkinan kusta.

Penyakit kusta atau Morbus Hansen adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit,

mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis.

Kusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah tropis dan

Page 5: F2 - Leprosy (Revisi).doc

5

subtropis, tetapi dengan adanya perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di

mana saja.

Penyakit kusta dapat menyebabkan kecacatan yang diakibatkan oleh kerusakan saraf,

sehingga penyakit ini dianggap sangat menakutkan. Jumlah kecacatan yang disebabkan oleh

penyakit ini cukup dominan, khususnya bila penyakit ini tidak ditangani secara cermat dapat

menimbulkan tingkat kecacatan permanen (Iwan Priyatna, 2005).

Cacat permanen yang ditimbulkan oleh penyakit kusta menimbulkan pendapat yang

keliru dari masyarakat terhadap kusta, yaitu rasa takut yang berlebihan. Hal ini akan memperkuat

persoalan sosial ekonomi pada penderita kusta. Kondisi cacat tersebut akan menjadi halangan

bagi penderita dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi

mereka. Kerusakan secara fisik dan mental yang dialami oleh seorang penderita kusta dapat

menimbulkan kerugian dalam bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya, karena tidak sedikit

orang yang masih beranggapan bahwa berinteraksi dengan penderita kusta akan sangat

berbahaya bagi diri mereka. Maka dari itu, tidak jarang para penderita kusta mengalami kesulitan

berinteraksi dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan bermasyarakat (Iwan Priyatna, 2005).

Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian

besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan

kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan,

pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Hal ini menyebabkan penyakit kusta

masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, disamping besarnya masalah di bidang medis

juga masalah sosial yang ditimbulkan oleh penyakit ini memerlukan perhatian yang serius.

Menurut laporan WHO pada tahun 2001, penderita kusta di Indonesia menempati

peringkat ke-4 di dunia, setelah India, Brazil, dan Myanmar. Prevalensi penyakit kusta di

Page 6: F2 - Leprosy (Revisi).doc

6

Indonesia berturut-turut dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 adalah sebagai berikut :

0,93/10.000 penduduk ; 0,98/10.000 penduduk ; 1,03/10.000 penduduk ; 1,05/10.000 penduduk.

Dengan penyebaran <10/100.000 penduduk di Sumatera, Kalimantan, Bali, Jawa Barat, dan Jawa

Tengah. 10-20/100.000 penduduk di Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

>20/100.000 penduduk di Papua, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.

Dari data yang tertulis di atas, didapatkan prevalensi kusta yang cukup tinggi, padahal

telah banyak dilakukan upaya penanggulangan kusta di Indonesia dengan tujuan menurunkan

angka morbiditas melalui eradikasi penderita kusta dari 1,3/10.000 menjadi 1/10.000. Beberapa

upaya penanggulangan penyakit kusta telah diluncurkan oleh pemerintah dalam rangka

mendukung terwujudnya eradikasi penderita menjadi 1/10.000 penduduk, salah satunya adalah

penyuluhan intensif tentang kusta pada sasaran risiko kusta (preventif), paket pengobatan gratis

pada penderita kusta (kuratif), dan pemulihan kesehatan pada penderita kusta yang menderita

cacat (rehabilitatif). Melihat bahaya dari penyakit tersebut bagi manusia, maka perlu perhatian

dan penanganan lebih lanjut terhadap perilaku sehat dan sanitasi lingkungan. 

Page 7: F2 - Leprosy (Revisi).doc

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PERMASALAHAN

2.1. Leprosy/ Lepra/ Kusta

2.1.1 Definisi

Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M.

leprae) yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut,

saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis, kecuali susunan

saraf pusat.

2.1.2 Epidemiologi

Terdapat 10-20 juta orang yang menderita kusta di seluruh dunia

Paling umum ditemukan di negara tropis dengan prevalensi 1-2% dari populasi

Masalah kesehatan di Indonesia, sering dihubungkan dengan kemiskinan dan tempat

tinggal (rural residence).

Onset penyakit ini hampir mengenai seluruh usia. Lebih sering mengenai pada usia muda

(masa usia produktif), dengan rata-rata onset pada usia lebih dari 35 tahun.

Berdasarkan distribusi jenis kelamin kejadian leprosy lebih sering terjadi pada pria

dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1

Tahun 2002, masih terdapat 13 provinsi dan 111 kabupaten yang belum dapat dieliminasi

Papua dan Jawa Timur merupakan provinsi yang paling banyak ditemukan kasus kusta

Page 8: F2 - Leprosy (Revisi).doc

8

2.1.3 Etiologi

Penyakit kusta ini disebabkan Mycobacterium leprae 

Klasifikasi ilmiah

Filum : Actinobacteria

Ordo : Actinomycetales

Subordo : Corynebacterineae

Family : Mycobacteriaceae

Genus : Mycobacterium

Spesies : M. leprae

Karakteristik

- Merupakan bakteri tahan asam yang kuat, gram (+) aerob, organisme berbentuk

batang, dikelilingi oleh selubung lilin yang tebal, obligat intraselular.

- Panjang 1-8 μm dan diameter 0,3 μm.

- Pertumbuhan baik pada temperature 320-350 C.

