Limca ANG Dan Sarah Haha
-
Upload
wulyo-h-sugiharto -
Category
Documents
-
view
92 -
download
4
description
Transcript of Limca ANG Dan Sarah Haha
TUGAS PROSES TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK
LAWEYAN SOLO
Dosen Pembimbing : Eko Prasetyo Kuncoro, S.T., DEA
Oleh :
Nasyrah Shader Bestita (081111030)
Erlangga Putra Pratama (081111032)
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Industri Batik
Industri batik di Indonesia umumnya merupakan industri kecil menengah
(UKM) yang menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat. Sebelum krisis
moneter pada tahun 1997 industri kecil menengah ini sempat mengalami
kemajuan yang pesat. Beberapa pengusaha batik sempat mengalami masa
kejayaan. Apalagi pada tahun 1980-an batik merupakan pakaian resmi yang harus
dipakai pada setiap acara kenegaraan ataupun acara resmi lainnya. Sehingga dapat
mengenalkan dan meningkatkan citra batik di dunia internasional pada waktu itu.
Industri batik di Indonesia tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa yang
kemudian menjadi nama dari jenis-jenis batik tersebut seperti batik Pekalongan,
batik Surakarta, batik Yogya, batik Lasem, batik Cirebon, batik Sragen. Setiap
batik dari daerah tersebut memiliki ciri motif yang spesifik. Jenis batik yang
diproduksi ada tiga yaitu batik tulis, batik cap dan batik printing. Perkembangan
Industri batik di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan batik yang
dimulai sejak berate-sratus tahun yang lalu.
Industri batik di Jawa mengalami pasang surut. Sempat maju dan
berkembang pesat pada tahun 1970an. Dan mengalami kemunduran disebabkan
oleh krisis moneter tahun 1997, bom Bali 1 dan 2 yang memperparah keadaan dan
juga bencana alam yang terus saja terjadi sampai saat ini.
Perkembangan industri batik memang agak meredup ini dapat dilihat dari
berkurangnya usaha-usaha produksi batik dan mengalihkan ke usaha yang lain.
Misalnya saja industri batik Yogyakarta dari 1200 unit usaha yang ada di awal
1970-an saat ini tinggal 400 unit usaha yang bertahan. Data dari Koperasi Batik
Persatuan Pengusaha Batik Indonesia (Kobat PPBI) Yogyakarta dari 116 unit
usaha hanya tinggal 16 unit usaha. Yang benar-benar menjalankan unit usaha
tersebut hanya 5 unit usaha. Hal yang sama terjadi kabupaten lain di DIY yaitu di
Gunung Kidul. Menurut data Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
(Disperindagkop) DIY, jumlah batik tulis di Gunung Kidul tahun 2003-2004
berkurang dari 107 unit usaha menjadi 8 unit usaha. Hal yang sama juga terjadi di
Koperasi Kobat Tantama lebih dari 70 persen dari 132 anggota pengrajin tidak
lagi aktif menjadi produsen batik.
1.2 Produk Batik
Produk batik yang dihasilkan oleh industri batik di Indonesia ada 3 (tiga)
yaitu, batik tulis, batik cap dan batik printing. Proses pembuatan ketiga batik ini
berbeda. Pada masa jayanya, pengrajin batik hanya membuat batik tulis yang
menggunakan pewarna dari alam seperti jati, pohon mengkudu, soga, nila.
Disebut batik tulis karena proses penggambaran motifnya menggunakan tangan.
Proses pembuatan batik tulis agak lama memakan waktu berminggu-minggu
bahkan bulanan bila desain motifnya memang sulit sehingga harga jualnya juga
relatif mahal. Selembar kain batik tulis dapat dihargai Rp 200.000,00 sampai
dengan jutaan rupiah. Sangat tergantung pada kerumitan proses pembuatannya.
Karena tingkat kesulitan pegerjaan atau lama tidaknya pengerjaan menentukan
harga batik. Sehingga produksi batik tulis ini hanya diproduksi sesuai pesanan.
Jenis batik yang kedua adalah batik cap. Disebut batik cap karena motif
batik dibentuk dengan cap, biasanya dibuat dari tembaga. Batik cap juga disebut
dengan batik cetak. Sehingga pada pengembangannya muncul jenis produksi
sablon yaitu penggunanan klise atau hand print untuk mencetak motif diatas kain.
Dengan proses produksi menggunakan sistem cap ini, para pengrajin dapat
menghasilkan produksi batik lebih banyak. Karena proses pembuatannya tidak
terlalu lama.
Pada perkembangan selanjutnya muncul jenis printing yaitu produksi batik
melalui mesin. Jika dengan teknik tulis produksi untuk satu kain batik tulis
membutuhkan waktu yang lama maka dengan mesin printing hanya dengan sehari
bisa menghasilkan puluhan bahkan ratusan kain batik. Tetapi kemunculan batik
printing ini banyak dipertanyakan oleh para seniman batik. Sebab batik printing
dianggap merusak tatanan dalam seni batik apalagi proses pembuatannya tidak
menggunakan proses pembuatan batik pada umumnya yaitu menggunakan lilin
atau malam. Sehingga tidak sedikit seniman yang menyebut batik printing sebagai
kain bermotif batik.
Beberapa jenis batik yang ada di Indonesia yaitu
1. Batik Pekalongan disebut demikian karena batik ini berasal dari Pekalongan.
Batik dari Pekalongan memiliki ciri khas tersendiri dari warnanya yang
natural dan motifnya beragam hias. Gaya batik Pekalongan gaya pesisiran
jadi lebih bebas dan banyak mendapat pengaruh dari luar. Jenis-jenis batik
dari Pekalongan yaitu batik pecinan yang memiliki ciri khas warnanya
variatif dan cerah. Dalam selembar kain terdapat beberapa macam warna.
