pbl haha 24

38
Limfoma Maligna Non-Hodgkin Melani Sugiarti 102011306 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya). Limfoma maligna secara umum dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin. Kelenjar getah bening yang terkena akan membesar tanpa disertai rasa nyeri dan bersifat progresif. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada pria dibanding wanita. Biasanya terjadi pada usia 20-40tahun, dan pada umur lebih dari 60tahun. 85% limfoma maligna berasal dari keganasan limfosit B, sementara limfosit T menempati penyebab keganasan kedua. Faktor risiko limfoma non-hodgkin dapat berupa onkogen, infeksi virus Ebstein Barr, Human T-leukemia Virus-I (HTLV-I), penyakit autoimun dan defisiensi imun. Prognosis 1

description

24

Transcript of pbl haha 24

Limfoma Maligna Non-HodgkinMelani Sugiarti102011306Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510Email: [email protected]

PendahuluanLimfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya). Limfoma maligna secara umum dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin. Kelenjar getah bening yang terkena akan membesar tanpa disertai rasa nyeri dan bersifat progresif. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada pria dibanding wanita. Biasanya terjadi pada usia 20-40tahun, dan pada umur lebih dari 60tahun. 85% limfoma maligna berasal dari keganasan limfosit B, sementara limfosit T menempati penyebab keganasan kedua. Faktor risiko limfoma non-hodgkin dapat berupa onkogen, infeksi virus Ebstein Barr, Human T-leukemia Virus-I (HTLV-I), penyakit autoimun dan defisiensi imun. Prognosis limfoma tergantung pada tipe histologi dan staging yang ditemukan.Makalah ini saya buat dengan maksud agar dapat memahami mengenai cara anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang pada penyakit limfoma maligna non-hodgkin, serta patofisiologi, penatalaksanaan, etiologi, epidemiologi, prognosis dan pencegahan pada penyakit limfoma maligna non-hodgkin.

Anatomi dan fisiologi saluran limfeSistem saluran limfe berhubungan erat dengan sistem sirkulasi darah. Darah meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena, sebagian cairanyang meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe, yang merembes dalam ruang-ruang jaringan. Susunan limfe mirip dengan plasma tetapi dengan kadar protein yang lebih kecil. Kelenjar-kelenjar limfe menambahkan limfosit pada limfe sehingga jumlah sel itu sangat besar dalam saluran limfe. Di dalam limfe tidak terdapat sel-sel lain. Fungsi saluran limfe:1a. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan kedalam sirkulasi darah.b. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darahc. Membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah. Saluran limfe yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal.d. Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindari penyebaran organisme itu dari tempat masuknya ke dalam jaringan, ke bagian tubuh lain.e. Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat anti (antibodi) untuk melindungi tubuh terhadap kelanjutan infeksi.Sistem limfe adalah jaringan tubuli-tubuli yang amat tipis yang bercabang-cabang seperti pembuluh darah. Pembuluh limfe berisi cairan bening yang berisi sel limfosit dan merupakan sarana yang mengalirkan sel limfosit ke seluruh tubuh. Kelenjar limfe atau nodus limfe berbentuk kecil lonjong atau seperti kacang dan terdapat di sepanjang pembuluh limfe. Kerjanya sebagai penyaring dan dijumpai di tempat-tempat terbentuknva limfosit. Kelompok-kelompok utama terdapat di dalam leher, aksila, toraks, abdomen, dan lipat paha.1,2Terdapat dua batang saluran limfe yang utama yaitu duktus torasikus dan batang saluran kanan. Duktus torasikus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh, kecuali dari bagian yang menyalurkan limfenya ke duktus limfe kanan. Duktus limfe kanan adalah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe dari sebelah kanan kepala dan leher, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan menuangkan isinya ke dalam vena yang berada di sebelah bawah kanan leher. Pada waktu infeksi, kelenjar dan pembuluh limfe dapat meradang.1Struktur kelenjar limfe, yang terbagi dalam tiga bagian utama yaitu: korteks, parakorteks dan medulla. Di dalam korteks didapati folikel-folikel yang berbentuk sferis, yang terisi penuh limfosit B. Di tengah folikel-folikel ini dapat ditemukan daerah yang berwarna agak pucat yang dinamakan pusat germinal ("centrum germinativum") yang di dalamnya dapat ditemukan sel blast, sel besar dan makrofag; yang memberi gambaran seperti "langit berbintang". Daerah parakorteks berisi limfosit T, sedang daerah medulla pada dasarnya dihuni oleh sel B.2