- Tidak dapat tumbuh di medium artificial/ kultur jaringan

- Dapat tumbuh pada telapak kaki tikus normal dan armadillo

- Infektivitasnya rendah

- Mekanisme pasti transmisi M.leprae tidak diketahui secara pasti.

o Sebagian besar melalui kontak langsung penderita dengan orang sehat

o Dapat juga melalui sistem pernafasan (tapi harus jelas ada M.leprae pada

sekret nasalnya)

o Melalui tanah yang terkontaminasi (kebanyakan didaerah endemik)

Page 9: F2 - Leprosy (Revisi).doc

9

- Masa inkubasi minimal beberapa minggu dan maksimal 30 tahun atau lebih. Secara

umum masa inkubasi leprosy adalah 3-5 tahun, tapi untuk lepromatous bisa mencapai

20 tahun atau lebih.

- Reservoir : manusia, armadillo, simpanse.

- Portal of exit of M. leprae : kulit dan mukosa hidung.

- Portal of entry of M. leprae :

Portal of entry M. leprae ke dalam tubuh manusia belum sepenuhnya diketahui. Tapi

yang dipertimbangkan adalah melalui kulit dan saluran pernapasan atas

- Diagnosis: Kerokan kulit atau kerokan selaput mukosa hidung dengan pisau skalpel,

atau bahan dari biopsi kulit daun telinga dibuat menjadi sediaan mikroskopik pada

gelas alas dan diwarnai dengan teknik Ziehl-Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang

menebal memberikan gambaran histologik yang khas. Tidak ada tes serologik yang

bermanfaat.

Gambar Mycobacterium leprae

2.1.4 Klasifikasi

Berdasarkan kongres Madrid 1953, diklasifikasikan menjadi

Tabel Klasifikasi leprosy

Tipe Lesi Pem. Bakteriologi Tes Lepromin

Imakula hipopigmentasi, batas tegas, anestesi, anhidrasi

- kuat

TTTuberculoid

makula eritematosa bulat / lonjong, permukaan kering, batas tegas, anestesi, - + kuat

Page 10: F2 - Leprosy (Revisi).doc

10

bagian tengah sembuhBT

Borderline Tuberculoid

makula eritematosa tidak teratur, batas tak tegas, kering, mula-mula ada tanda kontraktur, anetesi

+ / - + / -

BBMidborderline

makula eritematosa, menonjol, bentuk tidak teratur, kasar, ada lesi satelit, penebalan saraf dan kontraktur

+ -

BLBorderline

Lepromatous

makula infiltrat merah mengkilat, tak teratur, batas tak tegas, pembengkakan saraf

banyak basil -

LLLepromatous

Infiltrat difus berupa nodus simetri, permukaan mengkilat, saraf terasa sakit, anestesi

+ kuat -

Tabel Spektrum Lepra Secara Klinis, Bakteriologik, Patologik & ImunologikGambaran

Tuberculoid (TT,BT) Leprosy

Borderline (BB, BL) Leprosy

Lepromatous (LL) Leprosy

Lesi Kulit

1 atau beberapa makula atau plak berbentuk annular asimetris dengan batas tegas dan menonjol, pada bagian sentral cenderung berwarna putih

Intermediate antara lesi tipe BT dan LL; plak kurang jelas dengan batas sedikit tegas; jumlah sedikit atau banyak.

Nodul dan plak banyak atau berinfiltrasi luas, simetris, batas tidak tegas ; xanthoma-like or dermatofibroma papules; leonine facies dan alis mata gundul

Lesi Saraf

Awalnya lesi kulit tidak terasa (anestesi);saraf dekat lesi terkadang membesar; seringkali terjadi abses saraf pada BT

Lesi kulit hipestesia atau anesthesia ; batang saraf palsi, terkadang simetris.

Palsi sarah bervariasi; pada bagian akral, distal sering mengalami anestesia simetris.

Basil Tahan Asam

0–1+ 3–5+ 4–6+

Limfosit 2+ 1+ 0–1+

Differensiasi Makrofag

Epithelioid

Epithelioid pada BB; biasanya tidak berdifferensiasi, tetapi mengalami perubahan menjadi foamy pada BL

Perubahan Foamy ; dapat tidak berdifferensiasi pada lesi awal

Langhans' 1–3+ — —

Page 11: F2 - Leprosy (Revisi).doc

11

Tuberculoid (TT,BT) Leprosy

Borderline (BB, BL) Leprosy

Lepromatous (LL) Leprosy

giant cells

Tes Kulit Lepromin

+++ — —

Tes Transformasi

LimfositUmumnya positif 1–10% 1–2%

CD4+/CD8+ T-cell ratio in

lesions1.2 BB (NT); BL: 0.48 0.50

M. leprae PGL-1

antibodies60% 85% 95%

Keterangan: BB, mid-borderline; BL, borderline lepromatous; BT, borderline tuberculoid; TT, polar tuberculoid; LL, polar lepromatous; BI, bacteriologic index; NT, not tested; PGL-1, phenolic glycolipid 1

2.1.5 Faktor Resiko

Tidak semua orang yang terkena M.leprae akan menderita kusta, ada faktor-faktor yang

mempengaruhi, diantaranya :

1. Malnutrisi

2. Imunitas

3. Usia, banyak mengenai pada dewasa muda , 35 tahun

4. Tingkat sosioekonomi ; kebersihan rumah dan kelembaban udara yang kurang baik

5. Jenis kelamin, banyak mengenai laki-laki

6. Ras (Asia dan Afrika)

Page 12: F2 - Leprosy (Revisi).doc

12

2.1.6 Manifestasi Klinis

1. Tuberculoid leprosy

Merupakan tipe yang paling ringan, pada umumnya gejalanya meliputi kulit dan saraf

perifer. Lesi awal biasanya berupa macula yang batasnya dapat dilihat dengan jelas dan hipestesi,

kemudian lesi ini akan membesar dan meliputi saraf tepi yang terdekat sehingga batasnya akan

terlihat meninggi dan lesinya akan membentuk seperti cincin karena bagian tengahnya akan

menjadi atropi dan menurun kebawah.