Motif yang digunakan banyak memasukkan unsur budaya cina seperti motif
burung hong atau merak dan naga. Biasanya motif batik pecinan lebih sulit
dan halus. Kemudian Batik Rifa’iyah, yang motifnya dipengaruhi oleh
budaya Islam. Biasanya diproduksi oleh warga keturunan Arab. Batik
pengaruh dari keraton, motif keraton yang biasa dipakai yaitu semen, cuwiri,
parang dan lain-lain. Walaupun bermotif keraton tetapi teknik pembuatan dan
pewarnaannya tetap menggunakan gaya Pekalongan. Batik jawa baru, motif
yang digunakan adalah rangkaian bunga dan lung lungan. Batik Jlamprang,
batik ini merupakan pengembangan dari motif kain Potola dari India yang
berbentuk geometris kadang berbentuk binatang atau mata angin dan
menggunakan ranting yang ujungnya berbentuk segi empat. Batik terang
bulan, desain batik yang ornamennya hanya di bagian bawah saja baik itu
berupa lunglungan atau berupa ornamen pasung yang atasnya kosong atau
berupa titik-titik . batik ini diesebut juga dengan gedong atau ramraman.
Batik cap kombinasi tulis, yaitu batik cap yang proses kedua atau sebelum
disoga direntes atau dirining oleh pembatik tulis sehingga batik kelihatan
seperti ditulis. Batik tiga negeri Pekalongan, yaitu dalam satu kain terdapat
warna merah biru soga. Sogan Pekalongan, batik dengan dua kali proses yaitu
proses pertama latar putih kadang ada coletan. Untuk proses kedua batik
ditanahi penuh atau ornamen pelataran putih berupa titik halus setelah itu
disoga. Tribusana adalah batik gaya baru yang cara proses pembuatan kedua
direntas atau riningan, dan kebanyakan motifnya lung-lungan lanjuran. Batik
pangan/petani, biasanya batik ini kasar dan tidak halus. Coletan, dalam satu
kain batik pewarnaan disebagaian kain menggunakan sistem colet dengan
kuas dan untuk pencelupan hanya sekali kecuali warna soga. Batik kemodelan,
batik klasik dari Yogya dan Solo dibuat dengan komposisi baru dengan
pewarnaan Pekalongan dan kelihatan moderen. Batik Osdekan, dalam satu
kain batik timbul satu warna, kemudian ditimpa dengan warna lagi, tua, muda
atau warna lain. Ini membuat warna batik lebih hidup dan seperti ada bayang-
bayang.
2. Batik Yogyakarta, yang terdiri dari motif dari motif klasik dan modern. Motif
klasik seperti parang, geometri, banji, tumbuhan menjalar, motif tumbuhan air,
bunga, satwa dan lain-lain. Warna batik Yogya umumnya dasar putih, dengan
warna hitam dan coklat.
3. Batik Ciamis, yang memiliki warna dasar putih, didominasi oleh warna hitam
dan soga coklat atau diesebut juga batik sarian.
4. Batik Banyumasan identik dengan motif Jonasan, yaitu kelompok motif non-
geometrik yang didominasi oleh warna dasar kecoklatan dan hitam. Warna
coklat karena soga, sedangkan warna hitam karena wedel. Motif-motif yang
berkembang sekarang ini antara lain, sekarsurya, sidoluhung, lumbon, jahe
pugor, cempaka mulya, kawung jenggot, madu bronto, satria busana, dan
piring sedapur.
5. Batik Indramayu termasuk ke dalam batik pesisir, mayoritas motifnya
menggambarkan kegiatan nelayan ditengah laut. Diantaranya Etong, kapal
kandas, Ganggeng, Kembang gunda dan Loksan.
6. Batik Cirebon variasi coraknya sangat beragam.
7. Batik Lasem motifnya mengadopsi motif-motif Cina dan menggunakan
pewarna dari mengkudu.
8. Batik Tasik dengan motif natural, burung, kupu-kupu dengan warna dasar
merah bata.
1.3 Pengolahan Batik
Menurut Wulandari (2011) terdapat beberapa perlengkapan dalam membatik.
Perlengkapan membatik tidak banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Adapun peralatannya antara lain :
1. Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori
sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambo yang dibuat
sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah dipindah-pindah.
2. Bandul yang dibuat dari timah, kayu, atau batu yang dimasukan ke dalam
kantong. Fungsi pokoknya adalah untuk menahan agar mori yang baru dibatik
tidak mudah tergeser saat tertiup anginatau tertarik oleh si pembatik secara tidak
sengaja.
3. Wajan adalah perkakas untuk mencairkan malam. Wajan dibuat dari logam baja
atau tanah liat.
4. Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan adalah
kompor berbahan bakar minyak. Kompor ini berfungsi sebagai perapian dan
pemanas bahan-bahan yang digunakan untuk membatik.
5. Taplak adalah kain untuk menutup paha pembatik agar tidak terkena tetesan
malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.
6. Saringan Malam alat untuk menyaring malam panas yang memiliki banyak
kotoran.
7. Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan,
terbuat dari tembaga dan bambo sebagai pegangannya. Canting ini digunakan
untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam.
8. Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori bermacam-
macam dan jenisnya sangat mennetukan baik buruknya kain batik yang
dihasilkan.
9. Malam (lilin) adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya
malam tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam akan diambil kembali
pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi
kain.
10. Dhingklik (Tempat Duduk) adalah tempat untuk duduk pembatik. Biasanya
terbuat dari bambu, kayu, plastik, atau besi.
11. Pewarna alami adalah pewarna yang digunakan untuk membatik.
Gambar 1.1 Bahan dan Alat Pembuatan Batik berdasarkan jenisnya
Teknik membuat batik adalah proses pekerjaan dari mori batik sampai
menjadi kain batik. Proses pengolahan batik secara umum diawali oleh persiapan
bahan baku untuk batik serta pembatikan itu sendiri.