Gambar 1. Struktur kelenjar getah bening.2AnamnesaPembesaran KGB sering ditemukan menyertai infeksi virus yang sembuh sendiri, tetapi bisa juga timbul akibat kondisi serius seperti keganasan atau TB. Penting untuk mempertimbangkan patologi pada daerah yang dialiri oleh KGB yang membesar. Pada kasus skenario 3 didapatkan seorang laki-laki 60 tahun datang ke poliklinik RS UKRIDA dengan keluhan utama benjolan pada leher sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengaku benjolan ini tidak nyeri, dan kelainan ini disertai demam dan keringat dingin terutama pada malam hari, adanya batuk disangkal. Pasien mengaku hanya mengkonsumsi makanan alami tanpa adanya pengawet. Di keluarga pasien tak ada yang sakit seperti ini. Pemeriksaan fisik: pembesaran kelenjar getah bening cervical anterior dextra dan subclavicula yang multiple, tidak kemerahan, mobile dan tidak nyeri. Pada kasus ini dapat di tanyakan yaitu:31. Identitas pasien: nama, umur, alamat pekerjaan2. Riwayat penyakit sekarang: Kelenjar getah bening mana yang diperhatikan membesar dan sudah berapa lama? Apakah masih bertambah besar? Apakah nyeri? Adakah gejala penyerta (misalnya penurunan berat badan, demam, keringat malam, pruritus, nyeri akibat alkohol, batuk, nyeri tenggorokan, dan ruam)? (Penurunan 10% dari BB dalam kurang dari 6 bulan, demam, keringat malam adalah gejala dari limfoma.) Adakah kontak dengan demam kelenjar, TB? Infeksi lain?3. Riwayat penyakit dahulu Adakah riwayat penyakit serius lain? Adakah riwayat keganasan, TB, bepergian, atau memelihara hewan?4. Riwayat keluarga5. Riwayat sosial ekonomi6. Riwayat Obat-obatan Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar getah bening, hati dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrat kulit, atau infeksi. Hal-hal yang dapat diperhatikan dalam pemeriksaan limfoma yaitu:3,4 Apakah pasien sakit ringan atau berat? Apakah pasien demam? Periksa kelenjar getah bening yang membesar. Cari adanya limfadenopati di tempat lain. Di mana KGB yang membesar? Organ apa saja yang dialiri oleh KGB tersebut? Periksa dengan teliti (misalnya pemeriksaan tenggorokan lengkap dengani laringoskopi jika ada pembesaran KGB abnormal servikal). Apakah terasa nyeri, lembut, kenyal, berbenjol-benjol, ataa terfiksir? Apakah kulit yang terdapat pada alirannya normal? Adakah lesi (misalnya selulitis, abses, melanoma)? Periksa mulut dan tenggorokan (tonsil). Adakah pembesaran limpa? Adakah limfedema?Pada kasus ini didapatkan pemeriksaan fisik yaitu: pembesaran kelenjar getah bening cervical anterior dextra dan subclavicula yang multiple, tidak kemerahan, mobile dan tidak nyeri. TTV dalam batas normal, kecuali suhu (ada demam).Pemeriksaan penunjangPada kasus limfoma maligna, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:41. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan diferensiasi, dan hitung trombosit2. Pemeriksaan kimiawi darah (fungsi hati, ginjal, asam urat, laktat dehidrogenase (LDH), alkali fosfatase).3. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus (pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan dinding dada)4. CT scan, MRI dada, abdomen, dan pelvis, atau keduanya5. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang6. Scan galium tidak dilakukan secara rutin tetapi dapat membantu mengidentifikasi penyakit residual.7. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada penyakit stadium III dan IV.8. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.Scan galium yang dilakukan sebelum dan setelah terapi menunjukkan area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum. Biopsi sumsum tulang bilateral merupakan indikasi bagi pasien dengan gejala sistemik atau penyakit stadium III. Limfangiografi pedal bilateral dan laparotomi penentuan stadium, yang mencakup splenektomi, biopsi kelenjar getah bening, dan biopsi hati terbuka, yang rutin untuk penyakit Hodgkin, jarang dilakukan karena membaiknya teknik pencitraan.4Pemeriksaan darah: anemi, eosinofilia, peningkatan laju endap darah, pada flow cytometry dapat terdeteksi limfosit abnormal atau limfositosis dalam sirkulasi. Pada pemeriksaan faal hati terdapat gangguan faal hati yang tidak sejalan dengan keterlibatan limfoma pada hati. Peningkatan alkali fosfatase dan adanya ikterus kolestatik dapat merupakan gejala paraneoplastik tanpa keterlibatan hati. Dapat terjadi obstruksi biliaris ekstrahepatik karena pembesaran kelenjar getah bening porta hepatis.2Pemeriksaan faal ginjal: peningkatan kreatinin dan ureum dapat diakibatkan obstruksi ureter. Adanya nefropati urat dan hiperkalsemi dapat memperberat fungsi ginjal. Sindroma nefrotik sebagai fenomena paraneoplastik dapat terjadi pada limfoma Hodgkin. Hiperurikemi merupakan manifestasi peningkatan turn-over akibat limfoma. Hiperkalsemi dapat disebabkan sekunder karena produksi limfotoksin (osteoclast activating factor) oleh jaringan limfoma. Kadar LDH darah yang meningkat dapat menggambarkan massa tumor dan turn-over. Poliklonal hipergamaglobulinemi sering didapatkan pada limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin.2Pemeriksaan foto torak untuk melihat limfadenopati hilar dan mediastinal, efusi pleura atau lesi parenkim paru. Obstruksi aliran limfotik mediastinal dapat menyebabkan efusi chylous (seperti susu). USG abdomen kurang sensitif dalam mendiagnosis adanya limfadenopati. Pemeriksaan CT Scan torak untuk mendeteksi abnormalitas parenkim paru dan mediastinal sedangkan CT Scan abdomen memberi jawaban limfadenopati retro peritoneal, mesenterik, portal, hepatosplenomegali atau lesi di ginjal.2Pada skenario 3 didapatkan hasil dari pemeriksaan penunjang yaitu: Hb 11g/dl, Ht 42%, trombosit 250.000/l, leukosit 8.000/l, retikulosit 2,5%. Pada biopsi didapatkan sel radang kronis. Pada pemeriksaan toraks didapatkan pembesaran kelenjar getah bening aorta dekstra.Different diagnosisLimfadenitis non spesifikRangsangan infeksi dan peradangan non-mikroba tidak hanva menvebabkan leukositosis, tetapi juga melibatkan kelenjar getah bening, yang berfungsi sebagai