Pasien biasanya mempunyai satu atau lebih lesi hipopigmen yang terdistribusi secara

asimetris, anestetik, dan non pruritik. Biasanya lesi kulit pada leprosy bervariasi dalam

diamaternya, kering, anhidrotik, dan meliputi saraf perifer (ulnar, posterior auricular, peroneal

dan postibial)

2. Lepromatous leprosy

Merupakan jenis yang lebih parah dari tuberculoid leprosy. Lesi awal biasanya berupa

papula atau nodula berwarna kemerahan, kemudian akan berkembang jadi berdiameter sampai 2

cm. Lalu papula dan nodula yang baru akan bermunculan dan akan saling menyatu, kemudian

pasien akan terlihat lesi yang terdistribusi secara simetris menyerupai plak yang meninggi dan

infitrasi dermal yang meluas, sehingga apabila terdapat di wajah, akan terlihat penampakan

leonine face pada pasien. Manifestasi berikutnya meliputi kehilangan alis dan bulumata, telinga

yang seperti pendulum dan kuli yang kering.

Page 13: F2 - Leprosy (Revisi).doc

13

Gambar Pasien dengan leonine face

2.1.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis penyakit leprosy yang pertama adalah adanya kulit yang

hiperpigmentasi atau kemerahan dengan sensasi rasa yang berkurang, selanjutnya adanya

keterlibatan dari saraf perifer, diperlihatkan dengan adanya penebalan dengan kehilangan rasa

dan kelemahan dari otot yang ada di tangan, kaki maupun wajah, dan adanya M.leprae pada lesi.

Cara untuk diagnosa kusta (leprosy)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis:

Lesi kulit + kehilangan sensor saraf + kerusakan saraf + BTA (+).

Organisme tidak dapat dikultur.

Biopsi kulit pewarnaan Fite Faraco.

Apus dari kulit dicari BTA (+) periksa jumlah dengan menggunakan bacillary

index (BI) atau morphology index (MI).

Kerusakan saraf dapat diperiksa dengan menggunakan histamine test atau methacholine

sweat test.

Lepromin skin test tidak terlalu berguna untuk menegakkan diagnosis

Page 14: F2 - Leprosy (Revisi).doc

14

2.1.8 Diagnosis Banding

1. Sarcoidosis

- Adanya perineural inflamasi

- Retikulosis granulomatosa generalisata kronik progresif tanpa sebab yang jelas

- Melibatkan banyak oragan termasuk kulit, paru, kelenjar limfe, hati, limpa, mata,

tulang kecil tangan dan kaki

- Histologisna ditandai dengan tuberkel sel epiteloid tanpa perkijuan pada sleuruh organ

atau jaringan yang kena

- Laboratorium menunjukkan: hiperkalsemia, hipergammaglobulinemia, reaktifitas

terhadap tuberculin rendah

- Tidak ada sensori loss dan penebalan saraf

2. Leishmaniasis

- Infeksi yang disbabkan oleh Leishmania

- Terjadi di Amerika lokasi lesi lebih disekitar mulut dan hidung dan pinggirannya lebih

menonjol dibanding lepra

- Ada leukopenia dan splenomegali serta agranulositosis

- Pada kulit terdapat papula tunggal/majemuk pada bagian tubuh yang terpapar jadi

nodul kemudian pecah membentuk tukak yang dikelilingi sel radang

- Pemeriksaan Leishman-body akan (+)

3. Lupus Vulgaris

Page 15: F2 - Leprosy (Revisi).doc

15

- Bentuk tuberkulosisi kulit paling berat sering pada muka

- Timbul bercak nodul coklat kemerahan (jeli apel) dalam korium menyebar ke perofer

dengan atrofi sentral ulkus & jaringan parut

- Tendensi pembentukan scar dan tidak ada perubahan sensoris

4. Syphilis

- Lesi makulanya mirip dengan lepra hanya tidak ada gangguan sensoris dan rekasi

terhadap terapinya baik

5. Yaws

- Lesi makulanya mirip dengan lepra hanya tidak ada gangguan sensoris dan rekasi

terhadap terapinya baik

6. Granuloma Annulare

- Massa/ nodul granulasi tumor dengan fibroblas dan kapiler yang tumbuh aktif

(kumpulan makrofag termodifikasi menyerupai sel epitel)

- Nodulnya keras, kemerahan dalam satu lingkaran hingga membentuk cincin

- Tidak ada sensory loss, penebalan saraf tidak ada, gambaran histo PA berbeda

7. Psoriasis

8. Seborrhoic dermatitis

9. Scars from burn injury

10. Tinea

11. Eczema

Page 16: F2 - Leprosy (Revisi).doc

16

Beberapa hal yang penting dalam menentukan DD lepra :

- makula hipopigmentasi

- anestesi

- pemeriksaan bakteriologi : BTA

- pembengkakan / pengerasan saraf tepi / cabang – cabangnya

2.1.9 Managemen Leprosy

Prinsip terapi Leprosy:

1. Petugas kesehatan mampu mendiagnosis dan menentukan terapi yang tepat

2. Dapat mencegah kemungkinan komplikasi (lepra reaction, neuritis dan komplikasi mata)

3. Jika ada komplikasi, dapat mengobati terjadinya kerusakan saraf (prednisolon untuk

menjaga pada tahap batang perifer).