1. Proses persiapan bahan baku mori terdiri dari proses-prosespenyediaan mori,
perendaman, pengetelan, penganjian tipis, penghalusan permukaan mori dan
pemolaan. Adapun maksud dari tahapan di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
perendaman dan pengetelan, dimaksudkan untuk menstabilkan dimensi,
terhilangkan kanji dan zat finish lain
penganjian tipis dilakukan untuk mendapatkan permukaan yang rata,
sehingga memudahkan proses pembatikan dan penghilangan lilin batik
penghalusan permukaan mori dilakukan agar pemolaan dapat lebih mudah
dilaksanakan.
2. Proses persiapan bahan baku lilin batik batik dibuat dari bermacam-macam
bahan yang dicampur menjadi satu dengan perbandingan tertentu sesuai
dengan sifat lilin yang di kehendaki. Bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan lilin batik terdiri dari gondorukem, damar mata kucing, parafin,
lilin tawon, gajih atau lemak binatang, minyak kelapa, dan lilin batik bekas
lorodan, tetapi tidak semua bahan tersebut di atas ada dalam pembuatan lilin
batik.
Dalam proses pembuatannya pun berbeda-beda antara batik tulis, cap, dan
printing. Proses pembuatan batik tulis memerlukan beberapa alat. Alat untuk
menulisnya atau yang biasa disebut canting terbuat dari tembaga dengan gagang
dari bambu. Ujung dari canting atau biasa disebut cucuk, mempunyai lubang yang
bervariasi, sehingga bisa menentukan besar kecilnya motif. Sedangkan bak
penampung canting disebut sebagai nyamplung. Nyamplung ini bisa berisi cairan
malam. Proses pembuatan batik tulis adalah sebagai berikut:
1. Siapkan kain, buat motif diatas kain dengan menggunakan pensil
2. Setelah motif selesai dibuat, sampirkan kain pada gawangan
3. Nyalakan kompor/anglo. Taruh malam/lilin ke dalam wajan dan panaskan
wajan dengan api kecil sampai malam mencair sempurna. Biarkan api tetap
menyala kecil
4. Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan
tetap berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas
untuk bagian berukuran besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan
bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
5. Mulailah dengan cara ambil sedikit malam cair dengan menggunakan canting,
tiup-tiup sebentar biar tidak terlalu panas, kemudian goreskan canting dengan
mengikuti motif yang telah ada. Hati-hati jangan sampai malam yang cair
menetes diatas permukaan kain karena akan mempengarufi hasil motif batik.
6. Setelah semua motif yang tidak ingin diwarna dgn warna tertentu tertutup
malam, maka proses selanjutnya adalah proses pewarnaan.Proses pewarnaan
pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dilakukan dengan
mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu.Siapkan bahan pewarna di
dalam ember, kemudian celupkan kainnya ke dalam larutan pewarna.Kain
dicelup dengan warna yang dimulai dengan warna-warna muda, dilanjutkan
dengan warna lebih tua atau gelap nantinya.
7. Setelah dicelupkan, kain tersebut di jemur dan dikeringkan.
8. Setelah itu adalah proses nglorot, dimana kain yg telah berubah warna tadi
direbus dgn air panas. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lapisan lilin
sehingga motif yg telah digambar menjadi terlihat jelas.Jika kita
menginginkan beberapa warna pada batik yg kita buat, maka proses 3, 4, dan
5 bisa diulang beberapa kali tergantung jumlah warna yg kita inginkan.
9. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses
pembatikan dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk
menahan warna berikutnya .
10. Dilanjutkan dengan proses pencelupan warna yang kedua ,pemberian malam
lagi, pencelupan ketiga dst.Misalkan dalam satu kain diinginkan ada 5 warna
maka proses diatas tadi diulang sebanyak jumlah warna yg diinginkan berada
dalam kain tsb satu persatu (Proses membuka/nglorot dan menutup lilin
malam dapat dilakukan berulangkali sesuai dengan banyaknya warna dan
kompleksitas motif yang diinginkan.)
11. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan
ke campuran air dans oda ash untuk mematikan warna yang menempel pada
batik, dan menghindari kelunturan.
12. Proses terakhir adalah mencuci /direndam air dingin dan dijemur sebelum
dapat digunakan dan dipakai.
Tidak seperti batik tulis yang proses pembuatannya menggunakan canting,
pada proses pembuatan batik cap alat yang digunakan yaitu cap (semacam stempel
besar yang terbuat dari tembaga) yang sudah didesain dengan motif tertentu
dengan dimensi 20 cm x 20 cm. proses pembuatan batik cap ada;ah sebagai
berikut:
1. Kain mori diletakkan di atas meja datar yang telah dilapisi dengan bahan
yang empuk
2. Malam direbus hingga mencair dan dijaga agar suhu cairan malam ini tetap
dalam kondiri 60 – 70oC.
3. Cap lalu dimasukkan kedalam cairan malam tadi (kurang lebih yang tercelup
cairan malam adalah 2 cm bagian bawah cap)
4. Cap kemudian dicapkan (distempelkan) dengan tekanan yang cukup di atas
kain mori yang telah disiapkan tadi.
5. Cairan malam akan meresap ke dalam pori-pori kain mori hingga tembus ke
sisi lain permukaan kain mori.
6. Setelah proses pengecapan selesai, kain mori selanjutnya akan akan masuk
ke proses pewarnaan, dengan cara mencelupkan kain mori ini ke dalam
tangki yang berisi warna yang sudah dipilih. Kain mori yang permukaannya
telah diresapi oleh cairan malam, tidak akan terkena dalam proses pewarnaan
ini.
7. Setelah proses pewarnaan, proses berikutnya adalah penghilangan berkas
motif cairan malam melalui proses penggodogan atau ngelorot. Sehingga
akan nampak 2 warna, yaitu warna dasar asli kain mori yang tadi tertutup
malam, dan warna setelah proses pewarnaan tadi. Jika akan diberikan
kombinasi pewarnaan lagi, maka harus dimulai lagi dari proses pengecapan
cairan malam - pewarnaan - penggodogan lagi.Sehingga diperlukan proses
berulang untuk setiap warna. Hal yang menarik dari batik cap adalah pada
proses perkawinan warna, karena permukaan kain mori yang telah diwarna
sebelumnya akan diwarna lagi pada proses pewarnaan berikutnya, sehingga
perlu keahlian khusus dalam proses pemilihan dan perkawinan warna.