sawar pertahanan. Di sini terbentuk respons imun terhadap antigen asing, suatu proses yang sering berkaitan dengan pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati). Infeksi yang menyebabkan limfadenitis sangat banyak dan bervariasi. Pada sebagian besar kasus, gambaran histologik di kelenjar getah bening sama sekali nonspesifik, sehingga disebut limfadenitis non-spesifik akut atau kronis.5Limfadenitis non-spesifik akutBentuk limfadenitis ini mungkin terbatas pada sekelompok kelenjar getah bening yang mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terjadi infeksi bakteri atau virus sistemik. Morfologi, secara makroskopis, kelenjar yang meradang akut tampak membengkak, abu-abu kemerahan, dan terbendung. Secara histologis, tampak pusat germinativum besar yang memperlihatkan banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan oleh organisme piogenik, di sekitar folikel dan di dalam sinus limfoid ditemukan infiltrat neutrofilik. Pada infeksi yang parah, pusat germinativum mengalami nekrosis sehingga terbentuk abses.5Kelenjar getah bening yang terkena terasa nyeri dan apabila pembentukan absesnya ekstensif, kelenjar menjadi fluktuatif. Kulit di atasnya sering tampak merah, dan penetrasi infeksi ke kulit dapat menyebabkan terbentuknya sinus drainase. Apabila infeksi terkendali, kelenjar getah bening akan kembali tampak normal atau terjadi pembentukan jaringan parut apabila penyakit destruktif.5Limfadenitis non-spesifik kronisKeadaan ini memiliki tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel, hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus.51. Hiperplasia folikel. Pola ini berkaitan dengan infeksi atau proses peradangan yang mengaktifkan sel B. Sel B dalam berbagai tahap diferensiasi berkumpul di dalam pusat germinativum besar yang bulat atau oblong (folikel sekunder). Agregat nodular ini juga memperlihatkan makrofag fagositik yang mengandung debris nukleus (tingible body macrophage) dan jaringan samar sel dendritik yang berfungsi dalam penyajian antigen. Penyebab hiperplasia folikel, antara lain artritis reumatoid, toksoplasmosis, dan stadium awal infeksi HIV. Bentuk limfadenitis ini secara morfologis dapat mirip dengan limfoma folikular. Temuan yang menunjang diagnosis hiperplasia folikel adalah (1) dipertahankannya arsitektur kelenjar getah bening dengan jaringan limfoid normal di antara pusat germinativum; (2) nodus limfoid yang ukuran dan bentuknya sangat bervariasi; (3) populasi campuran limfosit pada tahap diferensiasi yang berbeda; dan (4) aktivitas fagositik dan mitotik yang menonjol di pusat germinativum.2. Hiperplasia limfoid parakorteks. Pola ini ditandai dengan perubahan reaktif di dalam regio sel T kelenjar getah bening. Sel T parafolikel mengalami proliferasi dan transformasi menjadi imunoblast yang mungkin menyebabkan lenyapnya folikel germinativum. Hiperplasia limfoid parakorteks terutama ditemukan pada infeksi virus atau setelah vaksinasi cacar, dan pada reaksi imun yang dipicu oleh obat tertentu (terutama fenitoin).3. Histiositosis sinus. Pola reaktif ini ditandai dengan peregangan dan menonjolnya sinusoid limfe, akibat hipertrofi hebat sel endotel yang melapisinya dan infiltrasi oleh histiosit. Histiositosis sinus sering ditemukan pada kelenjar getah bening yang merupakan drainase kanker dan mungkin mencerminkan respons imun terhadap tumor atau produknyaLimfadenitis spesifik (limfadenitis tuberculosis)Tuberculosis limfadenitis merupakan kejadian paling sering dari tuberculosis ekstra paru, biasanya terjadi di daerah leher (skrofula) dan sering ditemukan pada penderita HIV dan pada anak-anak (35% pada umumnya dan >40% dari kasus di Amerika Serikat pada kasus-kasus baru ini). Pada individu negatif-HIV, limfadenopati cendrung satu fokus, dan sebagian besar pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda penyakit ekstranodus. Sedangkan pada pasien positif-HIV, hampir selalu memperlihatkan penyakit multifokus, gejala sistemik dan adanya tuberculosis aktif pada paru atau organ lain. Nodus limfatik tuberkulosis mempunyai gambaran sebagai benjolan yang tidak sakit dan berlainan tiap individu pada gejala awal tetapi berkembang menjadi massa yang kusut dan keras. Diagnosis pasti didapatkan pada biopsi jarum halus dan dengan pemeriksaan bakteriologik (bakteri tahan asam) dan juga kultur bakteri.6Working diagnosisLimfoma malignaLimfoma merupakan keganasan sistem limfatik. Penyebab tidak diketahui, tetapi faktor risiko yang diidentifikasi mencakup keadaan imunodefisiensi (kongenital atau didapat), serta pajanan dengan herbisida, pestisida, dan pelarut organik seperti benzena. Peningkatan insiden AIDS dihubungkan dengan limfoma derajat tinggi yang menunjukkan imunosupresi sebagai faktor penyebab (Williams dkk, 2001). Virus telah implikasikan, terutama virus Epstein-Barr ditemukan pada limfoma Burkitt dan yang lebih mutakhir diimplikasikan pada patogenesis penyakit Hodgkin yang mungkin (Weinshel, Peterson, 1994). Pembentukan tumor awal adalah pada jaringan limfatik sekunder (misal, kelenjar getah bening atau lien) tempat limfosit abnormal menggantikan struktur normal.4Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar getah bening yang terlibat. Kategori terscbut adalah limfoma penyakit Hodgkin dan non-Hodgkin. Walaupun tanda dan gejala limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma tetap berlainan. Dengan demikian adalah suatu keharusan untuk menegakkan diagnosis secara tepat. Untuk tujuan ini, diambil sebuah kelenjar getah bening atau lebih untuk diperiksa secara mikroskopis.4Limfoma non-Hodgkin dan penyakit Hodgkin dibedakan berdasarkan jenis sel yang mencolok yang terdapat dalam kelenjar getah bening, serta penyebarannya. Sel-sel tersebut dapat tersebar dalam bentuk nodular atau difus. Sel-sel ini merusak arsitektur normal kelenjar getah bening. Perkembangan mutakhir dalam biologi genetik dan molekular untuk mengidentifikasi penanda fenotipik (genetik) dan translokasi kromosomal, bersama gambaran klinis penyakit, membedakan limfoma