4. Mencegah infeksi dengan pemberian obat dan dosis yang tepat

5. Melakukan rehabilitasi untuk paralytic disability (clawhand, footdrop, lagopthalmos,

wristdrop) dan immobilisasi untuk ekstremitas.

6. Memperhatikan dan melakukan pemeriksaan terhadap orang yang sebelumnya kontak

dengan pasien.

7. Promoting community action (partisipasi masyarakat dalam merubah ‘image’ leprosy dan

mengurangi stigma penyakit leprosy, serta meyakinkan bahwa penyakit ini bisa

disembuhkan).

Page 17: F2 - Leprosy (Revisi).doc

17

Ada 3 obat yang direkomendasikan untuk leprosy berdasarkan standar MDT dengan

durasi yang dibatasi, dan tidak disarankan untuk penggunaan monoterapi. Obat-obatan tersebut

antara lain :

Rifampicin (rifampin, rifadin, rimactane)

- Rifampicin merupakan derivat semisintetik rifamycin yang menghambat sintesis

RNA patogen mikroba spektrum luas.

- Obat bakterisidal paling efektif melawan M.Leprae.

- Dosis bulanan 600 mg (highly bactericidal) sama efektifnya dengan rifampicin

harian. Terbukti non toksik walaupun pada kasus tertentu dilaporkan terjadi gagal

ginjal, trombositopenia, influenza like syndrome, dan hepatitis.

- Efek samping : urin coklat kemerahan, sputum, keringat.

- Menurunkan efek steroid dan mengganggu efektivitas kontrasepsi oral.

Clofazimine (Lamprene, B663, G30320)

- Senyawa rimino derivat phenazine dye.

- Absorpsi baik jika diformulasikan dengan microcrystalline oil-wax base

- Aktivitas bakterisidal melawan M.Leprae, meningkatkan aktivitas anti inflamasi

- Non toksik

Page 18: F2 - Leprosy (Revisi).doc

18

- Dosis tinggi (200-300 mg harian) digunakan untuk mengontrol reaksi leprosy pada

pasien yang tidak boleh mengkonsumsi kortikosteroid karena ketergantungan,

toksisitas, ataupun kontraindikasi yang lain

- Efek samping : Pigmentasi kulit (hilang setelah penghentian terapi 6-12 bulan), pada

dosis yang lebih tinggi bisa terjadi keluhan gastrointestinal.

Dapsone (DDS, 4,4’-diaminodiphenylsulfone)

- Inhibitor sintetase folate synthesizing enzyme system M.Leprae

- Tidak mahal dan relatif tidak toksik. Pada kasus tertentu dilaporkan terjadi delayed

hypersensitivity reaction, agranulocytosis, dan mild hemolytic anemia.

- Dosis 100 mg harian : Bakterisidal lemah melawan M.Leprae

- Jika digunakan sebagai monoterapi memiliki efektivitas yang terbatas dan

menyebabkan resistensi.

Standar regimen MDT yang digunakan berdasarkan WHO adalah :

Multibacillary Leprosy

Untuk dewasa direkomendasikan :

- Rifampicin : 600mg 1 bulan 1x, supervised

- Dapsone : 100mg harian, self administrated

- Clofazimine : 300mg 1bulan 1x (supervised) dan 50mg harian (self administrated)

Durasi : 12 bulan

Paucibacillary Leprosy

Untuk dewasa direkomendasikan :

- Rifampicin : 600mg 1bulan 1x, supervised

- Dapsone : 100mg harian, self administrated

Page 19: F2 - Leprosy (Revisi).doc

19

Durasi : 6 bulan

Untuk anak-anak dosisnya dikurangi dari yang di atas

Untuk penyakit leprosy karena merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat maka

perlu dilakukan beberapa strategi dalam mengeliminasi leprosy sebagai masalah kesehatan

masyarakat yang dititik beratkan pada deteksi dini kasus dan pengobatan dengan MDT, targetnya

menurunkan prevalensi <1 kasus/10.000 populasi. Terapi dengan MDT bersamaan dengan

deteksi dini kasus merupakan jalan terbaik

Tujuan utama strategi ini adalah menurunkan prevalensi ke level terendah, menurunkan

transmisi serta insidensi penyakit, lalu menghitung insidensi dengan sistem informasi rutin

Sedangkan untuk eliminiasi leprosy sebagai masalah kesehatan masyarakat lebih

diutamakan daripada eradikasi. Ketersediaan pelayanan MDT dan akses pasien terhadap

pelayanan fasilitas kesehatan terdekat merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam

pelaksanaan strategi ini.

2.1.10 Pencegahan dan kontrol

Pencegahan dan kontrol

1. Vaksinasi pada saat lahir dengan Bacille Calmette-Guerin (BCG)

2. Kemoprofilaksis dengan menggunakan dapsone

3. Apabila pasien membutuhkan perawatan di rumah sakit harus diisolasi dengan baik.

4. Penemuan kasus dengan segera dan pemberian terapi yang terpadu

5. Menjaga keluarga dari pasien agar terhindar dari penularan.

6. Peningkatan kondisi kebesihan sehai – hari, terutama higienitas dalam semua perilaku

kehidupan sehari – hari.

Page 20: F2 - Leprosy (Revisi).doc

20

7. Pemberian pendidikan kebersihan dan mengenai penyakit lepra.

2.1.11 Cara-cara Pemberantasan

1)      Tindakan Pencegahan

a.      Pencegahan Primodial

Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki

faktor resiko penyakit kusta melalui penyuluhan. Penyuluhan tentang penyakit kusta adalah

proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat oleh petugas kesehatan

sehingga masyarakat dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari

penyakit kusta.

b.      Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah

memiliki faktor resiko agar tidak sakit. Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mengurangi

insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor

resikonya.

