Pembahasan CA Colon

31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA COLORECTAL CANCER I. Definisi : Karsinoma kolon dan rektum adalah suatu tumor ganas yang menyerang kolon sehingga dubur atau rektum. II. Anatomi dan fungsi kolon dan rectum : Colon, kurang lebih mempunyai panjang 3-5 kaki (1,5m), berjalan dari ileum terminale sampai ke rektum. Ileum terminal berlanjut ke cecum di batas posteromedial pada katup ileocecal. Cecum terletak pada awal dari colon ascenden dan merupakan kantung kosong tanpa mesenterium. Diameter cecum kurang lebih 7.5 sampai 8.5 cm dan merupakan bagian terlebar dari colon. Colon berjalan semakin mengecil ke bagian distal sampai ke colon sigmoid yang merupakan bagian tersempit dengan diameter kira-kira 2.5 cm. Perbedaan ukuran ini menunjukkan bahwa tumor cecal dapat tumbuh sangat besar sebelum onset gejala muncul, sedangkan tumor sigmoid lebih kecil ukurannya dan asymptomatic. Cecum, juga karena diameternya yang relatif besar, juga merupakan tempat yang sering mengalami rupture yang disebabkan oleh obstruksi distal. Colon ascending, colon descending, dan fleksura hepaticus dan fleksura splenicus biasanya retroperitoneal, sedangkan cecum, colon transversum, dan colon sigmoid berlokasi ntraperitoneal. Meskipun volvulus sering terjadi pada

description

a

Transcript of Pembahasan CA Colon

Page 1: Pembahasan CA Colon

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

COLORECTAL CANCER

I. Definisi :

Karsinoma kolon dan rektum adalah suatu tumor ganas yang menyerang kolon

sehingga dubur atau rektum.

II. Anatomi dan fungsi kolon dan rectum :

Colon, kurang lebih mempunyai panjang 3-5 kaki (1,5m), berjalan dari ileum

terminale sampai ke rektum. Ileum terminal berlanjut ke cecum di batas

posteromedial pada katup ileocecal. Cecum terletak pada awal dari colon ascenden

dan merupakan kantung kosong tanpa mesenterium. Diameter cecum kurang lebih

7.5 sampai 8.5 cm dan merupakan bagian terlebar dari colon. Colon berjalan semakin

mengecil ke bagian distal sampai ke colon sigmoid yang merupakan bagian tersempit

dengan diameter kira-kira 2.5 cm. Perbedaan ukuran ini menunjukkan bahwa tumor

cecal dapat tumbuh sangat besar sebelum onset gejala muncul, sedangkan tumor

sigmoid lebih kecil ukurannya dan asymptomatic. Cecum, juga karena diameternya

yang relatif besar, juga merupakan tempat yang sering mengalami rupture yang

disebabkan oleh obstruksi distal. Colon ascending, colon descending, dan fleksura

hepaticus dan fleksura splenicus biasanya retroperitoneal, sedangkan cecum, colon

transversum, dan colon sigmoid berlokasi ntraperitoneal. Meskipun volvulus sering

terjadi pada colon sigmoid, cecum dan, jarang colon transverserum tetapi juga dapat

terlilit dengan mesenteriumnya karena lokasi bagian-bagian colon tersebut berlokasi

di intraperitoneal dan tidak terfiksasi dengan baik.

Suplai darah kecolon proximal dan distal secara berurut diperoleh dari arteri

mesenteric superior (SMA) dan arteri mesenteric inferior (IMA). Pembuluh darah

mesenteric inferior lewat tegak lurus dalam retroperitoneum dan bergabung dengan

pembuluh darah splenikus, dalam perjalanan ke pintu gerbang sistem pembuluh

darah. Saluran getah bening parallel ke distribusi IMA. Cabang - cabangnya dibagi

lagi ke dalam empat kelompok: epicolic, paracolic, intermediate, dan cabang utama,

dengan epicolic tepat pada dinding colon dan cabang utama pada mesenteric inferior

Page 2: Pembahasan CA Colon

atau mesenteric yang superior. Colon juga dikelilingi oleh saluran limfe yang

berlokasi di submukosa dan muskularis mukosa. Mukosa kaya akan vascularisasi

tetapi tidak mempunyai saluran limfe. Karena alasan ini, kanker superficial yang

tidak berpenetrasi ke muskularis mukosa tidak dapat bermetastase melalui jalur limfe.

Pembuluh limfe mengikuti suplai arteri ke colon.1,2

Fungsi colon :

Fungsi colon ialah menyerap air, vitamin dan elektrolit, ekresi mukus (lendir), serta

menyimpan feses dan mendorongnya keluar. Absorpsi air dan elektrolit terutama

dilakukan di colon sebelah kanan yaitu di sekum dan kolon asendens dan sebagian

kecilnya di colon yang lain. Air, elektrolit dan beberapa metabolit dipindah oleh

membran mukosa melalui isi lumen dengan kontraksi dinding usus lokal maupun

total. Makin banyak gerakkan makin banyak absropsi cairan .