agresif dengan indolen dan menuntun pengobatan serta perkembangan. Limfoma sel B diperhatikan lebih indolen dengan harapan hidup bebas-relaps panjang, sedangkan limfoma sel T dengan jenis histologi yang sama mempunyai angka relaps lebih tinggi dengan harapan hidup bebas-relaps yang lebih singkat. (Williams dkk, 2001).4Manfaat analisis sitogenetik ditemukan pada limfoma Burkitt. Limfoma Burkitt merupakan contoh limfoma derajat tinggi, dengan translokasi khasnya antara lengan panjang kromosom 8 dan 14, t(8;14), diidentifikasi bersama "protoonkogen" c-myc. C-myc ditranslokasi dari posisi normalnya pada kromosom 8 ke 14 dan bertanggung jawab untuk transformasi keganasannya (Linker, 2001). Limfoma Burkitt sangat agresif, tumor derajat tinggi, yang memerlukan pengobatan tepat.4Limfoma HodgkinPenyakit Hodgkin adalah limfoma yang terutama ditemukan pada orang dewasa muda antara umur 18 dan 35 tahun dan pada orang di atas umur 50 tahun. Penyebab sampai saat ini tidak diketahui tetapi mungkin kulminasi untuk membedakan proses patologi, seperti infeksi virus, pajanan lingkungan, dan respons pejamu yang secara genetis telah ditentukan (Weinshel, Peterson, 1994). Perbandingan laki-laki : perempuan adalah 3:2. Sel Reed-Sternberg yang merupakan sel berinti dua atau banyak, besar, maligna yang mengandung dua atau lebih nukleoli besar, merupakan gambaran khas pada penyakit Hodgkin.4Klasifikasi mutakhir penyakit Hodgkin adalah bagian dari klasifiksi the Revised European-American Lymphoma (REAL) (Yarbro, 2000). Berdasarkan histologi dan penentuan imunofenotipe, klasifikasi Rye dahulu pada limfosit yang dominan sekarang disubklasifikasikan sebagai entitas terpisah. Klasifikasi sebagai berikut:41. Limfoma Hodgkin predominan limfosit nodular: membawa risiko transformasi menjadi limfoma non-Hodgkin.2. Limfoma Hodgkin klasik: Limfoma Hodgkin sklerosis nodular. Limfoma Hodgkin klasik kaya limfosit. Limfoma Hodgkin selularitas campuran. Limfoma Hodgkin kurang limfosit (Lynch dkk, 2000).Jenis histologi yang paling sering adalah sklerosis nodular, diobservasi pada 60% sampai 80% pasien dengan penyakit Hodgkin, diikuti oleh selularitas campuran, ditemukan pada 15% sampai 30% pasien (Yarbro, 2000). Walaupun histologi telah digunakan untuk menduga prognosis, kegunaannya berhubungan dengan distribusi penyakit. Predominansi limfosit dan subtipe sklerosis secara umum adalah stadium I atau II, sedangkan deplesi limfosit umumnya adalah stadium III atau IV. Terkenanya hilus dan mediastinum lebih sering pada subtipe nodular sklerosis.4Manifestasi klinis bervariasi. Pasien yang lebih muda umumnya menunjukkan kelenjar getah bening yang membesar, teraba seperti karet, tidak nyeri tekan di bawah pada area servikal atau supraklavikular atau mengalami batuk kering dan napas pendek akibat limfadenopati hilar. Cara penyebaran umum adalah menyerang dari tempat-tempat yang berdekatan. Kira-kira 25% pasien memiliki gejala demam persisten yang tidak diketahui penyebabnya atau keringat malam hari. Gejala konstitusional seperti anoreksia, kakeksia, penurunan berat badan, dan kelelahan terdapat pada penyakit diseminata dan mempunyai signifikansi prognosis. Pada kasus-kasus tertentu, demam Pel-Ebstein (demam yang memiliki pola siklis yaitu, suhu tubuh malam hari meningkat, berlangsung dari beberapa hari sampai berminggu-minggu). Splenomegali terjadi selama perjalanan penyakit pada 50% pasien (Hoffbrand, Pettit, 1993). Defek imunitas terdapat pada semua fase Hodgkin, baik selama dan setelah terapi, dan insiden infeksi terutama infeksi virus dan fungal, meningkat. Tuberkulosis juga ada. Manifestasi hematologi bergantung pada stadium penyakit dan adanya organ yang terkena (Weinshel, Peterson, 1994).4Penentuan stadium klinis dan patologis yang teliti, disertai pengobatan yang tepat dapat memperbaiki prognosis penyakit Hodgkin. Misalnya, 90% penyembuhan pada pasien penyakit stadium I dan II asimtomatik dapat terjadi, khususnya dari jenis predominansi limfosit atau sklerosis nodular. Pengobatan ideal penyakit Hodgkin tetap kontroversial tetapi bergantung pada stadium klinis dan patologi. Pasien dengan penyakit lokalisata, stadium IA dan IIA, secara umum diobati dengan terapi radiasi saja untuk lapangan yang terkena atau diperluas. Pasien dengan penyakit yang lebih lanjut diobati dengan terapi radiasi kombinasi dan kombinasi kemoterapi. Pendekatan ini tampaknya menyediakan durasi harapan hidup bebas relaps yang lebih lama (Lynch dkk, 2000). Meskipun berbagai kombinasi kemoterapi dipelajari, standar perawatan selama bertahun-tahun adalah terapi MOPP, yang terdiri dari nitrogen mustard, Oncovin, prednison, dan prokarbazin yang diberikan dengan perjalanan setiap enam bulan. Komplikasi jangka panjang mencakup keganasan sekunder dan infertilitas. ABVD (Adriamisin, Oncovin, bleomisin, dan dacarbazine) memberikan hasil superior dengan toksisitas rendah pada pengobatan yang diberikan dengan kombinasi dengan MOPP. Pada tulisan ini, "standar emas" untuk mengobati penyakit Hodgkin stadium lanjut adalah ABVD.4Meskipun semua pasien memerlukan perawatan suportif, pasien pada kelompok usia muda adalah mereka yang miskin di daerah ini dan memerlukan banyak konsultasi sebelum, selama, dan setelah terapi berkenaan dengan efek samping potensial dan komplikasi, terutama yang berubah pada tubuh seperti rontok yang dapat diduga, kelelahan, masalah fertilitas, dan keganasan sekunder. Dua yang disebut terakhir lebih sering diobservasi dengan terapi MOPP. Compliance dengan regimen medis penting dan sering bergantung pada panggilan pasien untuk mengingatkan mereka dan memberi semangat pada mereka untuk mencari pengobatan. Pengobatan yang terlambat dan pengurangan dosis kemoterapi secara terbalik memengaruhi respons potensial dan tingkat penyembuhan. Studi dilanjutkan dalam usaha mengembangkan cara terapi terbaik tanpa efek karsinogenik dan sterilisasi (Lynch dkk, 2000). Limfoma derajat rendah bersifat indolen tetap sering diseminata pada waktu diagnosis. Terkenanya sumsum tulang sering terjadi.4

