Refleksi Kasus Dr.patmawati
-
Upload
tiara-juraid -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
description
Transcript of Refleksi Kasus Dr.patmawati
REFLEKSI KASUS MARET 2015
EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK
Nama : Irham
No. Stambuk : N 111 14 050
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah menikah
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan / Sekolah : SD
Alamat / No. Telp. : Jl.Tanggul
Nama, Alamat, dan No. Telp keluarga dekat : -
Di kirim oleh : berobat sendiri
Diagnosis sementara : Episode depresi berat dengan
gejala psikotik
Gejala-gejala utama :
A. DESKRIPSI KASUS
Pasien laki-laki umur 26 tahun datang ke RS Madani. Pasien
datang dengan keluhan sedih. Keluhan ini dirasakan kurang lebih sejak 2
bulan terakhir. Perasaan sedih dirasakan semenjak tidak bertemu dengan
istrinya yang sekarang berada di rumah orang tuanya di daerah sulawesi
selatan. Pasien mengaku selalu bersedih setiap hari karena memikirkan
kondisi istrinya. Pasien pernah menikah pada tahun 2010 dan telah
dikaruniai seorang anak, namun memustuskan bercerai pada tahun 2013
karena pasien merasa sudah tidak ada lagi kecocokan dan mengaku sering
cekcok dengan istri pertamanya tersebut. Semenjak bercerai tersebut
pasien sudah merasakan sedih dan selalu memikirkan anaknya. Pada
akhirnya pasien memustuskan untuk menikah kembali pada tahun 2014
dan belum dikaruniai seorang anak. Pasien mengaku tidak ada
pertengkaran dengan istri keduanya tersebut, namun sejak 2 bulan terakhir
sudah tidak lagi bertemu istrinya tersebut dikarenakan telah kembali
bersama orang tuanya. Istri pasien selalu menjanjikan akan segera pulang
kerumah pasien namun hingga sekarang keinginan pasien tidak kunjung
2
terkabulkan. Pasien juga mengeluhkan pola tidurnya terganggu dan
biasanya tidur larut malam. Saat terbangun pasien merasa gelisah, sering
merasa kurang bergairah. Saat ini pasien lebih sering murung, bersedih
dan mengeluhkan banyak pikiran, nafsu makan normal. Pasien juga sering
tertawa-tertawa sendiri pada saat sedang menyendiri di teras rumahnya,
serta pasien juga tidak mempunyai semangat untuk pergi bekerja dan
merasa kurang konsentrasi. Pasien juga mengaku sering mendengar suatu
bisikan-bisikan namun tidak terperinci.
B. EMOSI YANG TERLIBAT
Kasus ini menarik untuk dibahas karena menyertakan perasaan sedih dan
gejala psikotik dari pasien.
C. EVALUASI
1. Pengalaman baik
Pasien dapat menceritakan kondisinya sendiri, kooperatif dalam
berkomunikasi dan pemeriksaan mental status.
2. Pengalaman buruk
Pasien biasanya termenung sehingga pertanyaan yang diajukan
pemeriksa harus berulang-ulang.
D. ANALISIS
Dalam mendiagnosis pasien ini, dilakukan dengan berpedoman pada
PPDGJ III dimana menurut kriterianya pasien didiagnsosi sebagai F32.3
episode depresi berat dengan gejala psikotik. Adapun kriteria diagnosisnya
adalah sebagai berikut :
a. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lain dan beberapa
diantaranya harus bermanifestasi berat
3
c. Bila ada gejala penting yang mencolok, maka pasien mungkin
tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya
secara rinci
d. Episode depresif biasanya berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu akan tetapi bila gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka dibenarkan untuk menegakkan kurang dari 2 minggu
e. Sangat tidak mungkin pasien mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
f. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.
Dari kondisi pasien yang sesuai dengan kriteria diagnsosis adalah :
1. Pasien dibawa ke rumah sakit karena keluhan sedih. Kondisi ini sudah
berlangsung sejak tahun 2013 namun memberat sejak 2 bulan terakir.
2. Pasien mendengar bisikan-bisikan.
3. Kehilangan minat melakukan pekerjaan dan sulit berkonsentrasi
4. Tidur terganggu.
5. Tidak ada kebahagiaan yang terlihat sejak 2 bulan ini.
Dalam kondisi pasien, penanganan yang dapat diberikan yaitu berupa
farmakoterapi dan psikoterapi.