Pleksus saraf intrinsik pada dasarnya bertangung jawab terhadap kontraksi koloretal.

Pleksus intrinsik dibawah pengaruh hormon usus dan hormon lainnya seperti

kolesitokinin, motilin, peptida intestinal vasoaktif dan katekolamin yang

konsetrasinya sirkulasinya bervariasi secara bermakna mempengaruhi aktivitas

kontraksi. Maka sesudah makan motilitas meningkat dengan jelas, mungkin arena

efek kolesistokinin dan sementara itu pleksus intrinsik juga memberi efek yang nyata.

Tidur menurunkan aktivitas colon yang cukup besar yang kemudian akan meningkat

selepas bangun tidur. Stress mental meningkatkan kontraktilitas. Makanan yang

mengandungi banyak serat membantu mempertahan air dan meningkatkan massa

feses sehingga membantu defekasi.

Rektum normalnya kosong dan ketika seseorang itu bangun dari tidur dan makan

pagi menimbulkan motilitas kolon kiri, feses memasuki rektum dan orang itu akan

merasa ingin defekasi. Duduk di WC membantu mengecilkan sudut anorektal dan

feses memasuki kanalis analis. Kanalis analis sedikit lebih pendek pada wanita

dibandingkan pada laki. Feses dikeluarkan bila jalan keluar tidak menghentikannya

secara volunter. Feses yang terletak lebih jauh sejauh fleksura splenikus mungkin

juga keluar volume rata-rata setiap hari adalah 150ml. Pengeluaran feses dapat

ditunda karena rektum dapat memberikan tekanan secara pasif sampai 400ml,

mempertahankan tekanan rektal yang rendah dan feses bahkan dapar didorong

Page 3: Pembahasan CA Colon

kembali ke dalam sigmoid.1-3

III. Epidemiologi :

Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan

mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal

dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena

kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total

jumlah penderita kanker.

Insidens karsinoma kolon dan rectum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada

orang muda.Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat, perbandingan

insidens lelaki : perempuan = 3:1, kurang dari 50% ditemukan direktosigmoid, dan

merupakan penyakit orang usia lanjut. Insidens makin tinggi pada individu dengan

riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit inflamasi kronis atau polip dan

diet tinggi lemak,protein,daging,serta rendah serat.1

IV. Etiologi :

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan karsinoma kolorektal, dikatakan,

bahwa karsinoma kolorektal lebih banyak didapat pada mereka yang mempunyai

riwayat seperti berikut:

a. Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam

kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas.

Sebagian besar polipbersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma)

dapat menjadi kanker terutama apabila polipnya besar. Familial polyposis yang

terjadi menunjukkan pada sesuatu keluarga itu hampi 100% akan menderita

karsinoma.2-5

Page 4: Pembahasan CA Colon

Gbr 1: polip di kolon

b. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang

menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit

Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar,mereka yang

menderita ini dalam 20 tahun, 50% akan menjadi karsinoma terutama bila

diderita sejak lama.

c. Riwayat kanker : Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat

terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat

kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat

risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal (8%).

d. Riwayat kanker colorectal pada keluarga: riwayat kanker colorectal pada

keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika

keluarga terkena kanker pada usia muda.

e. Faktor usia : Dalam populasi umum, insiden karsinoma colon mulai meningkat

secara bermakna setelah usia 40 sampai 45 tahun dan mencapai puncaknya pada

usia 75 tahun. Hal ini akibat kerja materi karsinogenetik pada sel colon dalam

peningkatan periode. Resiko kira-kira sama bagi pria dan wanita di atas 40 tahun,

bila muncul sebelum 40 tahun, maka biasanya terjadi bersama sejumlah factor

resiko lain terutama familial. (Refra colon)

f. Diet : Diet zat makanan yang kurang mengandung serat telah dilaporkan sebagai

faktor pokok yang bertanggung jawab untuk timbulnya karsinoma kolorectal

pada orang Afrika asli. Hipotesisnya adalah bahwa diet serat behubungan waktu

transit yang lebih pendek, sehingga hanya menyebabkan kontak pendek dari

karsinogen dengan mukosa. Penurunan waktu transit juga mengurangi kerja

bakteri dalam isi colon. Konsentrasi fecal asam empedu telah dipelajari pada

pasien karsinoma colon dan cara pengendaliannya. Telah diketahui bahwa

konsentrasi yang lebih tinggi dari asam empedu sudah umum pada pasien yang

menderita karsinoma kolorectal dan tidak biasa pada individu normal. Asam

empedu dapat meningkat oleh diet lemak dan menurun oleh serat. Dan juga

disebutkan bahwa bakteri fecal diubah menjadi populasi yang beresiko tinggi

sebagai hasil dari diet dan asam empedu, seperti halnya sterole netral lainnya

yang mungkin dikonversi oleh fecal yang terpilih menjadi penyebab karsinoma

Page 5: Pembahasan CA Colon

atau karsinogen. (refra colon)

g. Ras : Jumlah karsinoma colon proksimal diperkirakan lebih tinggi pada ras kulit

hitam dibanding dengan kulit putih.

h. Faktor genetik : Riwayat keluarga dapat menunjukkan adanya abnormalitas

genetik atau berhubungan dengan faktor lingkungan atau bahkan keduanya.