Gambar 2. Sel Reed-Sternberg.4Limfoma non-HodgkinUmur median pasien limfoma non-Hodgkin adalah 50 tahun. Klasifikasi limfoma non-Hodgkin berada dalam keadaan transisi. Klasifikasi Rappaport yang digunakan secara luas (diperkenalkan pada tahun 1956) didasarkan pada sitologi dan susunan arsitektur limfosit maligna dalam kelenjar limfe. Klasifikasi ini membagi limfoma menurut (1) jenis nodular (N); sel-sel neoplastik berkelompok dalam agregat kohesif yang merangsang folikel limfoid dan (2) jenis difus (D); pada jenis ini tidak terjadi agregasi.4Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang imunologi dan fisiologi limfosit, seperti membedakan limfosit sebagai sel B atau sel T, memberikan klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma non-Hodgkin seperti yang tercermin dalam klasifikasi oleh Lukes dan Collins. Lukes dan Collins memperlihatkan bahwa 70% limfoma ditemukan berasal dari sel B. Klasifikasi terbaru yang dikenal dengan Formula Kerja, merupakan hasil usaha dari berbagai institusi internasional. Klasifikasi ini didasarkan pada imunologi, fisiologi limfosit, dan morfologi serta tingkah laku biologi pada limfoma. Tiga kategori prognostik telah diidentifikasi: limfoma maligna derajat rendah, derajat menengah, dan derajat tinggi.4Pasien mungkin tidak memerlukan pengobatan kecuali jika mereka simtomatik. Pengobatan dan hasil bergantung pada usia, status performa mereka, ada atau tidak adanya gejala, penentuan stadium, dan histologi. Seseorang dengan limfoma derajat rendah, jaringan limfoid terkait mukosa (MALT), yang berbatasan dengan lambung, dianggap terkait dengan infeksi Helicobacter pylori dan memberikan respons terhadap antibiotik (Linker, 2001). Bila pengobatan diindikasikan untuk limfoma derajat rendah gunakan, agen pengalkil seperti klorambusil sebagai agen tunggal, atau kombinasi kemoterapi dengan siklofosfamid, vinkristin, dan prednison. Antibodi monoklonal anti-CD20, Rituxan, telah dites juga untuk melihat efektivitas penyakit ini, dengan hasil yang menjanjikan untuk pasien relaps (Patterson, 2000). Sampai saat ini, belum tersedia penyembuhan limfoma derajat rendah. Harapan hidup median adalah 8 sampai 10 tahun, tetapi kematian bervariasi (Hagemeister, 2001).4Pasien dengan limfoma derajat sedang, jenis limfositik-nodular, pada awalnya cenderung berada pada stadium yang lebih lanjut, dengan sekitar 60% sampai 80% insiden terkenanya sumsum tulang. Jaringan limfatik tonsilar pada orofaring dan nasofaring (disebut cincin Waldeyer) juga merupakan tempat yang diserang pada 15% sampai 30% pasien (Johnson, 1994). Biopsi jaringan, sitokimia, studi penanda permukaan, penyusunan ulang gen, dan sitogenetik diperlukan untuk mendiagnosis limfoma ini secara akurat dan memberikan prognosis. Berdasarkan penuntun praktik the National Comprehensive Cancer Network (NCCN), CHOP (cyclophosphamide, Adriamycin, Oncovin, dan prednison) harus diberikan selama enam siklus bersama terapi radiasi lokalisata (NCCN, 1998).4Limfoma Burkitt dan imunoblastik merupakan limfoma derajat tinggi dan mempunyai kecenderungan mengenai SSP. SSP juga merupakan daerah yang sering terkena pada pasien relaps dengan penyakit stadium IV bersama daerah lain yang sebelumnya terkena. Pasien ini memerlukan kemoterapi multiobat yang agresif, mencakup kemoterapi intratekal (NCCN, 1998). Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif dan fatal tanpa pengobatan, limfoma ini berespons terhadap kemoterapi dan berpotensi untuk sembuh. Sitosin arabinosida dan metotreksat intravena, yang melewati sawar darah-otak atau dapat diberikan intratekal, telah digabungkan menjadi kombinasi regimen kemoterapi yang agresif, mencakup agen pengalkil antrasiklin, dengan hasil yang baik. Pengobatan standar yang membandingkan semua kombinasi adalah CHOP (cyclophosphamide, Adriamycin, vincristine, dan prednison) (Yarbro, 2000). Antibodi monoklonal juga dipelajari untuk penggunaan potensialnya pada limfoma.4Walaupun timbul gejala konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari), namun insiden lebih rendah daripada penyakit Hodgkin dan belum tentu akan mempengaruhi prognosis. Ditemukan limfadenopati difus tanpa rasa sakit dan dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar getah bening perifer. Walaupun biasanya adenopati hilus tidak ditemukan, tetapi sering ditemukan efusi pleura. Kira-kira 20% atau lebih pasien menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar getah bening retroperitoneal atau mesenterium, dan timbul bersama nyeri abdomen atau buang air besar yang tidak teratur. Sering didapatkan menyerang lambung dan usus halus, keadaan ini ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala ulkus peptikum, anoreksia, penurunan berat badan, mual, hematemesis (muntah darah), dan melena. Limfoma derajat rendah indolen tetapi sering diseminata pada waktu diagnosis. Sumsum tulang sering terkena.4Klasifikasi limfoma non-HodgkinKlasifikasi Limfom non-Hodgkin menurut REAL/WHO.2B-cell neoplasmsI. Precursor B-cell neoplasm: precursor B-acute lymphoblastic leukemia/lymphoblastic lymphoma (B-ALL, LBL)II. Peripheral B-cell neoplasmsA. B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphomaB. B-cell prolymphocyte leukemiaC. Lymphoplasmacytic lymphoma/immunocytomaD. Mantle cell lymphomaE. Follicular lymphomaF. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or- MALT typeG. Nodal marginal zone B-cell lymphoma (monocytoid B-cells)H. Splenic marginal zone lymphoma (villous lymphocytes)I. Hairy cell leukemiaJ. Plasmacytoma/plasma cell myelomaK. Diffuse large B-cell lymphomaL. Burkitt's lymphomaT-cell and putative NK-cell neoplasmsI. Precursor T-cell neoplasm: precursor T-acute lymphoblastic leukemia/lymphoblastic lymphoma (T-ALL, LBL)II. Peripheral T-cell and NK-cell neoplasmsA. T-cell chronic lymphocytic leukemia/prolymphocytic leukemiaB. T-cell granular lymphocytic leukemiaC. Mycosis fungoides/Sezary syndromeD. Peripheral T-cell lymphoma, not otherwise characterizedE. Hepatosplenic gamma/delta lymphomaF. Subcutaneus panniculitis-like T-cell lymphomaG. Angiommunoblastic T-cell lymphomaH. Extranodal T-/NK-cell lymphoma, nasal typeI. Enteropathy-type intestinal T -cell lymphomaJ. Adult T-cell lymphoma/leukemia (HTLV 1+)K. Anaplastic large cell lymphoma, primary systemic typeL. Anaplastic large cell lymphoma, primary cutaneous typeM. Aggressive NK-cell leukemiaPerkembangan terakhir klasifikasi yang banyak dipakai dan diterima dibanyak pusat kesehatan adalah formulasi praktis ("Working Formulation"/WF) dan REAL/WHO. WF menjabarkan karakteristik klinis dengan deskriptif histopatologis, namun belum menginformasikan jenis sel. limfosit B atau T, maupun berbagai patologis klinis yang baru. WF membagi LNH atas derajat keganasan rendah, menengah dan tinggi yang mencerminkan sifat agresifitas mereka. Klasifikasi WHO/REAL beranjak dari karakter imunofenotip (sel B, sel T .dan sel NK) dan analisa "lineage" sel limfoma. Klasifikasi terakhir ini diharapkan menjadi patokan baku dan cara berkomunikasi di antara ahli hematologi-onkologi medik.2Hal yang perlu dicatat adalah 25% pasien LNH menunjukkan gambaran sel limfoma yang bermacam-macam pada satu lokasi yang sama; maka dalam hal ini pengobatannya harus berdasarkan gambaran histologis yang paling dominan. Oleh karena itu diagnosis klasifikasi LNH harus selalu berdasarkan biopsi KGB dan bukan evaluasi sitologi atau biopsi sumsum tulang semata.2Working formulation:21. Low-grade lymphomasa. Small lymphocytic, consistent with CLL plasmacytoidb. Follicular, predominantly small cleaved cellc. Follicular, mixed small cleaved and large cell2. Intermediate-grade lymphomasd. Follicullar, large celle. Diffuse, small cleaved cellf. Diffuse, mixed small and large cellg. Diffuse large cell3. High-grade lymphomash. Large cell, immunoblastici. Lymphoblasticj. Small, non-cleaved cell Burkitts, Non-BurkittsStadium penyakitPenetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi jangkitan harus didata dengan cermat, digambar secara skematik dan didata tidak hanya jumlah namun juga ukurannya. Hal ini sangat penting dalam menilai hasil pengobatan.2Tabel 1. Stadium berdasarkan kesepakatan Ann Arbor.2