8. Proses terakhir dari pembuatan batik cap adalah proses pembersihan dan
pencerahan warna dengan soda.
9. Selanjutnya dikeringkan dan disetrika.
Batik printing atau batik sablon adalah jenis batik baru yang mana teknis
pembuatannya melalui proses sablon manual atau printing mesin pabrik. Seperti
namanya, teknik pembuatan batik ini sama seperti teknik pembuatan
spanduk hanya saja bedanya adalah pada bahan warna yang digunakan. Berbeda
dengan batik cap, batik sablon printing ini hanya satu sisi kain mori saja yang
mengalami proses pewarnaan. Sehingga warna dari batik sablon printing ini relatif
lebih mudah pudar. Berikut ini adalah peralatan yang digunakan:
1. Desain dalam ukuran satu bahan, dengan ukuran 2×1 meter
2. Plankan (sejenis alat cetak). Plankan yang digunakan untuk batik adalah
plankan dengan pori-pori lebih besar, berbeda dengan plankan untuk spanduk
atau kaos.
3. Pewarna
4. Kain mori
5. Valet
Berikut ini langkah-langkah pembuatan batik printing:
1. Siapkan desain
2. Cetak desain dalam plankan. Jumlah plankan yang dibutuhkan adalah sesuai
dengan jumlah warna yang akan digunakan.
3. Siapkan kain mori dasar yang akan disablon, dengan posisi kain mori yang
kencang.
4. Letakkan plankan di atas kain, lalu tuangkan pewarna dan tarik pewarna dari
ujung plankan ke ujung plankan lainnya dengan valet.
5. Keringkan kain mori yang telah diberikan warna.
6. Ulangi langkah di atas, untuk setiap perbedaan warna dan desain.
1.4 Limbah Industri Batik
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah,
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi,
limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak
negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu
dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Karakteristik limbah adalah berukuran mikro, dinamis, penyebarannya berdampak
luas dan antar generasi akan berdampak dalam jangka panjang. Faktor yang
mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan
pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah (Anonim,2009)
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi
4 bagian yaitu : limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, serta limbah
B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Untuk mengatasi limbah ini diperlukan
pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat
dibedakan menjadi pengolahan menurut tingkatan perlakuan dan pengolahan
menurut karakteristik limbah.
Kualitas limbah cair industri batik sangat tergantung jenis proses yang
dilakukan, pada umumnya limbah cair bersifat basa dan kadar organik yang
tinggi yang disebabkan oleh sisa-sisa pembatikan. Pada proses pencelupan
(pewarnaan) umumnya merupakan penyumbang sebagian kecil limbah organik,
namun menyumbang wama yang kuat, yang mudah terdeteksi, dan hal ini dapat
mengurangi keindahan sungai maupun perairan. Pada proses persiapan, yaitu
proses nganji atau penganjian, menyumbang zat organik yang banyak
mengandung zat padat tersuspensi. Zat padat tersuspensi apabila tidak segera
diolah akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat digunakan untuk
menilai kandungan COD dan BOD.
Kebanyakan penggunaan bahan pencelup dengan struktur molekul organik
yang stabil tidak dapat dihancurkan dengan proses biologis, untuk menghilangkan
warna air limbah yang efisien dan efektif adalah dengan perlakuan secara biologis,
fisik dan kimia (Alaerts, 1984).
Pada industri batik, limbah yang dihasilkan dari proses pencucian yang
memerlukan air sebagai medium dalam jumlah besar. Proses ini menimbulkan air
buangan yang besar dan mengandung sisa-sisa warna, BOD tinggi, kadar minyak
tinggi dan beracun (mengandung limbah B3 yang tinggi). Karena kebanyakan limbah
tersebut berbentuk cair maka dibuang begitu saja ke saluran air. Proses pewarnaan
batik biasanya menggunakan jenis warna napthol dan indigosol.
1.4.1 Karakteristik Limbah Industri Batik
Karakteristik air limbah dapat digolongkan dalam sifat fisika, kimia dan
biologi. Dengan mengetahui jenis polutan yang terdapat dalam air limbah, dapat
ditentukan unit proses yang dibutuhkan.
1. Karakter Fisika
Karakter fisika air limbah meliputi temperatur, bau, warna, dan padatan.
Temperatur menunjukkan derajat atau tingkat panas air limbah yang diterakan
kedalam skala. Bau merupakan parameter yang subyektif. Pengukuran bau
tergantung pada sensitivitas indera penciuman seseorang. Adanya bau yang
lain pada air limbah, menunjukkan adanya komponen-komponen lain di
dalam air tersebut. Misalnya, bau seperti telur busuk menunjukkan adanya
hidrogen sulfida. Pada air limbah, warna biasanya disebabkan oleh adanya
materi disolved, suspended, dan senyawa-senyawa koloidal, yang dapat
dilihat dari spektrum warna yang terjadi. Padatan yang terdapat di dalam air
limbah dapat diklasifikasikan menjadi floating, settleable, suspended atau
dissolved.
2. Karakter kimia
Karakter kimia air limbah meliputi senyawa organik dan senyawa
anorganik. Senyawa organik adalah karbon yang dikombinasi dengan satu
atau lebih elemen-elemen lain (O, N, P, H). Saat ini terdapat lebih dari dua
juta senyawa organik yang telah diketahui. Senyawa anorganik terdiri atas
semua kombinasi elemen yang bukan tersusun dari karbon organik. Karbon
anorganik dalam air limbah pada umumnya terdiri atas sand, grit, dan
mineral-mineral, baik suspended maupun dissolved. Misalnya: klorida, ion
hidrogen, nitrogen, fosfor, logam berat dan asam.