Untuk mencegah terjadinya penyakit kusta, upaya yang dilakukan adalah memperhatikan

dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, personal hygiene, deteksi dini adanya

penyakit kusta dan penggerakan peran serta masyarakat untuk segera memeriksakan diri atau

menganjurkan orang-orang yang dicurigai untuk memeriksakan diri ke puskesmas.

c.       Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) 

Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang

yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi.

Page 21: F2 - Leprosy (Revisi).doc

21

Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat

yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan.

Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis dini dan

pemeriksaan neuritis, deteksi dini adanya reaksi kusta, pengobatan secara teratur melalui

kemoterapi atau tindakan bedah.

Untuk menetapkan diagnosa dini penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok

atau “cardinal sign” pada badan, yaitu :

Lesi (Kelainan) kulit yang mati rasa

Kelainan kulit/ lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hipopigmentasi) atau

kemerah-merahan (eritematosa) yang mati rasa (anestesi).

Penebalan saraf tepi

Dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf.

Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis

perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa:  

        Gangguan fungsi sensoris : mati rasa

        Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralisis)

Page 22: F2 - Leprosy (Revisi).doc

22

        Gangguan fungsi otonom   : kulit kering dan retak-retak.

Ditemukan Basil Tahan Asam

Adanya bakteri tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA positif). Pemeriksaan

kerokan hanya dilakukan pada kasus yang meragukan.

Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda utama di

atas. Apabila hanya ditemukan cardinal sign ke-2 dan petugas ragu perlu dirujuk kepada ahli

kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai (suspek).

Tanda-tanda tersangka kusta (suspek) :

  Tanda-tanda pada kulit

1.      Bercak/Kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh

2.      Kulit mengkilap

3.      Bercak yang tidak gatal

4.      Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat/ tidak berambut.

5.      Lepuh tidak nyeri.

  Tanda-tanda pada saraf

1.      Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk & nyeri pada anggota badan/ muka.

2.      Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka

3.      Adanya cacat (deformitas)

4.      Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh 

d.      Pencegahan Tersier (Tertiary Prevention)

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan

rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya yang dilakukan untuk memulihkan seseorang yang sakit

Page 23: F2 - Leprosy (Revisi).doc

23

sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif, mengikuti gaya hidup yang

memuaskan dan untuk memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin, sesuai tingkatan

penyakit dan ketidakmampuannya. Pencegahan tersier meliputi:

1.      Pencegahan Kecacatan

Pencegahan cacat kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis daripada penanggulangannya.

Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh petugas kesehatan, maupun oleh

penderita itu sendiri dan keluarganya.

Upaya pencegahan cacat terdiri atas :

  Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi :

a)      Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis

b)      Pengobatan secara teratur dan adekuat

c)      Deteksi dini adanya reaksi kusta

d)     Penatalaksanaan reaksi kusta

  Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi :

a)      Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka

b)      Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah

terjadinya kontraktur.

c)      Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak

mendapat tekanan yang berlebihan.

d)     Bedah septik untuk mengurangi perluasan infeksi.

e)      Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan

otot.

Page 24: F2 - Leprosy (Revisi).doc

24

2.      Rehabilitasi

Rehabilitasi yang dilakukan meliputi rehabilitasi medik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi

ekonomi. Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain

dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi

fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki.

Cara lain adalah kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya,

sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat dilakukan

terapi psikologik (kejiwaan).

2.1.12 Prognosis

- Prognosis tergantung dari tipe kusta yang diderita. Tipe BL biasanya sering

melibatkan kerusakan saraf yang cepat dan parah.

- Prognosis juga tergantung dari terapi pasien, kepatuhan pasien, ketepatan dan seberapa

cepat pasien melakukan terapi.

- Kekambuhan terjadi pada 0.10-0.14% dari pasien pada 10 tahun pertama.

- Dikarenakan penurunan sistem imun, kehamilan dapat memicu relaps atau reaksi

kembali penyakit, khususnya jika pasien hamil lebih muda dari usia 40 tahun.

Page 25: F2 - Leprosy (Revisi).doc

25

2.2. Water-Washed Disease

Water-washed disease adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air dan tidak

terjaminnya kebersihan untuk pemeliharaaan kebersihan (higienitas perorangan). Banyak

terdapat di daerah tropis. Penyakit yang dipengaruhi oleh penularannya sangat banyak, antara

lain  :

a. Penyakit infeksi saluran pencernaan : bersifat feca-oral seperti diare, kolera, tifoid,

hepatitis infektiosa, disentri basiler.

b. Penyakit infeksi kulit dan selaput lendir. Penyakit yang erat kaitannya dengan higienitas

perorangan yang buruk : infeksi jamur pada kulit, konjungtivitis.

c. Penyakit yang disebabkan oleh insekta pada kulit & selaput lendir.

d. Penyakit yang ditentukan oleh tersedianya air bersih untuk higienitas perorangan untuk

mencegah invasi parasit pada tubuh dan pakaian : skabies, leprosy (kusta), dan

sebagainya.

Secara garis besarnya penyakit water washed diseases dapat terjadi apabila air yang

masuk ke dalam tubuh tercemar oleh kotoran dapat pula ditularkan dengan kotoran secara

langsung yaitu antara fecal-oral. Dalam kondisi hieginis yang buruk karena tidak tersedianya air

bersih yang cukup untuk pencucian, penularan penyakit atau infeksi dapat dikurangi dengan

penyediaan air tambahan, dalam hal ini kualitasnya tidak perlu setaraf dengan air minum.