StadiumKeterangan

IPembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regioI E: jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak difus / batas tegas

IIPembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragmaII2: pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragmaII 3: pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragmaII E: pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma dan 1 organ ekstra limfatik tidak difus / batas tegas

IIIPembesaran KGB di 2 sisi diafragma

IVJika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus.

Catatan: 1. Untuk kesepakatan kode S: Spleen (jika terkena limfa) H: Hepar (jika terkena hati) P: Pulmo (jika terkena paru/pleura) C: Cerebral (jika terkena susunan syaraf pusat) O: Os (jika terkena tulang) I: Intestinal (jika terkena saluran cerna) 2.Yang dimaksud dengan organ limfatik adalah: KGB, timus, limpa, plagues payer, appendix 3. Cervical dan supraclavicula disisi yang sama adalah 1 lokalisasi 4. Aksila dan infraclavicula disisi yang sama adalah 1 lokalisasi 5. Mediastinum dan hilus adalah 1 lokalisasi 6. Pertumbuhan jaringan paru sekitar hilus atau paket KGB Mediastinal adalah ekstra nodal tetapi bukan stadium IV 7. Bulky-Mass adalah massa tumor dengan diameter terpanjang lebih atau sama dengan 10 cm dan ratio mediastinum: thoraks > 0,35. Setiap pembesaran KGB dicatat ukurannya. Stadium A bila tidak ditemui gejala sistemik dan B bila ditemui 1 atau lebih gejala sistemik.2Gambaran klinikGejala klinik limfoma nonhodgkin dapat berupa berikut:71. Pembesaran kelenjar getah bening merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Pembesaran kelenjar getah bening asimetrik, lokasi dan tanda fisik kelenjar getah bening persis sama seperti penyakit hodgkin.2. Gejala konstitusional dapat berupa demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Gejala konstitusional ini lebih jarang dijumpai dibandingkan pada penyakit Hodgkin.3. Jangkitan orofaringeal dijumpai pada 5-10% kasus yang dapat menimbulkan keluhan sakit menelan (sore throat).4. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang secara difus.5. Dapat dijumpai hepato/splenomegali.6. Gejala pada organ lain seperti kulit, otak , testis dan tiroid dapat dijumpai. Kelainan kulit sering dijumpai pada mycosis funguides dan sezary syndrome.PatogenesisBerbeda dengan sel hematopoeitik yang lain, limfosit kecil (matang/tua) bukanlah merupakan sel tahap akhir dari perkembangannya, akan tetapi mereka dapat merupakan permulaan limfopoiesis baru yang timbul sebagai reaksi terhadap rangsangan antigen yang tepat. Hal ini dibuktikan oleh Nowell pada tahun 1960 dan peneliti lain yang memperlihatkan sel limfosit kecil (matang) mampu mengadakan perubahan morfologi (transformasi) dan berproliferasi sebagai reaksi terhadap rangsangan lektin nabati (plant lectin).2Seperti sel darah lainnya, sel limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-sel induk multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial pada tahap awal bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian mengalami "pematangan" dalam kelenjar thymus untuk menjadi sel limfosit T, dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit B.2Apabila ada rangsangan oleh antigen yang "sesuai" maka limfosit T maupun B akan bertransformasi menjadi bentuk aktif dan berproliferasi. Limfosit T aktif menjalankan fungsi respon imunitas seluler, sedangkan limfosit B aktif menjadi imunoblas yang kemudian menjadi sel plasma yang membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan morfologi yang mencolok pada perubahan ini, dimana sitoplasma yang sedikit/kecil pada limfosit B "tua" menjadi bersitoplasma banyak/luas pada sel plasma, perubahan ini terjadi pada sel limfosit B disekitar atau di dalam ''centrum germinativum"; sedangkan limfosit T aktif berukuran lebih besar dibanding limfosit T "tua". Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Hal yang perlu diketahui adalah proses ini terjadi di dalam kelenjar getah bening, dimana sel limfosit-tua berada diluar "centrum germinativum " sedangkan imunoblast berada di bagian paling sentral dari ''centrum germinativum". Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1) ukurannya makin besar; 2) kromatin inti menjadi lebih "halus"; 3) nukleolinya terlihat; 4) protein permukaan sel mengalami perubahan (reseptor ?).2Hal mendasar lain yang perlu diingat adalah bahwa sel yang berubah menjadi sel kanker seringkali tetap mempertahankan sifat "dasar"nya. Misalnya sel kanker dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat mudah masuk aliran darah namun dengan tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel kanker dari imunoblas amat jarang masuk ke dalam aliran darah, namun dengan tingkat mitosis yang tinggi.2