Perubahan gen yang diturunkan secara spesifik (ex, adenomatous polyposis coli

(APC) gen) dan kelainan genetik yang didapat (ex, mutasi titik gen pada ras

tertentu, delesi allel pada lokasi spesifik dari kromosom 5, 17, dan 18)

tampaknya dapat menjadi langkah transformasi dari mukosa colon yang normal

menjadi mukosa yang malignan secara progresif. Dua kondisi yang menjadi

predisposisi terhadap sindroma kanker colorectal yang diturunkan adalah

fibroadenoma polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer

syndrome (HNPCC). Selain abnormalitas dari gen, lokasi tumor juga dianggap

dapat mempengaruhi terhadap kanker colorectal yang diturunkan. Tumor di

colon distal menunjukkan ketidakstabilan genetik yang lebih hebat dibanding

dengan tumor di colon proksimal, dengan arti tumor di colon distal mempunyai

risiko diturunkan yang lebih besar.

i. Gaya hidup : Pria dan wanita yang merokok selama 20 tahun mempunyai risiko

3 x lebih tinggi terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok lebih dari

20 tahun mempunyai risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar.2-

5

V. Patofisiologi :

Kolonorektal cancer terjadi pada sel epithelial yang melapisi kolon dan rektum yang

dimana terjadi mutasi pada sistem multiplikasi sel sehingga menganggu proses yang

normalnya sehingga sel terus membelah meskipun sel-sel baru itu tidak diperlukan.

Pertumbuhan yang berlebihan ini dapat merupakan suatu keadaan prekanker

contohnya polip didaerah kolon. Setelah melalui periode panjang, polip ini dapat

menjadi ganas. Pada keadaan lanjut kanker ini dapat menembus dinding usus besar

dan menyebar melalui saluran pembuluh getah bening.

Hampir semua karsinoma kolon kolon rektum berasal dari polip, terutama polip

adenomatous. Ini disebut adenoma-carsinoma sequence. Perkembangan precancerous

polip menjadi cancerous dapat dibagi kepada 3 fase.

Page 6: Pembahasan CA Colon

Fase karsinogen yang bersifat rangsangan.

Fase pertumbuhan tumor, fase ini tidak menimbulkan keluhan atau fase tumor asimtomatis.

Fase simtomatis.

Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum :

Tipe polipoid atau vegetatif :

Polips yang menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga kol dan ditemuan terutama di sekum dan kolon asendens.

Tipe skirous (schirrous) :

Tipe ini merupakan reaksi fibrous sehingga membentuk massa keras, serta melingkari dinding kolon. Ia mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi terutama ditemukan di bagian kolon desendens, sigmoid, dan rektum.

Tipe ulseratif :

Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut, sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi

tukak maligna.3

Lokasi kanker :

Kanker dapat tumbuh di setiap bagian kolon, mungkin dapat tumbuh di lebih dari

satu tempat. Sekitar 70-75% kanker kolorektal terletak di rektum dan sigmoid.

Keadaan ini sesuai dengan lokasi yang sering terjadi pada polip kolitis ulserosa.

Table 1 : persentage lokasi kanser kolon

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di indonesia, ditemukan sebanyak 15%

kanker terjadi di kolon asendens, 10% di kolon desendens, 16% di sigmoid, dan 58%

di rektum. Dapat disimpulkan bahwa lokasi kanker kolorektal paling sering

ditemukan di daerah rektum yag kemudian disusuli di bagian sigmoid, kemudian

dibagian lainnya dengan urutan di sekum dan kolon asendens, kolon transversum,

Page 7: Pembahasan CA Colon

kolon desendens, fleksura hepatika dan terkahir di fleksura lienalis.1

VI. Pemeriksaan :

i. Pemeriksaan fisik :

Temuan pemeriksaan fisik berdasarkan lokasi cancer di kolon dan rektum. Pada

karsioma kolon disebelahkan kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor

sigmoid sedikit dapat diraba diperut diperut kiri bawah. Bila tumor sudah

bermetastase ke hati, akan teraba hati dengan nodular dengan bagian yang keras dan

kenyal. Dapat ditemukan massa di abdomen apabila ada gejala-gejala obstruksi dan

pada pemeriksaan inspkesi dapat ditemukan dinding abdomen yang distensi, dumb

countur, dumbs steifung. Pada pemeriksaan perkusi akan terdengar bunyi

hipertimpani. Pada asuskultasi usus ditemukan peningkatan bising usus akibat

meningkatnya peristaltik yang kemudian diikuti dengan burbirigmi, metalic sound

dan dapat terjadi penurunan serta menghilangnya bunyi bising usus. Bisa juga

ditemukan nyeri tekan diseluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.