Penanganan medika mentosa untuk depresi adalah dengan menggunakan
obat-obat antidepresan dengan 5 golongan :
1. Trisiklik, contohnya amitriptilin, imipramin
2. Tetrasiklik, contohnya maprotilin
3. MAOI reversibel, contohnya meclobemide
4. SSRI, contohnya srtraline, fluoxetine
5. Atipikal, contohnya trazodone, mitrazapine, venflafaxine
Pemilihan jenis obat antidepresan tergantung pada toleransi pasien
terhadap efek samping dan penyesuaian efek saping terhadap kondisi
pasien.
4
1. Trisiklik efek samping sedatif, otonomik dan kardiologi cukup
besar sehingga lebih baik diberikan pada pasien usia muda yang lebih
besar toleransinya terhadap efek samping tersebut
2. Tetrasiklik dan atipikal efek smaping otonomik dan kardiologi
relatif kecil tetapi efek samping sedasinya lebih kuat sehingga
diberikan pada pasien yang memiliki kondisi yang kurang tahan
terhadap efek otonomik dan kardiologik (lanjut usia) dan sindrom
depresi dengan gejala ansietas dan insomnia yang menonjol
3. SSRI efek sedasi, otonomik kardiologik sangat minimal sehingga
pada pasien usia dewasa dan usia lanjut atua yang dengan gangguan
jantung, berat badan lebih dan keadaan lain yang menarik manfaat dari
efek samping minimal tersebut.
4. MAOI efek samping hipotensi ortostatik (relatif sering) sehingga
pasien lanjut usia memiliki resioko jatuh dan trauma lebih besar
Obat antipsikotik juga perlu diberikan pada pasien karena
menampakkan gejala-gejala psikotik. Gejala positif yaitu halusinasi dan
gejala negatif yaitu afek terbatas, gangguan hubungan sosial, perilaku yang
sangat terbatas dan cenderung menyendiri. Pilihan obat untuk anti-psikotik
:
1. Obat antipsikotik tipikal, contonya chlorpromazin,
trifluoroperazin, dan haloperidol.
2. Obat antipsikotik atipikal, contohnya clozapin, olanzapin, dan
risperidon.
Dalam penggunaannya bersama antidepresan, perlu menghindari
antidepresan trisiklik karena keduanya akan berinteraksi dan menyebabkan
peningkatan efek smaping antikolinergik. Chlorpromazin dan thiridazin
yang memiliki efek samping sedatif kuat terutama digunakan terhadap
sindrom psikosis dengan gejala dominan : gaduh delisah, hiperaktif, sulit
tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku. Trifluoroperazin,
Flupenazin, dan haloperidol yang memilki efek samping sedatif yang
5
lemah digunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala dominan :
apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat, hipoaktif, waham,
halsinasi, dll.
Selain psikofarmaka, pasien juga diberikan psikoterapi yang dapat
membantu pasien mengembangkan strategi koping yang lebih baik dalam
menangani stressor kehidupan sehari-hari. Jenis psikoterapi yang diberikan
tergantung dari kondisi pasien. dapat diberikan terapi supportif atau CBT.
Hal yang penting untuk diingat bahwa pada pemilihan jenis psikoterapi
yaitu tentang kondisi pasien utamanya depresi berat dengan gejala psikosis
yang dapat dilakukan hanya psikoterapi supportif, itupun jangan langsung
dihibur atau diberi nasehat. Bila pasien sudah tenang dapat
dipertimbangkan pemberian psikoterapi kognitif atau kognitif perilaku
atau psikoterapi dinamik.
KESIMPULAN
Pasien dengan episode depresi berat dengan gejala psikotik
memperlihatkan gejala utama depresi yang disertai lainnya. Serta ditambah
dengan gejala psikotik yaitu adanya waham ataupun halusinasi
Kondisi kecemasan harus diterapi dengan medikamentosa. Edukasi
untuk cara penggunaan obat, efek samping, dan manfaatnya sangat penting
agar pasien mau untuk mengonsumsi obat sesuai dengan dosis sehingga efek
terapeutiknya dapat diperoleh.
6