IntiGambar 3. Transformasi limfosit B dan T menurut konsep Lukes.2PenatalaksanaanIndolen, Stadium I dan Stadium II, kontrol penyakit jangka panjang atau perbaikan masa bebas penyakit ("disease free survival ") secara bermakna dapat dicapai pada sejumlah pasien LNH indolen stadium I atau stadium II dengan menggunakan dosis radiasi 2500-4000 cGy pada lokasi yang terlibat atau pada lapangan yang lebih luas yang mencakup lokasi nodal yang berdekatan, (termasuk sistem KGB terkait dengan ekstra nodal yang terlibat). Standar pilihan terapi; 1). Iradiasi 2). Kemoterapi dengan terapi radiasi 3). Extended (regional) irradiasi untuk mencapai nodal yang bersebelahan. 4). Kemoterapi saja atau "Wait and see" jika terapi radiasi tidak dapat dilakukan. 5). Sub total/total iradiasi lymphoid (jarang). Radioterapi luas tak meningkatkan angka kesembuhan dan dapat menurunkan toleransi terhadap kemoterapi lanjutan nantinya.2Indolen, Stage II/III/IV, Pengelolaan optimal pada LNH indolen stadium lanjut masih kontroversial dan masih melalui berbagai penelitian klinis. Standar pilihan terapi:2 Tanpa terapi/Wait and see: pasien asimptomatik dilakukan penundaan terapi dengan observasi. Pasien stadium lanjut dapat diobservasi dan dilaporkan tidak mempengaruhi harapan hidup. Remisi spontan dapat terjadi. Terapi diberikan bila ada gejala sistemik, perkembangan tumor yang cepat dan komplikasi akibat perkembangan tumor. (misal: obstruksi atau effusi) Rituximab (anti CD 20 monoclonal antibodi; Rituxan, Mab Thera) sebagai "first line therapy", diberikan tunggal atau kombinasi. Merupakan anti CD20 antibodi monoklonal kimera yang telah disetujui untuk terapi LNH indolen yang relaps atau refrakter. Obat ini bekerja dengan cara aktivasi antibodi-dependent sitotoksik T-sel, mungkin melalui aktivasi komplemen dan memperantarai sinyal intraseluler: Untuk LNH indolen, dihasilkan ORR 50% dengan lama respons bertahan sekitar 1 tahun. Pada large cell lymphoma, dihasilkan respons sekitar 30%. Kombinasi kemoterapi dengan rituximab bersifat sinergis. Dosis baku rituximab 375 mg/m2 IV setiap minggu selama 4 sampai 8 minggu dan dosis maksimum yang bisa ditoleransi belum ditentukan. Terapi ulang memberikan respons 40%. Efek samping berupa demam dan menggigil biasa dijumpai terutama pada infus pertama. Efek samping yang fatal (seperti anafilaksis, ARDS dan sindrom lisis tumor) pernah juga dilaporkan terutama pada pasien dengan sel limfoma dalam sirkulasi atau CLL. Purine nucleoside analogs (Fludarabin atau 2-klorodoksiadenosin; kladribin) memberikan respons sampai 50% pada pasien yang telah diobati/kambuh. Alkylating Agent Oral (dengan atau tanpa steroid) Siklofosfamid Klorambusil Kemoterapi kombinasi. Terutama untuk memberikan hasil yang cepat. Biasanya digunakan kombinasi klorambusil atau siklofosfamid plus kortikosteroid, dan fludarabin plus mitoksantron. Kemoterapi tunggal atau kombinasi menghasilkan respons cukup baik (60-80%). Terapi diteruskan sampai mencapai hasil maksimum. Terapi ''maintenance" tak meningkatkan harapan hidup, bahkan dapat memperlemah respons terapi berikut dan mempertinggi efek leukemogenik. Beberapa protokol kombinasi antara lain: CVP: Siklofosfamid + Vinkristin + Prednison C(M)OPP: Siklofosfamid + Vinkristin + Prokarbazin + Prednison CHOP : Siklofosfamid + Doksorubisin + Vinkristin + Prednison FND : Fludarabin + Mitoksantron Deksametason Antibodi Monoklonal Radioaktif. Angka respons berkisar antara 50-80% pada kasus yang pernah diterapi. Sediaan yang tersedia antara lain: 131I-anti CD20 (tositumomab, Bexxar) dan 90Y-anti CD20 (Ibritumomabtiuxetan, Zevalin), digunakan pada pasien relaps dengan/tanpa keterlibatan sumsum tulang minimal (< 25%). Suatu penelitian acak yang membandingkan tiuxetan vs rituximab menunjukan tingkat respon pengobatan (80% vs 55%) dan remisi lengkap (30% vs 15%) untuk keuntungan radio imunokonjugasi. Kemoterapi Intensif dengan/tanpa total body irradiation" diikuti dengan transplantasi sumsum tulang/"stem cell perifer autologous atau allogenic"/ PBSCT (masih dalam evaluasi klinis). Kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi diikuti anti-idiotype vaccine (penelitian fase III) IFN-. Penggunaan IFN-alpha pada limfoma folikular sampai sekarang belum jelas. Hasil beberapa penelitian menunjukkan efek potensiasi angka respons, perpanjangan waktu remisi dan kemungkinan pengaruhnya pada harapan hidup. Radioterapi paliatif. Diberikan pada kasus tumor besar (bulky) atau untuk mengurangi obstruksi dan nyeri.Konversi histologis. LNH indolen yang bertransformasi menjadi agresif memiliki prognosis jelek dan dapat melibatkan sistem saraf pusat (terutama: meningeal). Biasanya memberikan respons terapi yang baik dengan protokol pengobatan LNH derajat keganasan menengah atau tinggi. Kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi selinduk untuk kasus ini harus dipertimbangkan.2Primary Cutaneous B-Cell Lymphoma (CBCL). Didefinisikan sebagai limfoma tanpa penyebaran ekstrakutan pada waktu didiagnosa dan selama paling sedikit 6 bulan berikutnya. Penyebaran ke kaki memberikan prognosis yang lebih jelek. CBCL yang terlokalisir diobati dengan radioterapi, juga untuk yang multifokal. Kemoterapi dicadangkan untuk kasus dengan lesi anatomik "non-contiguous atau penyebaran ekstrakutan.2Terapi eksperimental. Beberapa antibodi monoklonal dengan target antigen CD23, CD19, CD20, CD22 atau untuk beberapa antigen yang lebih umum sifatnya seperti CD5, CD25, CD80, CD40.2 Alemtuzumab (Campath - 1H), antibodi terhadap CD52 untuk terapi CLL, prolimfositik leukemia dan beberapa jenis limfoma sel T. Imunotoksin Vaksin idiotipe Antisense oligonukleotida Inhibitor selektif Transplantasi sumsum tulang autologus atau dukungan terapi sel induk perifer, setelah kemoterapi dosis tinggi sedang diteliti secara mendalam. Transplantasi sumsum tulang alogenik atau transplantasi sel induk. Dianjurkan pada pasien usia muda yang refrakter dengan donor yang masih ada ikatan keluarga dan digunakan sebagai cadangan terakhir.EtiologiEtiologi sebagian besar LNH tidak diketahui.2Faktor resikoNamun, terdapat beberapa faktor risiko terjadinya LNH, antara lain:21. Imunodefisiensi: 25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency, hypogamma globulinemia, common variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal.2. Agen infeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkit endemik, dan lebih jarang ditemukan pada limfoma Burkit sporadik. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan meningkatkan risiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders (PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas3. Paparan lingkungan dan pekerjaan: beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan risiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.4. Diet dan paparan lainnya: risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet.