3. Karakter Biologis
Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir
dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108
organisme/ml. Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun
berkelompok dan mampu melakukan proses kehidupan (tumbuh, metabolisme,
dan reproduksi). Secara tradisional, mikroorganisme dibedakan menjadi
binatang dan tumbuhan. Namun, keduanya sulit dibedakan. Oleh karena itu,
mikroorganisme kemudian dimasukkan kedalam kategori protista, status yang
sama dengan binatang ataupun tumbuhan. Virus diklasifikasikan secara
terpisah. Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan
kunci efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting untuk
mengevaluasi kualitas air (Purwaningsih, 2008).
1.5 Pengolahan Limbah Industri Batik
Sebenarnya ada langkah aman agar limbah tidak berbahaya ketika dibuang ke
saluran air. Limbah seharusnya diolah dulu dengan melakukan beberapa treatment
yaitu dengan proses kimia dan proses fisika, proses fisika yaitu dengan cara
pengenceran yang berfungsi untuk mempermudah dalam proses penjernihan. Limbah
jangan langsung ditambahkan koagulan tetapi dilakukan pengenceran untuk
mengurangi biaya koagulan setelah itu baru ditambahkan koagulan dan dipisahkan
endapan dengan menggunakan filtrat. Filtrat dapat disaring dengan menggunakan
karbon aktif yang terbuat dari arang atau menggunakan sekam padi. Limbah yang
terendapkan ditampung di bak penampung dan digunakan sebagai penyubur tanaman.
Selain itu pada saat proses pewarnaan yang dilakukan oleh pengrajin berpotensial
menyebabkan kanker kulit karena kebanyakan pengrajin tidak menggunakan sarung
tangan. Dan juga untuk menghindari pencemaran lingkungan dianjurkan untuk
menggunakan pewarnaan secara alami. Tetapi perlu dilakukan sosialisasi atau
pemahaman kepada pengrajin. Selain itu harus ada pelatihan pembuatan pewarnaan
alami dengan menggunakan teknologi fermentasi dan penyediaan tanamantanaman
yang dibutuhkan dalam jumlah yang memadai seperti jambu biji, jati, nangka, nila
dan lain-lain.
Berbagai cara dilakukan untuk meminimalisir kerusakan lingkungan akibat
limbah yang dihasilkan dari industri batik. Begitu pula dengan industri Batik Lawean
Solo yang akan dibahas dalam makalah ini.
BAB II
ISI
2.1 Industri Batik Laweyan Solo
Sejarah berdirinya perusahaan Batik Laweyan Solo ini berawal dari
didirikannya perusahaan Batik Bintang Mulya pada tahun 1967. Perusahaan yang
memproduksi kain-kain batik tulis tradisional ini terletak di Kampung Sayangan
Wetan RT.07 RW.I Laweyan Solo. Omset yang kurang menguntungkan dan
selalu mengalami penurunan membuat perusahaan ini sempat menghentikan
produksinya pada tahun 1979. Hal ini juga dipicu oleh mulai bermunculannya
perusahaan-perusahaan batik dengan proses printing yang proses produksinya
lebih efisien dengan harga relatif lebih murah.
Pada tahun 1981, perusahaan Batik Bintang Mulya berdiri kembali dengan
nama perusahaan Batik Cahaya Putra. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
hasil adalah dengan memproduksi kain-kain batik bermotif modern atau gaya baru
yang memenuhi selera konsumen. Setelah perusahaan Batik Cahaya Putra
berkembang, putra pemilik perusahaan ini akhirnya memulai usaha industri kecil
yang juga bergerak di bidang industri batik pada tahun 1990. Usaha ini terletak
tidak jauh dari perusahaan Batik Cahaya Putra. Usaha batik ini mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun hingga pada akhirnya terbentuklah perusahaan
yang dikenal dengan nama CV. Batik Laweyan pada tahun 2000, dengan
mendapat ijin usaha nomor : 517/0660/PK/VI/2006.
Batik Laweyan adalah merupakan brand image dari CV. Batik Putra
Laweyan yang berdiri pada tahun 2000 dengan fokus ke produksi sekaligus
penjualan produk batik. Dengan slogan "Different and Class" yang bertekat
memberikan produk-produk batik yang berkualitas, diproduksi dengan jumlah
yang terbatas, dan berbeda dengan produk batik yang lainnya.
Detail profil perusahaan industri batik laweyan sebagai berikut (Anonim,
2013):
Nama perusahaan : CV. Batik Putra Laweyan
Nama pemilik : Gunawan Muhammad Nizar
Tahun berdiri : 1990
Badan Hukum - Nomor ijin : C.-1361.HT.03.01-TH.2002 - 25 Oktober 2002
Klasifikasi kelas : Menengah ke atas
Jenis Usaha : Produksi batik dan penjualan batik
Daerah kerja : Kota Surakarta
Alamat / tempat usaha : Jl. Sidoluhur No.6 Laweyan - Solo 57148
Telepon : +6271 7053117 / +62 817 259 090
Fax : +6271 712123
Email : [email protected]
Nomor SIUP : 517/0660/PK/VI/2006
Nomor TDP : 11.16.3.52.01643
Nomor NPWP : 02.499.748.8-526.000
Luas area perusahaan : 650 m2
Jumlah pekerja : 25 orang
Industri batik Laweyan Solo memproduksi berbagai macam kain batik dan
pakaian jadi dengan motif batik. Proses pembuatannya sama dengan proses
pembuatan batik pada umumnya, yaitu dengan pencelupan, pewarnaan, dan lain
sebagainya.
2.2 Limbah Industri Batik Laweyan Solo
Karakteristik limbah industri batik adalah serupa dengan karakteristik
limbah yang berasal dari industri tekstil dan loundry sebagai berikut :
1. Limbah bersifat Alkalis
2. Berwarna
3. Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi
4. Temperatur air limbah yang tinggi
5. Suspended Solid (zat padat tersuspensi) tinggi
Proses produksi merupakan sumber utama penghasil limbah antara lain
pada proses pewarnaan (printing), pencelupan, pencucian dan pengemasan.