Pemeriksaan rectal toucher (colok dubur) merupakan keharusan dan dapat disusul

dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Colok dubur merupakan pemeriksaan yang

sederhana tetapi memiliki nilai karakteristik yang tinggi dalam mendiagnosis kanker

rektum dimana kira-kira 50% kanker rektum dapat ditemukan dengan colok dubur.

Pada pemeriksaan colok dubur, dapat teraba massa malignan ( massa yang berbenjol-

benjol) direktum dan bagian rektosigmoid teraba keras kenyal dan lendir darah pada

sarung tangan.1-5

ii. Pemeriksaan penunjang :

Diagnosis pasti kanker kolo dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang biospi.

Pemeriksaan yang lain diperlukan selain dari mendukung diagnosis kanker tetapi juga

digunakan untuk menentukan derajat penyakit dan melihat apakah terjadi metastasi

pada kanker tersebut.

a) Tes laboratorium :

Lab darah rutin dan urinalisa :

Pemeriksaan lengkap hitung darah putih dan elektrolit, tes fungsi liver, serta

urinalisa sebaiknya dilakukan karena dapat bermanfaat untuk mengetahui

Page 8: Pembahasan CA Colon

adanya metastase. Tetapi hasil lab yang normal juga tidak dapat

menyingkirkan adanya metastase atau tidak.

Fecal occult bleeding test :

FOBT menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah

terbukti efektif dalam percobaan secara random, non invasive, dan hemat

biaya.

Fecal immunochemical test (FIT) :

Merupakan pemeriksaan feses-darah terbaru dikenal sebagai fecal

immunochemical test, mendeteksi porsi spesifik dari protien darah manusia.

Test ini dilakukan sama seperti FOBT yang kovensional tetapi lebih spesifik dan

dapat mengurangi terjadinya hasil positif palsu. Vitamin atau makanan tidak

mempengaruhi FIT.

Carcinoembryonic antigen (CEA) :

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk

ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk

memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan

metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa

digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,

bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA

berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan

kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum

merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat

dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.

Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini

sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum

operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor

primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA

preoperatif berguna dalam mengidentifikasi metastase karena sel kanker

yang bermetastase sering meningkatkan CEA.

b) Pemeriksaan radiologis :

Page 9: Pembahasan CA Colon

Roentgen thoraks merupakan bagian dari penilaian rutin dan bermanfaat dalam

menentukan stadium dengan mengetahui ada tidaknya metastase ke paru-paru.

CT-Scan abdomen, pelvis atau hati dapat bermanfaat dalam mendiagnosis kanker

colon yang telah bermetastase ke kelenjar limfe, hati, dan paru-paru. Multipel

metastase pada liver dan atau paru-paru menunjukkan kanker colon incurable

dengan operasi dan kemoterapi. CT-scan juga sangat membantu mendiagnosis

adanya rekurensi tumor dan menilai respon terhadap kemoterapi.

Double contrast barium enema :

Double kontras barium enema atau pemeriksaan colon in loop merupakan sebuah

pilihan untuk skrining kanker kolorektal dan dapat membantu menegakkan

diagnosis kanker colon. Tetapi prosedur ini mempunyai keterbatasan dan

dapat melewatkan lesi di daerah katup ileocecal atau rectum distal atau pada pasien

dengan divertikulosis berat. Gambaran karsinoma colon melalui barium

enema diantaranya dietmuakn “apple core strictur” dan atau deformitas dinding

colon. Tehnik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan

cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang

tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan

jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang

telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat

rendah,yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka

sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema. Barium

peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan

berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi kekuranggannya ialah

sebuah kontras larut air tidak dapat mendeteksi kemungkinan keganasan pada

lesi yang kecil pada mukosa kolon.

c) Endoscopy :

Jenis endoskopi yang dapat digunakan ialah sigmoidoskopi flexible,

sigmoidoskopi rigid dan kolonoskopi. Sigmoidoskopi flexible lebih

efektif dibandingkan dengan sigmoidoskopi rigid untuk memvisualisasi kolon dan

rektum.