Faktor risiko lingkungan berpengaruh yaitu kondisi sanitasi yang kurang baik meliputi

kebersihan rumah, kelembapan udara, fasilitas sanitasi yang jelek dan juga kebiasaan masyarakat

tidur bersama-sama, pakai pakaian bergantian dan buang air besar di kebun juga dapat memicu

terjadinya penularan berbagai macam penyakit dan tidak menutup kemungkinan kusta. Salah

satu penyakit yang tergolong dalam water-washed disease yaitu: lepra (kusta).

Page 26: F2 - Leprosy (Revisi).doc

26

2.3. Permasalahan

2.3.1. Data Administrasi Pasien

a. Nama / Umur : Tn. S / 35 tahun

b. No. register : Puskesmas Gunung Alam

c. Status pendidikan : SMP

d. Status sosial : Menengah kebawah

2.3.2. Data Demografis

a. Alamat : Gunung Selan

b. Agama : Islam

c. Suku : Rejang

d. Pekerjaan : Buruh

e. Bahasa Ibu : Bahasa rejang, bahasa Indonesia

f. Jenis Kelamin : Laki-laki

2.3.3 Data Biologik

a. Tinggi Badan : 168 cm

b. Berat Badan : 60 kg

c. Habitus : Astenikus

2.3.4 Data Klinis

a. Anamnesis :

Page 27: F2 - Leprosy (Revisi).doc

27

Keluhan utama : Bercak keputihan di daerah lengan kanan, dada, perut, punggung

wajah, dan lutut sekitar lebih dari 2 bulan

Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien mengeluh bercak putih pada kulit sejak 2 bulan yang lalu

Awalnya terdapat bercak kemerahan kecil di daerah lengan kanan bawah semakin

lama semakin membesar dan meluas dan menyebar ke lengan atas, dada, perut,

punggung, wajah dan lutut.

Tidak terasa gatal ataupun nyeri pada bercak-bercak tersebut.

Terasa tebal pada bercak-bercak tersebut, tetapi tidak terlalu jelas dengan daerah

kulit normal yang dirasakan.

Pasien mengatakan bila terbentur sesuatu tidak terasa sakit dari pada sebelum

pasien muncul bercak-bercak ini.

Pasien menyangkal adanya rontok bulu mata, alis, dan demam.

Riwayat alergi/ penyakit : Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa.

Riwayat asma, kencing manis, darah tinggi di sangkal.

Riwayat keluarga : tidak ada keluarga atau teman pasien yang mengalami keluhan

yang serupa. Riwayat alergi makanan dan obat pada keluarga di sangkal.

Riwayat pengobatan : tidak ada.

Riwayat sosial : pasien sudah mendapatkan penyakit ini sejak pasien tinggal di

Bengkulu Selatan. Pasien adalah petugas rumah sakit yang bertugas mengantar

tabung oksigen. Pasien mengaku pada saat bertugas di RS terdapat penderita yang

mengalami gejala kulit yang sama seperti pasien. Pasien tiap hari selalu kontak

dengan penderita tersebut selama 2 minggu.

Page 28: F2 - Leprosy (Revisi).doc

28

Riwayat perilaku higienitas dan lingkungan :

o Pasien memiliki kebiasaan malas mandi, terkadang mandi 2 kali sehari.

o Tempat tinggal berada di daerah yg cukup padat dengan suplai air bersih

sangat kurang. Sehari-hari menggunakan air sungai dan sumur.

b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : terlihat sakit ringan

Kesadaran : komposmentis

Tanda vital

- Tekanan darah : tidak dilakukan

- Nadi : tidak dilakukan

- Respirasi : tidak dilakukan

- Suhu : tidak dilakukan

Untuk dugaan diagnosa : (status dermatologikus dan pemeriksaan

neurologikus)

- Distribusi :

regional, bilateral, asimetris

- Lokasi :

Page 29: F2 - Leprosy (Revisi).doc

29

bagian thorak, abdomen, wajah, lutut, punggung, brachialis, dan plantar

manus dekstra.

- Jenis lesi :

o Regio thorak, abdomen, wajah, punggung: plaque > 5,

hipopigmentasi dengan tepi meninggi, batas tegas, multiple,

skuama (-), erosi (-), ekskroisi (-).

o Region lutut : plak eritema, konfluens, batas tegas, sedikit

menimbul, kering, skuama (-).

o Regio brachialis : patch hipopigmentasi, multipel, diskrit, bentuk

bulat, ukuran miliar, batas tegas, sedikit menimbul, kering. Batas

tidak jelas pada telapak tangan.

o Madarosis (-), leonine face (-), saddle nose (-), claw hand (-).

- Efloresensi :

sebagian besar berupa makulo-plak hipopigmentasi, batas tegas.

Status Neurologikus :

N.Auricularis magnus sinistra mengalami pembesaran, konsistensi

kenyal, nyeri tekan (+).

N.Ulnaris sinistra mengalami pembesaran konsistensi kenyal, nyeri

tekan (+).

Pemeriksaan anastesi terhadap rasa nyeri pada tempat lesi (+) dari

pada kulit normal.

Page 30: F2 - Leprosy (Revisi).doc

30

Pemeriksaan anastesi terhadap rasa raba pada tempat lesi (+) dari

pada kulit normal.

Pemeriksaan suhu panas dingin pada lesi, tidak bisa membedakan

suhu panas dingin pada tempat lesi.

2.3.5 Diagnosis Banding

- Leprosy

- Ptiriasis Versikolor

- Tinea korporis

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan.