Adapun sumber limbah lainya berasal dari pemeliharaan alat, bahan sisa, pelumas
dan sisa bahan bakar. Besaran limbah pada industri batik dipengaruhi oleh
seberapa besar proses produksi dilakukan, proses produksi dilakukan sesuai
dengan kondisi pasar dan kebutuhan.
2.3 Pengolahan Limbah Industri Batik Laweyan Solo
Limbah cair dari hasil produksi tidak ramah lingkungan dikarenakan bahan
kimia yang dipakai pada proses pewarnaan batik. Pengolahan limbah batik cair,
yaitu dengan didirikannya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Kegiatan
Perintis Pendekatan Produksi Bersih/Eko Efisiensi dan Pengolahan Air Limbah
Usaha Kecil Batik di Kampoeng Laweyan proses instalasi limbah batik di
kampung Laweyan mulai dari penampungan air limbah sisa produksi batik ke
tabung (sumur) yang berjumlah 11 di area itu. Air limbah kemudian disalurkan ke
tabung untuk proses Equalisasi aerob, kemudian hasilnya ditampung melalui
saluran pipa ke tabung (sumur) tinja (wc) yang kemudian diproses lagi dalam
septic tank. Dari proses di septic tank, air limbah masuk ke tabung reaksi
(Anaerobic bufle reactor dan Anaerobic Bufle Filter Reactor) yang hasilnya
masih disaring kembali dalam tabung yang berisi oksigen. Kemudian output dari
proses instalasi limbah ini adalah air yang dianggap tidak lagi berbahaya (paling
tidak berkurang) kandungan bahaya kimiawinya. Output itu langsung disalurkan
pipa dari tabung oksigen ke sungai Laweyan. Namun, sebagian besar pengrajin di
sekitar Kampoeng Laweyan itu masih membuang limbahnya langsung ke sungai,
tanpa ada proses instalasi pengolahan.
Limbah batik yang langsung dibuang ke lingkungan akan merusak
ekosistem dan membahayakan bagi kehidupan makhluk hidup. Maka dari itu perlu
diadakan pengolahan limbah batik untuk mencegah dampak negatif yang
ditimbulkan. Pengolahan limbah cair batik ini menggunakan pengolahan aerob
dan anaerob dengan koagulasi.
2.3.1 Pengolahan Aerob
Salah satu pengolahan secara biologi adalah dengan proses aerob
menggunakan lumpur aktif. Pengolahan limbah cair secara biologis dengan
menggunakan lumpur aktif pada dasarnya adalah pengolahan terhadap limbah cair
sehingga memenuhi syarat bagi perkembangbiakan mikroorganisme (bakteri)
sebagai decomposer benda-benda organik yang terlarut dalam air dan membentuk
lumpur aktif (activated slugde) dapat digunakan kembali untuk mengolah air yang
masuk ke instalasi pengolahan.
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang mampu melaksanakan
proses metabolisme benda-benda organik sehingga merupakan bagian yang
terpenting dalam rantai makanan dan pengolahan air limbah. Bakteri akan
mensintesis unsur-unsur organik yang terlarut dalam air tetapi tidak semua unsur
organik dapat digunakan oleh bakteri, oleh sebab itu partikel-partikel organik
berukuran lebih besar disintesa oleh protozoa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan limbah cair dengan lumpur
aktif :
1. Oksigen
2. Nutrient
3. Komposisisi mikroorganisme
4. pH
5. Temperatur
2.3.2 Pengolahan Anaerob
Pada prinsipnya proses pengolahan secara anaerob adalah mengubah
bahan organik dalam limbah cair menjadi methane dan karbon monoksida tanpa
adanya oksigen. Proses fermentasi anaerob pada dasarnya adalah proses yang
mengubah senyawa organik menjadi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2)
tanpa kehadiran oksigen (O2). Dekomposisi senyawa organik melalui proses
anaerob ini terjadi melalui tiga tahapan proses yaitu tahap reaksi hidrolisis, tahap
reaksi pembentukan asam, dan tahap reaksi pembentukan metana.
Reaksi hidrolisis merupakan proses pelarutan senyawa organik yang
mulanya tidak larut dan proses penguraian seenyawa tersebut menjadi senyawa
dengan berat molekul yang cukup kecil untuk dapat melewati membram sel.
Reaksi ini dikatalis oleh enzim yang dikeluarkan oleh bakteri anaerob. Zat-zat
organik seperti polisakarida, lemak, dan protein, dihidrolisa menjadi gula dan
asam-asam amino.
Kemudian dilanjutkan dengan tahap pembentukan asam dan metana yang
dilakukan dalam dua tahap dengan dua kelompok bakteri yang berbeda:
Pertama, zat organik diubah menjadi asam organik dan alkohol yang
mudah menguap. Proses pembentukan asam melibatkan dua golongan besar
bakteri, yaitu bakteri asidogenik dan bakteri asetogenik. Bakteri asidogenik pada
mulanya memfermentasikan hasil hidrolisa menjadi asam-asam lemak volatil
berantai pendek seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, H2, CO2, asam
laktat, asam valerat, etanol, amonia, dan sulfida. Konsentrasi H2 memegang
peranan penting dalam mengontrol proporsi berbagai produk bakteri asidogenik.
Asam propionat dan asam-asam lemak lainnya yang dihasilkan oleh bakteri
asidogenik dikonversi oleh bakteri asetogenik menjadi asam asetat, H2, dan CO2.
Bahan Organik
asam organik + CO2 + H2O +
alkohol.
Kedua, melanjutkan perombakan senyawa asam organik menjadi methane.