Page 10: Pembahasan CA Colon

Flexible sigmoidoskopi :

Flexible sigmoidoscopi dapat menjangkau 60 cm kedalam lumen kolon dan

dapat mencapa ibagian proksimal dari kolon kiri. Lima puluh persen dari

kanker kolon dapat terdeteksi dengan menggunakan alat ini. Flexible

sigmoidoscopid tidak dianjurkan digunakan untuk indikasi terapeutik

polipektomi, kauterisasi dan semacamnya; kecuali pada keadaan khusus,

seperti pada ileorektal anastomosis. Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai

pada umur 50 tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening

seseorang yang asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah

untuk menderita kanker kolon. Sebuah polip adenomatous yang ditemukan

pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk dilakukannya

kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di

distal kolon biasanya berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal pada

6-10% pasien

Kolonoskopi :

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa

kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai

160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat

menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1cm dan keakuratan dari

pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang

keakuratannya hanya sebesar 67%. Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan

untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.

Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama

(perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2%

pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk

mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease,non akut

divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non

toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada

kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik,sedangkan perforasi merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.

Page 11: Pembahasan CA Colon

d ) USG :

Ultrasonografi sangat sulit untuk mendeteksi kanker kolorektal. Alat ini baru

bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya metastase kanker ke lymphatic

system di abdomen dan hati. Jika ada pembesaran pada lymph nodes para

aorta dapat dicurigai suatu metastase kaner.2-5

VII.Manifestasi klinis :

Pasien dengan karsinoma kolorectal mempunyai gejala klinis yang cukup bervariasi

yang dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomi primernya. Tumor pada cecum

dan colon bagian kanan ditemukan sekitar 20% dari karsinoma usus besar, 70%

terjadi di bagian distal sampai fleksura splenikus, dan sekitar 45 % di bawah

rectosigmoid junction. Karsinoma colon kanan terjadi lebih sering pada wanita, dan

umumnya mempunyai gejala yang silent atau asymptomatik.

i. Karsinoma cecum dan colon kanan :

Seperti yang telah disebutkan, tumor colon kanan seringkali silent dan banyak pasien

tampak dengan gejala dan tanda dari anemia defisiensi besi (Fe) yang berasal dari

kehilangan darah secara samar yang lama (occult blood loss). Jarang, kehilangan

darah dalam jumlah banyak, terutama pada pasien yang mendapat antikoagulan.

Feses masuk ke cecum dalam bentuk liquid / cair dan obstruksi biasanya terjadi

relatif lambat. Karena lumen usus menjadi lebih sempit pasien biasanya mengeluh

nyeri kolik yang intermitten, di sentral atau di fossa iliaca kanan, dimana sering

timbul setelah makan, distimulasi oleh refleks gastrocolic. Nyeri sering diikuti oleh

onset diare intermitten, kemungkinan karena fermentasi feses dan akumulasi toksin

bakteri di dalam lumen usus besar. Obstruksi ileum distal dapat terjadi bila tumor

menutup katup ileocecal, atau jika katup ileocecal menjadi inkompeten karena

obstruksi komplit cecal. Gelombang dari kolik abdomen sentral dapat terjadi, dengan

distensi abdominal sentral progresif dan borborygmus. Peristaltis usus mungkin dapat

terlihat, muntah feses, dan dehidrasi merupakan menifestasi lambat yang dapat

muncul.. Jarang massa yang dapat dipalpasi sebagai keluhan utama.

Pasien kadang-kadang tampak dengan gejala dan tanda dari apendisitis akut jika

karsinoma menutup orificium apendicular dan menghasilkan inflamasi akut, atau dari

perforasi karsinoma. Diagnosis mungkin tidak jelas pada saat apendiks diangkat dan

Page 12: Pembahasan CA Colon

harus dilihat dengan barium enema atau dengan colonoscopy. Tumor dapat

berpenetrasi ke dinding posterior colon, menimbulkan perforasi dan abses di

musculus psoas. Pasien demikian tampak dengan gejala dan tanda infeksi dengan

massa yang nyeri pada fossa iliaca kanan. Nyeri dapat menjalar ke bawah menuju

tungkai atau panggul. Nyeri juga dapat menjalar ke belakang jika abses mengiritasi

otot-otot lumbal. Terkadang tumor anterior dapat menyebabkan perforasi

menimbulkan peritonitis akut dengan nyeri seluruh abdomen yang berat, bising usus

dapat menghilang, dan dapat ditemukan defans muskular serta nyeri ketok.

Terkadang, karsinoma colon kanan tampak dengan gejala umum malaise atau

perasaan tidak enak badan, kadang dengan demam yang tidak diketahui asalnya.

Gejala-gejala ini muncul karena abses kecil yang samar atau karena masalah tumor

itu sendiri. Gejala dan tanda metastase sangat bervariasi, tetapi biasanya disertai

dengan nyeri dan pembesaran hati, dimana merupakan tempat metastasis yang sering.