EpidemiologiPada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru, dan 26.100 orang meninggal karena LNH. Di Amerika Serikat, 5% kasus LNH baru terjadi pada pria, dan 4% pada wanita per tahunnya. Pada tahun 1997, LNH dilaporkan sebagai penyebab kematian akibat kanker utama pada pria usia 20-39 tahun. Insidensi LNH di Amerika Serikat menurut National Cancer Institute tahun 1996 adalah 15.5 per 100.000. LNH secara umum lebih sering terjadi pada pria. Insidensi LNH meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-84 tahun. Saat ini angka pasien LNH di Amerika semakin meningkat dengan pertambahan 5-10% pertahunnya, menjadikannya urutan ke lima tersering dengan angka kejadian 12-15 per 100.000 penduduk. Di Perancis penyakit ini merupakan keganasan ketujuh tersering. Di Indonesia sendiri LNH bersama-sama dengan penyakit Hodgkin dan leukemia menduduki urutan ke enam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian LNH terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan LNH kiranya memperkuat dugaan adanya hubungan antara LNH dengan infeksi.2PrognosisLNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Indolent Lymphoma dan Agresif Lymphoma. LNH Indolen memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Risiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis "divergen" baik pada kelompok Indolen maupun Agresif.2International Prognostic Index (LPI) digunakan untuk memprediksi outcome pasien dengan LNH Agresif Difus yang mendapatkan kemoterapi regimen, kombinasi yang mengandung Antrasiklin, namun dapat pula digunakan pada hampir semua subtipe LNH. terdapat 5 faktor yang mempengaruhi prognosis, yaitu usia, serum LDH, status performans, stadium anatomis, dan jumlah lokasi ekstra nodal. Tiap faktor memiliki efek yang sama terhadap outcome, sehingga abnormalitas dijumlahkan untuk mendapatkan indeks prognostik. Skor yang didapat antara 0-5. Pada pasien usia 60 tahun = 1

Tumor stage Ann ArborI atau II = 0III atau IV = 1

LDH serumNormal = 0Meningkat = 1

ECOG performance statusTak ada gejala = 0-- = 0Ada gejala = 1--Bedridden < 1/2 day = 2------Bedridden 1/2 day = 3 =1Chronically bedridden = 4---

Keterlibatan ekstra nodul 1 tempat = 0> 1 tempat = 1

Key scores : Low risk = 0.1; Intermediate = 2; High intermediate = 3; High risk = 4.2Berdasarkan hasil score :8Score 0-1: 2 years Survival Rate 87%Score 2 : 2 years Survival Rate 66%Score 3 : 2 years Survival Rate 54%Score 4-5 : 2 years Survival Rate 34%PencegahanTidak terdapat pedoman pencegahan karena etiologi belum diketahui, namun pencegahan dapat dilakukan berdasarkan faktor risiko terjadinya limfoma maligna.KesimpulanLimfoma maligna non-Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Etiologi belum diketahui, tetapi terdapat faktor resiko yaitu imunodefisiensi, agent infeksius, paparan pekerjaan dan lingkungan, diet dan paparan lainnya. Secara klinis ditemukan pembesaran kelenjar getah bening yang indolen, multiple, penurunan berat badan, demam dan keringat malam. Diagnosis banding yaitu limfoma Hodgkin yang memiliki gambaran khas sel reed Sternberg, dan limfadenitis tuberkulosa yang biasanya mengenai kelenjar limfe leher dan biasanya berasal dari mulut dan tenggorokan (tonsil). Limfoma non Hodgkin memiliki 4 stadium, dari yang ringan sampai berat. Penatalaksaan sesuai dengan derajat keparahan.Daftar Pustaka1. Pearce EC. Anatomi dan fisiologis untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2013.h.193-7.2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009.h.1251-64.3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2005.h.86.4. Robbins. Buku ajar patologi. Edisi ke 7. Jakarta: EGC. 2007.h.281-6.5. Price AS. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC. 2006.h.469-70.6. Longo DL, Fauci AS, Dennis LK. Harrisons principles of internal medicine. Edisi ke 18. Singapura: McGraw-Hill Education. 2012.h.1346.7. Bakta MI. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC. 2005.h.192-210.8. Graber, Toth, Herting. Buku saku dokter keluarga. Jakarta: EGC. 2004.h.72.25