Pada proses pembentukan metana, gas metana yang dihasilkan terutama berasal
dari asam asetat, tetapi ada juga gas metana yang terbentuk dari hidrogen dan
karbon dioksida. Ada dua kelompok bakteri yang berperan, yaitu bakteri metana
asetoklasik dan bakteri metana pengkonsumsi hidrogen. Bakteri metana
asetoklasik mengubah asam asetat menjadi karbon dioksida dan metana. Bakteri
ini mampu mengontrol nilai pH proses fermentasi dengan jalan mengkonsumsi
asam asetat dan membentuk CO2. Bakteri pengkonsumsi hidrogen mengubah
hidrogen bersama-sama dengan karbon dioksida menjadi metana dan air. Sisa
hidrogen yang tertinggal mengatur laju produksi asam total dan campuran asam
yang diproduksi oleh bakteri pembentuk asam. Hidrogen juga mengendalikan laju
konversi asam propionat dan asam butirat menjadi asam asetat.
Asam lemak
CH, CO2, NH3 + H2O + energi.
Zat methane tidak dapat menarik oksigen. Agar proses pembusukan
anaerobik berfungsi sangat memuaskan kadang-kadang ditambahkan nitrogen dan
fosfor. Selama proses operasi, udara tidak boleh masuk. Masuknya udara akan
mempercepat produksi asam organik, menambah karbondioksida tetapi
mengurangi methane. Pengaturan keasaman sangat perlu sebab zat methane
sangat sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH diusahakan berkisar antara 6 dan
8 agar perkembangan mikroorganisme sangat pesat. Namun pada kecepatan
produksi gas pengaruh variasi pH sangat nyata untuk lebih mengaktifkan kegiatan
mikroba. Temperatur sangat berpengaruh, kecepatan fermentasi meningkat bila
temperatur mendekati 30oC.
Pelaksanaan tahapan proses yang terlibat dalam proses anaerob melibatkan
bakteri yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Bakteri hidrolitik
memiliki populasi sebesar 108-109 bakteri untuk setiap mililiter lumpur buangan
mesofilik atau 1010-1011 bakteri untuk setiap gram padatan volatil yang
diperoleh. Contoh bakteri hidrolitik antara lain adalah Bacteroides, Clostridium,
Bifidobacteria, bakteri fakultatif Streptococcus dan Enterobacteriaceae, serta
beberapa bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri asidogenik termasuk
bakteri yang dapat tumbuh dengan cepat (waktu penggandaan sekitar 30 menit),
yang memfermentasikan glukosa menjadi campuran asan-asam volatil. Beberapa
contoh bakteri penghasil metana antara lain Methanobacterium formicum,
Methanobacterium mobilis, Methanobacterium propionicum, Methanobacterium
ruminantium, Methanobacterium sohngenii, Methanobacterium annielii, dan
Methanobacterium methanica (Setiadi,Tj. 2001)
2.3.3 Instalasi Pengolahan Air Limbah
Secara umum unit IPAL industri batik sama dengan IPAL limbah cair
lainnya. Hanya saja di sini ditekankan pada proses reduksi warna dari hasil proses
pewarnaan. Koagulan yang digunakan seperti FeSO4, Al2SO4, kapur, dan lain-lain.
Proses pengolahan limbah batik sebagai berikut:
1. Limbah cair dari proses pembuatan batik mengalir menuju bak penangkap
minyak dan lemak
2. Limbah cair selanjutnya masuk ke panampungan limbah
3. Dari bak penampungan limbah dipompa menuju bak netralisasi dan koagulasi
dengan debit kapur 40 ml/s dan Fe SO4 80 ml/s.
4. Selanjutnya limbah cair dari proses netralisasi dan koagulasi masuk ke dalam
bak pengendap kimia (bak pengendap I)
5. Dari bak pengendap I bak dialirkan ke bak aerasi (kolam aerobik) dengan
penambahan nutrisi (Urea + SP) sesuai kondisi
6. Limbah dari bak aerasi menuju bak pengendap II (proses biologi)
7. Dari bak pengendap II limbah dibuang ke lingkungan dan sebagian lumpur
pengendap dikembalikan ke bak biologi (kolam aerobik).
Gambar 2.1 Pengolahan Limbah Industri Batik
Untuk penyempurnaan pengelolaan limbah di atas maka perlu dilakukan
pengolahan limbah cair dengan koagulasi dan penyaringan. Penambahan bahan
koagulan dengan dilanjutkan dengan proses penyaringan menggunakan media
saringan tunggal dan media saringan campuran. Bahan media saringan tunggal
adalah pasir, arang, ijuk dan bahan media campuran adalah pasir arang dan pasir
ijuk arang. Penambahan koagulan tawas dapat mengurangi konsentrasi total
suspended solid, kekeruhan, fenol dan warna limbah cair industri batik. Saringan
arang efektif menurunkan fenol dan kekeruhan dari limbah cair industri batik.
Saringan pasir arang efektif menurunkan warna dari limbah cair industri batik
Saringan pasir ijuk arang memberikan hasil terbaik dalam menurunkan total
suspended solid dari limbah cair industri batik.
2.3.4 Pengolahan Logam Berat Cr pada Industri Batik
Limbah industri tekstil yang tergolong limbah cair dari proses pewarnaan
mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti
mampu mencemari lingkungan. Zat warna tekstil merupakan semua zat warna
yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil akibat adanya ikatan
dengan serat tekstil. Zat warna tekstil merupakan gabungan dari senyawa organik
tidak jenuh, kromofor dan auksokrom sebagai pengaktif kerja kromofor dan
pengikat antara warna dengan serat. Dari zat pewarna tekstil inilah akan
menghasilkan logam berat kromium yang kemudian akan mencemari lingkungan.
Permasalahan yang banyak ditemui saat ini adalah pencemaran logam
kromium (Cr) dari industri tekstil batik. Limbah cair yang dihasilkan masih
mengandung kromium dalam jumlah yang besar ketika dibuang ke badan air. Hal
ini mengakibatkan pencemaran perairan yang sangat tinggi dan merusak
ekosistem perairan bahkan menyebabkan kematian biota air seperti ikan,
fitoplankton, dan lain-lain. Oleh karena itu perlu dilakukan pengurangan
konsentrasi logam berat dalam air limbah industri tekstil.