Gejala-gejala ini disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari metastasis ke kapsula

hati. Metastasis juga dapat tumbuh aliran darah sendiri, sebagian infark dan

mengalami nekrosis. Demam yang disebabkan nekrosis tumor biasanya berhubungan

dengan peningkatan serum lactic dehydrogenase.

ii. Karsinoma colon kiri dan sigmoid :

Feses kehilangan air dan menjadi keras ketika sampai dan melewati colon kiri untuk

disimpan di rectosigmoid sebelum defekasi. Pasien dengan karsinoma colon kiri

umumnya tampak dengan perubahan kebiasaan pola defekasi, sering konstipasi

kadang diselingi diare, biasanya disertai kolik abdomen bawah, mungkin mengalami

distensi, dan keinginan untuk defekasi. Gejala-gejala cenderung menjadi progresif

memberat, dan ini mungkin dapat membedakan antara karsinoma dengan penyakit

divertikular atau iritasi kolon. Irritable bowel syndrome biasanya pada dewasa muda;

Jika pasien usia setengah baya atau lebih tua dengan gejala perubahan kebiasaan pola

defekasi sebaiknya diasumsikan sebagai kanker kolon sampai terbukti bukan

Perubahan pola defekasi sering dengan buang air besar disertai darah segar, dan

kadang mukus atau lendir di feses atau permukaannya, khususnya pada tumor di

distal sigmoid. Konstipasi progresif dan diare merupakan perubahan pola defekasi

yang lebih jarang.

Page 13: Pembahasan CA Colon

Beberapa pasien datang dengan nyeri atau massa di fossa iliaca kiri, dan massa sering

terpalpasi di abdomen pada pemeriksaan fisik. Palpasi karsinoma pad fleksura

plenikus harus dibedakan dari pembesaran lien / spleen atau ginjal.

Beberapa pasien, mempunyai gejala asymptomatic hingga mereka datang dengan

distensi abdomen massive karena obstrukis komplit dari usus besar. Pada keadaan ini

cecum menjadi sangat distensi. Kecuali distensi dikenali dan diterapi dengan cepat,

atau kecuali katup ileocecal menjadi inkompeten, perforasi cecal dapat terjadi dan

menyebabkan peritonitis fecal. Terkadang tumor itu sendiri mengalami perforasi,

menyebabkan nyeri mendadak akut abdominal dan peritonitis. Lebih sering tumor

melekat dengan organ didekatnya dan menginvasinya. Kanker sigmoid dapat

menginvasi dinding abdomen lateral dan membentuk abses, atau menginvasi usus

kecil dan menhasilkan fistula ileocolic dengan diare berat atau obstruksi usus kecil.

Kanker di fleksura splenikus atau colon descending dapat menginvasi jejunum,

kadang tampak dengan perdarahan usus berat. Kanker sigmoid umumnya menginvasi

uterus, ovarium, atau vesica urinaria. Kanker colon adalah penyebab terbanyak kedua

fistula colovesical setelah penyakit divertikular, dan psien biasanya tampak dengan

hematuria dan infeksi saluran kemih berulang, dan akhirnya dapat kencing disertai

udara (pneumaturia) atau feses (fecaluria). Kanker sigmoid terfiksasi di pelvis dan

dapat menimbulkan fistula ke vagina menghasilkan bau tidak sedap (malodorous),

dan discharge.

iii. Kanker rectal :

Kebanyakan pasien dengan kanker rektal datang dengan perdarahan dari anus

dan atau perubahan pola defekasi. Darah sering gelap bercampur dengan feses atau

menyelimuti permukaaannya, darah juga mungkin merah terang dan pisah dengan

feses. Karenanya gejala sering dikira hemorrhoids. Perubahan pola defekasi, seperti

meningkatnya frekuensi defekasi, mukus dengan feses, atau diare mukus juga sering

terjadi. Diare mukus terutama berhubungan dengan adenoma villi yang sering

menjadi ganas (malignant). Mukus kaya dengan potassium dan dapat cukup banyak

menyebabkan dehidrasi dan koma.Tenesmus, perasaan ingin defekasi yang mendesak

/ tidak tertahankan dan terus menerus, adalah gejala yang penting yang disebabkan

tumor rektal yang menginduksi sensori untuk defekasi. Nyeri anus, pada awal

defekasi dan setelahnya dapat timbul jika kanker rektal bawah menginvasi kanal

Page 14: Pembahasan CA Colon

anus. Inkontinensia terjadi jika sfingter anal telah hancur. Darah merah segar yang

keluar saat defeksi sebainya dievaluasi dengan proctosigmoidoscopy; semua

tipe perdarahan lainnya juga sebaiknya dilakukan evaluasi yang lengkap.

Table 2: manifestasi klinik menurut lokasi kolon

VIII. Working diagnosis :

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau fotokolon dengan kontras ganda.

Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia 45 tahun ke atas.

Kepastian diagnosis ditetukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.

Dari pemeriksaan anamnesis sebagian besar penderita datang dengan keluhan terjadi

perubahan pada habit bower (perubahan pola defekasi) yaitu diare atau obstipasi,

sakit perut tidak menentu, sering ingin defekasi tapi feses sedikit. Terdapat darah

pada feses kadang-kadang dapat bercampur lendir dimana mirip dengan simptom

disentri. Penyakit yang diduga disentri setelah mendapatkan perawatan disentri tetapi

tidak sembuh dapat diduga merupaka suatu keganasan terutama terjadi pada penderita

berumur dewasa dan lanjut usia. Pasien juga mengeluh terjadi penurunan berat badan

yang besar.

Klasifikasi stadium kolorektal :

Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum disesuaikan berdasarkan gambaran

histologik. Terdapat dua klasifikasi yang digunakan berdasarkan tumor primer dan

metastasenya yaitu sistem Dukes’s dan TNM.

Page 15: Pembahasan CA Colon

Kriteria Duke’s :

Duke’s Dalamnya ilfiltrasi Prognosis hidup

setelah 5thn

A Terbatas didinding usus 97%

B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%

C Metastasis kelenjar limfe

C 1 Beberapa kelenjar limfe di dekat tumor

primer

65%

C 2 Dalam kelenjar life jauh 35%

D Metastasis jauh < 5%

Gbr 2: penyebaran sel tumor mengikuti DUKE’s kriteria

Page 16: Pembahasan CA Colon

Klasifikasi berdasarkan AJCC TNM staging untuk kolon dan rektum kanker :3

Terdapat hubungan yang erat antara stadium dan angka bertahan hidup 5 tahun (5-

year survival rate) pada pasien kanker colorectal. Untuk stadium I atau Dukes A, 5-

year survival rate setelah operasi reseksi mencapai 90%. Untuk stadium II atau Dukes

B, 5-year survival rate sekitar 70-85% setelah reseksi, dengan atau tanpa terapi

adjuvant (terapi tambahan). Untuk stadium III atau Dukes C, 5-year survival rate

adalah 30-60% setelah reseksi dan kemoterapi. Untuk stadium IV atau Dukes D, 5-

year survival rate sangat buruk (kira-kira 5%)

Page 17: Pembahasan CA Colon

IX. Differential diagnosis :

X. Penatalaksanaan :2-6

Operasi :

Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai

penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi

dengan batas yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi sementara

mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum, reseksi tumor

dengan minimum margin 5 cm bebas tumor. Pendekatan laparaskopik kolektomi telah

dihubungkan dan dibandingkan dengan tehnik bedah terbuka pada beberapa

randomized trial. Subtotal kolektomi dengan ileoproktostomi dapat digunakan pada

pasien kolon kanker yang potensial kurabel dan dengan adenoma yang tersebar pada

kolon atau pada pasien dengan riwayat keluarga menderita kanker kolorektal.

Eksisi tumor yang berada pada kolon kanan harus mengikut sertakan cabang dari

arteri media kolika sebagaimana juga seluruh arteri ileokolika dan arteri kolika

kanan. Eksisi tumor pada hepatik flexure atau splenic flexure harus mengikut

sertakan seluruh arteri media kolika. Permanen kolostomi pada penderita kanker yang

berada pada rektal bagian bawah dan tengah harus dihindari dengan adanya tehnik

pembedahan terbaru secara stapling.

Kolon kanan Kolon transversum Kolon kiri Rektum

Abses appendik Tukak peptik Koliis ulserosa Polip

Massa appendix Karsinoma lambung Polip Proktitis

Amuboma Abses hati Divertikulitis Fissura anus

Enteritis regionalis Karsinoma hati Endometriosis Karsinoa anus

Kolesistitis

Kelainan pankreas

Kelaina saluran empedu

Page 18: Pembahasan CA Colon

Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kananbiasanya ditangani dengan

reseksi primer dan anastomosis. Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kiri

dapat ditangani dengan dekompresi. Tumor yang menyebabkan perforasi

membutuhkan eksisi dari tumor primer dan proksimal kolostomi, diikuti dengan

reanastomosis dan closure dari kolostomi.

Gbr 3: lokasi hemicolectomy

Adjuvant therapy :

Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen kemoterapi.

Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara

teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi

sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel

maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. Obat kemoterapi bisa dipakai

sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU +

levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara kombinasi dari obat kemoterapi

tersebut berhubungan dengan peningkatan survival ketika diberikan post operatif

kepada pasien tanpa penyakit penyerta. Terapi 5FU + levamisole menurunkan

rekurensi darikanker hingga 39%, menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.

a) Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium III

Penggunaan 5-FU + levamisole atau 5-FU + leucovorin telah menurunkan insiden

rekurensi sebesar 41% pada sejumlah prospektif randomized trial. Terapi selama satu

Page 19: Pembahasan CA Colon

tahun dengan menggunakan 5-FU + levamisole meningkatkan 5-year survival rate

dari 50% menjadi 62% dan menurunkan kematian sebesar 33%. Pada kebanyakan

penelitian telah menunjukkan bahwa 6 bulan terapi dengan menggunakan 5-FU +

leucovorin telah terbukti efektif dan sebagai konsekuensinya, standar regimen terapi

untuk stage III kanker kolorektal adalah 5-FU +leucovorin.

b) Adjuvant Kemoterapi Kanker Kolorektal Stadium Lanjut

Sekitar delapan puluh lima persen pasien yang terdiagnosa kanker kolorektal dapat

dilakukan pembedahan. Pasien dengan kanker yang tidak dapat dilakukan

penanganan kuratif, dapat dilakukan penanganan pembedahan palliatif untuk

mencegah obstruksi, perforasi, dan perdarahan. Bagaimanapun juga pembedahan

dapat tidak dilakukan jika tidak menunjukkan gejala adanya metastase. Penggunaan

stent kolon dan ablasi laser dari tumor intraluminal cukup memadai untuk kebutuhan

pembedahan walaupun pada kasus asymptomatik.Radiasi terapi dapat digunakan

sebagai tindakan primer sebagai modalitas penanganan untuk tumor yang kecil dan

bersifat mobile atau dengan kombinasi bersama sama kemoterapi setelah reseksi dari

tumor. Radiasi terapi pada dosis palliatif meredakan nyeri, obstruksi, perdarahan dan

tenesmus pada 80% kasus. Penggunaan hepatic arterial infusion dengan 5-FU

terlihat meningkatkan tingkat respon, tetapi penggunaan ini dapat mengakibatkan

berbagai masalah termasuk berpindahnya kateter, sklerosis biliaris dan gastrik

ulserasi. Regimen standar yang sering digunakan adalah kombinasi 5-FU dengan

leucovorin, capecitabine (oral 5-FU prodrug),floxuridine (FUDR), irinotecan (cpt-11)

dan oxaliplatin.

XI. Komplikasi

Obstruksi kolon :

Obstruksi kolon kiri sering merupaan tanda pertama karsinoma kolon. Kolon

biasanya dapat menjadi sangat besar terutama di sekum dan kolon asendens.

Tipe obstruksi ini disebut tipe dileptik.

Perforasi :

Terjadi disekitar tumor akibat nekrosis dan dipercapatkan oleh obtruksi yang

menyebabkan meningkatnya tekanan dalam rongga kolon.

Page 20: Pembahasan CA Colon

Abcess :

Sering terjadi akibat perforasi dimana peritoneum menyelubungi (walling

off) perforasi tersebut sehingga membentuk abses.

Fistel gastroiliaka

Fistel vesikoiliaka1

XII. Prognosis

Stadium cancer menentukan nilai prognostik pada penderita. Grade histologi secara

signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan well

differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival yang lebih baik

dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4). Lokasi kanker

terlihat sebagai faktor prognostik yang independen. Pada stage yang sama pasien

dengan tumor yang berada di rektum mempunyai prognosa yang lebih buruk bila

dibandingkan dengan tumor yang berada di kolon. Dan tumor yang berada pada

kolon transversal dan kolon descendens mempunyai prognosa yang lebih buruk bila

dibandingkan dengan tumor yang berada pada kolon ascendens dan

kolonrektosigmoid.

Pasien yang menderita obstruksi atau perforasi mempunyai prognosa lebih buruk bila

dibandingkan dengan pasien yang tanpa keadaan ini.

Page 21: Pembahasan CA Colon

Daftar pustaka :

1. Sjamsuhidajat R. Jong WD. Buku ajar imu bedah : bab 37 usus halus, appendiks, kolon dan anorektum. 3rd ed. Jakarta. ECG pub; 2010: 762-81

2. Brunicardi FC. Schwartz: principles of surgery : in chapter 29 colon,rectum and anus. 9th ed.. McGraw-Hill pub; 2010

3. Townsend. Beauchamp. Evers. Mattox. Sabistons textbook of surgery: in chapter 50 : colon and rectum. 18th ed. Saunders Elsievers pub; 2007

4. Doherty M. Way LW. Current surgical diagnosis and treatment. 12th ed. Mac-Graw Hill pub; 2006.

5. Dragovich T. Colonadenocarsinoma treatment and management. November 25, 2013. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/277496-treatment#showall pada 19 januari 2014.

6. Appleton & Lange, Maingot’s Abdominal Operation, Tenth Edition, Zinner Vol I, Chapter 42, Tumor Of The Colon; page 1281 – 1300.