Usulan Pemeriksaan Penunjang :

Biopsi kulit pewarnaan Fite Faraco.

Apus dari kulit BTA

Lepromin skin test

2.3.7 Diagnosis

Morbus Hansen/ Leprosy/ Lepra

2.3.8 Penatalaksanaan

Non - Farmakologi :

- Menerangkan tentang penyakit dan pengobatannya

- Istirahat di rumah

- Menjaga keluarga dari pasien agar terhindar dari penularan.

Page 31: F2 - Leprosy (Revisi).doc

31

- Peningkatan kondisi kebesihan sehai – hari, terutama higienitas dalam semua

perilaku kehidupan sehari – hari

- Pemberian pendidikan kebersihan dan mengenai penyakit lepra

- Edukasi untuk kontrol ulang untuk mencegah neuritis

Farmakologi :

Sistemik :

Rifampicin : 600 mg/bulan (diminum di depan petugas kesehatan).

Dapson : 100 mg/hari diminum di rumah

Lamprene : 300mg/bulan (diminum di depan petugas kesehatan), dilanjutkan

dgn 50 mg/hari (diminum di rumah)

Durasi : 12 bulan

2.3.9 Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad malam

Quoa ad Sanationam : dubia ad bonam

Page 32: F2 - Leprosy (Revisi).doc

32

BAB III

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

3.1. Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan yang dilakukan untuk mensosialisasikan tentang penyakit lepra/

kusta dan kaitannya dengan kesehatan lingkungan sehingga kejadian penyakit lepra dapat

ditekan. Dengan sasaran para penghuni rumah pasien dan masyarakat sekitar. Dilakukan dengan

pemberian informasi dan memberikan permahaman, selanjutnya dilakukan diskusi 2 arah

mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam membentuk lingkungan yang sehat.

3.2. Intervensi

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya merupakan infeksi yang

disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan bersifat kronik progresif, mula-mula

menyerang saraf tepi, dan kemudian terdapat manfestasi kulit.

Menjelaskan tentang penyakit leprosy (kusta), cara penularan, gejala klinis, dan

perjalanan penyakitnya.

Menjelaskan hubungan kejadian leprosy dengan kesehatan lingkungan terutama dengan

memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, personal hygiene,

deteksi dini adanya penyakit kusta dan penggerakan peran serta keluarga dan masyarakat

untuk segera memeriksakan diri atau menganjurkan orang-orang yang dicurigai untuk

memeriksakan diri ke puskesmas.

Page 33: F2 - Leprosy (Revisi).doc

33

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai upaya pencegahan primordial,

primer, sekunder dan terutama tersier agar tidak terjadi penyebaran penyakit dan

komplikasi yang lebih berat.

Edukasi kepada pasien untuk mengikuti beberapa program terapi seperti pemeliharaan

kulit harian, proteksi tangan dan kaki, latihan fisioterapi dan rehabilitasi mental.

Menjelaskan kepada pasien, keluarga dan masyarakat mengenai persyaratan air bersih

yang layak digunakan untuk keperluan sehari-hari, antara lain baik dari segi persyaratan

kualitas (kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan radiologis) maupun persyaratan dari segi

kuantitas.

Melakukan promoting community action :

- Partisipasi masyarakat dalam merubah ‘image’ leprosy dan mengurangi

stigma penyakit leprosy, serta meyakinkan bahwa penyakit ini bisa

disembuhkan.

- Melakukan pemeriksaan sampel air sungai sebagai sumber air yang digunakan

pasien untuk dilakukan pemeriksaan mikrobiologi, untuk mencegah

penyebaran bakteri kepada masyarakat lainnya.

- Partisipasi keluarga dan masyarakat untuk melakukan program pembersihan/

penyulingan sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur,

dan air hujan yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-

kuman yang berbahaya, agar air dapat digunakan untuk keperluan air munim,

rumah tangga dan industri.

Page 34: F2 - Leprosy (Revisi).doc

34

BAB IV

PELAKSANAAN (PROSES INTERVENSI)

4.1. Strategi Penanganan Masalah

Diagnosis Klinis : Morbus Hansen/ Leprosy/ Lepra/ Kusta

Penanganan masalah :

Promotif :

- Menjelaskan kepada pasien dan penghuni rumah bahwa leprosy termasuk

penyakit yang ditular secara kontak langsung (kulit – kulit) dan tidak langsung

yaitu melalui lingkungan. Mycobacterium leprae dapat ditemukan pada udara

di sekitar rumah, menempel pada pakaian penderita, dan debu rumah.

- Menjelaskan kepada penghuni rumah bahwa penyakit dapat dicegah dengan

menjaga kebersihan diri dan lingkungan, seperti mandi dan mencuci pakaian

dengan menggunakan air bersih, pasien disarankan menggunakan masker

untuk menghindari penyebaran penyakit lewat udara, mencuci tangan dengan

cara yang benar.

- Menjelaskan tentang penyakit dan pencegahan leprosy, serta upaya-upaya

agar penyakit tidak berulang kembali dan pengoptimalan terapi untuk

mencegah komplikasi lanjut.

- Melakukan uji mikrobiologi terhadap sampel sumber air yang sering

digunakan pasien untuk keperluan sehari-hari.

Preventif :

Page 35: F2 - Leprosy (Revisi).doc

35

- Penyuluhan tentang penyakit kusta → peningkatan pengetahuan, kemauan dan

kemampuan masyarakat oleh petugas kesehatan sehingga masyarakat dapat

memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta.