Kebanyakan metoda pengurangan keberadaan logam berat dilakukan
menggunakan cara kimia seperti koagulasi dengan menambahkan bahan-bahan
kimia tertentu dan cara fisika seperti adsorpsi dan fotolisis. Kedua cara tersebut
memerlukan biaya relatif tinggi dan pemakaian bahan-bahan kimia dapat
menimbulkan lumpur yang banyak sehingga bak pengolah cepat dangkal.
Mengingat kelemahan-kelemahan cara kimia dan fisika tersebut, alternatif
pengolahan pengurangan logam berat yang mulai digagas adalah pengolahan
secara biologi. Salah satu caranya adalah dengan proses biosorpsi.
Secara umum, keuntungan pemanfaatan mikroorganisme sebagai
biosorben adalah biaya operasional rendah, efisiensi dan kapasitas pengikatan
logam tinggi, lumpur yang dihasilkan minimum, memiliki mekanisme regenerasi
sehingga dapat digunakan kembali, bahan bakunya banyak tersedia dan mudah
didapat, serta tidak memerlukan tambahan nutrisi jika menggunakan mikroba
yang sudah mati.
Dalam proses biosorpsi ini tentu harus memperhatikan beberapa faktor
yang mendukung kerja biosorben dalam mereduksi ion kromium. Beberapa faktor
penting yang perlu diperhatikan adalah derajat keasaman (pH), waktu kontak
biosorben dengan logam, konsentrasi logam pada air limbah yang akan
dibiosorpsi.
Beberapa contoh biosorben yang dapat digunakan dalam penanganan
limbah kromium adalah chitosan, serbuk gergaji, mikroalga, dan rumput laut serta
Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisae sudah banyak diteliti
berkaitan dengan potensinya sebagai biosorben dan bioakumulator logam berat,
diantaranya karena memiliki persentase material dinding sel sebagai sumber
pengikat logam yang tinggi juga biomassanya mudah didapatkan karena banyak
digunakan dalam proses fermentasi.
Reduksi logam Cr ini dapat terjadi disebabkan karena selain pertumbuhan,
mikrorganisme akan menghasilkan produk samping yang berupa H2S. Kenaikan
jumlah sel mikroorganisme akan menaikkan kecepatan produksi H2S yang akan
mempercepat reduksi Cr(VI). H2S yang dihasilkan bakteri akan bereaksi dengan
kromium untuk membentuk kromium sulfida yang bersifat tidak stabil dalam
larutan dan akan lebih cepat terdeposit untuk membentuk Cr(III) yang memiliki
toksisitas lebih rendah dari Cr(VI).
Reduksi Cr(VI) menjadi Cr(III) oleh mikroorganisme disebut bioremoval.
Terdapat dua macam mekanisme bioremoval, yaitu secara passive uptake dan
secara active uptake. Penyerapan pasif (passive uptake) dikenal dengan nama
biosorbsi. Proses ini terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan
dua cara yang berbeda, pertama pertukaran ion di mana ion monovalen dan
divalen pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat, dan yang kedua
adalah formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional
yang berada pada dinding sel. Proses biosorsi ini dapat terjadi secara bolak-balik
dan cepat. Proses bolak-balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat
terjadi pada sel mati dan sel hidup dari suatu biomassa. Proses biosorbsi ini juga
dapat lebih efektif dengan kehadiran pH tertentu dan adanya ion-ion lain di media
di mana logam berat dapat terendapkan sebagai garam yang tidak terlarut.
Penyerapan logam berat juga dapat terjadi secara active uptake. Logam
berat juga dapat diendapkan pada proses metabolisme dan ekskresi pada tingkat
ke dua. Proses ini tergantung dari energi yang terkandung dan sensifitasnya
terhadap parameter-parameter yang berbeda sepserti pH, suhu, kekuatan ikatan
ionik, cahaya, dll. Selain itu, proses ini juga dapat dihambat oleh suhu yang
rendah, tidak tersedianya sumber energi dan penghambat metabolisme sel.
Dengan cara biologis ini dapat mereduksi Cr(VI) yang sangat berbahaya
menjadi Cr(III) yang tingkat bahayanya lebih rendah. Jadi, masalah pencemaran
limbah industri tekstil akibat logam berat kromium telah dapat tereduksi dan
kemungkinannya kecil untuk merusak ekosistem dan biota perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Dipokusumo. 2011. Batik as a Custom Cloth/tradition in Kraton Surakarta
Hadiningrat. LPPM UNS: Surakarta
Fatmawati U., Sajidan, dan Suranto, 2010. Potensi Mikroorganisme sebagai Agen
Bioremidiasi dalam Menurunkan Kadar Cr(VI) dalam Limbah Cair Tekstil
Hasil Pewarnaan. Jurnal Pendidikan Biologi Program Studi Biosains
Pascasarjana UNS. Semarang. Jawa Tengah.
MetCalf and Eddy Inc., 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse (4th
Edition). McGraw-Hill Companies, New Delhi.
Nurainun, dkk. Analisis Industri Batik di Indonesia. 2008. Jurnal Fokus Ekonomi
Hal 124-135 Vol. 7, No. 3. ISSN: 1412-3851. Fakultas Ekonomi Universitas
Malikussaleh Banda Aceh.
Purwaningsih, I., 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cv. Batik Indah
Raradjonggrang Yogyakarta Dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau Dari
Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) Dan Warna. Tugas Akhir
Teknik Lingkungan. UII: Yogyakarta.
Setiadi, Tj. 2001. Pengolahan Limbah Cair Secara Sekunder (Biologi). Bahan
Pelatihan Pengelolaan Limbah Cair Industri. Pusdiklat BAPEDAL. Serpong.
Sianita, D., Nurchayati, I., S., 2009. Kajian Pengolahan Limbah Cair Industri
Batik, Kombinasi Aerob – Anaerob dan Penggunaan Koagulan Tawas.
Jurnal Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang. Jawa Tengah
Wulandari, Ari. 2011. Batik Nusantara. Andi Offset: Yogyakarta.
Yayasan Harapan Kita. 2006. Indonesia Indah “Batik”. TMII Jakarta.