- Vaksinasi pada saat lahir dengan Bacile Calmette-Guerin (BCG)

- Kemoprofilaksis dengan menggunakan dapsone.

- Menggunakan sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur,

dan air hujan yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-

kuman yang berbahaya, agar air dapat digunakan untuk keperluan air munim,

rumah tangga dan industri.

Kuratif :

- Rifampicin : 600 mg/bulan (diminum di depan petugas kesehatan).

- Dapson : 100 mg/hari diminum di rumah

- Lamprene : 300mg/bulan (diminum di depan petugas kesehatan), dilanjutkan

dgn 50 mg/hari (diminum di rumah)

Durasi : 12 bulan

Rehabilitatif :

- Anjurkan kepada pasien untuk meningkatkan asupan makanan yang bergizi

untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan istirahat di rumah.

- Edukasi pasien mengenai upaya pncegahan cacat sekunder, antara lain:

Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka (pemeliharaan kulit

harian, proteksi tangan & kaki)

Page 36: F2 - Leprosy (Revisi).doc

36

Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk

mencegah terjadinya kontrktur

Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami

kelumpuhan dan bedah septik untuk mengurangi perluasan infeksi

Dukungan psikososial dan keluarga

Rehabilitasi mental (memerlukan bimbingan agar dapat melewati

tahap-tahap gangguan kejiwaan).

- Anjuran agar pasien kontrol kembali untuk menilai keefektifan terapi dan

upaya mencegah komplikasi.

Page 37: F2 - Leprosy (Revisi).doc

37

Gambar 1. Penjelasan Mengenai Leprosy Kepada Pasien

Page 38: F2 - Leprosy (Revisi).doc

38

Gambar 2. Peran Pasien dan Keluarga dalam Pencegahan Penyakit Leprosy

Page 39: F2 - Leprosy (Revisi).doc

39

Page 40: F2 - Leprosy (Revisi).doc

40

Gambar 3. Peran Pasien dan Keluarga dalam Pengobatan Penyakit Leprosy

BAB V

MONITORING DAN EVALUASI

5.1. Monitoring

Monitoring difokuskan pada aspek promotif dan preventif dengan mewujudkan

kesehatan lingkungan yang dapat mencegah penyebaran penyakit leprosy baik dalam

lingkungan keluarga pasien dan masyarakat. Peran serta keluarga dan masyarakat

merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan, kelangsungan dan kemandirian

pembangunan kesehatan, terutama dalam hal ini mengenai pengobatan pasien dan

pencegahan penyebaran penyakit leprosy. Peran serta keluarga dan masyarakat dalam

pencegahan penyakit leprosy diwujudkan antara lain dengan menjalankan cara hidup

sehat dan penyelenggara berbagai upaya/ pelayanan kesehatan.

5.2. Evaluasi

Upaya yang dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kecacatan akibat

leprosy, yaitu melalui program pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar,

antara lain:

- Laporan ke instansi kesehatan setempat

Page 41: F2 - Leprosy (Revisi).doc

41

-  Isolasi: tidak diperlukan untuk penderita kusta tipe tuberkuloid; isolasi terhadap

kontak harus dilakukan untuk kasus kusta lepromatosa sampai saat pengobatan

kombinasi diberikan. Perawatan di rumah sakit biasanya dilakukan selama penanganan

reaksi obat. Tidak diperlukan prosedur khusus untuk kasus yang dirawat di RS. Di RS

umum diperlukan ruangan terpisah untuk alasan kesopanan atau sosial. Terhadap

penderita yang sudah dianggap tidak menular lagi, tidak ada pembatasan bagi yang

bersangkutan untuk bekerja dan bersekolah.

- Disinfeksi serentak dilakukan terhadap lendir hidung penderita yang menular.

Dilakukan pembersihan menyeluruh.

- Karantina: tidak dilakukan.

- Imunisasi terhadap orang-orang yang kontak dan tidak kontak: tidak dilakukan secara

rutin.

- Investigasi orang-orang yang kontak dari sumber infeksi: pemeriksaan dini paling

bermanfaat, tetapi pemeriksaan berkala di rumah tangga dan orang-orang yang kontak

dekat sebaiknya dilakukan 12 bulan sekali selama 5 tahun setelah kontak terakhir

dengan kasus yang menular.

- Pengobatan spesifik: Mengingat sangat tingginya tingkat resistensi dari dapsone dan

munculnya resistensi terhadap rifampin maka pemberian terapi kombinasi (multidrug

theraphy) sangatlah penting.

Page 42: F2 - Leprosy (Revisi).doc

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Liliyani. “Gambaran Klinis Fungsi Kaki Penderita Cacat Kusta ‘Drop Foot Pasca

Bedah Tpt’ Periode Januari 1991 – Desember 1995 Di Rs Kusta Tugurejo

Semarang.” Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

2. Mansjoer, Arif, et.al. “Kapita Selekta Kedokteran Edisi III (Jilid 2).”Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.

3. Brooks, Geo F., Janet S. Butel, Stephen A. Morse.“Jawetz, Melnick & Adelberg

Mikrobiologi Kedokteran edisi 23.” Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC), 2004.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Skabies, Pedoman Pengobatan Dasar di

Puskesmas. DEPKES RI. Jakarta. 2007. Hal: 208-10.

4. “Penyakit Kusta.” http://ebookbrowsee.net/chapter-ii-pdf-d90320567 (akses tanggal 26

April 2014), Universitas Sumatera.

5. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

6. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNPAD/RSHS. Standar Pelayanan Medik

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin. 2005.

Page 43: F2 - Leprosy (Revisi).doc

43